14 Februari 2023

 

Peradaban Islam di Andalusia ( Spanyol )

             A.    Pendahuluan

Sekitar dua abad sebelum masehi hingga awal abad ke lima, Spanyol berada dibawah imperium Romawi. Sejak tahun 406 M, Spanyol dikuasai oleh bangsa Vandal, yaitu bangsa  yang berimigrasi dari negeri  asal mereka, suatu daerah yang terletak diantara sungai Oder dan Vistuala. Penguasa daerah ini mendirikan kerajaan di propinsi wilayah Chartage. Kekuasaan Vandal ini kemudian diambil alih oleh orang-orang Gothic. Tak lama kemudian, dinasti merovingian dari kerajaan Frank merebutnya dari orang-orang Gothic, maka didirikanlah kerajaan Visigoth, yang wilayah itu dikenal dengan Vandalusia. Dan setelah kedatangan orang-orang Islam pada tahun 92H/711 m, sebutan Vandalusia diubah menjadi Andalusia atau al-Andalus. Kehadiran orang-orang Islam di Spanyol merupakan awal munculnya Islam di benua Eropa karena Spanyol merupakan  pintu gerbang bagi benua tersebut. Sebagaimana diinformasikan dalam buku-buku  sejarah, ekspansi  Islam ke Wilayah Barat (dalam hal ini benua Eropa bagian Barat) terjadi pada masa kekhilafahan Bani Umayyah dengan khalifah (pemimpin) AI-Walidbin Abdul Malik. Pada saat itu Musa bin Nusair sebagai panglima perang khalifah dan Tariq bin Ziyad sebagai komandan lapangan, dimana keduanya dianggap sebagai tokoh pelaku utama atas masuknya Islam di Spanyol. Mereka berhasil mnguasai wilayah Afrika Utara dan kemudian menyebrang ke benua Eropa. Setelah masuknya Islam di Spanyol maka banyaklah kemajuan-kemajuan yang diperoleh dan hal ini dapat dilihat dengan banyaknya  tokoh-tokoh dan para ilmuwan yang muncul dari sana. Namun setelah berabad-abad lamanya Islam menguasai Spanyol, mulai mengalami kemunduran dan kehancuran bahkan kemudian Islam hilang dari bumi tersebut.

Dalam makalah ini penulis akan membahas lebih lanjut mengenai Peradaban Islam di Andalusia. Dimulai dari masuknya Islam ke Andalusia, Pemerintahan Islam masa Bani Umayyah II, Pemerintahan Islam Pasca bani Umayyah II, Kemajuan Peradaban Islam di Andalusia, sampai kemunduran dan kehancuran Islam di Andalusia. Dan nasib Umat Islam di bawah pemerintahan Kristen di Andalusia 

B.     Pembahasan 

1.      Latar  belakang masuknya Islam ke Andalusia

Islam pertama kali masuk ke Spanyol pada tahun 711 M melalui jalur Afrika Utara. Spanyol sebelum kedatangan Islam dikenal dengan nama Iberia/ Asbania, kemudian disebut Andalusia, ketika negeri subur itu dikuasai bangsa Vandal. Dari perkataan Vandal inilah orang Arab menyebutnya Andalusia.[1]

Sebelum penaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu provinsi dari dinasti Bani Umayah.[2]  Jadi, bisa dikatakan penaklukan Spayol oleh umat Islam bertitik tolak dari penguasaan afrika Utara ini. Saat itu masyarakat Spanyol mengalami kemunduran dalam berbagai hal; ekonomi, politik, dan kepercayaan. Dan pemerintah saat itu yaitu “Ghotic”, seringkali berlaku kejam terhadap masyarakat.

Sementara itu terjadi konflik antara Raja Roderic, sebagai penguasa kerajaan Ghotic di Spanyol dengan penguasa kota Toledo, Witiza. Raja Roderic memindakan ibu kota kerajaannya dari Seville ke Toledo. Pemindahan ini menyebabkan Wiitiza tersingkir. Kakak dari Witiza, Oppas dan anaknya Achila mengungsi ke afrika Utara dan bergabung dengan orang-orang Islam di sana. Hal yang sama juga dirasakan oleh Pangeran Yulian, penguasa wilayah Septah. Pangeran Yulian juga lari ke Afrika Utara dan bergabung dengan orang-orang Islam.[3]

Orang-orang spanyol yang terusir tersebut membujuk penguasa Islam di Afrika Utara, Musa bin Nusair supaya mau menaklukkan dan menguasai Spanyol. Bahkan Pangeran Yulian bersedia menyediakan kapal untuk menyeberangkan pasukan Islam dari Afrika Utara ke Spanyol.[4] 

2.      Pemerintahan Islam di Andalusia masa bani Umayyah II

a.       Masa Wali

Pada periode ini Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh Khalifah Bani Umayah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum tercapai secara sempurna, gangguan-gangguan masih terjadi, baik datang dari dalam maupun dari luar. Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan di antara elite penguasa, terutama akibat perbedaan etnis dan golongan. Disamping itu, terdapat perbedaan pandangan antara khalifah di Damaskus dan gubernur Afrika Utara yang berpusat di Kairawan. Masing-masing mengaku bahwa merekalah yang paling berhak menguasai daerah Spanyol ini. Oleh karena itu, terjadi dua puluh kali pergantian wali (gubernur) Spanyol dalam jangka waktu yang amat singkat.[5]

Gangguan dari luar datang dari sisa-sisa musuh Islam di Spanyol yang bertempat tinggal di daerah-daerah pegunungan yang memang tidak pernah tunduk kepada pemerintahan Islam. Gerakan ini terus memperkuat diri. Setelah berjuang lebih dari 500 tahun, akhirnya mereka mampu mengusir Islam dari bumi Spanyol. Karena seringnya terjadi konflik internal dan berperang menghadapi musuh dari luar, maka dalam periode ini Islam Spanyol belum memasuki kegiatan pembangunan di bidang peradaban dan kebudayaan.[6]

Perbedaan pandangan politik juga menyebabkan seringnya terjadi perang saudara. Hal ini ada hubungannya dengan perbedaan etnis, terutama, antara Barbar asal Afrika Utara dan Arab. Konflik perang saudara diantara berbagai kelompok Muslim di Iberia itu berakibat hilangnya kendali kekhalifahan di wilayah itu, hingga Yusuf Al-Fihri memenangkan perseteruan itu dan menjadi pemimpin independen di wilayah Andalusia.

b.      Masa Ke’amiran

Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan seorang yang bergelar amir (panglima atau gubernur) tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam, yang ketika itu dipegang oleh Khalifah Abbasiyah di Baghdad. Amir pertama adalah Abdurrahman I yang memasuki Spanyol tahun 138 H/755 M dan diberi gelar Al-Dakhil (yang masuk ke Spanyol). Ia berhasil mendirikan dinasti Bani Umayyah di Spanyol. Penguasa-penguasa Spanyol pada periode ini adalah Abd al-Rahman al-Dakhil, Hisyam I, Hakam I, Abd al-Rahman al-Ausath, Muhammad ibn Abd al-Rahman, Munzir ibn Muhammad, dan Abdullah ibn Muhammad.[7]

Pada periode ini umat Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan baik dibidang politik maupun bidang peradaban. Abd al-Rahman al-Dakhil mendirikan masjid Cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar Spanyol. Hisyam dikenal sebagai pembaharu dalam bidang kemiliteran. Dialah yang memprakarsai tentara bayaran di Spanyol. Sedangkan Abd al-Rahman al-Ausath dikenal sebagai penguasa yang cinta ilmu. Pemikiran filsafat juga mulai pada periode ini, terutama di zaman Abdurrahman al-Ausath.[8]

Pada pertengahan abad ke-9 stabilitas negara terganggu dengan munculnya gerakan Kristen fanatik yang mencari kesahidan (Martyrdom).Gangguan politik yang paling serius pada periode ini datang dari umat Islam sendiri. Golongan pemberontak di Toledo pada tahun 852 M membentuk negara kota yang berlangsung selama 80 tahun. Di samping itu sejumlah orang yang tak puas membangkitkan revolusi. Yang terpenting diantaranya adalah pemberontakan yang dipimpin oleh Hafshun dan anaknya yang berpusat di pegunungan dekat Malaga. Sementara itu, perselisihan antara orang-orang Barbar dan orang-orang Arab masih sering terjadi.[9]

Namun ada yang berpendapat pada periode ini dibagi menjadi dua yaitu masa KeAmiran (755-912) dan masa ke Khalifahan (912-1013).[10]

c.       Masa Kekhalifahan

Masa ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abd. Rahman III yang bergelar “An-Nasir” sampai munculnya raja-raja kelompok yang dikenal dengan sebutan Muluk al- Thawaif. Pada masa ini Spanyol diperintah oleh penguasa dengan gelar Khalifah. Penggunaan gelar tersebut bermula dari berita yang sampai kepada abd. Rahman III, bahwa al- Muktadir, Khalifah Bani Abbas meninggal dunia dibunuh oleh pengawalnya sendiri. Menurut penilaiannya, keadaan ini menunjukkan bahwa suasana pemerintahan Abbasyiah sedang berada dalam kemelut. Paling tepat untuk memakai gelar Khalifah yang telah hilang dari kekuasaan Bani Umayyah selama 150 tahun lebih. Adapun khalifah-khalifah yang besar yang memerintah saat ini ada tiga orang, yakni abd. Rahman al-Nasir (912-961 M), Hakam II (961-976 M), dan Hisyam II (976-1009 M). Walaupun masih ada khalifah yang memerintah sampai tahun 1013, namun kekuaasaannya sudah lemah.[11] 

3.      Pemerintahan Islam di Andalusia pasca bani Umayyah II

a.       Muluk Al-Thawaif

Kekhalifahan Cordova runtuh dengan terjadinya perang saudara antara 1009 hingga 1013, meskipun belum sepenuhnya berakhir hingga 1031. Negeri Andalusia kemudian terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negera kecil di bawah pemerintahan raja-raja golongan atau Muluk Al-Thawaif, yang berpusat di suatu kota seperti Kerajaan Malaga, Zaragoza, Valencia, Badajoz, Sevilla, dan Toledo.

Para raja-raja kecil itu digelar Muluk Al-Thawaif (Raja Lokal) kemudian berseteru dan berperang satu sama lain tanpa sebab yang jelas. Hanyalah karena ingin saling menguasai. Kisah-kisah pengkhianatan, kisah-kisah perebutan puteri cantik dan perebutan harta mewarnai semua perseteruan itu. Mereka tak sadar umat Kristen telah mempersiapkan kekuatan untuk merebut kembali Spanyol.

Ironisnya, kalau terjadi perang saudara, ada diantara pihak-pihak yang bertikai itu yang meminta bantuan kepada raja-raja Kristen. Melihat kelemahan dan kekacauan yang menimpa keadaan politik Islam itu, untuk pertama kalinya orang-orang Kristen pada periode ini mulai mengambil inisiatif penyerangan. Meskipun kehidupan politik tidak stabil, namun kehidupan intelektual terus berkembang pada periode ini. Istana-istana mendorong para sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan perlindungan dari satu istana ke istana lain.[12]

b.      Dinasti Murabbithun dan Dinasti Muwahhidun

Pada periode ini Spanyol Islam meskipun masih terpecah dalam beberapa negara, tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan dinasti Murabithun (086-1143 M) dan dinasti Muwahhidun (1146-1235 M). Dinasti Murabithun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf ibn Tasyfin di Afrika Utara. Pada tahun 1062 M ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang berpusat di Marakesy. Ia masuk ke Spanyol atas “undangan” penguasa-penguasa Islam di sana yang tengah memikul beban berat perjuangan mempertahankan negeri-negerinya dari serangan-serangan orang-orang Kristen. Ia dan tentaranya memasuki Spanyol pada tahun 1086 M dan berhasil mengalahkan pasukan Castilia. Karena perpecahan di kalangan raja-raja muslim, Yusuf melangkah lebih jauh untuk menguasai Spanyol dan ia berhasil untuk itu.

Akan tetapi, penguasa-penguasa sesudah ibn Tasyfin adalah raja-raja yang lemah. Pada tahun 1143 M, kekuasaan dinasti ini berakhir, baik di Afrika Utara maupun di Spanyol dan digantikan oleh dinasti Muwahhidun. Pada masa dinasti Murabithun, Saragossa jatuh ke tangan Kristen, tepatnya tahun 1118 M. Di Spanyol sendiri, sepeninggal dinasti ini, pada mulanya muncul kembali dinasti-dinasti kecil, tapi hanya berlangsung tiga tahun.

Pada tahun 1146 M penguasa dinasti Muwahhidun yang berpusat di Afrika Utara merebut daerah ini. Muwahhidun didirikan oleh Muhammad ibn Tumart (w. 1128). Dinasti ini datang ke Spanyol di bawah pimpinan Abd al-Mun’im. Antara tahun 1114 dan 1154 M, kota-kota muslim penting, Cordova, Almeria, dan Granada, jatuh ke bawah kekuasaannya. Untuk jangka beberapa dekade, dinasti ini mengalami banyak kemajuan. Kekuatan-kekuatan Kristen dapat dipukul mundur. Akan tetapi tidak lama setelah itu, Muwahhidun mengalami keambrukan.

Pada tahun 1212 M, tentara Kristen memperoleh kemenangan besar di Las Navas de Tolesa. Kekalahan-kekalahan yang dialami Muwahhidun menyebabkan penguasanya memilih untuk meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara tahun 1235 M. Keadaan Spanyol kembali runyam, berada di bawah penguasa-penguasa kecil. Dalam kondisi demikian, umat Islam tidak mampu bertahan dari serangan-serangan Kristen yang semakin besar.[13]

Yang pertama hancur adalah Toledo yang jatuh pada tahun 1085 di mana Raja Al Qadir Adzdzunnuniyah menyerah kepada Raja Leon Alfonso VII. Kemudian Mustansir al-Mudiayah menyerah kepada Ramire II dari Aragon. Kerajaan Cordova yang terbesar di Andalusia jatuh pada tahun 1236 dan Kerajaan kedua terbesar Sevilla luluh-lantak dan takluk pada tahun 1248.[14]

c.       Dinasti Bani Ahmar

Sisa-sisa umat Islam di Andalusia itu masih dapat bertahan dan bangun kembali di Granada, di bawah dinasti Bani Ahmar (1232-1492). Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti di zaman Abdurrahman an-Nasir. Akan tetapi, secara politik, dinasti ini hanya berkuasa di wilayah yang kecil. Universitas Granada dan Istana Al Hambra yang termasyhur itu pun dibangun walau di tengah ancaman tentara musuh.[15]

Kekuasaan Islam yang merupakan pertahanan terakhir di Spanyol ini berakhir karena perselisihan orang-orang istana dalam memperebutkan kekuasaan. Abu Abdullah Muhammad merasa tidak senang kepada ayahnya karena menunjuk anaknya yang lain sebagai penggantinya menjadi raja. Dia memberontak dan berusaha merampas kekuasaan. Dalam pemberontakan itu, ayahnya terbunuh dan digantikan oleh Muhammad ibn Sa’ad. Abu Abdullah kemudian meminta bantuan kepada Ferdenand dan Isabella untuk menjatuhkannya. Dua penguasa Kristen ini dapat mengalahkan penguasa yang sah dan Abu Abdullah naik tahta. Tentu saja, Ferdenand dan Isabella yang mempersatukan dua kerajaan besar Kristen melalui perkawinan itu tidak cukup merasa puas. Keduanya ingin merebut kekuasaan terakhir umat Islam di Spanyol. Abu Muhammad Abdullah IX tidak kuasa menahan serangan-serangan orang Kristen tersebut dan pada akhirnya mengaku kalah. Akhirnya keemasan Granda Kerajaan Islam terakhir di Andalusia setelah ratusan tahun memencarkan sinarnya ke seluruh penjuru Eropa hilang dan sirna. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol tahun 1492 M.[16] 

4.      Kemajuan Peradaban Islam di Andalusia

a.       Ekonomi dan perdagangan

Masa pemerintahan abdurrahman II merupakan zaman kegemilangan Islam, karena pertumbuhan ekonomi yang  baik terutama di bidang pertanian. Tanah-tanah gersang diubah menjadi lahan yang  produktif. Guna meningkatkan produktivitas pertanian, Para ahli muslim melakukan  study tentang tanah, menggunakan alat-alat baru untuk meratakan gunduka-gundukan dan  tanah berpasir. Juga menggunakan pupuk untuk mempersubur tanah serta meningkatkan sistem irigasi. Perkembangan kemajuan di bidang perdagangan sangat memberikan keuntungan, termasuk bea dan cukai, ekspor-impor yang dapat menempatkan kerajaan  Islam Spanyol pada tingkat tertinggi penghasilannya. Perkembangan di bidang ekonomi ini ditopang juga oleh perencanaan pembelanjaan kerajaan yang terorganisir dengan baik sesuai rencana.[17]

b.      Sosial kemasyarakatan

Islam Spanyol adalah campuran multi-budaya dari orang-orang dari tiga agama monoteistik besar: Islam, Kristen, dan Yahudi. Walaupun orang-orang Kristen dan Yahudi hidup di bawah pembatasan, namun dalam waktu yang sangat lama tiga kelompok ini berhasil bersama-sama, dan sampai batas tertentu, saling mengambil manfaat dari kehadiran satu sama lain. Kenyataan ini membawa peradaban ke Eropa yang sepadan dengan ketinggian Kekaisaran Romawi dan Renaissance Italia.[18]

c.       Pendidikan dan Iptek

Titik berat ilmu kependidikan yang berkembang pada masyarakat intelek Islam Spanyol adalah perhatian mereka pada keharusan seseorang bisa membaca dan menulis yang secara mendasar ditujukan kepada (kecakapan membaca dan menulis) Al-Qur'an, tata bahasa Arab dan sya'ir. Di samping itu kegiatan kependidikan juga (dalam hal-hal tertentu) berpusat pada  persoalan-persoalan hukum atau Fiqh (yang merupakan istilah derivat tidak langsung dari kata syari'ah atau wahyu dan mengalami penyempitan makna (Watt, 1992:6). Dalam masyarakat Islam Spanyol, wanita juga memperoleh kedudukan yang tinggi dalam hal penerimaan pendidikan. Suatu keadaan yang (sedikit berbeda dengan kondisi Geografis dunia Islam pada umumnya) sangat kontras dengan keadaan umum masyarakat Eropa pada waktu itu.[19]

Dengan kondisi seperti itu pada abad-abad berikutnya jumlah orang yang belajar ke Spanyol terus bertambah. Universitas-universitas Cordova, Toledo, Granada, Clan Sevilla-di banjiri para mahasiswa dari bebagai penjuru Eropa, Africa Utara dan Timur Tengah. Kondisi seperti itulah yang belakangan dipercayai berjasa mengantar Renaissance dan Reformasi Ilmu Pengetahuan di Eropa.

Abbas ibn Fama termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ia orang yang pertama kali menemukan pembuatan kaca dari batu. Ibrahim ibn Yahya al-Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. Ia juga berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang. Ahad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan. Umi al-Hasan bint Abi Ja’far dan saudara perempuan al-Hafidzh adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita.[20]

d.      Kesenian

Dalam bidang musik dan seni suara, Spanyol Islam mencapai kecemerlangan dengan tokohnya al-Hasan ibn Nafi yang dijuluki Zaryab. Setiap kali diadakan pertemuan dan jamuan, Zaryab selalu tampil mempertunjukkan kebolehannya. Ia juga terkenal sebagai pengubah lagu. Ilmu yang dimilikinya itu diturunkan kepada anak-anaknya baik pria maupun wanita, dan juga kepada budak-budak, sehingga kemasyhurannya tersebar luas.[21]

e.       Pemikiran dan Filsafat

Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-12. minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M selama pemerintahan penguasa Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad ibn Abd al-Rahman (832-886 M).

Tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah. Tokoh utama yang kedua adalah Abu Bakr ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asa, sebuah dusun kecil di sebelah timur Granada dan wafat pada usia lanjut tahun 1185 M.

Bagian akhir abad ke-12 M menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Rusyd dari Cordova.[22]

Pada abad ke 12 diterjemahkan buku Al-Qanun karya Ibnu Sina (Avicenne) mengenai kedokteran. Diahir abad ke-13 diterjemahkan pula buku Al-Hawi karya Razi yang lebih luas dan lebih tebal dari Al-Qanun.[23]

f.        Pemahaman Keagamaan

Perkembangan ilmu agama dilingkungan masyarakat intelek Islam Spanyol, oleh sebagian penulis sejarah, didentikkan dengan perkembangan hukum Islam (ilmu fiqh) atau ilmu syari'at yang telah mengalami penyempitan makna. Namun demikian dari penyempitan makna tadi, dampak positif yang nampak pada masyarakat adalah adanya suatu tatanan hukum yang pasti dan dipegang sebagai pedaman hidup sehingga aspek-aspek lahiriyah (sebagai  objek kajian ilmu fiqh) dari masyarakat tersebut (juga tercermin pada sebagian pandangan para filosof) bisa terkendali dan berada dalam landasan-landasan normatif agama. (Watt, 1992:61-62).

Sebagai contoh akan disebutkan apa yang telah dikatakan oleh Ibnu Rusyd dengan mengutip perkataan para filosof, bahwa kehidupan manusia di dunia dan di akhirat bisa berarti hanya  dengan mengerjakan aktifitas-akti sitas praduktif dan mengutamakan pemikiran. Kedua hal tersebut tidak akan sempurna kecuali dengan keutamaan-keutamaan akhlaq (nisbah untuk  akhlak), yang juga  baginya tidak akan terwujud kecuali dengan ma'rifat kepada Allah Swt dan mengagungkan-Nya melalui peribadatan ritual yang sesuai dengan syari'at (al-masyru'at) dalam agama (Millat) seperti Taqarrub, shalat, berdo'a, memuji, dan lain sebagainya.

Di dalam kenyataannya perkembangan ilmu keagamaan dikalangan masyarakat intelektual Islam Spanyol  lebih didomonasi oleh madzhab Maliki, meskipun pernah juga madzhab Zhahiri mewarnal masyarakat Islam Spanyol. Hal ini disebabkan oleh dekatnya khilafah Umayyah dengan madzhab tersebut dan secara geografis Spanyol dekat dengan wilayah Afrika Utara, dimana masyarakat sunni-nya banyak yang bermadzhab maliki, sementara Islam masuk ke Spanyol melalui wilayah tersebut. 

5.      Faktor kemunduran dan kehancuran Islam di Andalusia

Sudah merupakan hukum alam bahwa suatu negara akan tumbuh, dan berkembang kemudian mencapai puncak kejayaan. Setelah mencapai puncak kejayaan dan secara perlahan akan mengalami kemunduran dan akhirnya hancur. Teori perkembangan yang tak dapat dielakkan oleh manusia karena sudah merupakan hukum alam. Demikian pula halnya dengan Spanyol yang dikuasai oleh Islam. Setelah Islam memperoleh kejayaan selama lebih kurang 7 abad, terjadi kemunduran yang membawa kepada kehancuran. Banyak  faktor yang menyebabkan Dinasti Bani Umayyah di Spanyol ini mundur dan kemudian hancur. Adapun faktor-faktor yang kemunduran dan kehancuran tersebut antara lain adalah:[24]

1.      Terjadinya Pemberontakan

Terjadi beberapa peristiwa dan pemberontakan dan keharusan yang dilakukan oleh golongan-golongan tertentu yang merasa tidak puas, tidak senang, dan cemburu terhadap khalifah yang berkuasa. Pada zaman khalifah Hisyam (788-796 M) terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh saudara-saudaranya sendiri, Abdullah dan sulaiman. Mereka mempermaklumkan kemerdekaan dan memobilisasi kesatuan-kesatuan mereka di Teledo, tetapi mereka dapat dikalahkan oleh pasukan Hisyam yang terdiri dari 20.000 tentara pada tahun 790 M. Disamping itu, terdapat pula pemberontakanyang dilakukan oleh kaum Yamaniah di Tertosa yang dipimpin oleh Said Ibnu Husain, tetapi mereka dapat dikalahkan. Pada zaman Khalifah Abdurrahman (756-788 M) terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh orang Berber, Yamaniah dan kepala-kepala suku Arab di Spanyol yang meminta bantuan kepada pejuang Kristen Prancis bernama Charles, dan mereka dapat dikalahkan oleh tentara Abdurrahman.

Pada zaman khalifah Hakam (796-822) terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh kaum faqih yang berambisi memperoleh kedudukan, mereka menghasut dan mencela hakam sebagai orang yang tidak beragama, dengan pidato-pidatonya mereka membakar kefanatikan orang-orang muslim Spanyol. Dan kaum Faqih dapat ditumpas dan mendapat serangan dari Sulaiman dan Abdullah, paman hakam yang masih hidup ketika dikalahkan oleh Hisyam, mereka  meminta bantuan kepada Raja Franka, Charlemagne di Aix la Chapella. Akan tetapi mereka dapat dikalahkan, dan Sulaiman gugur dalam pertempuran, adapun Abdullah diampuni setelah ia menyerah (Mahmudunnasir, 290) Setelah itu terjadi pula pemberontakan penduduk Taledo, yang akhirnya mereka dibantai dan mayatnya dibuang kedalam parit.

Banyak sekali pemberontakan-pemberontakan yang muncul pada zaman khalifah-khalifah selanjutnya, yang pada  akhirnya pemberontakan tersebut dapat diatasi. Sekalipun demikian hal ini merupakan faktor yang menyebabkan lemah dan mundurnya Dinasti Bani Umayyah di Spanyol.

2.      Perubahan Struktur Politis

Di zaman Hisyam II (976-1013 MO terdapat perubahan struktur politisHisyam II baru berusia 11 tahun ketika ia menduduki tahta. Karena usianya masih sangat muda, Ibunya yang bernama Sultanah  Subh, dan sekretarisnya negara yang bernama muhammad Ibnu Abi Amir, mengambil alih tugas pemerintahan (Mahmudunnasir, 1991:308). Hisyam II tidak mampu mengatasi ambisi para pembesar istana dalam merebut pengaruh dan kekuasaan.

Menjelang tahun 981 M, Muhammad  Ibnu Abi Amir yang ambisius menjadikan dirinya sebagai penguasa diktator. Dalam perjalanannya ke puncak kekuasaan ia menyingkirkan rekan-rekan dan saingannya. Hal ini dimungkinkan karena ia mempunyai tentara yang setia dan kuat, ia amengirimkan tentara itu dalam berbagai ekpedisi yang berhasil menetapkan keunggulaannya atas para pangeran Kristen di Utara. Pada tahun itu juga Muhammad Ibnu Abi  Amir memakai gelar kehormatan al-Mansur Billah. la dapat mengharumkan kembali kekuasaan Islam di Spanyol, sekalipun ia hanya merupakan seorang penguasa bayangan. Kedudukan Hisam II tidak ubahnya seperti boneka, hal ini menunjukkan bahwa peranan khalifah sangat lemah dalam memimpin negara, dan  ketergantungan kepada kekuatan orang lain mencerminkan bahwa khalifah dipilih bukan atas dasar kemampuan yang dimilikinya melainkan atas dasar warisan turun menurun. Hisam II memang bukan orang yang cakap untuk mengatur negara, tindakannya menimbulkan kelemahan dalam negeri. la tidak dapat membaca gejala-gejala pergerakan Kristen yang akan mulai tumbuh dan mengancam kekuasaannya. Keadaan ini diperburuk dengan meninggalnya al-Muzaffar pada tahun  1009 M yang dalam kurun waktu 6 tahun masih dapat mempertahankan kekuasaan Islam di Spanyol.

AI-Muzaffar kemudian digantikan oleh Hajib al-Rahman Sancol. Karena ia tidak berkwalitas dalam memegang jabatannya sehingga dimusuhi penduduk dan kehilangan kesetiaan dari tentaranya. Akibatnya timbul kekacauan, karena tidak ada orang atau kelompok yang dapat mempertahankan ketertiban di seluruh negara. Akhirnya Hisyam II mema'zulkan diri pada tahun 1009 M, yang kemudian dipulihkan kembali tahtanya pada tahun berikutnya.  Sejak itu sampai tahun 1013 M, ia dan 6 orang anggota Umayyah lainnya serta tiga orang anggota keluarga setengah Barber masing-masing menjabat khalifah sementara. Dalam masa lebih kurang  22 tahun (1009-1031) M terjadi 9 kali pertukaran khalifah, tiga orang di antaranya dua kali maenduduki jabatan khalifah pada priode tersebut. Pada tahun 1031 M  khilafah dihapuskan oleh orang-orang Cordova. 

3.      Munculnya Raja-raja Kecil

Timbulnya Perpecahan Dinasti Umayyah di Spanyol ditandai dengan munculnya raja-raja kecil,  di antaranya Dinasti Abbadi. Dinasti Murabit, Dinasti Mmuwahhid, dan Dinasti Bani Nasr. (Nasution, 1985, 78). Mereka saling beperang dan mengadakan aliansi baik dengan penguasa Muslim atau dengan penguasa Kristen (Aragon dan Castille) yang dulu tidak dihancurkan oleh Musa Ibnu Nusair di zaman Bani Umayyah yang berpusat  di Damaskus, kesempatan ini tidak disia-siakan oleh orang-orang Kristen, munculnya dinasti-dinasti kecil ini, yang menurut W. Montgomery watt, berjumlah sekitar tiga puluh negara kecil disebabkan penghapusan khilafah.

4.      Adanya Permintaan Bantuan terhadap Kekuasaan Luar.

Munculnya Dinasti Murabit dari Afrika Utara, yang datang ke Spanyol atas permintaan al-Mu'tamin untuk membantu  untuk melawan Al-fonso, Raja castille. Dengan bantuan ini al-Mu'tamin, Amir  Cordova dapat mengalahkan al-Fonso VI. Tetapi, sayangnya dengan kemenangan ini Yusuf Ibnu Tasyifin, raja Dinasti Murabit berhasrat hendak menguasai kekayaan Spanyol. Dua tahun kemudian Ibnu Tasyfin datang ke Spanyol, dan dalam waktu yang singkat Ia dapat menguasai Spanyol seluruhnya, karena perpecahan antara Arab dengan Arab dan antara Arab dengan Berber. Dengan demikian berdirilah di Spanyol Dinasti Murabit pada tahun 1090 M - 1147 M. Akibat tindakan Ibnu Tasyfin tersebut timbul perpecahan antara muslim Spanyol dan Muslim Arab. Orang-orang Arab yang merasa tertekan meminta bantuan kepada Dinasti Muwahhidin di Moroko. Dinasti ini tidak menyia-nyiakan permintaan bantuan orang-orang Arab, mereka datang menyerbu Spanyol dan dengan mudah mereka dapat menguasainya. Hilanglah Dinasti Murabit dan berdirilah Dinasti Muwahhidin di Spanyol.

5.      Melemahnya Kekuatan Militer dan Ekonomi

Disintegrasi politik yang terjadi  pada waktu itu menyebabkan lemahnya kekuatan militer dan ekonomi, sedangkan faktor ekonomi sangat memegang peranan penting dalam mempersiapkan biaya perang. Orang-orang Kristen rupanya tahu tentang keadaan umat Islam yang sudah oyong itu. Oleh karena itu, pangeran-pangeran Kristen di Utara memperkuat  posisi mereka untuk memerangi kaum Muslimin yang telah berpecah belah. Orang-orang Kristen yang semula pada abad ke-10 membayar upeti kepada orang Islam, tetapi menjelang pertengahan abad ke-II mereka dengan leluasa menuntut pembayaran upeti dari beberapa penguasa kecil Islam.

Perbatasan kekuasaan Kristen makin meluas ke sebelah Selatan. Peristiwa terpenting adalah tahun 1085 ketika penguasa Teledo yang lemah tidak mampu menahan tekanan raja Castille sehingga menyerahkan kota tersebut kepadanya. Teledo memiliki pertahanan yang kuat, karena di jaga di tiga sisinya oleh sungai Tagus, dan tidak pernah dapat direbut kembali oleh orang-arang Islam.

6.      Munculnya Kekuatan Kristen di Spanyol

Bersatunya dua kerajaan Kristen, Lean dan Castille pada tahun 1230 M, telah meningkatkan usaha perebutan kekuasaan terhadap kekuasaan Islam di Spanyolsemakin efektif. Tahun 1236 M. Cordova dapat direbut, dan tahun 1248 M. Seville jatuh pula ke tangan orang-orang Kristen. Pada waktu yang bersamaan tentara Castille semakin kuat, dan satu persatu kota-kota  kekuasaan Islam dapat dikuasainya. Kota Malaga pun jatuh satu tahun kemudian. Kemudian, orang-orang Kristen merencanakan untuk mengambil alih kosta Granada yang masih bertahan. Penaklukan Granada ini tertunda disebabkan oleh terjadinya perselisihan antara Castille dengan Aragon. Namun, perselisihan tersebut tidak berlangsung lama, karena hubungan mereka membaik setelah Ferdinand II dari Arragon menikah dengan Isabella dari Castille pada tahun 1469 M. Pada tahun 1490 M, Ferdinand membawa pasukan berkuda lebih kurang 10.000 orang, dan menyerbu Granada sampai la memperoleh kemenagan. Dengan jatuhnya Granada, maka hancurlah kekuasaan Islam di Spanyol dan negeri itu kembali dikuasai oleh Kristen. (Hitti, 1970: 555).

Pada tahun 1499 M, Cardinal Ximenes de Cismero melarang beredarnya buku-buku Islam dan ia membakarnya, bahkan pada tahun 1556 M, Philip II membuat undang-undang bagi orang-orang Islam yang tinggal di Spanyol untuk meninggalkan kepercayaan, adat istiadat, bahasa, dan pandangan hidup mereka. Hanya ada dua pilihan bagi orang-orang Islam, masuk agama Kristen atau meninggalkan Spanyol. Undang-Undang tersebut di pertegas oleh Philip III, banyak orang Islam yang dibunuh atas perintah raja Philip III. Nampaknya, kekejaman yang dilakukan itu merupakan cara untuk melenyapkan Islam sampai ke akar-akarnya.

Adapun menurut Badri Yatim, sebab-sebab yang menjadikan kemunduran dan kehancuran Islam Spanyol antara lain disebabkan :

a. Konflik penguasa Islam dengan penguasa Kristen.

b. Tidak adanya ideologi pemersatu.

c. Karena kesulitan ekonomi.

d. Tidak jelasnya sistem peralihan kekuasaan.

e. Karena letaknya yang terpencil dari pusat wilayah dunia Islam yang lain. 

6.      Nasib umat Islam di bawah pemerintahan Kristen di Andalusia

Umat Islam setelah itu dihadapkan kepada dua pilihan, masuk Kristen atau pergi meninggal Spanyol. Umat Islam pun terusir dengan pedihnya dari bumi Andalusia. Hanya yang mau meninggalkan Islam (murtad) yang boleh tinggal. Yang tetap beriman kepada Allah bersama Raja Abu Muhammad di persilahkan naik ke kapal dan berlayar menuju Afrika Utara menyeberangi Selat Gibraltar. Kalau dulu Tariq menyeberanginya dengan kepala tegak penuh semangat dan optimisme, namun Abu Muhammad berlayar dengan sedih dan menundukkan kepala dengan penuh keaiban. Tanggal 2 Januari 1492 itu tercatat sebagai pemurtadan besar-besaran yang pernah terjadi dalam sejarah. Baik Cordova maupun Granada hancur lebur bersama kitab-kitabnya berikut peradabannya. Pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak ada lagi umat Islam di daerah ini.[25]

C.     Kesimpulan

Dari sejumlah uraian di atas, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa masuknya Islam di Spanyol berbeda dengan masuknya Islam di daerah lain. Datangnya Islam ke Spanyol atas permintaan dari pendududk setempat dan kedatangan Islam di Spanyol ternyata memberikan kontribusi yang tak ternilai, baik kepada dunia Islam, terlebih-lebih kepada dunia Barat, dalam hal ilmu pengetahuan dan peradaban. Kontribusi tersebut bisa terlaksana karena sikap ilmiah-konstruktif yang secara umum menyertai para ilmuan dalam melakukan kajian-kajian ilmiahnya. Sikap toleransi yang proporsional dalam komposisi masyarakat yang tingkat heterogenitasnya yang cukup tinggi, ternyata telah menghasilkan efek sinergi positif yang luar biasa dalam membangun sebuah nilai peradapan yang pluralistik.

Kemajuan yang dibawa dan diperkenalkan Islam dengan dunia barat ditandai dengan munculnya tokoh-tokoh ilmuwan dan filosouf dari negeri tersebut. Spanyol pulalah yang menjadi gerbang utama masuknya Islam ke dunia Barat dan kemudian membangkitkan Barat dari dunia kegelapan dan memperkenalkan pada kemajuan.

Kekuasaan Islam di Spanyol yang  telah mencapai puncak kejayaannya kemudian mulai melemah kemudian mundur  dan hancur secara perlahan akibat berbagai faktor. Diantaranya faktor utama penyebab kehancuran tersebut adalah akibat terjadinya disintegrasi yang menyebabkan munculnya kerajaan-kerajaan kecil yang berusaha memerdekakan diri. Kekuasaan Islam kemudian digantikan oleh kekuasaan Kristen dan berusaha menghapus habis seluruh pengaruh Islam dan menghilangkan Islam dari bumi Spanyol.

 Baca Juga; ------------

👉

👉

 

DAFTAR PUSTAKA

Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan(KDT), Ensiklopedi Mini Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1996).

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 1993), hal. 87-88

Maidir Harun, Firdaus, Sejarah Peradaban Islam, (Padang: IAIN-IB Press, 2002), hal. 104-105

Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, (Jakarta Timur, Penada Media:2003), hal. 119 

http://www.cybermq.com/index.php?pustaka/detail/10/1/pustaka-159.html

http://www.dudung.net/print-artikel/spanyol-mutiara-islam-yang-hilang.html

http://alhijrah.cidensw.net/Yoesoef-Sou'yb-1977-Sejarah-Daulat-Umayyah-di-Cordoba

http://www.bbc.co.uk/religion/religions/islam/history/spain_1.shtml

http://alhijrah.cidensw.net/Watt-Montgomery-dan-Cachia-Pierre-1992/A-History-Islamic-Spain

Dr. Mustafa As-Siba’i, Peradaban Islam Dulu, Kini dan Esok, ( Jakarta, Gema Insani Press: 1993), hal. 49

[1] http://www.islamuda.com/?id=232&imud=rubrik&kategori=5&menu=baca

[1] http://www.gaulislam.com/jabal-thariq-gerbang-penyebaran-islam-ke-eropa

 

 

 



[1] Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan(KDT), Ensiklopedi Mini Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1996).

[2] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 1993), hal. 87-88

[3] Maidir Harun, Firdaus, Sejarah Peradaban Islam, (Padang: IAIN-IB Press, 2002), hal. 104-105

[4] Ibid

[5] Badri Yatim, Opcit., hal. 92

[6] Ibid

[7] Ibid, hal. 95

[8] Ibid

[9] Ibid, hal. 96

[10] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, (Jakarta Timur, Penada Media:2003), hal. 119                       

[11] Maidir Harun, Firdaus, Opcit, hal. 112

[12] Badri Yatim, Opcit., hal. 98

[13] Ibid

[14] http://www.cybermq.com/index.php?pustaka/detail/10/1/pustaka-159.html

[15] http://www.dudung.net/print-artikel/spanyol-mutiara-islam-yang-hilang.html

[16] Badri Yatim, Opcit., hal. 99-100

[17] http://alhijrah.cidensw.net/Yoesoef-Sou'yb-1977-Sejarah-Daulat-Umayyah-di-Cordoba

[18] http://www.bbc.co.uk/religion/religions/islam/history/spain_1.shtml

[19] http://alhijrah.cidensw.net/Watt-Montgomery-dan-Cachia-Pierre-1992/A-History-Islamic-Spain

[20] Badri Yatim, Opcit., hal. 102

[21] Ibid, hal. 103

[22] Ibid, hal. 101

[23] Dr. Mustafa As-Siba’i, Peradaban Islam Dulu, Kini dan Esok, ( Jakarta, Gema Insani Press: 1993), hal. 49

[24] http://www.islamuda.com/?id=232&imud=rubrik&kategori=5&menu=baca

[25] http://www.gaulislam.com/jabal-thariq-gerbang-penyebaran-islam-ke-eropa

0 Comment