21 Februari 2023

 IMAM AL-BUKHARI 

      A.    PENDAHULUAN

Imam Bukhari adalah ahli hadits yang termasyhur diantara para ahli hadits sejak dulu hingga kini bersama dengan Imam Ahmad, Imam Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasai, dan Ibnu Majah. Bahkan dalam kitab-kitab fiqih dan hadits, hadits-hadits beliau memiliki derajat yang tinggi. Sebagian menyebutnya dengan julukan Amirul Mukminin fil Hadits (Pemimpin kaum mukmin dalam hal Ilmu Hadits). Dalam bidang ini, hampir semua ulama di dunia merujuk kepadanya.

Kemampuan dan kecerdasan Bukhari mendapat pujian dari ulama, rekan, maupun generasi sesudahnya. Imam Abu Hatim al-Razi misalnya, berkata: “Khurasan belum pernah melahirkan seorang yang melebihi Bukhari. Di Irak pun tidak ada yang melebihi darinya." Demikian juga dengan Imam Muslim pernah mencium di antara kedua mata Imam Bukhari seraya berkata: “Guru, biarkan aku mencium kedua kakimu. Engkaulah Imam ahli hadis dan dokter penyakit hadis.”[1]

Demikian besar jasa dan pengaruh Imam Bukhari dalam bidang keagamaan, khususnya dalam persoalan hadis. Maka pada makalah yang sederhana ini penulis akan mencoba membahas hal-hal yang berkaitan dengan Imam Bukhari sang Amirul Mukminin fil Hadits.

 

1.      Biografi Singkat Imam Al-Bukhari

Oval: 1Nama lengkap tokoh ini Abu ‘Abdillah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim Ibn al-Mughirah ibn Bardizyah al-Jufri al-Bukhari. Ia lahir pada hari Jum’at 13 Syawal 194 H = 21 Juli 810[2] M di kota Bukhara (suatu kota di Uzbekistan, wilayah Uni Soviet, yang merupakan simpang jalan antara Rusia, Persi, Hindia dan Tiongkok). Ayahnya seorang alim dibidang hadis, mempelajarinya dari sejumlah ulama terkenal, seperti Imam Malik ibn Anas, Hammad ibn Zaid dan Ibn al-Mubarak.[3] Ketika al-Bukhari masih kecil ayahnya meninggal. Nasibnya masih beruntung karena ayahnya tergolong orang yang berada (the have), sehingga hidupnya tidak terlalu sengsara, karena mewarisi kekayaan ayahnya. Tampaknya spesialisasi ayahnya inilah yang mengilhami al-Bukhari untuk menekuni hadis.

Kakeknya yang nomor 3 di atasnya masih memakai nama Persi, yaitu Bardizbeh,[4] dan belum memeluk Islam, masih beragama Zoroaster. Barulah kakeknya nomor 2 memasuki agama Islam dengan nama “Mughirah.[5] Meskipun masa keislaman bagi keluarganya masih baru sekali, barulah dalam 3 kali keturunan, tetapi kekuatannya beragama cukup terkenal, dan sudah menduduki tempat yang terhormat di dalam keislaman. Ayahnya bernama Ismail, termasyhur seorang ulama, yang sangat shaleh dan bersih kehidupannya.

Bukhari mulai belajar hadis saat masih muda, bahkan masih kurang dari 10 tahun. Pada usia 16 tahun, dia telah menghafal banyak kitab ulama terkenal, seperti Ibn al-Mubarak, Waki’, dan sebagainya. Ia tidak berhenti pada menghafal hadis dan kitab ulama awal, tapi juga mempelajari biografi seluruh periwayat yang ambil bagian dalam periwayatan suatu hadis, tanggal kelahiran dan wafat mereka, tempat lahir mereka dan sebagainya.[6] Beliau merantau ke negeri Syam, Mesir Jazirah sampai dua kali, ke Basrah empat kali, ke Hijaz bermuqim 6 tahun dan pergi ke Baghdad bersama-sama para ahli hadis yang lain sampai delapan kali. Dalam salah satu perjalannya kepada Adam bin Abu Ayas, ia kehabisan uang. Tampa uang sepeserpun, dia hidup sementara dengan daun-daun tumbuhan liar. Dia seorang penembak jitu, dan suka latihan agar siap berjihad sewaktu waktu.[7] Menurut pengakuannya, kitab hadis yang ditulisnya membutuhkan jumlah guru tidak kurang dari 1.080 orang guru hadis.[8]

Bukhari diakui memiliki daya hapal tinggi, yang diakui oleh kakaknya Rasyid bin Ismail. Kakak sang Imam ini menuturkan, pernah Bukhari muda dan beberapa murid lainnya mengikuti kuliah dan ceramah cendekiawan Balkh. Tidak seperti murid lainnya, Bukhari tidak pernah membuat catatan kuliah. Ia sering dicela membuang waktu karena tidak mencatat, namun Bukhari diam tak menjawab. Suatu hari, karena merasa kesal terhadap celaan itu. Bukhari meminta kawan-kawannya membawa catatan mereka, kemudian beliau membacakan secara tepat apa yang pernah disampaikan selama dalam kuliah dan ceramah tersebut. Tercenganglah mereka semua, lantaran Bukhari ternyata hafal di luar kepala 15.000 hadits, lengkap dengan keterangan yang tidak sempat mereka catat.[9]

Riwayat popoler tentang kebesan al-Bukhari sebagai ulama hadis adalah ketika ia memasuki kota Baghdad. Di sana terlibat dalam suatu majlis ulama hadis. Terdapat 10 orang ulama yang masing-masing membacakan 10 hadis dengan sanad dan matan yang dijungkir balikan. Beberapa orang dicoba untuk memberi komentar tentang hadis yang dibacakan tadi. Tidak seorangpun melaksanakan tugas dengan memuaskan. Akhirnya al-Bukhari tampil memberi komentar satu persatu hadis. Hadis pertama terdapat keterbalikan sanad begini, dan matan begini, seharusnya begini. Untuk hadis kedua juga demikian. Demikian ia berkomentar hingga orang ke sepuluh, sehingga genap seluruhnya seratus hadis. Tidak seorang ulamapun membantah atas komentar al-Bukhari tersebut. Karenanya tidak heran kalau hadis riwayat al-Bukhari dinilai paling berkualitas di banding dengan riwayat lain.[10] Yang paling menggagumkan, bukanlah ia mampu menjawab secara benar, tetapi, bagaimana dia mampu menyebutkan hadis yang sanad dan matannya tidak karuan seperti yang telah dibacakan sang penanya, padahal ia mendengar hanya sekali saja.

Imam Bukhari pernah berkata: “Saya tidak akan meriwatkan hadis yang kuterima dari sahabat dan tabi’in, sebelum aku mengetahui tanggal kelahiran, hari wafatnya dan tempat tinggalnya. Aku juga tidak akan meriyatkan hadis mauquf[11] dari sahabat dan tabi’in, kecuali ada dasarnya yang kuketahui dari kitabullah dan sunnah rasulullah saw.[12]

Al-Allamah Al-Aini Al-Hanafi berkata, “Imam al-Bukhari adalah seorang yang hafizh, cerdas, cerdik dan cermat. Ia memiliki kemampuan menjelaskan dengan jeli, kemampuan mengingatnya sudah masyhur dan disaksikan para ulama yang tsiqah.[13]

Dalam melakukan kritik terhadap hadis yang diterimanya, beliau tidak pernah memojokkan. Diantara kritik yang sering dipakai Imam Bukhari adalah: tarakuuhu (para ulama meninggalkan), as-saqith (hadis riwayatnya jatuh), fihi nazhar (padanya ada yang perlu diperhatikan), sakatuu anhu (para ulama lebih memilih diam terhadapnya) dan sebagainya. Beliau jarang sekali menggunakan istilah wadhdha’ (pembuat hadist maudhu’) atau  kadzdzab (pembohong).[14] Oleh karena itu, pernyataan paling keras yang dapat dijumpai adalah munkar al-hadits (hadist mungkar). Perawi-perawi hadis yang mempunyai catat/’aib tidak pernah ia gunjingkan ataupun mencelanya di tengah umum. Tetapi kata yang dipergunakannya: tidak terpenuhi syarat-syarat yang diperlukan untuk mengakuinya sebagai hadis shahih.

Dia wafat pada malam idul fitri tahu 256 H (31 Agustus 870 M) dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Sebelum wafat beliau berpesan agar jenazahnya dikafani tiga helai kain, tampa baju dan sorban. Jenazahnya dimakamkan setelah shalat zhuhur di hari idul fitri. Dia telah menempuh perjalanan hidup yang panjang dihiasi amal mulia. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan ridha-nya kepadanya.[15]

2.      Persyaratan Imam al-Bukhari dalam Menerima Hadis Shahih-nya

Dalam menerima riwayat hadis, al-Bukhari tidak menetapkan  persyaratan tertentu. Imam Bukhari dalam kitab shahihnya selalu berpegang pada tingkat keshahihan yang paling tinggi, kecuali bagi bebarapa hadits yang bukan materi pokok, seperti hadis mutabi[16] dan syahid[17], serta hadis yang diriwayatkan dari sahabat dan tabiin.

Syarat shahih yang telah disepakati oleh para ulama terhadap penerimaan hadis Bukhari adalah sebagai berikut:[18]

a.    Perawi hadis harus muslim, berakal, jujur, tidak mudallis[19] dan tidak mukhtalit[20], adil, dhabit[21], dan selalu memelihara apa yang diriwayatkan, sehat pikirannya, pancaindranya dipakai untuk mendengar dan menghafal sedikit salahnya, dan baik aqidahnya.

b.      Sanad[22]-nya bersambung, tidak mursal[23], tidak munqati’[24], tidak mu’dal.[25]

c.       Matan[26] hadis tidak janggal dan tidak catat.


Dalam kasus persambungan sanad beliau mensyaratkan:

a.   Periwayatannya haruslah orang yang berkepribadian sangat luhur, dan termasuk dalam golongan yang sangat tinggi dalam penguasaan literatur dan standar akademisnya.

b.     Harus ada informasi positif bahwa para periwayat saling bertemu dan bahwa si murid belajar dari syekhnya.[27]


Ada perbedaan pendapat menyangkut point (2) diatas antara al-Bukhari dan Muslim. Menurut Muslim, jika dua ulama hidup bersama yang memungkinkan mereka saling belajar, maka sekalipun tidak mempunyai informasi positif tentang pertemuan mereka, informasi hadis harus diterima. Isnadnya yang tidak terputus membuktikan mereka tidak melakukan tadlis. Bukhari tidak sependapat, ia menuntut bukti positif mengenai adanya hubungan belajar mereka. Ia tidak menganggap persyaratan ini cukup, dan menuntut penelitian lebih jauh dalam memilih sumber.[28]

3.      Guru-guru Imam al-Bukhari dan Tingkatannya (Thabaqah)


Dalam perjalanannya berbagai negeri, Imam Bukhari bertemu dengan guru-guru terkemuka yang dapat dipercaya. Beliau mengatakan: “Aku menulis hadis dari 1.080 guru, yang semuanya adalah ahli hadis dan berpendirian bahwa iman itu adalah ucapan dan perbuatan.” Diantara pada guru itu adalah Ali bin-Madini, Ahmad bin Hambal, Yahya bin Ma’in, Muhammad bin Yusuf al-Firyabi, Maki bin Ibrahim al-Balkhi, Muhammad bin Yusuf al-Baykandi dan Ibnu Rahawaih. Jumlah guru yang hadisnya diriwayatkan dalam kitab shahihnya sebanyak 289 guru.[29]


Guru-guru al-Bukhari menurut Al-Hafizh terklasifikasi menjadi 5 (tingkatan), yaitu:


Tingkatan pertama, orang yang menerima hadis dari Tabi’in, mereka yang termasuk dalam kelas ini antara lain: Muhammad bin Abdillah Al-Ansyari yang memperoleh hadis dari Humaid; Makki bin Ibrahim dari Yazid bin Abi Ubaid; Abu Ashim An-Nabil dari Yazid bin Abi Ubaid; Ubaidilah bin Musa dari Ismail bin Abi Khalid; Abu Nua’im dari Al-A’masy; Khallad bin Yahya dari Isa bin Thuhman; dan Ayyasy dan Isham bin Khalid yang meriwayatkan hadist dari Huraiz bin Utsman. Secara singkat, guru-guru mereka adalah Tabi’in.


Tingkatan kedua, orang lain yang semasa dengan kelompok pertama, akan tetapi mereka tidak mendengar dari kelompok Tabi’in yang tsiqah. Orang yang termasuk dalam kelompok ini antara lain; Adam bin Abi Iyas, Abu Mashar Abdul A’la bin Mashar, Said bin Abi Maryam, Ayyub bin Sulaiman bin Bilal dan lain-lain.


Tingkatan ketiga, ini merupakan tingkatan paling tengah diantara sekian banyak guru-guru al-Bukhari. Mereka yang termasuk ke dalam klasifikasi tingkatan ini tidak bertemu pada tabi’in. Oleh karena itu, mereka hanya mendapatkan hadits dari kelompok tabi’at-tabi’in. Mereka yang termasuk dalam kategori ini antara lain; Sulaiman bin Harb, Qutaidah bin Said, Nua’im bin Hammad, Ali bin Al-Madini, Yahya bin Ma’in, Ahmad bin Hambal, Ishaq bin Ruhawaih, Abu Bakar bin Abi Syaibah, Utsman bin Abi Syaibah dan sejenisnya. Pada tingkatan ketiga ini, Imam Muslim juga meriwayatkan hadis dari mereka.


Tingkatan keempat, mereka termasuk dalam tingkat ini pada dasarnya sama dengan tingkat ketiga dalam mendapatkan hadis. Letak perbedaannya, kalau tingkat ketiga lebih dahulu mendengar dan mendapatkan hadits daripada tingkatan keempat ini. Orang yang termasuk dalam klasifikasi ini antara lain; Muhammad bin Yahya Adz-Dzuhuli, Abu Hatim Ar-razi, Muhammad bin Abdirrahim Sha’iqah, Abd bin Humaid, Ahmad bin An-Nadhr dan ulama sekelasnya.


Imam Al-Bukhari hanya meriwayatkan hadits dari kelompok tingkatan keempat ini apabila dia tidak mendapatkan hadis dari guru-gurunya yang berada di tingkat di atasnya, atau Imam Al-Bukhari tidak menjumpai hadist tersebut pada gurunya yang berada di level di atasnya.


Tingkatan kelima; sekelompok orang yang hadisnya hanya dipakai pertimbangan dalam menentukan usia para perawi hadis maupun dalam jalur periwayatan hadis. Imam Al-Bukhari mengambil hadis dari kelompok ini karena adanya manfaat. Mereka yang termasuk dalam klasifikasi kelompok tingkat kelima ini antara lain; Abdullah bin Hammad Al-Amali, Abdullah bin Al-Ash Al-Khawarizmi, Husain bin Muhammad Al-Qabbani dan yang sejenisnya. Jumlah hadis yang diriwayatkan Imam Al-Bukhari dari guru tingkatan kelima ini jumlahnya sangat sedikit.

4.      Murid-murid Imam al-Bukhari

Orang yang meriwayatkan hadis dari Imam Bukhari tidak terhitung jumlahnya. Sehingga ada yang berpendapat ada sekitar 90.000 orang yang mendengar langsung dari Imam Bukhari.[30]

Berikut biografi singkat diantara murid-murid Imam al-Bukhari:[31]

1)      Muslim bin Hajjaj

Nama lengkapnya adalah Muslim bin Hajjaj bin Muslim bin Wardi bin Kawisyadz Al-Qusyairi An-Naisaburi. Nama panggilannya adalah Husain. Ia lahir tahun 202 H dan meninggal 25 Rajab tahun 261 H di salah satu daerah di Naisabur yang bernama Nashr Abad. Karya terbesarnya adalah Shahih Muslim.

2)      Abu Isa At-Turmidzi

Nama lengkapnya Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin Adh-Dhahak As-Sulami. Ia dilahirkan tahun 206 H dan meninggal tahun 279 H, diantara karyanya adalah  Jami’ At-Tirmidzi  dan  Al-llal wa Asy-Syama’il.

3)      An-Nasa’I

Namanya adalah Ahmad bin Syuaib bin Ali bin Sinan bin Dinar. Lahir di kota Nasa’, salah satu kota di Khurasan, pada tahun 215 H dan meninggal tahun 304 H. Kitab yang ditulisnya as-sunan al-kubra, ia menghadiahkan kitab tersebut kepada Walikota Ramallah. Sewaktu menerima kitab, walikota bertanya kepada Imam An-Nasa’I, “Apakah hadits-hadits dalam kitab ini semuanya shahih?”  maka Imam An-Nasa’I menjawab, “Tidak”. Kemudian Walikota memintanya untuk menyeleksi hadis shahih saja. Hasil pilihannya diberi nama Al-Mujtaba yang lebih dikenal dengan Sunan An-Nasa’i.

4)      Ad-Darimi

Namanya Abdullah bin Abdirrahman bin Al-Qufl bin Bahram bin Abd Ash-Shamad At-Taimi Ad-Darimi. Nama panggilannya adalah Abu Muhammad. Beliau lahir tahun 181 H dan tahun 255 H. Diantara buah karyanya yang terpenting adalah  As-Sunan.

5)      Muhammad bin Nashr Al-Marwazi

Lahir pada tahun 202 H.

6)      Abu Hatim Ar-Razi

Lahir tahun 195 H dan wafat tahun 277 H dalam usia 82 tahun. Dia merupakan imam dalam  Al-Jarh wa At-Ta’dil.

7)      Ibnu Khusaimah

Nama lengkapnya Abu Bakar bin Ishaq bin Khuzaimah. Adz-Dzahabi memberikan gelar kepadanya  Imam Aimmah (Imamnya pada Imam) dan  Syekh Al-Islam.  Dia lahir tahun 229 H dan wafat tahun 311 H.

8)      Abu Abdillah Husain bin Ismail al-Mahamili

Lahir tahun 198 H dan meninggal tahun 330 H, ia adalah orang yang memiliki keutamaan, jujur, taat menjalankan agama dan  tsiqah.

9)      Ibrahim Al-Harbi

Lahir tahun 198 H dan meninggal 285 H. dia termasuk imam besar dalam bidang fikih, bahasa dan sastra.

10)  Abu Bakar Ibnu Abi Ashim Al-Hafizh

Lahir tahun 230 H dan meninggal tahun 278 H. dalam bidang fikih, ia mengikuti Madzhab Ad-Dzhahiri. Dia pernah menjadi hakim di Ashfahan.

11)  Al-Farbari

Lahir tahun 231 H dan meninggal 330 H. Dia adalah orang terakhir meninggal dari murid Imam Al-Bukhari yang meriwayatkan kitab  Shahih Al-Bukhari dari Imam Al-Bukhari. Banyak manusia dari penjuru dunia berdatangan kepadanya untuk mengambil sanad  Shahih al-Bukhari.

12)  Shahih bin Muhammad Jazarah

Dia memiliki memori yang kuat. Diantara gurunya adalah Yahya bin Ma’in, Ahmad bin Hambal, Said bin Sulaiman dan Abu Nadhr At-Tammar. Dia meninggal tahun 292 H.

13)  Abu Ishaq bin Ma’qal An-Nasafi

Dia telah meriwayatkan shahih al-Bukhari dengan sanadnya di daerah Maroko. Ia meninggal tahun 292 H.

5.      Metode Penulisan Kitab Hadis dan Karya-karya Imam al-Bukhari

Sebagai intelektual muslim yang berdisiplin tinggi, Imam Bukhari dikenal sebagai pengarang kitab yang produktif. Karya-karyanya tidak hanya dalam disiplin ilmu hadits, tapi juga ilmu-ilmu lain, seperti tafsir, fikih, dan tarikh. Fatwa-fatwanya selalu menjadi pegangan umat sehingga ia menduduki derajat sebagai mujtahid mustaqil (ulama yang ijtihadnya independen), tidak terikat pada mazhab tertentu, sehingga mempunyai otoritas tersendiri dalam berpendapat dalam hal hukum.

Pendapat-pendapatnya terkadang sejalan dengan Imam Abu Hanifah (Imam Hanafi, pendiri mazhab Hanafi), tetapi terkadang bisa berbeda dengan beliau. Sebagai pemikir bebas yang menguasai ribuan hadits shahih, suatu saat beliau bisa sejalan dengan Ibnu Abbas, Atha ataupun Mujahid dan bisa juga berbeda pendapat dengan mereka.[32]

Diantara puluhan kitabnya, yang paling masyhur ialah kumpulan hadits shahih yang berjudul Al-Jami' as-Shahih, yang belakangan lebih populer dengan sebutan Shahih Bukhari. Ada kisah unik tentang penyusunan kitab ini. Suatu malam Imam Bukhari bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad saw., seolah-olah Nabi saw. berdiri dihadapannya. Imam Bukhari lalu menanyakan makna mimpi itu kepada ahli mimpi. Jawabannya adalah beliau (Imam Bukhari) akan menghancurkan dan mengikis habis kebohongan yang disertakan orang dalam sejumlah hadits Rasulullah saw. Mimpi inilah, antara lain yang mendorong beliau untuk menulis kitab “Al-Jami 'as-Shahih”[33]

Dalam menyusun kitab tersebut, Imam Bukhari sangat berhati-hati. Menurut Al-Firbari, salah seorang muridnya, ia mendengar Imam Bukhari berkata. “Saya susun kitab Al-Jami” as-Shahih ini di Masjidil Haram, Mekkah dan saya tidak mencantumkan sebuah hadits pun kecuali sesudah shalat istikharah dua rakaat memohon pertolongan kepada Allah, dan sesudah meyakini betul bahwa hadits itu benar-benar shahih”. Di Masjidil Haram-lah ia menyusun dasar pemikiran dan bab-babnya secara sistematis.[34]

Setelah itu ia menulis mukaddimah dan pokok pokok bahasannya di Rawdah Al-Jannah, sebuah tempat antara makam Rasulullah dan mimbar di Masjid Nabawi di Madinah. Barulah setelah itu ia mengumpulkan sejumlah hadits dan menempatkannya dalam bab-bab yang sesuai. Proses penyusunan kitab ini dilakukan di dua kota suci tersebut dengan cermat dan tekun selama 16 tahun. Ia menggunakan kaidah penelitian secara ilmiah dan cukup modern sehingga hadits haditsnya dapat dipertanggung-jawabkan.

Dengan bersungguh-sungguh ia meneliti dan menyelidiki kredibilitas para perawi sehingga benar-benar memperoleh kepastian akan keshahihan hadits yang diriwayatkan. Ia juga selalu membandingkan hadits satu dengan yang lainnya, memilih dan menyaring, mana yang menurut pertimbangannya secara nalar paling shahih. Dengan demikian, kitab hadits susunan Imam Bukhari benar-benar menjadi batu uji dan penyaring bagi sejumlah hadits lainnya.

Imam Bukhari mempunyai karya tulis cukup banyak, antara lain:

1)      Al-Jami’ Ash-Shahih

Karya ini disebut dengan nama Al-Jami’ Ash-Shahih Al-Musnad min Hadits Rasulillah saw sunnatihi wa Ayyamihi. Al-Jami' Al-Musnad Al-Shahih Al-Mukhtashr min Umar Rasulullah wa Sunanih wa Ayyamihi atau biasa disebut "Shahih al-Bukhari". Yakni kumpulan hadis-hadis shahih yang beliau persiapkan selama 16 tahun.[35]


Kitab tersebut berisikan hadis-hadis shahih semuanya, berdasarkan pengakuan beliau sendiri, ujarnya: "saya tidak memasukkan dalam kitabku ini, kecuali shahih semuanya."


Menurut Ibnu Shalah, dalam kitab Muqaddimah, kitab Shahih Bukhari itu memuat 7275 hadits. Selain itu ada hadits-hadits yang dimuat secara berulang, dan ada 4000 hadits yang dimuat secara utuh tampa pengulangan. Penghitungan itu juga dilakukan oleh Syekh Muhyiddin An Nawawi dalam kitab At-Taqrib. Dalam hal itu, Ibnu Hajar Al-Atsqalani dalam kata pendahuluannya untuk kitab Fathul Bari (yakni syarah atau penjelasan atas kitab Shahih Bukhari) menulis, semua hadits shahih yang dimuat dalam Shahih Bukhari (setelah dikurangi dengan hadits yang dimuat secara berulang) sebanyak 2.602 buah. Sedangkan hadits yang mu'allaq (ada kaitan satu dengan yang lain, bersambung) namun marfu (diragukan) ada 159 buah. Adapun jumlah semua hadits shahih termasuk yang dimuat berulang sebanyak 7397 buah. Perhitungan berbeda diantara para ahli hadits tersebut dalam mengomentari kitab Shahih Bukhari semata-mata karena perbedaan pandangan mereka dalam ilmu hadits.[36]


Banyak ulama yang membuat syarah dari shahih Bukhari ini, antara lain:[37]


a.       Ibnu Hajar (w. 825 H) mengarang Fath Al-Bari

b.      Al-'Ayni Al-Hanafi (w. 855 H) mengarang 'Umdah Al-Qari

c.       Qashthallani (w. 923 H) mengarang Irsyad Al-Syari

d.      Jalal Al-Din Al-Suyuthi (w. 911 H) mengarang Al-Tausyih


2)      At-Tarikh Al-Kabir

Karya ini ditulis beliau ketika usianya baru mencapai 18 tahun. Lebih tepatnya ketika dia berada di Masjid Nabawi di Madinah pada saat rembulan bersinar terang. Tatkala Ishaq bin Rahawaih melihat kitab ini, dia sangat gembira sekali.

Oleh Imam Bukhari, kitab ini dihadiahkan kepada Abdullah bin Thahir yang menjabat sebagai Amir di Khurasan. Ketika memberikan kitab ini dia berkata kepada Amir, “Ketahuilah, aku akan menunjukkan kepadamu sesuatu yang menakjubkan.”


3)      At-Tarikh Al-Ausath

Kitab ini tidak dicetak dan tidak diterbitkan.


4)      At-Tarikh Ash Shaghir

Kitab ini dicetak melalui riwayat Abu Muhammad Zanjawiyah bin Muhammad An-Naisaburi. dalam kitab ini, Imam Al-Bukhari telah menyebutkan nama orang-orang terkemuka dari pada sahabat, Tabi’in dan Tabi’At-Tabi’in berikut nasab, pertemuan mereka dan tahun meninggalnya. Dalam kitab ini, Imam Al-Bukhari juga sering menyebutnya Al-Jarh wa At-Ta’dil. Kitab ini disusun berdasarkan tahun, misalnya selesai Imam Bukhari menyebutkan tahun, maka ia akan menyebutkan tokoh ulama terkemuka, demikian seterusnya.


5)      Khalqu Af’al Al-‘ibad

Yusuf bin Raihan bin Abd Ash Shamad da Al-Allamah Al-Farabi telah meriwayatkan kitab ini dari Imam Al-Bukhari. Dalam kitab ini terdapat bantahan terhadap kelompok Jahmiyah dan kelompok yang tidak mau menggunakan ayat-ayat Alquran, tidak mau menggunakan hadis-hadist Nabi saw, atsar pada sahabat dan atsar Tabbi’in. kitab ini telah dicetak.


6)      Adh-Dhu’afa Ash-Shaghir

Imam Bukhari menulis dalam kitab ini nama para perawi hadits yang dhaif secara urut berdasarkan abjad, dijelaskan juga sebab perawi itu dinyatakan dhaif.


7)      Al-Adab Al-Mufradlullah Al-Jailani

Kitab ini berisi akhlak dan adab Rasulullah saw. Kitab ini telah tercetak bersama syarahnya. Orang yang memberikan syarah kitab ini adalah Fadhlullah Al-Jailani dengan nama  Fadhlullah Ash Shamad fi Taudhih AlAdab Al-Mufrad,cetakan Mathba’ah As-Salafiyah.


8)      Juz’u Raf’u Al-Yadain

Perawi kitab ini adalah Mahmud bin Ishaq Al-Khuza’I yang dicetak setelah ditahqiq oleh Abu Muhammad Badi’ Ad-Din Syah Ar-Rasidi As-Sanadi dengan nama Jala’ Al-‘Ainain bi Takhrij riwayat Al-Bukhari fi Juz’I Raf’I Al-Yadain. Dalam kitab ini juga terdapat catatan pinggir dari Faiddh Ar-Rahman An-Nura dan Irsyad Al-Haq Al-Atsari.


9)      Juz’u Al-Qira’ah Khalfa Al-Imam

Kitab ini merupakan risalah masyur dari Imam Al-Bukhari yang mengukuhkan adanya bacaan bagi orang yang shalat sebagai makmum sekaligus bantahan terhadap orang yang mengingkari adanya bacaan bagi makmum.


10)  KItab Al-Kuna

Keberadaan kitab ini berdasarkan pernyataan Abu Ahmad dalam karyanya. Kitab ini telah tercetak di Haidar Abad.

6.      Kritik Terhadap Imam al-Bukhari

Banyak ulama mengkritik karya Bukhari. Kritik mereka menyangkut sekitar 80 periwayatan dan 110 hadis. Kritik tersebut menunjukkan bahwa sekalipun hadis-hadis ini tidak dipandang salah atau palsu, mereka tidak mengukur dengan standar tinggi yang ditetapkan Bukhari.

Tirmidzi, ketika berbicara tentang Ibn Abi Laila, berkata, Bukhari berkata, ‘ibn Abi Laila adalah seorang yang benar, tapi saya tidak meriwayatkan suatu hadis dari dia, karena tak diketahui mana hadisnya yang benar dan mana yang salah. Ini berarti, ulama dari golongan inipun tak dapat diterima oleh Bukhari, kecuali kalau ia menemukan cara untuk membedakan hadis-hadisnya. Misalnya, jika ia mempunyai salinan lama atau asli dari guru Ibn Abi  Laila, dan cocok dengan yang kemudian diriwayatkan oleh Ibn Abi Laila, ia menerima hadis-hadis itu, karena ia yakin Ibn Abi Laila tak melakukan kesalahan dalam periwayatannya. [38]

7.      Fitnah terhadap Imam al-Bukhari[39]

Muhammad bin Yahya Az-Zihli berpesan kepada para penduduk agar menghadiri dan mengikuti pengajian yang diberikannya. Ia berkata: "Pergilah kalian kepada orang alim dan saleh itu, ikuti dan dengarkan pengajiannya." Namun tak lama kemudian ia mendapat fitnah dari orang-orang yang dengki. Mereka menuduh sang Imam sebagai orang yang berpendapat bahwa "Al-Qur'an adalah makhluk".

Hal inilah yang menimbulkan kebencian dan kemarahan gurunya, Az-Zihli kepadanya. Kata Az-Zihli: "siapa berpendapat bahwa lafadz-lafadz Al-Qur'an adalah makhluk, maka ia adalah ahli bid'ah. Ia tidak boleh diajak bicara dan majelisnya tidak boleh didatangi. Dan siapa masih mengunjungi majelisnya, curigailah dia." Setelah adanya ultimatum tersebut, orang-orang mulai menjauhinya.

Sebenarnya, Imam Bukhari terlepas dari fitnah yang dituduhkan kepadanya itu. Diceritakan, seseorang berdiri dan mengajukan pertanyaan kepadanya: "Bagaimana pendapat Anda tentang lafadz-lafadz Al-Qur'an, makhluk ataukah bukan?" Bukhari berpaling dari orang itu dan tidak mau menjawab kendati pertanyaan itu diajukan sampai tiga kali.

Tetapi orang itu terus mendesak. Ia pun menjawab: "Al-Qur'an adalah kalam Allah, bukan makhluk, sedangkan perbuatan manusia adalah makhluk dan fitnah merupakan bid'ah." Pendapat yang dikemukakan Imam Bukhari ini, yakni dengan membedakan antara yang dibaca dengan bacaan, adalah pendapat yang menjadi pegangan para ulama ahli tahqiq (pengambil kebijakan) dan ulama salaf. Tetapi dengki dan iri adalah buta dan tuli. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Bukhari pernah berkata : "Iman adalah perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan bisa berkurang. Alquran adalah kalam Allah, bukan makhluk. Sahabat Rasulullah SAW, yang paling utama adalah Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali. Dengan berpegang pada keimanan inilah aku hidup, aku mati dan dibangkitkan di akhirat kelak, insya Allah." Di lain kesempatan, ia berkata: "Siapa menuduhku berpendapat bahwa lafadz-lafadz Alquran adalah makhluk, ia adalah pendusta."

 

C.    PENUTUP


Dari uraian di atas dapatlah ditarik beberapa kesimpulan:


Imam Bukhari, bernama lengkap Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Ju'fi al-Bukhari. Imam Bukhari dilahirkan pada malam Jum'at tanggal 13 Syawwal 194 H/810 M di Bukhara, sebuah kota di Uzbekistan, bekas wilayah Uni Soviet.


Beliau menulis al-Tarikh al-Kabir di sisi makam Rasulullah saw dan sering menulis pada malam hari di bawah terang bulan. Dan menulis tiga kitab, al-Tarikh al-Sagir (yang kecil), al-Awsat (yang sedang) dan al-Kabir (yang besar). Ketiga buku itu menunjukkan kemampuannya yang luar biasa mengenai Rijal al-Hadis.


Di antara para guru itu adalah Ali bin al-Madini, Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma’in, Muhammad bin Yusuf al-Firyabi, Maki bin Ibrahim al-Balkhi, Abdullah bin Usman al-Marwazi, Abdullah bin Musa al-'Abbasi, Abu 'Asim al-Syaibani, Muhammad bin Abdullah al-Anshari, Muhammad bin Yusuf al-Baykandi dan Ibnu Rahawaih. Jumlah guru yang hadisnya diriwayatkan dalam kitab sahihnya sebanyak 289 guru. Hal ini dapat kita peroleh dari jumlah guru beliau yang riwayatnya terdapat dalam Shahih Bukhari.


Imam Bukhari juga meninggalkan sederet murid-murid yang juga pakar di bidang hadits. Diantara murid-muridnya, yang paling terkenal adalah Imam Muslim bin Hajjaj, Imam al-Tirmizi, Imam Abu Zur'ah, Imam Ibnu Khuzaimah, Imam Abu Dawud, Imam al-Nasa'I, Imam Muhammad bin Yusuf al-Firyabi, Ibrahim bin Mi’yal al-Nasafi, Hammad bin Syakir al-Nasawi dan Mansur bin Muhammad al-Bazdawi.


KEPUSTAKAAN 

Abu Ayuhbah, M. Muhammad, فى رحاب السنة الكتب الصحح الستة,  terj. Ahmad Ustman, Kutubus Sittah, Surabaya: Pustaka Progresif, 1993 

Ahmad, Zainal Abidin, Imam Bukhari Pemuncak Ilmu hadits, Jakarta: Bulan Bintang, 1975 

as-shalih, Subhi, Ulum al-Hadis wa Musthalahuhu, Dar al-Iim Lil Malayin, Beirut, 1977 

Azami, Muhammad Musthafa, Studies in Hadith Methodoloy and Literature, American Trust Publication, Indianapolis, 1977 

Farid, Syaikh Ahmad, Min A’lam As-Salaf, terj. Masturi Ilham, 60 Biografi Ulama Salaf, Jakarta: Pustaka Al-kautsar, 2008 

http://1001tokohislam.blogspot.com diakses tanggal 11 Desember 2011

 

http://id.wikipedia.org/wiki/Cara_Imam_Bukhari_dalam_menulis_kitab_hadits diakses pada tanggal 11 Desember 2011 

http://id.wikipedia.org/wiki/Imam_Bukhari diakses pada tanggal 11 Desember 2011

 

http://opi.110mb.com/haditsweb/sejarah/sejarah_singkat_imam_bukhari.htm, diakses pada tanggal 11 Desember 2011 

Irham, Masturi dan Asmu’I Taman, 60 Biografi Ulama Salaf, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008 

Kieraha, Meth, Memahami Ilmu Hadis telaah Metodologi dan Literature Hadis, Jakarta: Lentera,1993 

Ranuwijaya, Utang, Ilmu Hadis, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001 

Suparta, Munzier, Ilmu Hadis, Jakarta: PT. Raja Garfindo Persada, 2002 

Tim Pustaka Firdaus, Membahas ilmu-ilmu Hadis, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993 

Zuhri, Muh., Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologis, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1997

 


[1]  http://1001tokohislam.blogspot.com diakses tanggal 11 Desember 2011

[2] Zainal Abidin Ahmad, Imam Bukhari Pemuncak Ilmu hadits, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), cet. I, hal. 99

[3] Muh. Zuhri, Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologis, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1997), cet. I, hal. 166

[4] Menurut pendapat lain bukan Bardizbah, tetapi Bazduzbah yang merupakan bahasa daerah Bukhara yang berarti petani (lihat: Syaikh Ahmad Farid, Min A’lam As-Salaf, Dar Al-Kidah, Kairo Cet. I 1426H/2005M, penerjemah Masturi Irham dan Asmu’I Taman, 60 Biografi Ulama Salaf, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008 Cet. III, hal.467).

[5] Keislaman Al-Mughirah dinyatakannya di hadapan Walikota yang bernama Al-Yaman ibn Ahnas Al-Ju’fy, yang karena itulah kemudian beliau dinasabkan dengan Al-Ju’fy atas dasar  wala’ al-Islam. Sehingga dalam beberapa catatan sejarah namanya disebut dengan Ahnas Al-Ju’fy (lihat: Munzier Suparta, Ilmu Hadis, Jakarta: PT. Raja Garfindo Persada, 2002, cet. III, hal. 237)

[6] Muhammad Musthafa Azami, Studies in Hadith Methodoloy and Literature, American Trust Publication, Indianapolis, 1977, penerjemah Meth Kieraha, Memahami Ilmu Hadis telaah Metodologi dan Literature Hadis, Jakarta: Lentera,1993 cet I, hal 103).

[7] Ibid

[8] Munzier Suparta, Op.cit

[10] Muh. Zuhri, Op.cit

[11] Hadis yang disandarkan kepada sahabat, dengan kata lain perkataan, perbuatan, dan taqrir sahabat.

[12] M. Muhammad Abu Ayuhbah, فى رحاب السنة الكتب الصحح الستة,  terj. Ahmad Ustman, Kutubus Sittah, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1993), h. 43

[13] Syaikh Ahmad Farid, Loc.Cit., h. 498

[14] Syaikh Ahmad Farid, Min A’lam As-Salaf, terj. Masturi Ilham, 60 Biografi Ulama Salaf, (Jakarta: Pustaka Al-kautsar, 2008), cet. III, h. 492

[15]  Ibid, h. 41

[16] Hadis yang sanadnya menguatkan sanad lain dari hadis itu juga.

[17] Hadis yang matannya sesuai dengan matan hadis lainnya.

[18] M. Muhammad Abu Ayuhbah, Op.cit., h. 48

[19] Hadis yang disembunyikan cacat sanadnya, sehingga seakan-akan tidak ada aib didalamnya, tresingnya orangnya, sedangkan tadlis, menyembunyikan aib yang terdapat pada isi hadis itu sendiri.

[20] Perawi yang hafalnnya rusak karena sesuatu sebab tertentu.

[21] Perawi yang kuat hafalannya terhadap apa yang pernah didengarnya, kemudian mampu menyampaikan atau memproduksi hafalan tersebut kepada orang lain kapan saja manakala diperlukan.

[22] Sandaran hadis, yang menghubungkan antara perawi kepada sumber hadis

[23] Hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi langsung disandarkan kepada Nabi, tampa menyebutkan nama orang yang menceritakan kepadanya. Dengan kata lain mursal adalah hadis yang gugur sanadnya pada thabaqah sebelum sahabat.

[24] Hadis yan g ditengah sanadnya gugur seorang rawi atau beberapa rawi, tetapi tidak berturut-turut.

[25] Hadis yang dua orang perawi atau lebih gugur/putus dalam satu tempat secara berurutan.

[26] Isi hadis, yang meliputi perkataan, perbuatan, taqrir, dan hal ikhwal yang disandarkan kepada Rasul saw.

[27] Meth Kieraha, Op.cit, hal. 106 (lihat juga Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001, cet. 4, hal. 209 bahwa syarat persambungan sanad (muttashil), diartikan sebagai ittishal as-sanad dengan 2 syarat, yaitu 1) mu’asharah, antara yang menyampaikan dengan yang menerimanya hidup semasa, 2) liqa’, terjadi perjumpaan diantara keduanya, meskipun perjumpaan itu hanya sekali.

[28] Ibid

[29] M. Muhammad Abu Ayuhbah, Op.Cit., h. 41-42

[30] Ibid

[31] Syaikh Ahmad Farid, Loc.Cit  h. 502-504

[33] Ibid

[34] Ibid

[35] Munzier Suparta, Op.cit, hal. 239

[37] Subhi as-shalih, Ulum al-Hadis wa Musthalahuhu, Dar al-Iim Lil Malayin, Beirut, 1977 penerjemah, Tim Pustaka Firdaus, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993 cet.I, h. 348

[38] Meth Kieraha, Op.cit, hal. 108

[39] http://id.wikipedia.org/wiki/Imam_Bukhari diakses pada tanggal 11 Desember 2011

0 Comment