14 Februari 2023

 

PERANG SALIB

            Perang Salib bertitik tolak pada pembangunan pesat yang berlaku di Eropa Barat semasa abad pertengahan. Ini sebenarnya berawal dari kedengkian orang-orang Kristen pada Islam dan umat Islam. Karena dalam perjalanan dinasti Islam mengalami sebuah kecemerlangan yang luar biasa. Ini dapat dilihat dengan berhasilnya muslimin merebut wilayah-wilayah yang sangat strategis. Maka bara dendam tersulut dalam dada mereka dan menunggu waktu yang tepat untuk kembali merebut kekuasaan mereka. Mereka menunggu kesempatan untuk membalas dendam tehadap umat yang telah merobek-robek kerajaan Kristen. Maka ketika kesempatan itu datang dan kondisi umat Islam dalam keadaan yang lemah, mereka pun bertubi-tubi menghancurkan Islam dengan segala apa yang muslim miliki.  

Pertarungan yang sengit antar dua agama ini adalah awal dari permusuhan yang sangat berkepanjangan. Perang Salib adalah perang keagamaan selama hampir dua abad yang terjadi reaksi umat Kristen di Eropa terhadap umat Islam di Asia yang dianggap sebagai pihak penyerang. Sebenarnya benih-benih ini telah ada dan lebih tua dari perang itu sendiri. Perang ini terjadi karena sejak tahun 632 sampai meletusnya perang salib sejumlah kota-kota penting dan tempat suci umat Kristen telah diduduki oleh umat Islam seperti Syuriah, Palestina, Asia kecil, Spanyol dan Sicilia.

Pembahasan dalam makalah ini berkisar topik tentang perang Salib, baik dari  faktor-faktor penyebab,  jalan atau proses perang Salib, dampak perang Salib bagi peradaban Eropa dan Islam. Mudah-mudahan pembahasan ini bisa menambah perbendaharaan kita tentang sejarah peradaban Islam khususnya sejarah perang Salib. 

PEMBAHASAN

PERANG SALIB

            Perang Salib merupakan dimulainya babak baru dalam sejarah tentang hubungan Kristen dan Islam. Di saat itu timbul kekhawatiran di kalangan orang Bizantium akan serbuan orang Turki pengembara atas para petani Kristen di kawasan Yunani, Setelah menyaksikan kebangkitan bangsa Turki di abad sebelas. Kaisar Bizantium memohon perhatiann Sri Paus, pemimpin agama Katolik sedunia di Roma agar mau memberi perlindungan atas keselamatan orang Kristen, meskipun Gereja Ortodoks Yunani, yang berpusat di Bizantium sedang mengalami perselisihan paham theologi dengan pihak Katolik Roma, sejak 40 tahun terakhir. Sri Paus Urban segera memenuhi permintaan bantuan dari pemimpin Gereja Ortodoks tadi, meski dengan alasan sendiri. Terdorong oleh keinginannya menguji kekuatan Paus dalam bidang duniawi dikalangan umat Kristen segera Sri Paus memanggil seluruh umat Kristen lewat pidatonya pada tahun 1095, untuk memanggul senjata melawan kekuatan Islam demi menyelamatkan tanah suci di Yerussalem. Ternyata panggilan itu menghasilkan perang pertama dari rangkaian perang antara Kristen melawan Islam, yang dikenal dalam sejarah dengan perang salib.[1]

Terdapat beberapa teori yang digunakan untuk menggambarkan proses sejarah yang berkaitan dengan perang Salib. Teori-teori tersebut antara lain teori siklis dan teori linear. Teori yang pertama menganggap bahwa perkembangan sejaran berjalan secara melingkar yang berjalan antara zaman keemasan dan kehancuran. Dengan demikian, teori ini menganggap bahwa pada masa kini atau masa depan merupakan hal yang lumrah. Sebaliknya, teori linear menganggap bahwa pengulangan sejarah tak pernah terjadi. Proses sejarah berjalan lurus mengikuti babak baru yang tidak pernah terjadi pada masa lalu. Terakhir muncul teori  yang mencoba mengislahkan (menggabungkan) kedua teori.tersebut yaitu bahwa pengulangan sejarah akan terus berulang, namun bukan dalam bentuk yang sama.[2]

Perang Salib merupakan seri peperangan yang dilancarkan pemuka-pemuka agama Kristen dan Raja Eropa terhadap dunia Islam, khususnya kawasan Palestina termasuk Jerussalem, mulai akhir abad ke-11 sampai akhir abad ke-13. Nama perang Salib adalah berasal dari akar kata Latin Crux artinya “Salib”, dalam bahasa Perancis disebut dengan “Croissade”, dalam bahasa Inggris disebut dengan Crusades dan dalam bahasa Jerman disebut dengan Kreuzzug. Pihak muslim yang berusaha melawan dan mempertahankan diri atas serangan-serangan tersebut kelihatannya tidak meanggap perang Salib sebagai sesuatu yang unik sehingga perlu diberikan istilah khusus baginya dalam mengidentifikasi kejadian tersebut, orang-orang Islam kontemporer melihat dalam tulisan-tulisan para sejarawan muslim lebih tertarik memberikan ciri terhadap orang-orang Eropa yang datang menyerang. Mereka disebut sebagai Frank (al-Franci), berbeda dengan al-Yunan atau ar-Rum yang digunakan untuk menamakan penduduk Bizantium. Kendati demikian tidak berarti bahwa para muslim tidak berupaya untuk menggalang kekuatan berdasarkan kesatuan agama dan ide jihad yang populer. Istilah Arab al-hurb as-alibiyyah adalah istilah moderen yang merupakan terjemahan dari bahasa Barat.[3] Namun Philip K.Hitti berpendapat Perang Salib yang pertama pun mulailah peperangan itu dinamai perang Salib oleh orang-orang yang turut memakai tanda salib pada pakaiannya sebagai lambang.[4]  

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERANG SALIB 

Sejumlah ekspedisi militer yang dilancarkan oleh pihak Kristen terhadap kekuatan muslim dalam periode 1096 – 2073 M. dikenal sebagai perang Salib. Hal ini disebabkan karena adanya dugaan bahwa pihak Kristen dalam melancarkan serangan tersebut didorong oleh motivasi keagamaan, selain itu mereka menggunakan simbol Salib. Namun jika dicermati lebih mendalam akan terlihat adanya beberapa kepentingan individu yang turut mewarnai perang salib ini. Perang Salib adalah perang antara umat Islam dan umat Kristen dengan disebabkan beberapa faktor seperti, faktor agama, politik dan sosial ekonomi

1.   Faktor Agama.

Sejak Dinasti Seljuk merebut Baitul Maqdis dari tangan Dinasti Fatimiyah pada tahun 1070 M bertepatan pada tahun 471 H, pihak Kristen merasa tidak bebas lagi memunaikan ibadah ke sana. Hal ini disebabkan karena para penguasa Seljuk menetapkan sejumlah peraturan yang dianggap mempersulit mereka yang hendak melaksanakan ibadah ke Baitul Maqdis. Bahkan mereka yang pulang berziarah sering mengeluh karena mendapat perlakuan jelek dari orang-orang Seljuk yang fanatik. Umat Kristen merasa perlakuan para penguasa Dinasti Seljuk sangat berbeda dengan para penguasa Islam lainnya yang pernah menguasai kawasan itu sebelumnya.

Perlu diketahui, bahwa Dinasti Seljuk ialah dinasti yang pernah memerintah Kekhilafahan Abbasiyah setelah Dinasti Buwaih pada tahun 1055 M-1194 M. Dinasti Seljuk berasal dari beberapa kabilah kecil rumpun suku Ghuz di wilayah Turkistan. Pada abad kedua, ketiga, dan keempat hijrah mereka pergi ke arah barat menuju Transoxiana dan Khurasan. Ketika itu mereka belum bersatu, dan dipersatukan oleh Seljuk ibn Tuqaq, karenanya mereka disebut orang-orang Seljuk.

Termasuk juga faktor agama yaitu, adanya perasaan keagamaan yang kuat dikalangan umat Kristen. Mereka meyakini kekuatan gereja dan kemampuannya untuk menghapus dosa walaupun dosa itu setinggi langit.

2.   Faktor Politik

Kekalahan Bizantium -sejak 330 disebut Konstantinopel (Istambul)- di Manzikart (Malazkird atau Malasyird, Armenia) pada tahun 1071 M dan jatuhnya Asia Kecil ke bawah kekuasaan Seljuk, telah mendorong Kaisar Alexius I Commenus (Kaisar Konstantinopel) untuk meminta bantuan kepada Paus Urbanus II (1035-1099; menjadi Paus dari 1088 sampai 1099) dalam usahanya untuk mengembalikan kekuasaannya di daerah-daerah pendudukan Dinasti Seljuk. Paus Urbanus II bersedia membantu Bizantium karena janji Kaisar Alexius untuk tunduk di bawah kekuasaan Paus di Roma dan harapan untuk dapat mempersatukan gereja Yunani dan Roma (Dewan R. Oleh karena itu Paus Urbanus II berpidato kepada seluruh umat Kristen Eropa di Clermont pada tahun 1095 M untuk melakukan perang suci. Dia juga mengetahui berbagai kesuksesan Kristen di Spanyol, yang mencapai puncaknya dengan direbutnya Toledo, dan penaklukan di Sisilia.

Di lain pihak, kondisi kekuasaan Islam pada waktu itu sedang melemah, sehingga orang-orang Kristen di Eropa berani untuk ikut mengambil bagian dalam Perang Salib. Ketika itu Dinasti Saljuk di Asia Kecil sedang mengalami perpecahan, Dinasti Fatimiyah di Mesir dalam keadaan lumpuh, sementara kekuasaan Islam di Spanyol semakin goyah. Situasi semakin bertambah parah karena adanya pertentangan segitiga antara Khalifah Fatimiyah di Mesir, Khalifah Abbasiyah di Baghdad, dan Amir Umayyah di Cordoba yang memproklamasikan dirinya sebagai Khalifah. Situasi yang demikian mendorong penguasa-penguasa Kristen di Eropa untuk merebut satu-persatu daerah-daerah kekuasaan Islam, seperti dinasti-dinasti kecil di Edessa (ar-Ruha') dan Baitul Maqdis.

3.   Faktor Sosial Ekonomi

Pedagang-pedagang besar yang berada di pantai timur Laut Tengah, terutama yang berada dikota Venezia, Genoa, dan Pisa, berambisi untuk menguasai sejumlah kota-kota dagang di sepanjang pantai timur dan selatan Laut Tengah untuk memperluas jaringan dagang mereka. Untuk itu mereka rela menanggung sebagian dana Perang Salib dengan maksud menjadikan kawasan itu sebagai pusat perdagangan mereka apabila pihak Kristen Eropa memperoleh kemenangan. Hal itu dimungkinkan karena jalur Eropa akan bersambung dengan rute-rute perdagangan di Timur melalui jalur strategis tersebut.[5]

Di samping itu, stratifikasi sosial masyarakat Eropa itu terdiri dari tiga kelompok, yaitu kaum gereja, kaum bangsawan serat kesatria, dan rakyat jelata. Meskipun kelompok yang terakhir ini merupakan mayoritas di dalam masyarakat, tetapi mereka menempati kelas yang paling rendah. Kehidupan mereka sangat tertindas dan terhina, mereka harus tunduk kepada para tuan tanah yang sering bertindak semena-semena dan mereka dibebani berbagai pajak serta sejumlah kewajiban lainnya. Oleh karena itu, ketika mareka dimobilisasi oleh pihak gereja untuk turut mengambil bagian dalam Perang Salib dengan janji akan diberikan kebebasan dan kesejahteraan yang lebih baik bila perang dapat dimenangkan, mereka menyambut seruan itu secara spontan dengan berduyun-duyun melibatkan diri dalam perang tersebut.

Disamping faktor di atas, menurut K.Ali faktor lain yang  melatar belakangi terjadinya perang salib adalah :

1.   Bahwa perang salib merupakan puncak dari sejumlah konflik antara negeri barat dan negeri timur, jelasnya antara pihak Kristen dan pihak muslim. Perkembangan dan kemajuan ummat muslim yang sangat pesat, pada akhir-akhir ini, menimbulkan kecemasan tokoh-tokoh Barat Kristen. Terdorong oleh kecemasan ini, maka mereka melancarkan serangan terhadap kekuatan muslim.

2.   Munculnya kekuatan Bani Saljuk yang berhasil merebut Asia Kecil setelah mengalahkan pasukan Bizantium di Manzikart tahun 1071, dan selanjutnya Saljuk merebut Baitul Maqdis dari tangan dinasti Fatimiyah tahun 1078 M. Kekuasaan Saljuk di Asia Kecil dan Yerusalem dianggap sebagai halangan bagi pihak Kristen barat untuk melaksanakan haji ke Bait al-Maqdis. padahal yang terjadi adalah bahwa pihak Kristen bebas saja melaksanakan haji secara berbondong-bondong. pihak Kristen menyebarkan desas-desus perlakuan kejam Turki Saljuk terhadap jemaah haji Kristen. Desas-desus ini membakar amarah umat Kristen-Eropa.

3.   Bahwa semenjak abad ke sepuluh pasukan muslim menjadi penguasa jalur perdagangan di lautan tengah. Para pedagang Pisa, Vinesia, dan Cenoa merasa terganggu atas kehadiran pasukan lslam sebagai penguasa jalur perdagangan di laut tengah ini. Satu-satunya jalan untuk memperluas dan memperlancar perdagangan mereka adalah dengan mendesak kekuatan muslim dari lautan ini”

4.   Propaganda Alexius Comnenus kepada Paus Urbanus ll. Untuk membalas kekalahannya dalam peperangan melawan pasukan Saljuk. Bahwa paus merupakan sumber otoritas tertinggi di barat yang didengar dan ditaati propagandanya. Paus Urbanus II segera rnengumpulkan tokoh-tokoh Kristen pada 26 November 1095 di Clermont, sebelah tenggara Perancis. Dalam pidatonya di Clermont sang Paus memerintahkan kepada pengikut kristen agar mengangkat senjata melawan pasukan musim. [6]

Tujuan utama Paus saat itu adalah memperluas pengaruhnya sehingga gereja-gereja Romawi akan bernaung di bawah otoritasnya. Dalam propagandanya, sang Paus Urbanus ll menjanjikan ampunan atas segala dosa bagi mereka yang bersedia bergabung dalam peperangan ini. Maka isu persatuan umat Kristen segera bergema menyatukan negeri-negeri Kristen memenuhi seruan sang Paus ini. Dalam waktu yang singkat sekitar 150.000 pasukan Kristen berbondong-bondong memenuhi seruang sang Paus, mereka berkumpul di Konstantinopel. Sebagian besar pasukan ini adalah bangsa Perancis dan bangsa Normandia.

JALAN ATAU PROSES PERANG SALIB

Sebagaimana telah disebutkan, peristiwa penting dalam gerakan ekspansi yang dilakukan oleh Alp Arselan adalah peristiwa Manzikart, tahun 464 H (1071 M). Tentara Alp Arselan yang hanya berkekuatan 15.000 prajurit, dalam peristiwa ini berhasil mengalah tentara Romawi yang berjumlah 200.000 orang, terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, Al-Akhraj, Al-Hajr, Prancis, dan Armenia. Peristiwa besar ini menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang Kristen terhadap umat Islam, yang kemudian mencetuskan Perang Salib. Kebencian itu bertambah setelah dinasti Saljuk dapat merebut Bait al-Maqdis pada tahun 471 H dari kekuasaan dinasti Fathimiyah yang berkedudukan di Mesir. Penguasa Saljuk menetapkan beberapa peraturan bagi umat Kristen yang ingin berziarah ke sana. Peraturan itu dirasakan sangat menyulitkan mereka. Untuk memeperoleh kembali keleluasaan berziarah ke tanah suci Kristen itu, pada tahun 1095 M, Paus Urbanus II berseru kepada umat Kristen di Eropa supaya melakukan perang suci. Perang ini kemudian dikenal dengan nama Perang Salib, yang terjadi dalam tiga periode.. [7]

1. Periode Pertama

Pada musim semi tahun 1095 M., 150.000 orang Eropa sebagian besar bangsa Prancis dan Norman, berangkat menuju Konstantinopel, kemudian ke Palestina. Tentara Salib yang dipimpin oleh Godfrey, Bohemond, dan Raymond ini memperoleh kemenangan besar. Pada tanggal 18 Juni 1097 mereka berhasil menaklukkan Nicea dan tahun 1098 M menguasai Raha (Edessa). Di sini mereka mendirikan kerajaan Latin I dengan Baldawin sebagai Raja. Pada tahun yang sama mereka dapat menguasai Antiochea dan mendirikan kerajaan Latin II di Timur. Bohemond dilantik menjadi Rajanya. Mereka juga berhasil menduduki Bait al-Maqdis (15 Juli 1099 M.) dan mendirikan kerajaan Latin III dengan rajanya, Godfrey. Setelah penaklukkan Bait al-Maqdis itu, tentara Salib melanjutkan ekspansinya. Mereka menguasai kota Akka (1104 M.). Tripoli (1109 M.), dan kota Tyree (1124 M.). Di Tripoli mereka mendirikan kerajaan Latin IV, Rajanya adalah Raymond.[8]

2. Periode Kedua

Imaduddin Zanki, penguasa Moshul, dan Irak, berhasil menaklukan kembali Alleppo, Hamimah, dan Edssa pada tahun1144 M. Namun, ia wafat tahun 1146 M. Tugasnya dilanjutkan oleh putranya Nuruddin Zanki. Nuruddin berhasil merebut kembali Antiochea pada tahun 1149 M dan pada tahun 1151 M seluruh Edessa dapat direbut kembali. Kejatuhan Eddessa ini menyebabkan orang-orang Kristen mengobarkan perang Salib Kedua. Paus Eugenius III menyerukan perang suci yang disambut positif oleh raja Prancis Louis VII dan raja Jerman Condrad II. Keduanya memimpin pasukan Salib untuk merebut wiliyah Kristen di Syria. Akan tetapi, gerak maju mereka dihambat oleh Nuruddin Zanki. Mereka tidak berhasil memasuki Damaskus. Louis VII dan Condrad II sendiri melarikan diri pulang ke negerinya. Nuruddin wafat tahun 1174 M. Pimpinan perang kemudian dipegang oleh Shalahuddin al-Ayyubi yang berhasil mendirikan dinasti Ayyubiyah di Mesir tahun 1175 M. Hasil peperangan Shalahuddin yang terbesar adalah merebut kembali Yerussalem pada tahun 1187 M. Dengan demikian kerajaan latin di Yerussalem yang berlangsung selama 88 tahun berakhir.[9]

Pada masa kekuasaannya, Shalahuddin berhasil meraih sukses gemilang. Shalahuddin merupakan seorang pemimpin yang dipersiapkan Allah SWT untuk menunaikan tugas besar dan memiliki sifat-sifat utama sperti tegas, bertekad kuat, ikhlas, tanpa pamrih, ulet berjuang, berani mati untuk membela kebenaran Allah SWT. Shalahuddin sanggup memimpin secara baik, mampu mengorganisasi, saleh, tekun beribdah, berjiwa besar dan berbudi luhur. Dengan sifatnya, Shalahuddin menjadi keajaiban bagi Islam dan menjadi bukti bahwa peranan Islam tidak akan berakhir peranannya dan tidak akan hilang daya hidup serta produktivitasnya. Di bawah bendera Shalahuddin, terhimpun kaum muslimin dari berbagai jenis bangsa, menjadi suatu kekuatan yang sangat kuat. Sekalipun orang Kristen bergerak serentak dan bersatu dalam menghadapi kaum muslimin, namun mereka sama sekali tidak dapat menggoyahkan kedudukan Shalahuddin. Padahal pasukan Shalahuddin sudah terlampau letih akibat perjuangan yang sangat lama dan banyak menghadapi kesukaran besar. Bertahun-tahun kaum muslimin berjuang bahu-membahu dan berperang melawan musuh yang amat kuat. Tak seorang pun dari mereka yang mengeluh, bila telah mendengar seruan dari Shalahuddin untuk maju bertempur di medan perang, mereka selalu siap.[10]

Jatuhnya Yerussalem ke tangan kaum muslimin sangat memukul perasaan tentara salib. Mereka pun menyusun rencana balasan. Kali ini tentara salib dipimpin oleh Federick Barbarossa, raja Jerman, RichartbThe Lion Hart, raja Inggris, dan Phillip Augustus, raja Prancis. Pasukan ini bergerak pada tahun 1189 M. Meskipun mendapat tantangan berat dari Shalah al-Din, namun mereka berhasil merebut Akka yang kemudian dijadikan ibu kota kerajaan latin. Akan tetapi, mereka tidak berhasil memasuki Palestina. Pada tanggal 2 November 1192 M, dibuat perjanjian antara tentara salib dengan Shalah al-Din yang disebut Shulh al-Ramlah. Dalam perjanjian ini disebutkan bahwa orang-orang Kristen yang pergi berziarah ke Bait al-Maqdis tidak akan diganggu.[11]

3. Peride Ketiga

Tentara salib periode ini dipimpin oleh Raja Jerman, Frederick II. Kali ini mereka berusaha merebut Mesir lebih dahulu sebelum ke Palestina, dengan harapan dapat bantuan dari orang-orang Kristen Qibthi. Pada tahun 1219 M, mereka berhasil menduduki Dimyat. Raja Mesir  dari dinasti Ayyubiyah waktu itu, al-Malik al-Kamil, membuat perjanjian dengan Frederick. Isinya antara lain Frederick bersedia melepaskan Dimyat, sementara al-Malik al-Kamil melepaskan Palestina, Frederick menjamin keamanan kaum muslimin di sana dan Frederick tidak mengirim bantuan kepada kaum Kristen di Syria. Dalam perkembangan berikutnya, Palestina dapat direbut kembali oleh kaum muslimin tahun 1247 M, di masa pemerintahan al-Malik al-Shalih, penguasa Mesir selanjutnya. Ketika Mesir dikuasai oleh dinasti Mamalik yang menggantikan posisi dinasti Ayyubiyah pimpinan perang dipegang oleh Baybars dan Qalawun. Pada masa merekalah Akka dapat direbut kembali oleh kaum muslimin, tahun 1291 M. Demikianlah, perang salib yang berkobar di Timur. Perang ini tidak berhenti di Barat, di Spanyol, sampai umat Islam terusir dari sana.[12]

Walaupun umat Islam berhasil mempertahankan daerah-daerahnya dari tentara salib, namun kerugian yang mereka derita banyak sekali, karena kekurangan itu terjadi di wilayahnya. Kerugian-kerugian ini mengakibatkan kekuatan politik umat Islam menjadi lemah. Dalam kondisi demikian, mereka bukan menjadi bersatu, tetapi malah berpecah belah. Banyak dinasti kecil yang memerdekakan diri dari pemerintah pusat Abbasiyah di Baghdad.    

DAMPAK PERANG SALIB BAGI PERADABAN EROPA

Perang Salib meninggalkan pengaruh yang kuat terhadap perkembangan Eropa pada masa selanjutnya. Perubahan nyata yang merupakan akibat dari proses panjang Perang Salib ialah bahwa bagi Eropa, mereka sukses melaksanakan alih berbagai disiplin ilmu yang saat itu berkempang pesat di dunia Islam, sehingga turut berpengaruh terhadap peningkatan kualitas peradaban bangsa Eropa beberapa abad sesudahnya. Mereka belajar dari kaum muslimin berbagai teknologi perindustrian dan mentransfer berbagai jenis industri yang mengakibatkan terjadinya perubahan besar-besaran di Eropa, sehingga peradaban Barat sangat diwarnai oleh peradaban Islam dan membuatnya maju dan berada di puncak kejayaan. Apabila diperhatikan dampak daripada Perang Salib itu adalah lebih banyak menguntungkan dunia Barat  dibandingkan dengan dunia Timur khususnya ummat Islam. Ummat Islam tidak melihat arti penting apapun dalam peristiwa Perang Salib itu. Pengaruh dari Perang Salib itu hanya sedikit seperti ornamen-ornamen gereja berpengaruh terhadap seni gaya bangunan masjid sebagaimana terlihat pada masjid An-Nashr di Kairo. Secara umum bagi ummat Islam perang Salib adalah merupakan fitnah. Sedangkan bagi orang Kristen yang dalam hal ini dunia Barat, bisa disebut sebuah rahmat sebab dengan Perang Salib ini telah membawa dampak yang luar biasa dalam kehidupan dunia Barat pada umumnya. Dan bahkan Perang Salib ini mengantarkan renaissance di Perancis.[13]

Perang Salib telah menimbulkan dampak-dampak penting dalam sejarah perkembangan dunia karena telah membawa Eropa ke dalam kontak langsung dengan dunia Islam yang telah lebih dahulu maju dan berperadaban, sementara Eropa / Barat berada dalam abad kegelapan. Melalui inilah hubungan antara Barat dengan Timur terjalin. Kemajuan orang Tumur yang progresif dan maju pada saat itu menjadi daya dorong yang besar bagi pertumbuhan intelektual Eropa / Barat. Hal itu memerankan bagian yang penting bagi timbulnya renaissance di Eropa. [14]

Dampak positif yang ditimbulkan oleh adanya perang Salib itu bagi dunia Barat dapat dilihat dalam kenyataan berikut ini :

1. Secara kultural, pasukan Perang Salib di Timur menjumpai beberapa aspek yang menarik dari kehidupan Islam. Ketika pasukan tersebut kembali ke tempat asal mereka, mereka berusaha untuk menirunya. Sejumlah terjemahan bahasa Arab ke bahasa Latin dikerjakan di wilayah-wilayah di mana perang Salib berlangsung.

2. Gagasan Perang Salib memberi kontribusi kepada gerakan eksplorasi yang berujung pada ditemukannya Benua Amerika oleh Colombus dan ditemukannya rute perjalanan laut ke India dengan mengelilingi Tanjung Harapan (Cape of Good Hope). Akibatnya orang Barat menyadari bahwa selain adanya negara-negara Islam dan Barat, ada juga negara-negara lain yang bukan negara Islam dan bukan negara Barat. [15]

Adapun dampak positif lainnya bagi dunia barat dengan adanya Perang Salib adalah menambah keuntungan Eropa di lapangan perniagaan dan perdagangan. Sebagai hasil dari Prang Salib, orang Eropa dapat mempelajari dan memodifikasi serta mengaplikasaikan beberapa temuan penting yang telah dihasilkan oleh orang-orang Islam pada masa sebelumnya. Hal ini lebih banyak terutama berkaitan dengan masalah-masalah seni, industri, perdagangan dan pertanian.

Dalam bidang seni, gaya-gaya bangunan dan cara berpakaian Timur mempengaruhi seni gaya bangunan dan berpakaian orang Barat. Demikian pula halnya dalam bidang agrikultur, banyak pasukan Perang Salib yang terbiasa dengan produk agrikultur Timur, dan yang terpenting adalah gula; karena gula telah menjadi makanan termewah di Barat. Hal ini berkaitan dengan pembentukan pasar Eropa baru untuk produk-produk agrikultur Timur. Orang-orang Barat mulai menyadari kebutuhan akan barang-barang Timur. Karena kepentingan ini, berkembanglah perdagangan antara Timur dan Barat. Bersama-sama dengan keperluan transportasi para peziarah dan pasukan perang Salib telah merangsang kegiatan maritim dan perdagangan internasional. Aplikasi kompas terjadi pada kegiatan maritim saat itu, yang sekalipun jarum magnetik ditemukan orang Cina, namun penemuan jarum navigasi mulai dikembangkan oleh Islam.[16]

Melihat kenyataan-kenyataan tersebut di atas, maka sesungguhnya dunia Barat berhutang budi pada ummat Islam, hanya saja utang budi ini tidak pernah diakui oleh dunia Barat secara terbuka kepada ummat Islam. Sikap ini berbeda dengan sikap ummat Islam yang secara terbuka dari dulu mengakui bahwa filsafat dipinjam dari Yunani, matematika dipinjam dari India, kimia dipinjam dari Cina, dan seterusnya. Itu semua diakui tanpa ada halangan sama sekali.

Ketidak mauan mengakui utang ini pada umat Islam menurut Max Dimont, sebagaimana disebutkan oleh Nur Cholis Madjid, orang Barat menderita narcisime, artinya mereka mengagumi diri sendiri, dan kurang memiliki kesediaan untuk mengakui utang budinya kepada bangsa-bangsa lain. Mereka hanya mengatakan, bahwa yang mereka dapatkan itu adalah warisan dari Yunani dan Romawi. Padahal sesungguhnya dalam kajian yang lebih objektif dan luas, utang orang Barat kepada Islam luas biasa besarnya.

DAMPAK PERANG SALIB BAGI PERADABAN ISLAM

Akibat adanya perang Salib ini, walaupun umat Islam berhasil mempertahankan daerah-daerahnya dari tentara Salib, namun kerugian yang mereka derita banyak sekali, karena peperangan ini terjadi di wilayah Islam. Di antaranya adalah kekuatan politik umat Islam menjadi lemah. Dalam kondisi demikian mereka bukan menjadi bersatu, tetapi malah terpecah belah. Banyak dinasti kecil yang memerdekakan diri dari pemerintahan pusat Abbasiyah di Baghdad. Meskipun pihak Kristen Eropa menderita kekalahan dalam Perang Salib, namun mereka telah mendapatkan hikmah yang tidak ternilai harganya karena mereka dapat berkenalan dengan kebudayaan dan peradaban Islam yang sudah sedemikian majunya. Bahkan kebudayaan dan peradaban yang mereka peroleh dari Timur-Islam menyebabkan lahirnya renaisans di Barat. Kebudayaan yang mereka bawa ke Barat terutama dalam bidang militer, seni, perindustian, perdagangan, pertanian, astronomi, kesehatan, dan kepribadian. Dalam bidang militer, dunia Barat menemukan persenjataan dan teknik berperang yang belum pernah mereka temui sebelumnya di negerinya, seperti penggunaan bahan-bahan peledak untuk melontarkan peluru, pertarungan senjata dengan menunggang kuda, teknik melatih burung merpati untuk kepentingan informasi militer, dan penggunaan alat-alat rebana dan gendang untuk memberi semangat kepada pasukan militer di medan perang.Dalam bidang perindustrian, mereka menemukan kain tenun dan peralatannya di dunia Islam, kemudian mereka bawa ke negerinya, seperti kain muslin, satin, dan damas. Mereka juga menemukan berbagai jenis parfum, kemenyan, dan getah Arab yang dapat mengharumkan ruangan. Sistem pertanian yang sama sekali baru di dunia Barat mereka temukan di Timur-Islam, seperti model irigasi yang praktis dan jenis tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan yang beraneka macam, termasuk penemuan gula. Hubungan perniagaan dengan Timur-Islam menyebabkan mereka menggunakan mata uang sebagai alat tukar barang, yang sebelumnya mereka menggunakan sistem barter. Ilmu astronomi berkembang pada abad ke-9 di dunia Islam telah pula mempengaruhi lahirnya berbagai observatorium di dunia Barat. Selain itu juga mereka meniru rumah sakit dan tempat pemandian. Yang tidak kurang pentingnya adalah bahwa sikap dan kepribadian umat Islam di Timur pada waktu itu telah memberikan pengaruh positif terhadap nilai-nilai kemanusiaan di Eropa yang sebelumnya tidak mendapat perhatian.[17] 

Baca Juga; 
👉👉👉👉👉👉👉👉👉👉👉👉👉👉👉👉

PENUTUP

Kesimpulan

            Dari uraian di atas, dapatlah disimpulkan :

1. Perang Salib adalah perang yang terjadi antara Kristen yang menggunakan salib dengan umat Islam. Yang terjadi selama dua abad.

2. Perang Salib disebabkan bebrapa faktor yaitu agama, politik, social dan ekonomi

3. Perang Salib telah mendorong orang Eropa / Barat untuk melakukan renaissance di Eropa, untuk selanjutnya membangun dunia Eropa / Barat sesuai dengan apa yang mereka lihat dan pelajari di dunia Islam. Eropa / Barat banyak berutang budi pada dunia Islam dalam hal peradaban dan ilmu pengetahuan.

4. Walaupun umat Islam berhasil mempertahankan daerah-daerahnya dari tentara Salib, namun kerugian yang mereka derita banyak sekali, karena peperangan ini terjadi di wilayah Islam.

Saran

            Melalui forum ini saya mohon saran dan kritikan yang bersifat membangun demi kesempurnaan tulisan ini.                                                         

 

 

DAFTAR  KEPUSTAKAAN

 

An-Nadawi, as-Sayyid Abu Hasan Ali al-Anshari an-Nadawi, Terjemahan Maadza Khasirat ‘Aal’am Binhithaatil Muslimin, diterjemahkan oleh Abdullah Zakiy al-Kaff dan Maman Abdul Djalil,”Bahaya Kemunduran Umat Islam”, Bandung : CV.Pustaka Setia, 2002

Fahmi, Ahmad, Akibat Perang Salib bagi Umat Islam, dalam http://www.surgamakalah.com, diakses tanggal 8 Desember 2011

K. Ali,  Terjemahan  study of Islamic History, diterjemahkan oleh  Atang Affandi, “Sejarah Islam”, Jakarta :  PT RajaGrafindo Persada,  1996

K.Hitti, Philip, The Arabs A Short History, diterjemahkan oleh Usluddin Hutagalung dan O.D.Sihombing, “Sejarah Ringkas Dunia Arab”, Bandung : Sumur Bandung, 1991

Munir, Kontak Islam dan Barat Dalam Peradaban Abad Pertengahan, dalam  http://almukmin-ngruki.com/, diakses tanggal  8 Desember 2011

Nasution, Harun, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta : Jembatan, 1992

Supardi Hasibuan, Ahmad, Perang Salib dan Dampak yang Ditimbulkannya, dalam  http://riau.kemenag.go.id/, diakses tanggal 8 Desember 2011

Su’ud, Abu, Islamologi : Sejarah, Ajaran dan Perannya dalam Peradaban Umat Manusia, Jakarta : PT.Rineka Cipta, 2003

 

Thohir, Ajid, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam : Melacak akar-akar Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004

 

Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2006

 



[1]Abu Su’ud, Islamologi : Sejarah, Ajaran dan Perannya dalam Peradaban Umat Manusia, (Jakarta : PT.Rineka Cipta, 2003), h. 100

[2]Ajid  Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam : Melacak akar-akar Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 133

[3]Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta : Jembatan, 1992), h. 836

[4]Philip K.Hitti, The Arabs A Short History, diterjemahkan oleh Usluddin Hutagalung dan O.D.Sihombing, “Sejarah Ringkas  Dunia Islam”, (Bnadung : Sumur Bandung, 1991), h. 211

[5] Munir, Kontak Islam dan Barat Dalam Peradaban Abad Pertengahan, dalam  http://almukmin-ngruki.com/, diakses tanggal  8 Desember 2011

[6]K Ali,  Terjemahan  study of Islamic History, diterjemahkan oleh  Atang Affandi, “Sejarah Islam”,(Jakarta :  PT RajaGrafindo Persada,  1996). h. 136

[7] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2006),  h. 76

[8]Ibid, h. 77

[9]Ibid, h. 78

[10]As-Sayyid Abu Hasan Ali al-Anshari an-Nadawi, Terjemahan Maadza Khasirat ‘Aal’am Binhithaatil Muslimin, diterjemahkan oleh Abdullah Zakiy al-Kaff dan Maman Abdul Djalil,”Bahaya Kemunduran Umat Islam”, (Bandung : CV.Pustaka Setia, 2002),  h. 180-181

[11]Badri Yatim,Op.Cit. h. 79  

[12]Ibid

[13]Ahmad Supardi Hasibuan, Perang Salib dan Dampak yang Ditimbulkannya, dalam  http://riau.kemenag.go.id/, diakses tanggal 8 Desember 2011.

[14]Ibid

[15]Ibid

[16]Ibid

[17]Ahmad Fahmi, Akibat Perang Salib bagi Umat Islam, dalam http://www.surgamakalah.com, diakses tanggal 8 Desember 2011

0 Comment