17 Februari 2023

 ILMU PENGETAHUAN DI DUNIA MUSLIM

Pendahuluan

Telah menjadi titah, manusia oleh penciptanya dibekali berbagai kemampuan, yakni kemampuan untuk penyempurnaan hidup, sehingga manusia merupakan makhluk yang sempurna. Kesempurnaan manusia disertai harapan untuk selalu dapat berbuat baik mencegah kemungkaran dan yang mendasar selalu percaya pada pembuatnya. Kesempurnaan manusia sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk Tuhan menuntut untuk bertindak mencari jalan yang terbaik serta sejauh mungkin menghindari kesesatan.[1]

filsafat telah mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana “pohon ilmu pengetahuan” telah tumbuh mekar-bercabang secara subur. Masing-masing cabang melepaskan diri dari batang filsafatnya, berkembang mandiri dan masing-masing mengikuti metodologinya sendiri. Dengan demikian perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru ke arah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi spesialisasi.

Oleh karena itu tepatlah dikatakan bahwa ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin menjalin. Dapat disinyalir bahwa peranan ilmu pengetahuan terhadap kehidupan manusia baik individual maupun sosial menjadi sangat menentukan.

Bicara pengetahuan maka kita akan bicara tentang penalaran, kemampuan penalaran manusia menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuan yang merupakan rahasia kekuasaan-kekuasaannya. Binatang hanya terbatas mempunyai pengetahuan untuk kelangsungan hidupnya saja (survival).[2] Ini juga yang mengantar para tokoh Muslim berusaha mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan.

Dunia Islam pernah mengalami masa kejayaannya dan zaman keemasan, dengan melahirkan banyak tokoh ilmuwan serta cendikiawan yang telah menunjukkan kaya besarnya kepada dunia, pada sa’at dunia, khususnya Eropa dalam keaadaan gelap gulita. Para tokoh telah melahirkan berbagai ilmu, baik itu ilmu Astronomi, Kedokteran, Kimia, Fisika, Biologi, ilmu politik, dan lain-lain.

Masa kejayaan umat Islam berakhir atau mengalami kemunduran terutama setelah perang Salib, dan dihancurkannya pusat ilmu atau perpustakan Cordova. Sejak itu umat Islam mengalami ketertinggalan dari bangsa lainnya.

Dalam makalah ini, penulis akan berusaha mengemukakan tentang ilmu pengetahuan di Dunia Muslim. Pertama-tama akan dibahas tentang kemunculan ilmu pengetahuan di Dunia Muslim, kemudian akan dikemukakan tentang tokoh-tokohnya, serta  kemundurannya.

Kemunculan Ilmu Pengetahuan di Dunia Muslim

            Politik selalu menjadi hal penting bagi Islam. Sejak zaman Muhammad Saw,, umat muslim pertama telah beradu dengan mereka yang memiliki kekuatan politis, awalnya karena mereka tidak diizinkan berdakwah secara terbuka, dan kelak karena mempertahankan diri dari  serangan  penduduk Mekkah. Namun sepuluh tahun setelah turunnya wahyu pertama, Islam telah menjadi sumber kekuatan yang besar.

            Aspek Politik Islam juga mendorong mereka untuk meraih kesuksesan dalam sains. Sebagaimana di kekaisaran lainnya, sains di kekaisaran Islam menjadi bagian kekuatan politik. Pada masa pemerintahan Umayyah, yaitu pada masa khalifah al-Walid 1, dia membangun sebuah mesjid yang menjadi dalah satu banguna terbesar yang pernah dibangun. Seiring perkembangan sains, mesjid itu menyera arsitektur klasik terbaru, kemudian mengembangkannya lebih jauh.

            Dari Andalusia, umat Muslim Irak telah menemukan dan mengembangkan rotasi tanaman. Sebelumnya mereka hanya mengalami satu masa panen setiap tahunnya di musim dingin. Dengan rotasi tanaman, mereka hanya mengalami beberapa kali setiap tahunnya. Untuk kelancaran pertanian ini, mereka mengembangkan berbagai teknik irigasi. Pada waktu itu dikenalkan sistem irigasi yang terkenal berupa terowongan air atau qanat dari Iran.[3] Bahkan yang lebih mengesankan adalah teknik pengangkatan air, dan khususnya naura, atau kincir air.[4]

Walaupun ekonomi berkembang stabil di bawah dinasti Umayyah, namun tidak demikian halnya dengan aspek politik. Mereka yangmenetap di Persia, baik Muslim maupun non-Muslim, tidak menyukai kekuasaan yang dipegang oleh-orang dinasti ini. Beberapa di antaranya karena rasa ketidak puasan karena mereka merasa bahwa keluarga Muhammad Saw,, telah disingkirkan oleh bani Umayyah.

Banyak yang bisa mengeksploitasi ketidak puasan ini, tetapi bani Abbasiyah-lah yang melakukannya. Dengan datangnya dinasti Abbasiyah, tirai diangkat untuk menyajikan zaman yang disebut-sebut sebagai zaman keemasan ilmu pengetahuan Islam-kota Baghdad.

Pada masa ini dilakukan penerjemahan salah satu karya pertama Aristoteles ke dalam bahasa Arab, Topica, yang memuat nasihat tentang mempertahakan pemikiran.[5] Pergerakan penerjemahan dimulai dengan perlahan di zaman khalifah al-Mahdi (775-806M), dan Harun al-Rashid (786-809M), tetapi meningkat pesat dibawah masa al-Ma’mun. Kebanyakan berbahasa Yunani, tetapi ada juga yang datang dari Persia, India , dan bahkan Cina. Semua karya-karya itu langsung membanjiri Baghdad. Sesepuh dunia penerjemahan Abbasiyah pada masa awal adalah Ya’kub ibn Ishak al-Kindi yang merupakan kepala kelompok penerjemah yang bekerja untuk khalifah.[6] Pergerakan penerjemahan itu berlangsung lebih dari dua dasawarsa, kemudian sepetinya perlaha menghilang. Sebagian besar karena semakin sedikit buku menarik untuk iterjemahkan. Mereka mulai memikirkan tentang apa yang mereka baca dan membuat kontribusinya sendiri. Banyak perkembangan sains setelah itu yang tidak hanya terjadi di Baghdad, tetapi di seluruh penjuru kekhalifahan.

Seperti peradaban-peradaban yang tinggi dunia lainnya, kta Baghdad dihiasi oleh puluhan perpustakaan yang besar. Istana khalifah adalh lambang kemegahan yang tiada duanya di Dunia.Ilmu pengatahuan berkembang pesat. Ilmu kedokteran juga telah berkembang pesat. Ketika orang-orang Eropa masih mempecayakan keehatannya kepada dukun, do’a-do’a ajaib, dan benda-benda keramat, Baghdad telah mempunyai banyak rumah sakit dengan ilmu dan sistem kedokterannya.[7] Ilmu anatomi, gizi, bakteri, optik bahkan pembedahan telah dikembangkan melalui sains.

Dalam sudut pandangan tradisional sains Islam, awal dan mungkin masa puncak zaman keemasan adalah sa’at pemerintahan Harun al-Rashid dan al-Ma’mun yang sering disebut dengan The Golden of Science. Di samping haus kekuasaan, al-Ma’mun juga sering dikenal sebagai sa’at sains mencapai puncaknya. Dia dikenal sebagai khalifah yang sangat mendukung pengetahuan. Pernah dikatakan, sa’at al-ma’mun meraih kemenangan dari Bizantium, dia meminta ganti rugi dari lawannya bukan berupa emasa atau harta karun yang duniawi melainkan salinan buku agung astronomi karya ptolemeus yaitu Almagest.[8]

Dia juga mendirikan pusat pembelajaran yang megah bernama Bayt al-Hikmah atau gedung kebijaksanaan. Para intelektual Muslim memberikan sumbangan yang sangat besar pada kemajuan ilmu-ilmu modern seperti matematika, astronomi, kedokteran, dan filsafat. Algebra dalam bahasa Inggris berasal dari judul buku seorang genius matematika Muslim al-Khawarizmi, Hisab al-Jabr wa al-Muqabalat.[9]

            Buku astronomi dan geografi milik orang Muslim adalah yang paling akuratdi dunia sa’at itu dan digunakan hingga pada era penjelajahan bangsa Eropa abad ke-16. Salah satu hasil teknologinya adalah astrolobe, alat nvigasi kapal berdasarkan posisi bintang dan matahari yang sangat penting dalam penjajahan samudera.[10]

Para Tokoh Ilmuwan Islam

            Adapun di antara para ilmuwan Muslim yang telah berhasil menorehkan tinta emas dala catatan sejarah ilmu pengetahuan di Dunia Muslim adalah:

1.      Al-Kindi dan al-Khawarizmi

Al-Kindi dan al-Khawarizmi merupakan intelektual besar Islam yang paling awal pada masa al-Ma’mun. Mereka juga menjadi Ilmuwan penting di Bayt al-Hikkmah. Al-Kindi adalah termasuk orang yang paling awal mempopulerkan ide-ide pemikiran Yunani dari Aristoteles dan Plato. Pemikiran Aritmatiknyaakan mempengaruhi al-Khawarizmi, ilmu filsafatnya akan mempengaruhi tokoh-tokoh besar, seperti al-Farabi, Ibn Sina, dan al-Ghazali.

Dalam ilmu kedokteran, al-Kindi memberikan sumbangan besar dalam mengembangkan pemikiran pentingnyadalam penentuan dosis yang optimal dalam pemberian obat kepada pasien. Selama hidupnya, dia telah menulis buku dalam jumlah yang luar biasa, yaitu 250 buah dalam subjek yang begitu beragam, mulai dari Aritmatika, Geometri, Kedokteran, Logika, Filsafat, Astronomi bahkan Musik.[11]

2.      Ibn Sina

Dalam bidang kedokteran, para ahli kedokteran Muslim adalah yang pertama menerapkan metode dan sistem pengobatanyang moden yang saintfik, melakukan diagnosis penyakit, kesehatan lingkungan, meneliti anatomi manusia, juga mengembangkan ilmu Psikologi. Ibn Sina oleh banyak orang termasuk para ahli dari Barat, dianggap sebagai “Bapak Ilmu Kedokteran Modern”. Buku kedokterannya, al-Qanun al-Tibb (The Canon of Medicine) dibawa ke Eropa dan kemudian diakai selama 700 tahun di Universitas-universitas di sana pada zaman pertengahan. Ibn Sina di Eropa dikenal dengan nama Avicenna.

3.      Al-Razi (864-925M)

Al-Razi adalah salah seorang ahli kedokteran Islam yang terbesar. Dia mengasai penuh ilmu-ilmu kedokteran Yunani dan Persia. Al-Razi yang dikenal di Barat sebagai Rhazes, adalah orang pertama di Dunia yang melakukan eksperimen serta menujukkan perbedaan antara penyakit campak dan cacar, sekaligus menemunkan cara untuk mengobatinya. Karya ini nantinya diterjemahkan dalam bahasa Inggris dan Perancis, On Small-pox and Measles (De la Variole et De Rougeule).[12] Prestasinya memang sangat banyak. Dia juga telah berhasil menganalisis sebab-sebab alergi, demam dan bahan kimia seperti sulfuric acid dan ethanol (ethil alcohol).

4.      Ibn Haitam (965-1040M)

Ibn Haitam dikenal sebagai “Bapak Ilmu Optik” karena berhasil merumuskan secara sains sistem penglihatan manusia. Sebelumnya, para ilmuwan Yunani seperti Ptolemy dan Euclid, percaya bahwa manusia bisa melihat karena mata mengirimkan cahaya ke benda. Haitam membuktikan lewat eksperimen bahwa bendalah yang memantulkan cahaya yang lalu ditangkap oleh mata.[13] Ini adalah kebenaran sesungguhnya yang berlaku hingga sekarang. Dia juga meneliti tentang refraksi atau pemantulan cahaya oleh air, udara, dan cermin.

5.      Ibn al-Nafis

Ibn al-Nafis menjadi ilmuwan pertama yang berhasil secara rinci menggambarkan sistem sirkulasi darah, urat nadi, dan arteri manusia pada pertengahan abad ke-13 di Andalusia Spanyol. Banyak orang-orang Barat yang sempat mengagungkan ilmuwan Inggris bernama William Harvey yang baru menggambarkan sistem peredaran darah pada abad ke-17, hinnga akhirnya karya Ibn al-Nafis ditemukan di Berlin pada 1924.[14]

6.      Al-Battani (850-923M)

Al-Battani dikenal sebagai orang pertama yang berhasil menghitung panjang satu tahun matahari, yaitu 365 hari, 5 jam, 46 menit, dan 24 detik.[15] Dia adalah salah seorang matematikawan Muslim.

7.      Ibn Batuta (1304-1377M)

Ibn Batuta adalah seorang penjelajah sampai sejauh 120.000 km bahkan lebih panjang dibandingkan Marcopolo.

Sebenarnya masih banyak para tokoh ilmuwan Muslim lain yang telah menorehkan catatan sejarah keemasan bagi ilmu pengetahuan di Dunia Muslim, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu di sini.

Kemunduran Ilmu Pengetahuan di Dunia Muslim

            Semua kenikmatan dunia itu, benar-benar kenikmatan yang nyaris tiada batas. Akan tetapi masalah segera timbul. Semakin dahsyat kenikmatan, semakin besar juga keinginan orang untuk mendapatkannya.

            Pada masa al-Mu’tasim (833-852M), kebanyakan rakyat Baghdad yang sudah makmur tidak lagi bersemangat untuk berperang. Mereka lebih suka berdagang dan menikmati hidup. Untuk itu masalah keamanan dan kemiliteran diberikan kepada kelompok baru, orang-orang Turki. Mereka menyerahkan urusan otot, yang bukan otak kepada orang Turki.

            Kerusakan besar mulai terjadi di masa al-Mutawakkil. Khalifah ini terlalu bergantung kepada tentara-tentara Turki, walaupun dia masih mampi mengendalikannya. Akan tetapi, dia tidak mampu menangani orang-orang Turki dengan bijaksana. Dia bahkan membunuh seorang panglima Turki yang tidak disukainya. Tentu saja akhirnya orang-orang Turki mencari jalan untuk menyingkirkannya. Menurut W. Montgomery, salah satu penyebab hancurnya Abbasiyah adalah ketergantungan khalifah yang sangat tinggi kepada angkatan bersenjata.[16] Akhirnya, pada Desember 861M, dia dibunuh oleh seorang tentara Turki yang berkomplot yang ingin merebut kekuasaannya.

            Akan tetapi, menurut Badri Yatim, salah satu yang menyebabkan kehancuran daulah ini adalah perang salib.[17] Perang salib merupakan sebab eksternal dari umat Islam, perang salib yang berlangsung beberapa gelombang banyak menelan korban. Perhatian dan konsentrasi daulah ini menjadi terpecah. Baghdad sempat direbut kembali oleh orang Persia Bani Buwaih. Mereka adalah orang-orang yang mengutamakan ilmu. Sedangkan di Turki juga terdapat Bani Saljuk, yang pemimpinnya juga memajukan ilmu yaitu Nizam al-Mulk dengan mendirikan Madrasah Nizamiyah, yang pada masa ini hidup al-Ghazali. Sementara kemajuan peradaban Islam juga terlihat di Spanyol yang ditunjukkan dengan kemajuan intelektual.

            Masa gelap umat Islam dirangsang terjadinya perang salib yang dalam sejarahnya pernah dimenangkan oleh umat Islam di bawah kepemimpinan Salahuddin al-Ayyubi sehingga Yerussalem berhasil direbut kembali. Pada abad ke-10 ilmu Islam mulai ditiru Barat. Baghdad dan Andalusia adalah pusat ekonomi dan eradaban yang terbaik di Dunia. Banyak orang datang dari seluruh penjuru dunia ke sana. Banyak di antara mereka berasal dari Eropa.

            Pada abad ke-10 ini, ada pendeta yang bernama Gertbert d’Aurillac yang mulai belajar ilmu matemetika, astronomi, logika, dan filsafat di Andalusia. Dia kemudian menjadi Paus. Lalu ada Adelard of Bath yang dianggap pelopor gerakan scientific di Inggris. Dia menerjemahkan karya-karya al-Khwarizmi. Di Italia, ada Gerard of Cremona, yang belajar bahasa Arab di Toledo dan mulai menerjemahkan buku-buku berbahasa Arab itu seperti karya al-Zarqaly, yang dianggap karya astronomi terbesar.

            Pada masa itu, Eropa tidak hanya mengimpor habis-habis ilmu-ilmu Islam, tetapi juga menyerap pemikiran rasional Ibn Rushd. Di Eropa muncul gerakan besar yang bernama Averroisme, yang di dalamnya pemekiran-pemikiran rasional Ibn Rushd berkembang.

            Sayangnya, Andalusia akhiranya juga sama halnya dengan Baghdad. Para penguasa Kristen Eropa tentu saja melihat semua itu, Akhirnya wilayah Islam satu persatu mulai direbut di sana. Mulai dari direbutnya Toledo tahun 1085M, Cordova tahun 1236M, yang terus berlanjut dengan kehilangan kota-kota lain.[18] Untuk menghabisi pengaruh Arab, diceritakan bahwa lebih dari satu buku umat Islam dibakar habis di lapangan Granada. Ini adalah akhir peradaban Islam di Spanyol.

            Sementara itu, Baghdad dihancurkan oleh tentara Mongol yang berjumlah 500-800 orang. Pasukan-pasukan Muslim yang emnjaga perbatasan telah dibabat habis. Pertempuran besar pun terjadi. Ribuan tentara saling menghujamkan senjata. Akhirnya pasukan berakhir dengan kekalahan di tangan tentara Muslim.

            Kemunduran bangsa-bangsa Islam terus berlanjut hingga sekarang. Keterbelakangan intelektual an karakter manusianya terus berlanjut sampai sekarang. Sikap mental ketimuran yang dipengaruhi oleh faham fatalisme dan rasa benci pada perubahan harus dihilangkan.[19]

Penutup

            Peradaban Islam pada awalnya mempunyai energi yang begitu dahsyat yang bahkan mampu mengatassi tantangan Dunia, dan menjadi yang terunggul. Sekarang bukan sa’atnya untuk menangisi sejarah. Jadikan pengetahuan tentang sejarah kesuksesan Islam ini menjadi motivasi untuk kebangkitan umat Islam itu sendiri. Pendidikan harus diseimbangkan antara pendidikan Agama dan pendidikan umum karena ajaran Agama juga menekankan pendidikan umum.

            Manusia diberikan kemampuan yang luar biasa oleh Tuhan yaitu kemampuan untuk belajar dan berubah. Kita bisa berbuat baik dan menjadi lebih baik. Ketika seseorang belajar dengan sungguh-sungguh, maka sesuatu yang besar akan terjadi. Tuhan juga pada waktunya akan memberi sedikit ujian untuk mendorongmanusia supaya berubah demi kebaikan. ‘Ala Kulli hal, wa Allahu a’lam bi al-Shawab.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Samsul Munir.  Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: AMZAH, 2009.

Laksono, Eko Laksono. Imperium III, Zaman Kebangkitan Besar. Jakarta: PT Mizan Pulia, 2006.

Masood, Ehsan. Ilmuwan-ilmuwan Muslim. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009.

Suriasumantri, Jujun S. Filsafat ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka sinar Harapan, 1993.

Watt, W. Montgomer. Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990.

Wijoyo, Kunto. Muslim Tanpa Masjid, Bandung: Mizan, 2001.

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grfindo, 2008.

 



[1] Kunto Wijoyo, Muslim Tanpa Masjid, (Bandung: Mizan, 2001), 106

[2]Jujun S Suriasumantri, Filsafat ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka sinar Harapan, 1993), 39.

[3]Ehsan Masood, Ilmuwan-ilmuwan Muslim, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009), 28.

[4]Ibid.

[5]Ibid., 36.

[6]Ibid., 41.

[7] Eko Laksono, Imperium III, Zaman Kebangkitan Besar, (Jakarta: PT Mizan Pulia, 2006), 81.

[8]Ehsan Masood, Ilmuwan,  47.

[9]Eko Laksono, Imperium, 97.

[10]Ibid.

[11]Ibid.,96.

[12]Ibid., 98.

[13]Ibid.

[14]Ibid., 99.

[15]Ibid.

[16]W. Montgomery Watt, Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990), 165.

[17]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grfindo, 2008), 80.

[18]Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: AMZAH, 2009), 185.

[19]Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Beberapa Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1985), 88.

0 Comment