24 Februari 2023

 MENGENAL IMAM MUSLIM

Bagi umat Islam (dari kalangan sunni), eksistensi kitab Shahih Muslim sangatlah penting. Alas an pokoknya adalah karena dalam kitab tersebut terdapat banyak hadis Nabi yang dinilai sahih, yang nota bene merupakan  sumber ajaran Islam di samping al-Quran. Mengingat pentingnya kitab tersebut, maka sangatlah perlu khususnya bagi umat Islam untuk mengenalnya secara lebih luas dan rinci agar dapat lebih memahaminya secara mendalam dan mengamalkannya dengan lebih mantap.

Dari sekian banyak kitab koleksi hadis, telah sangat dikenal bahwa kitab sahih muslim oleh para ulama hadis dinilai dan dikategorikan sebagi salah satu kitab rujukan standar. Dikalangan para ulama  hadis dan sebagian masyarakat muslim banyak yang menempatkan kitab ini ke dalam kelompok enam kitab hadis (paling) sahih (al-kutub al-sihah al-sittah). Ini artinya menunjukkan bahwa kitab koleksi hadis ini memiliki keistimewaan atau kelebihan. 

IMAM MUSLIM 

Biografi Imam Muslim

Nama lengkapnya adalah al-Imam abu Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi.ia dilahirkan pada tahun 204 hijriah dan meninggal dunia sore hari ahad bulan rajab tahun 261 Hijriah dan dikuburkan di Naisaburi. Ia juga sudah beljar hadis sejak kecil seperti Imam Bukhari dan pernah mendengar dari guru-guru al-Bukhari dan ulama lain selain mereka. Orang yang menerima hadits dari Imam Muslim, termasuk tokoh-tokoh ulama pada masanya. Ia juga telah menyusun   beberapa karangan yang bermutu dan bermanfaat.

Yang peling bermanfaat adalah kitab sahihnya yang dikenal dengan shahih Muslim, Kitab ini disusun lebih sitematika dari Shahih Bukhari. Kedua kitab hadits ini, Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, biasa disebut dengan asha-Shahihain. Kedua tokoh hadits ini biasa disebut asy-Syaikhani, yang berarti dua orang tua, yang maksudnya dua tokoh ulama hadist. Imam muslim belajar hadist sejak usia dini, yaitu saat ia berusia 16 tahun, yaitu mulai tahun218 H. ia pergi ke Hijaz, Irak, Syam, Mesir dan Negara-negara lainnya. Di Khurasan, ia berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rawaih, di Ray, ia berguru kepada Muhammad bin Mahran dan abu ‘Ansan di Irak, ia belajar hadist kepada Imam Ahmad dan Abdullah bin Maslamah, di Hijaz dia belajar kepada Sa’id bin Mansur  dan Abu Mas ‘Abuzar di Mesir, ia berguru kepada ‘Amr bin Sawad, Harmalah bin yahya dan kepada ulama hadis yang lain.[1]

Ulama-ulama besar, ulama-ulama yang sederajat dengan beliau dan para hafidh, banyak yang berguru kepada beliau, seperti Abu yatim, Musa ibn Haran, Abu Isa al-Tirmidzi, Yahya ibn Sa’id, Ibn Khuzaimah dan Awwanah, Ahmad ibn al-Mubarak.[2]

Sismatika Penyusunan Shahih Muslim

            Shahih Muslim ini disusun oleh Imam Muslim dengan sistematis. Kitab ini diawali dengan muqaddimah (pendahuluan) yang sangat bernilai dan dapat dikatakan merupakan karya paling dini dalam bidang ushul al-hadis. Setelah muqaddimah, beliau mengelompokkan hadis-hadis yang berkaitan dalam suatu tema atau masalah pada suatu tempat. Namun perlu diketahui bahwa beliau  tidak membuat nama atau judul kitab (dalam artian bagian) dan bab bagi kitabnya secara kongkrit, sebagaimana kita dapati pada sebagian naskah muslim yang sudah dicetak. Judul-judul kitab dan bab sebenarnya tidak dibuat oleh Imam Muslim, tetapi dibuat oleh para pengulas kitab ini pada masa-masa berikutnya. Di antara para pengulas yang dinilai sangat baik dalam membuat kreasi judul-judul bab dan sistematika bab-babnya adalah Imam Nawawi dalam kitab Shahih Muslim.[3] 

            Imam Muslim melakukan beberapa hal yang agak berbeda dengan sistematika kitab-kitab (model sunan) koleksi hadis lainnya, yaitu ia memisahkan kitab sifat al-munafiq dari kita al-iman, kitab al-‘ilm ditempatkan pada posisi akhir, hadis-hadis tentang ada diperinci menjadi beberapa kitab. Selain kitab al-adab, ada pula kitab al-salam padahal dapat dimasukkan dala kitab al-adab juga. Ada pula kitab al-birr wa al-shilah wa al-adab.[4] 

\Metode Penulisan Shahih Muslim

Dalam menyusun kitabnya, Imam Muslim menempuh metode yang bagus sekali. Beliau menghimpun matan-matan hadis yang senada atau satu tema lengkap dengan sanad-sanadnya pada satu tempat, tidak memotong atau memisahkannya dalam beberapa bab yang berbeda, serta tidak mengulang-ulang penyebutan hadis kecuali dalam jumlah sedikit karena adanya kepentingan yang mendesak yang menghendaki adanya pengulangan, seperti untuk menambah manfaat pada sanad atau matan hadis.

Selain itu, Imam Muslim pun selalu mengunakan kata-kata atau lafal-lafal dalam proses periwayatan hadis secara cermat. Apabila ada seorang periwayat berbeda dengan periwayat lainnya dalam menggunakan redaksi yang berbeda padahal makna dan tujuannya sama, maka beliaupun menjelasakannya. Demikian juga bila seorang periwayat meriwayatkan hadis dengan kata  حدثنا(ia menceritakan kepada kami), dan periwayat lainnya dengan kata  أخبرنا(ia mengkhabarkan kepada kami), maka perbedaan lafal inipun dijelaskannya. Begitu juga, bila sebuah hadis diriwayatkan oleh orang banyak dan dalam periwayatannya terdapat perbedaan lafal, beliaupun menerangkannya bahwa lafal yang disebutkannya itu berasal dari riwayat si fulan, beliau akan menyatakan dengan واللفظ لفلان  (redaksi ini adalah redaksi menurut fulan). Setelah selesai membukukan kitabnya, Imam Muslim memperlihatkan kitabnya kepada para pakar hadis terkemuka yaitu seorang huffaz Makki bin ‘Abdan dari Naisabur. Imam Muslim sangat berhati-hati dalam memilih atau menyeleksi hadis. Ia senantiasa berdasar pada argumen yang jelas. Beliau pernah menuturkan : aku tidak mencantumkan satu hadis pun ke dalam kitabku ini melainkan ada alasannya, dan aku tidak menggurkan satu hadis pun karena ada alasannya.[5]

Karya-karya Imam Muslim

1.      Shahih Muslim, karya imam Muslim ini judul aslinya ialah al-Musnad al-Shahih al-Mukhtasar min al-Sunan bi al-Naql al-‘Adl ‘an al-‘Adl ‘an Rasulullah saw., namun lebih dikenal dengan nama al-Jami’ al-Shahih atau Shahih Muslim. Penyusunan kitab ini memakan waktu lima belas tahun. Imam Muslim mengerjakan karya monumental ini secara terus-menerus. Proses persiapan dan penyusunan kitabnya itu beliau lakukan baik ketika sedang berada di tempat tinggalnya maupun dalam perlawatan ke berbagai wilayah. Dalam penggarapannya itu, beliu menyeleksi ribuan hadis baik dari hafalannya maupun catatannya. Kitab al-Jami’ al-Shahih atau Shahih Muslim ini merupakan hasil seleksi dari sejumlah 300.000 hadis.[6]

Secara eksplisit jumlah hadis dalam Shahih Muslim  dengan tidak termasuk yang diulang-ulang (ghair mukarrar) ada 3.030 hadis, sedangkan jumlah seluruhnya termasuk yang diulang-ulang atau yang melalui sanad yang berbeda-beda memuat sekitar 10.000 hadis. Perbedaan tersebut terjadi karena ada yang menghitung hadis dengan berulang-ulang ada yang tidak.[7]

2.      Al- Musnad al- Kabir. Kitab yang menerangkan tentang nama-nama Rijal al-Hadist

3.      Al- Jami’ al –Kabir

4.      Kitab I’lal wa Kitabu Auhamil Muhadditsin

5.      Kitab al-Tamyiz

6.      Kitabu man Laisa lahu Illa Rawin Wahidun

7.      Kitab al-Thabaqat al-Tabi’in

8.      Kitab Muhadlramin

9.      Kitab lainnya adalah ; al-Asma’ wa al-Kuna, Irfad al-Syamiyyin, al-Aqran, al-Intifa’ bi Julus al-Shiba’, Aulad al-Sha-habah,, al-Tarikh, Hadist Amr ibn Syu’aib, Rijal ‘Urwah, Sha-lawatuh Ahmad ibn Hanbal, Masyayikh al-Tsauri, Masyayikh Malik dan al-Wuhdan.[8]

Dari sekian banyak karangan Imam Muslim, Shahih Muslim lah yang paling terkenal. Ada sejumlah kitab syarah yang mengomentari kitab hadist tersebut. Diantara sekian banyak kitab yang member syarah, yang paling populer adalah kitab Imam Nawawi ( w.676 H), yang diberi judul al-manhaj fi Syarh Shahih Muslim ibn al-Hajjaj.

Penilaian Terhadap Shahih Muslim dan Nilai Hadis-hadisnya

            Penurut para ulama hadis, kitab koleksi hadis Shahih Muslim ini memiliki banyak kelebihan, yaitu :

1.   Susunan isinya sangat tertib dan sisitematis

2.   Pemilihan redaksi (matan) hadisnya sangat teliti dan cermat

3.   Seleksi dan akumalasi sanandnya sangat teliti, tidak tertukar-tukar, tidak lebih dan tidak kurang

4.   Penempatan dan pengelompokan hadis-hadis ke dalam tema atau tempat tertentu, sehingga sedikit sekali terjadi pengulangan penyebutan hadis.[9]

Para ulama menilai bahwa Shahih Muslim di samping Shahih Bukhari merupakan dua kitab koleksi hadis yang paling sahih di antara kitab-kitab koleksi hadis lainya. 

Reputasi mengikuti gurunya Imam Bukhari

Dalam khazanah ilmu-ilmu Islam, khususnya dalam bidang ilmu hadits, nama Imam Muslim begitu monumental, setara dengan gurunya, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhary al-Ju’fy atau lebih dikenal dengan nama Imam Bukhari. Sejarah Islam sangat berhutang jasa kepadanya, karena prestasinya di bidang ilmu hadits, serta karya ilmiahnya yang luar biasa sebagai rujukan ajaran Islam, setelah al-Qur’an. Dua kitab hadits shahih karya Bukhari dan Muslim sangat berperan dalam standarisasi bagi akurasi akidah, syariah dan tasawwuf dalam dunia Islam. Melalui karyanya yang sangat berharga, al-Musnad ash-Shahih, atau al-Jami’ ash-Shahih, selain menempati urutan kedua setelah Shahih Bukhari, kitab tersebut memenuhi khazanah pustaka dunia Islam,[10]

Pengembaraan (rihlah) dalam pencarian hadits merupakan kekuatan tersendiri, dan amat penting bagi perkembangan intelektualnya. Dalam pengembaraan ini (tahun 220 H), Imam Muslim bertemu dengan guru-gurunya, dimana pertama kali bertemu dengan Qa’nabi dan yang lainnya, ketika menuju kota Makkah dalam rangka perjalanan haji. Perjalanan intelektual lebih serius, barangkali dilakukan tahun 230 H. Dari satu wilayah ke wilayah lainnya, misalnya menuju ke Irak, Syria, Hijaz dan Mesir. Waktu yang cukup lama dihabiskan bersama gurunya al-Bukhari. Kepada guru besarnya ini, Imam Muslim menaruh hormat yang luar biasa. “Biarkan aku mencium kakimu, hai Imam Muhadditsin dan dokter hadits,” pintanya, ketika di sebuah pertemuan antara Bukhari dan Muslim. Disamping itu, Imam Muslim memang dikenal sebagai tokoh yang sangat ramah, sebagaimana al-Bukhari yang memiliki kehalusan budi bahasa, Imam Muslim juga memiliki reputasi, yang kemudian populer namanya sebagaimana disebut oleh Adz-Dzahabi dengan sebutan muhsin dari Naisabur. Maslamah bin Qasim menegaskan, “Muslim adalah tsaqqat, agung derajatnya dan merupakan salah seorang pemuka (Imam).” Senada pula, ungkapan ahli hadits dan fuqaha’ besar, Imam An-Nawawi, “Para ulama sepakat atas kebesarannya, keimanan, ketinggian martabat, kecerdasan dan kepeloporannya dalam dunia hadits.”[11]

Antara Bukhari dan Muslim

Imam Muslim, sebagaimana dikatakan oleh Prof. Mustafa ‘Adzami dalam bukunya Studies in Hadith Methodology and Literature, mengambil keuntungan dari Shahih Bukhari, kemudian menyusun karyanya sendiri, yang tentu saja secara metodologis dipengaruhi karya al-Bukhari. Antara Bukhari dan Muslim, dalam dunia hadits memiliki kesetaraan dalam keshahihan hadits, walaupun hadits al-Bukhari dinilai memiliki keunggulan setingkat. Namun, kedua kitab hadits tersebut mendapatkan gelar sebagai as-Shahihain. Sebenarnya para ulama berbeda pendapat mana yang lebih unggul antara Shahih Muslim dengan Shahih Bukhari. Jumhur Muhadditsun berpendapat, Shahihul Bukhari lebih unggul, sedangkan sejumlah ulama Marokko dan yang lain lebih mengunggulkan Shahih Muslim. Hal ini menunjukkan, sebenarnya perbedaannya sangatlah sedikit, dan walaupun itu terjadi, hanyalah pada sistematika penulisannya saja, serta perbandingan antara tema dan isinya.[12]

Al-Hafizh Ibnu Hajar mengulas kelebihan Shahih Bukhari atas Shahih Muslim, antara lain, karena Al-Bukhari mensyaratkan kepastian bertemunya dua perawi yang secara struktural sebagai guru dan murid dalam hadits Mu’an’an; agar dapat dihukumi bahwa sanadnya bersambung. Sementara Muslim menganggap cukup dengan “kemungkinan” bertemunya kedua rawi tersebut dengan tidak adanya tadlis. Al-Bukhari mentakhrij hadits yang diterima para perawi tsaqqat derajat utama dari segi hafalan dan keteguhannya. Walaupun juga mengeluarkan hadits dari rawi derajat berikutnya dengan sangat selektif. Sementara Muslim, lebih banyak pada rawi derajat kedua dibanding Bukhari. Disamping itu kritik yang ditujukan kepada perawi jalur Muslim lebih banyak dibanding kepada al-Bukhari.[13]

Sementara pendapat yang berpihak pada keunggulan Shahih Muslim beralasan  sebagaimana dijelaskan Ibnu Hajar  bahwa Muslim lebih berhati-hati dalam menyusun kata-kata dan redaksinya, karena menyusunnya di negeri sendiri dengan berbagai sumber di masa kehidupan guru-gurunya. Beliau juga tidak membuat kesimpulan dengan memberi judul bab sebagaimana Bukhari lakukan. Dan sejumlah alasan lainnya. Namun prinsipnya, tidak semua hadits Bukhari lebih shahih ketimbang hadits Muslim dan sebaliknya. Hanya pada umumnya keshahihan hadits riwayat Bukhari itu lebih tinggi derajatnya daripada keshahihan hadits dalam Shahih Muslim.[14]

 A. Kesimpulan

Imam Muslim nama lengkapnya adalah al-Imam abu Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi.ia dilahirkan pada tahun 204 hijriah dan meninggal dunia sore hari ahad bulan rajab tahun 261 Hijriah dan dikuburkan di Naisaburi. Ia juga sudah belajar hadis sejak kecil seperti Imam Bukhari dan pernah mendengar dari guru-guru al-Bukhari dan ulama lain selain mereka.

Antara Bukhari dan Muslim, dalam dunia hadits memiliki kesetaraan dalam keshahihan hadits, walaupun hadits al-Bukhari dinilai memiliki keunggulan setingkat. Namun, kedua kitab hadits tersebut mendapatkan gelar sebagai as-Shahihain. Dari sekian banyak karangan Imam Muslim, Shahih Muslim lah yang paling terkenal. Para ulama menilai bahwa Shahih Muslim di samping Shahih Bukhari merupakan dua kitab koleksi hadis yang paling sahih di antara kitab-kitab koleksi hadis lainya.

            Penurut para ulama hadis, kitab koleksi hadis Shahih Muslim ini memiliki banyak kelebihan, yaitu :

1.   Susunan isinya sangat tertib dan sisitematis

2.   Pemilihan redaksi (matan) hadisnya sangat teliti dan cermat

3.   Seleksi dan akumalasi sanandnya sangat teliti, tidak tertukar-tukar, tidak lebih dan tidak kurang

4.   Penempatan dan pengelompokan hadis-hadis ke dalam tema atau tempat tertentu, sehingga sedikit sekali terjadi pengulangan penyebutan hadis.

B. Saran

            Dari paparan makalah di atas, demi kesempurnaan tulisan ini penulis mengharapkan saran atau pun kritikan yang bersifat membangun 


DAFTAR KEPUSTAKAAN 

Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis, Bandung : CV.Pustaka Setia, 2009 

Ahmad Musthofa Bisri, Imam Muslim Perawi Hadis yang Masyhur, dalam http://www.gusmus.net, diakses tanggal 20 Desember 2011

Munzier Suparta, Ilmu Hadis, Jakarta : PT.Rajagrafindo Persada, 2006   

Musthofa, Sejarah singkat Imam Muslim,dalam http://bukharimuslim.wordpress.com diakses tanggal 19 Desember 2011

M.Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, Yogyakarta : Teras, 2003

  



[1]Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis, (Bandung : CV.Pustaka Setia, 2009), h. 234

[2]Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta : PT.Rajagrafindo Persada, 2006), h. 240  

[3] M.Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, (Yogyakarta : Teras, 2003), h.67

[4]Ibid, h. 70

[5] Ibid, h. 72

[6]Ibid,  h. 65

[7]Ibid, h. 66

[8]Munzier Suparta, Op.Cit, h. 241

[9]M.Abdurrahman, Op.Cit, h. 73

[10]Ahmad Musthofa Bisri, Imam Muslim Perawi Hadis yang Masyhur, dalam http://www.gusmus.net, diakses tanggal 20 Desember 2011 

[11]Ibid

[12]Musthofa, Sejarah singkat Imam Muslim,dalam http://bukharimuslim.wordpress.com diakses tanggal 19 Desember 2011

[13] Ibid

[14] Ibid

0 Comment