13 Februari 2023

 AJARAN ISLAM DAN BAHASA ARAB

Pokok persoalan tentang ajaran Islam dan bahasa Arab dirasa perlu untuk memperoleh kejelasan ben­tuk hubungan yang sebenarnya dan proporsional antara universalisme ajaran Islam dan kekhususan ling­kungan Arab, terutama lingkungan kebahasaannya. Sementara dalam Kitab Suci terdapat penegasan yang tidak meragukan tentang ke­uni­versal­an ajaran Islam, (Q., 34: 28) namun juga ditegaskan bahwa Kitab Suci Islam itu sendiri adalah sebuah “Qur’ân ‘Arabî (Bacaan berbahasa Arab [Q., 12: 2])

Secara historis, terdapat pan­dang­an di kalangan orang banyak, baik yang Muslim maupun yang bukan, tentang adanya semacam kesejajaran antara keislaman (“ke-islâm-an”) dan kearaban (“ke-Arab-an”). Tetapi dalam telaah lebih lanjut, pandangan itu nampak banyak didasarkan pada kesan daripada kenyataan. Sebab kenya­taan­nya ialah bahasa Arab bukanlah bahasa khusus orang-orang Muslim dan agama Islam, melainkan juga bahasa kaum non-Muslim dan agama bukan-Islam seperti Yahudi dan Kristen. Minoritas-minoritas Arab bukan-Muslim sampai seka­rang masih tetap bertahan di selu­ruh Dunia Arab, termasuk Jazirah Arabia, kecuali kawasan yang kini mem­bentuk Kerajaan Arab Saudi, lebih khusus lagi provinsi Hijâz (Makkah-Madînah). Bahkan orang-orang Arab Kristen Libanon adalah keturunan langsung Banî Ghassân yang sudah ter-Kristenkan sejak sebelum Rasulullah Saw., yaitu sejak mereka menjadi satelit kera­jaan Romawi yang telah memeluk agama Kristen sejak raja Kons­tantin.

Begitu pula, bahasa Arab bukan­lah satu-satunya bahasa Islam. Ketika orang-orang Muslim Arab melakukan ekspansi militer dan politik keluar Jazirah Arabia, mere­ka membawa agama Islam kepada masyarakat bukan Arab. Memang sebagian besar bangsa-bangsa itu akhirnya mengalami Arabisasi, yang di zaman modern ini menghasilkan suatu kesatuan budaya dan kawasan sosial-politik Liga Arab. Persia atau Iran pun, khususnya daerah Khu­rasan, juga pernah mengalami pengaraban. Tetapi kemudian pada bangsa ini tumbuh gerakan nasio­na­lisme yang disebut Syu‘ûbîyah, dan bahasa Persi dihidupkan kem­bali dengan penuh semangat. Na­mun hasilnya adalah sebuah “Ba­hasa Persi Islam”, yaitu sebuah bahasa yang masih kukuh mem­per­ta­hankan sintaks dan gramatika Persi sebagai suatu bahasa Indo-Eropa tapi dengan kosakata yang didominasi oleh pinjaman dari bahasa Arab, serta dengan muatan ideologis yang bersumber dari ajaran Islam. Lebih dari itu, bahasa Persi kemudian tampil sebagai alat menyatakan pikiran-pikiran Islam yang tidak kalah penting dari bahasa Arab, jika bukannya dalam beberapa hal malah lebih penting (seperti dalam bidang tasawuf, falsafah, dan teori-teori peme­rintah­an atau politik).

Disebabkan oleh peranan bahasa Persi, maka Dunia Islam dapat dibagi menjadi dua: pertama, ka­was­an pengaruh bahasa Arab, yaitu “Dunia Arab” seperti yang dikenal dewasa ini, dan, kedua, kawasan pengaruh bahasa Persi yang meli­puti seluruh wilayah Islam bukan-Arab, khususnya Persia atau Iran sendiri, kemudian Afganistan, Transoxiana, Anak-Benua Indo-Pakistan dan Turki, yang secara racial stock umumnya kebetulan terdiri dari bangsa-bangsa Indo-Eropa, bukan Semitik. Meskipun daerah-daerah selain Iran itu mem­punyai bahasa-bahasa mereka sen­diri, namun bahasa-bahasa itu amat terpengaruh oleh bahasa Persi dan banyak meminjam dari bahasa itu.

Di samping kedua daerah buda­ya Arab dan Persia itu, ada bebe­rapa kawasan atau lingkungan Dunia Islam lainnya dengan corak budaya tertentu dan ditandai oleh do­minasi bahasa tertentu.  Salah satunya yang harus kita sebut ialah kawasan Asia Tenggara dengan ciri dominasi bahasa Melayu/Indonesia. Tetapi bahasa Melayu/Indonesia pun mendapat pengaruh yang besar dari bahasa Persi berupa pinjaman banyak kosakata, biarpun kosakata Persi itu berasal dari bahasa Arab. Petunjuk besarnya pengaruh bahasa Persi itu dapat ditemukan pada kenyataan penggantian hampir semua tâ’ marbûthah menjadi tâ’ maftûhah, seperti pada kata-kata adat, dawat, darurat, firasat, harkat, isyarat, laknat, masyarakat, mufa­kat, qiraat, shalat, siasat, taat, war­kat, zakat, dan lain-lain. Begi­tulah adanya, meskipun ada juga sedikit kata-kata Melayu/Indonesia dengan akhiran tâ’ marbûthah yang menun­juk­kannya sebagai pinjaman langsung dari bahasa Arab tanpa melalui bahasa Persi, seperti kata-kata bid‘ah, gitrah, gairah, marah atau amarah (dari ammârah), ma­kalah, nuktah, risalah, zarrah, dan lain-lain.

Jadi sekalipun Dunia Islam mengenal adanya tiga atau lebih cultural spheres dengan ciri dominasi bahasa-bahasa tertentu, namun dari keterangan di atas dapat disim­pu­lkan bahwa da­lam analisa te­r­akhir dominasi menyeluruh te­tap ada pada ba­hasa Arab.  De­ngan sen­diri­nya ini memperkuat pandangan atau kesan umum ten­tang hu­bung­an erat antara bahasa arab dan ke­islaman.

0 Comment