14 Februari 2023

 

PERADABAN ISLAM PADA MASA KERAJAAN MUGHAL DI INDIA

      A.   Pendahuluan

Dikalangan masyarakat Arab, India dikenali sebagai Shind atau Hind. Masyarakat India pada awalnya beragama Hindu Budha terkenal dan dengan kasta-kasta. Sehingga ketika Islam masuk di benua ini membawa kesan tersendiri bagi sebagian masyarakat India. Sebelum kedatangan Islam, India telah mempunyai hubungan perdagangan dengan masyarakat Arab. Pada saat Islam hadir hubungan perdangangan antara India dan Arab masih diteruskan. Akirnya India pun perlahan-lahan bersentuhan dengan agama Islam. Sebelum kerajaan Mughal berkuasa di India, Islam sudah masuk terlebih dahulu di benua ini. Dibuktikan dengan adanya kekuasaan kerajaan Islam di beberapa tempat di India.

Mughal adalah salah satu dari tiga kerajaan besar: yakni kerajaan Usmani di Turki, kerajaan Shafawi di Persia dan kerajaan Mughal di India. Disini pemakalah hanya akan membahas seputar sejarah kerajaaan Islam Mughal di India, yaitu diantaranya dengan Asal-usul berdirinya kerajaan Mughal,  politik dan pemerintahan, Ekonomi dan perdagangan, dan hal-hal lainnya yang berkaitan kemajuan yang telah dicapai pada masa kerajaan tersebut dan juga penyebab keruntuhan kerajaan Mughal tersebut.

B.  Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Mughal

Kerajaan Mughal adalah kerajaan Islam yang pernah berkuasa di India dari abad ke- 16 hingga abad ke- 19. Dinasti ini didirikan oleh Zaharuddin Babur yang merupakan keturunan Timur Lenk, penguasa Islam asal Mongol.[1] 

Babur adalah nama kecil dari Zaharuddin, yang artinya singa, ia lahir pada hari Jum’at 24 Februari 1483. Ayahnya bernama Umar Mirza menjadi amir di Fergana, turunan langsung dari Miransyah putra ketiga dari Timur Lenk. Sedangkan ibunya berasal dari keturunan Jengkuai, anak kedua dari Jengis Khan. Pada usia 11 tahun,  Babur kehilangan ayahnya dan sekaligus menggantikan kepemimpinan ayahnya dalam usia yang masih sangat muda. namun demikian ia sangat pemberani sehingga kelihatan lebih matang dari usianya. Dia mendapat latihan sejak dini, sehingga memungkinkannya untuk menjadi seorang pejuang dan penguasa besar. [2]

Ia berusaha menguasai Samarkand yang merupakan kota terpenting dia Asia Tengah pada saat itu. Pertama kali ia mengalami kekalahan untuk mewujudkan cita-citanya. Kemudian berkat bantuan Ismail I, Raja Safawi, sehingga pada tahun 1494, Babur berhasil menaklukan kota Samarkand, dan pada dengan Tahun 1504 menaklukan Kabul, ibukota Afganistan. Dari Kabul Babur melanjutkan ekspansi ke India yang pada saat itu diperintah Ibrahim Lodi.[3]

Ibrahim Lodi (cucu sultan lodi), sultan Delhi terakhir, memenjarakan sejumlah bangsawan yang menentangnya.[4] Ketika itu kewibawaan kesultanan sedang merosot, karena ketidak mampuannya memimpin, atas dasar itulah Alam Khan keluarga Lodi yang lain mencoba menggulingkannya  dengan meminta bantuan Zahiruddin Babur (1482-1530 M). Permintaan itu langsung diterima oleh Babur dan bersama pasukannya menyerang Delhi. Pada tanggal 21 April 1526 M terjadilah pertempuran yang sangat dasyat di Panipat. Ibrahim Lodi beserta ribuan pasukannya terbunuh, dan Babur langsung mengikrarkan kemenangannya dan mendirikannya pemerintahannya.[5] Semenjak itu Babur mengukuhkan dirinya sebagai penguasa Delhi.[6]

Setelah mendirikan kerajaan Mughal, Babur berusaha memperkuat kedudukannya. Di pihak lain raja-raja Hindu di seluruh India menyusun angkatan perang yang besar untuk menyerang Babur dan di Afganistan, golongan yang setia pada keluarga Ibrahim Lodi mengangkat saudara kandung Ibrahim, Mahmud Lodi menjadi Sultan. Sultan Mahmud Lodi bergabung dengan raja-raja Hindu tersebut. Kali ini berarti harus berhadapan dengan pasukan koalisi, namun Babur tetap dapat mengalahkan pasukan koalisi itu dalam pertempuran dekat Gogra tahun 1529 M. Akan tetapi ia tidak lama menikmati hasil perjuangannya. Ia meninggal dunia pada tanggal 26 Desember 1530 M pada usia 48 tahun setelah memerintah selama 30 tahun.[7] Pemerintahan selanjutnya dipegang oleh anaknya Humayun.

Humayun memerintah selama lebih dari seperempat abad (1530-1556 M). Periode pemerintahaanya banyak diwarnai kerusuhan dan berbagai pemberontakan.Hal ini mungkin disebabkan karena usia pemerintahaan yang diwariskan ayahnya masih relative muda dan belum stabil[8]. Sekalipun Babur berhasil mengamankan Mughal dari serangan musuh, Humayun masih saja menghadapi banyak tantangan. Diantara tantangan yang muncul adalah Bahadur Syah, penguasa Gujarat yang memisahkan diri dari Delhi. Pemberontakan ini dapat dipadamkan, Bahadur Syah melarikan diri dan Gujarat dapat dikuasai. Pada tahun 1540 M terjadi pertempuran dengan Syer Khan di Kanauj, dalam peperangan ini Humayun mengalami kekalahan.  Ia terpaksa melarikan diri ke Kandahar dan selanjutnya ke Persia ia mengenal tradisi Syi’ah, bahkan sering dibujuk untuk memasukinya, begitu pula dengan anaknya Jalaluddin Muhammad Akbar. Di sini pula ia membangun kekuatan militer yang telah hancur, dan berkat bantuan Syah Tahmasph yang memberikan pasukan militer sebanyak 14.000 tentara, maka pada tahun 1555, Humayun mencoba merebut kembali kekuasaannya dengan menyerbu Delhi yang pada saat itu diperintah Sikandar Sur. Akhirnya, ia bisa menaklukan kota ini dan ia memerintah kembali pada tahun 1556 M.[9]

Setelah Humayun meningal Ia digantikan oleh anaknya yang bernama Abu al-Fath Jalal al-Din Muhammad Akbar. Lebih dikenal dengan sebutan Akbar, dilahirkan di Amarkot, 15 Oktober 1542 M. dan memerintah (1556-1605 M) dari usia 14 tahun. Akbar  sebagai wali sultan yang masih muda maka diangkatlah Bairam Khan. Bairam seorang yang cakap, namun bukan orang yang bijaksana.[10] Diawal masa pemerintahanya, Akbar menghadapi pemberontakan sisa-sisa keturunan Shez Khan Shah yang maasih berkuasa di Punjab. Pemberontakan yang paling mengancam kekuasaan Akbar adalah pemberontakan yang dipimpin oleh Himu yang menguasai Gwailior dan Agra.Pasukan pemberontak berusaha memasuki kota Delhi. Bairam Khan menyambut kedatangan pasukan tersebut sehinga terjadilah peperangan dasyat yang disebut Panipat II pada tahun 1556 M. Himu dapat dikalahkan dan ditangkap, kemudian dieksekusi. Dengan demikian, Agra dan Gwalior dapat dikuasai penuh.

Setelah Akbar dewasa ia berusaha menyingkirkan Bairam Khan yang sudah mempunyai pengaruh sangat kuat dan terlampau memaksakan kepentingan alairan Syi`ah. Bhairam Khan memberontak, tetapi dapat dikalahkan oleh Akbar di Jullandur tahun 1561 M. Setelah persoalan-persoalan dalam negeri dapat diatasi, Akbar mulai menyusun program ekspansi.Ia berhasil menguasai Chundar, Ghond, Chitor, Ranthabar, Kalinjar, Gujarat, Surat, Bihar, Bengal, Kasmir, Orissa, Deccan, Gawilgarh, Narhala, Ahmadnagar dan Asirgah[11]. Wilayah yang sangat luas itu diperintah dalam suatu pemerintahan militeristik[12]

Pemerintah daerah dipegang oleh seorang sipah salar (kepala komandan), sedang sub-distrik dipegang oleh faujdar (komandan), jabatan-jabatan sipil juga diberi jenjang kepangkatan yang bercorak kemiliteran. Pejabat-pejabat itu memang diharuskan mengikuti latihan kemiliteran.

Akbar juga menerapkan apa yang dinamakan dengan politik sulakhul (toleransi universal) Dengan politik ini, semua rakyat india dipandang sama. Mereka tidak dibedakan karena perbedaan etnis dan agama . Diantara reformasi yang dilakukan Akbar adalah:[13]

1.    Menghapuskan ijazah bagi non muslim

2.    Memberikan pelayanan pendidikan dan pengajaran yang sama bagi setiap masyarakat

3.    Membentuk UU perkawinan baru, diantara isi undang-undang tersebut adalah melarang pernikahan dini dan poligami serta melegalisir perkawinan antar agama

4.    Menghapuskan pajak pertanian

5.    Menghapuskan tradisi perbudakan yang dihasilkan dari tawanan perang.

Keberhasilan ekspansi militer Akbar menandai berdirinya Mughal sebagai sebuah kerajaan besar. Dua gerbang India yakni kota Kabul sebagai gerbang kearah Turkistan, dan kota Kandahar sebagai gerbang kearah Persia, dikuasai oleh pemerintahan Mughal. Kemajuan yang telah dicapai Akbar masih dapat dipertahankan oleh tiga sultan berikutnya, yaitu Jehangir (1605-1628M), Syah Jehan (1628-1658 M), dan Aurangzeb (1658-1707 M). tiga Sultan penerus Akbar ini memang terhitung raja-raja yang besar dan kuat. Setelah itu, kemajuan kerajaan Mughal tidak dapat dipertahankan oleh raja-raja berikutnya.[14]

Berikut ini akan dirinci fase-fase pemerintahan Mughal :

1.      1526-1530 M dipimpin oleh Zahiruddin Muhammad Babur

2.      1530-1556 M dipimpin oleh Humayun

3.      1556-1605 M dipimpin oleh Akbar Syah I

4.      1605-1627 M dipimpin oleh Jahangir

5.      1627-1658 M dipimpin oleh Syah Jehan

6.      1658-1707 M dipimpin oleh Aurangzeb (Alamgir I)

7.      1707-1712 M dipimpin oleh Bahadur Syah I

8.      1712-1713 M dipimpin oleh Jihandar Syah

9.      1713-1719 M dipimpin oleh Farrukh Siyar

10.  1719-1748 M dipimpin oleh Muhammad Syah

11.  1748-1754 M dipimpin oleh Ahmad

12.  1754-1759 M dipimpin oleh Alamgir II

13.  1759-1806 M dipimpin oleh Alam II

14.  1806-1837 M dipimpin oleh Akbar II

15.  1837-1858 M dipimpin oleh Bahadur Syah II[15]

C.  Kemajuan Peradaban Islam Masa Kerajaan Mughal

1.    Politik dan Pemerintahan

a.    Perluasan wilayah dan konsolidasi kekuatan. Usaha ini berlangsung hingga masa pemerintahan Aurangzeb.

b.    Akbar membentuk sitem pemerintahan militeristik. Dalam pemerintahan tersebut, pemerintahan daerah dipegang oleh seorang Sipah Salar (kepala komandan). Sedang wilayah sub-distrik dipercayakan kepada Faudjar (komandan). Jembatan-jembatan sipil juga diberi jenjang kepangkatan yang bercorak kemiliteran, pejabat-pejabat itu harus mengikuti latihan kemiliteran.[16]

c.    Akbar juga menerapkan politik Sulukhul (toleransi universal). Politik ini mengandung ajaran bahwa semua rakyat India sama kedudukanya. Mereka tidak dapat dibedakan menurut etnis dan agama. Politik ini dapat menciptakan kerukunan masyarakat India yang sangat beragam.[17]

d.    Pada masa pemerintahan Aurangzeb telah terdapat jalinan kerjasama dengan negara-negara Islam diluar India. Sejumlah penguasa Islam telah mengirim duta atau perwakilan negara mereka ke Delhi, misalnya Syarif Makkah, raja-raja Persia, Balkh, Bukhara dan Kasgar; para gubernur Turki Basrah, Yaman dan Hadmarut, para pemimpin negeri Maghiribi dan Raja Arbesinia.[18]

2.    Bidang ekonomi dan perdagangan

Kemantapan stabilitas politik pemerintahan membawa kemajuan dalam bidang-bidang lainya. Dalam bidang ekonomi, kerajaan Mughal dapat mengembangkan program pertanian, pertambangan, dan perdagangan.  Akan tetapi, sumber keuangan Negara lebih banyak bertumpu kepada sektor  pertanian. Menurut W.H.Moreland dalam bukunya The Mughal Empiret to the Dheath of Aurangzeb sebagaimana yang dikutip Badri yatim, di sektor pertanian, komunikasi antara pemerintah dan petani diatur dengan baik. Pengaturan itu didasarkan atas lahan pertanian. Deh, merupakan unit lahan pertanian terkecil. Beberapa deh tergabung dalam pargana (desa). Komunitas petani dipimpin oleh seorang mukaddam. Melalui para mukaddam itulah pemerintah berhubungan dengan para petani.[19]

Hasil pertanian kerajaan Mughal yang terpenting di antaranya biji-bijian, rempah–rempah, padi, kacang, tebu, tembakau, nila dan sayur-sayuran. Di samping untuk kebutuhan dalam negeri, hasil pertanian itu di ekspor ke Eropa, Afrika, Arabia, dan asia Tenggara bersamaan dengan hasil kerajinan, seperti pakaian tenun dan kain tipis bahan gordiyn yang banyak diproduksi di Gujarat dan Bengal. Untuk meningkatkan produksi, jehangir mengizinkan Inggris (1611 M) dan Belanda (1617 M) mendirikan pabrik pengolahan hasil pertanian di Surat.[20]

3.    Bidang Pendidikan dan Iptek

Dalam bidang pendidikan, Akbar membangun bangunan khusus untuk tempat pengajian ilmu, dia juga berusaha menarik simpati para ulama dengan menghibahkan sejumlah madrasah dan perpustakaan..[21] 

4.    Kesenian

a.    Seni Budaya dan arsitektur puncaknya terjadi pada masa sultan Syah Jahan yang ditandai dengan berbagai karya budaya fisik, seperti karya arsitektur monumental Taj Mahal, yang merupakan bangunan indah, yang dimaksudkan sebagai tanda cinta kasihnya kepada istri tercinta Mumtaz Mahal. Taj Mahal juga salah satu keajaiban dunia dan merupakan lambang peradaban dan kebudayaan Islam masa Lampau di India. Selain itu juga Shah Jahan telah membangun Masjid Mutiara, Masjid Jami’ di Delhi, serta takhta Merak, yaitu singgasana yang dibuat dari emas, perak, intan, serta permata cemerlang.[22]

b.    karya seni yang menonjol adalah karya sastra gubahan penyair istana, baik yang berbahasa Persia maupun India. Penyair India yang terkenal adalah Malik Muhammad Jayazi, seorang sastrawan sufi menghasilkan karya besar  berjudul Padmavat, sebuah karya yang mengandung pesan kebajikan jiwa manusia. Pada masa Aurangzeb, muncul seorang sejarawan yang bernama Abu Fadl dengan karyanya bernamma Akbar Nama dan Aini Akhbari, yang memaparkan sejarah kerajaan Mughal berdasarkan figure pemimpinnya.[23]

c.    Seni musik (Banyak terdapat nyayian dan ratusan penyanyi yang berkembang pada masa pemerintahan Humayun sampai masa Syah Jehan).

5.    Paham keagamaan

a.    Pada masa Akbar, perkembangan agama islam di kerajaan Mughal mencapai suatu fase yang menarik, dimana pada itu Akbar memproklamasikan sebuah cara baru dalam beragama, yaitu konsep Din-I llahi. Karena aliran ini Akbar mendapat kritik dari berbagai lapisan umat Islam. Akbar dituduh membuat agama baru. Prateknya, Din-l llahi bukan sebuah ajaran tentang agama Islam. Namun konsepsi itu merupakan upaya mempersatukan umat-umat beragama di India. Sayangnya, konsepsi tersebut mengesankan kegilaan Akbar terhadap kekuasaan dengan simbol-simbol agama yang di kedepankan.

b.    Perbedaan kasta di India membawa keuntungan terhadap pengembangan Islam, seperti daerah Benggal, Islam langsung disambut dengan tangan terbuka oleh penduduk terutama dari kasta rendah yang merasa disia-siakan dan dikutuk oleh golongan Arya Hindu yang angkuh. Pengaruh parsi sangat kuat, hal itu terlihat dengan digunakannya bahasa Persia menjadi bahasa resmi Mughal dan bahasa dakwah, oleh sebab itu percampuran budaya Persia dengan budaya India dan Islam melahirkan budaya Islam India yang dikembangkan oleh dinasti Mughal.

c.    Berkembangnya agama Islam di India, sebelum dinasti Mughal, muslim India adalah penganut Sunni fanatic. Tetapi penguasa Mughal memberi tempat bagi Syi`ah untuk mengembangkan pengaruhnya.

d.    Pada masa Aurangzeb berhasil disusun sebuah risalah hukum Islam atau upaya kodifikasi ditujukan untuk meluruskan dan menjaga syariat Islam yang nyaris kacau akibat politik Sulakhul dan Din-I llahhi.

D.  Kemunduran dan Kehancuran kerajaan Mughal

Setelah satu setengah abad dinasti Mughal berada dalam kejayaannya, para pelanjut Aurangzeb tidak sanggup mempertahankan kebesaran yang telah dicapai oleh pendahulu-pendahulunya. Kejayaan Mughal hilang dengan kematian Aurangzeb Satu persatu penguasa daerah melepaskan diri dari pemerintahan pusat di Delhi.

Pengganti Aurangzeb adalah Mu’azzam, setelah ia meninggal tahta digantikan anaknya Azhim al-syah. Akan tetapi di tentang Zulkifar Khan, anak ‘Asad Khan (wazir Aurangzeb. Azaim al-syah meninggal tahun 1712 M. Ia digantikan oleh anaknya Jihandar Syah, tetapi ia disingkirkan oleh adiknya sendiri Faruq Syah pada tahun 1713M. Jadi dalam dua tahun saja telah terjadi empat kali pergantian sultan.  Sehingga dapat dibayangkan bagaimana kondisi kerajaan Mughal saat itu.

Konflik-konflik yang berkepanjangan mengakibatkan pengawasan terhadap daerah lemah. Pemerintahan daerah satu persatu melepaskan loyalitasnya dari pemerintah pusat. Bahkan cenderung memperkuat posisi pemerintahannya masing-masing.. disintegrasi mulai terjadi, satu persatu daerah kekuasaan Mughal mulai melepaskan diri. Keadaan ini diperparah lagi dengan datangnya ancaman baru yang lebih kuat, yaitu datangnya perusahaan Inggris (EIC) yang memiliki senjata modern melawan pemerintahan Mughal. Peperangan berlarut-larut. Akhirnya, Syah Alam membuat perjanjian damai dengan melepaskan daerah Oudh, Bengal dan Orisa kepada Inggris.

Ada saat tiga sultan berkuasa yaitu, Syah Alam, Akbar II dan Bahadur Syah, Inggris diberi kepercayaan untuk mengembangkan usahanya. Dengan jaminan memberikan fasilitas kehidupan Istana dan keluarganya.pada saat terjadinya krisis EIC mengalami kerugian dan Inggrispun mulai mengadakan pungutan yang tinggi terhadap rakyat secara ketat dan cenderung kasar. Karena rakyat merasa tertekan, maka terjadilah pemberontakan rakyat dibawah pimpinan sultan Bahadur Syah pada bulan Mei 1857 M.

Perlawanan mereka dapat dipatahkan dengan mudah, karena Inggris mendapat dukungan dari beberapa penguasa Hindu dan Muslim. Inggris kemudian menjatuhkan hukuman yang kejam kepada pemberontak. Mereka diusir dari kota Delhi, rumah ibadah banyak yang dihancurkan, dan Bahadur Syah, sultan Mughal terakhir diusir dari istana (1858 M). dengan demikian, berakhirlah sejarah kekuasaaan kerajaan Mughal di India.[24]

Ada beberapa factor yang menyebabkan kekuasaan kerajaan Mughal itu mundur pada satu setengah abad terakhir, dan membawa kepada kehancurannya pada tahun 1858 M, yaitu:

1.      Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuasaan militer sehingga operasi militer Inggris di wilayah-wilayah pantai tidak dapat dipantau oleh kekuatan maritime Mughal. Begitu juga tidak terampilnya dalam mengoperasikan persenjataan buatan Mughal sendiri.

2.      Kemerosotan moral dan hidup mewah dikalangan elite politik, yang mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang negara.

3.      Kurang cakapnya pemerintahan Aurangzeb sehingga konflik antar agama terjadi sangat sukar diatasi oleh sultan-sultan sesudahnya

4.      Semua sultan pewaris tahta kerajaan pada paruh terakhir adalah orang-orang lemah dalam bidang kepemimpinan. [25]B

E.  Kesimpulan 

1.    Kerajaan Mughal didirikan oleh Zahirudin Muhammad Babur, berasal dari keturunan Timur Lenk dan Jengis Khan. Kerajaan Mughal berdiri pada tahun 932 H/1526 M. Di India corak pemerintahannya militeristik yang absolute.

2.    Kerajaan Mughal membawa beberapa kemajuan dalam Islam, baik dalam bidang politik, militer, seni, dan juga dalam bidang ekonomi khususnya. peninggalan yang dikenal sampai sekarang dari kerajaan Mughal yang  merupakan salah satu keajaiban dunia seperti Taj Mahal.

3.    Setelah Aurangzeb meninggal dunia, kekuatan Mughal mulai melemah, disebabkan terjadinya perebutan kekuasaan, munculnya pemberontakan dan pengaruh dari Inggris. Peperangan melawan Inggris akhirnya meruntuhkan kerajaan Mughal di India

Baca Juga; -------------------

👉

👉

DAFTAR KEPUSTAKAAN

 

Ali , K, Sejarah Islam Tarikh Pramodern, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996

Editor, Tim, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, tth

Lapidus, Ira M, Sejarah Sosial Umat Islam, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 1999

Mubarok, Jaih, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: CV. Pustaka Islamika, 2008

 

Nasir, Mahmud, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, Bandung: Rosda Karya, tt

 

Nasution, Harun Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UI Press, 1985

Su’ud, Abu, Islamologi Sejarah, Ajaran, dan Peranannya dalam Peradaban Umat Manusia,  Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003

 

Thohir, Ajid, Perkembangan Peradaban Dikawasan Dunia Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2004

 

Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Rajawali Pres, 2000

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 



[1] Tim Editor, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, tth), h.281

[2] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Rajawali Pres, 2000), h. 147

[3] K. Ali, Sejarah Islam Tarikh Pramodern, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996), h. 528-530

[4] Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Cv Pustaka Islamika, 2008), h.243

[5]Tim Editor, Op.Cit, h.282

[6]Ira.M.Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1999), h.671

[7]Badri Yatim, Op.Cit h. 148

[8]Ajid Thohir, Perkembangan peradaban Dikawasan Dunia Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2004), h.204

[9] Mahmud Nasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, (Bandung: Rosda Karya, tt), h.300

[10]Abu Su’ud, Islamologi Sejarah, Ajaran, dan Peranannya dalam peradaban Umat manusia, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), h. 116

[11]M.Mujib, The Indian Muslim, (London:George Alen,1967), h.254

[12]Ibid,h. 255

[13]Ajid tohir, Op.Cit. h.205

[14]Badri Yatim, Op.Cit, h. 150

[15] Tim Editor, Op.Cit, h. 290

[16] Badri Yatim, Op.Cit, h. 149

[17] K.Ali, Op.Cit, h. 534

[18]Abu Su’ud, Op.Cit, h.118

[19]Badri Yatim, Op.Cit, h.150

[20]Ibid

[21]Ira, Op.Cit, h. 700

[22]Abu Su’ud, Op.Cit, h. 117

[23]Badri Yatim, Op.Cit, h. 151

[24]Badri Yatim, Op.Cit, h. 159-162

[25]Ibid, h. 163

0 Comment