20 Februari 2023

 INGKAR AL-SUNNAH       

Al-Qur`an dan sunnah merupakan sumber dan dalil dalam penerapan ajaran Islam yang telah disepakati oleh umat Islam dan merupakan dua sepadan yang tidak dapat dipisahkan

Dalam hubungan keduanya, hadis (sunnah) berfungsi sebagai penjelas al-Qur`an.Interpretasi terhadap petunjuk Allah ini diwujudkan dalam bentuk nyata dalam kehidupan Nabi. Sabda, perilaku dan sikapnya terhadap segala sesuatu, terkadang menjadi hukum tersendiri yang tidak ditemukan dalam al-Qur`an. Jadi al-Qur`an merupakan garis besar syari`at Islam yang menyeluruh dan sunnah merupakan penjabaran bagian-bagianya, boleh juga disebut al-Qur`an sumber ajaran Islam pertama dan sunnah sebagai sumber ajaran Islam kedua.

Dalam perkembangan sejarah Islam, sunnah sebagai sumber kedua setelah al-Qur’an mendapat tantangan, ada yang memalsukan dan ada pula yang menolak otoritas sunnah sebagai sumber hukum Islam baik secara total, sebahagian maupun sebahagian kecil. Kelompok yang mengingkari sunnah ini disebut dengan inkar al- sunnah.

Untuk lebih jelasnya penulis akan membahas perkembangan ingkar sunnah ini baik dizaman klasik maupun dizaman modern.dan didalam makalah ini penulis akan menjelaskan tentang pengertian, perkembangan dan argumen para ahli terhadap ingkar sunnah

 

B.  Pengertian Inkar al- Sunnah

Kata ingkar sunnah terdiri dari dua kata yaitu inkar dan sunnah. Menurut bahasa inkar berasal dari bahasa Arab  إنكار أنكر- ينكر- yang mempunyai beberapa arti diantaranya tidak mengakui dan tidak menerima baik dilisan dan dihati, bodoh atau tidak mengetahui sesuatu (antonym kata al-irfan, dan menolak apa yang tidak tergambarkan dalam hati ).[1]

Menurut Ragif al Isfahani, inkar berarti “penolakan hati terhadap hal-hal yang tidak tergambar olehnya, baik berupa  penolakan  dengan  lidah  sebagai  ungkapan  hati ( kebodohan ), maupun penolakan dengan lidah sedangkan hati mengakui.”[2]

Sedangkan secara terminology inkar al-sunnah antara lain disebut dalam Ensiklopedi Islam yaitu  “orang-orang yang menolak sunnah atau hadits Rasulullah SAW sebagai hujjah dan sumber ajaran Islam yang wajib ditaati dan diamalkan.”[3]

Menurut Harun Nasution, inkar al-sunnah adalah paham yang menolak sunnah atau hadits sebagai ajaran Islam di samping al-Qur`an.[4]  Dan pendapat lain dikemukakan oleh Mustafa al- Siba`i yang dimaksud inkar al-sunnah ialah  pengingkaran karena adanya keraguan tentang metodologi kodifikasi sunnah yang menyangkut kemungkinan bahwa para perawi melakukan kesalahan atau kelalaian atau muncul dari kalangan para pemalsu dan pembohong.[5]

Sementara itu Lukmanul Hakim  mendefenisikan bahwa ingkar al-sunnah adalah gerakan dari kelompok- kelompok umat Islam sendiri yang menolak otoritas sunnah sebagai hukum atau sumber ajaran agama Islam yang wajib dipedomani dan diamalkan.[6]

Berdasarkan defenisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa inkar al-sunnah adalah kelompok yang menolak eksistensi sunnah sebagai sumber hukum Islam  atau hujjah yang wajib ditaati dan diamalkan umat Islam.  Maksudnya keraguan  yang lahir menjadi  penolakan terhadap keberadaan sunnah atau hadits sebagai sumber hukum kedua setelah Al- Qur`an.

 

C.  Sejarah (awal kemunculan, latar belakang) dan perkembanganya

Sejarah perkembangan ingkar sunnah hanya terjadi dua masa,yaitu masa klasik dan masa modern. Menurut Prof.Dr.M.Mushthafa al-Azhami, sejarah ingkar sunnah klasik terjadi pada masa Asy-syafi`i abad ke-2 h/7 M, bibit munculnya ingkar sunnah ini sudah ditemukan pada masa sahabat di Irak kemudian hilang dari peredaranya selama 11 abad.[7] Dan baru muncul kembali pada abad ke 13H, sebagai akibat adanya kolonialisme Barat yang melanda negara-negara Islam, selanjutnya disebut ingkar sunnah periode modern.

Agar lebih memudahkan kita dalam memahami masalah ini, maka sejarah munculnya gerakan ingkar sunnah ini dibagi kepada dua periode yaitu periode klasik dan perode modern.

1.      Ingkar sunnah klasik


Adapun para pengikar sunnah yang muncul pada masa Imam al-Syafi`i sangat sulit untuk diidentifikasi, karena Imam al-Syafi`i sendiri tidak menjelaskan siapa pengingkar sunnah yang ia hadapi, akan tetapi  ia mengisyaratkan bahwa mereka kebanyakan berada di Basrah (Irak). Kelompok inilah yang ditentang Imam Syafi’i dengan gigih memperjuangkan sunnah sehingga ia dijuluki Nashir al-Sunnah (pembela sunnah). Karena kesungguhan Imam Syafi’i memperjuangkan sunnah dengan berbagai argument akhirnya ia berhasil menyadarkan para penginkar sunnah dan membendung gerakan inkar al-sunnah dalam waktu yang sangat panjang. [8] Dan juga menurut M.M Azhami bibit munculnya paham ingkar sunnah sudah ditemukan pada masa sahabat di Irak.Pada amasa itu da sahabat yang hanya berpegang kepada alqur`an saja karena kurang memahami fungsi sunnah dan mengangap bahwa al-qur`an telah mencakup seluruh masalah kehidupan beserta rincianya. Namun ketidakpahaman sahabat tentang kedudukan sunnah yang dijelaskan dalam suatu riwayat cukup memberikan sedikit penjelasan bahwa mereka ingkar terhadap sunnah karena kurang memahami kedukan sunnah sebagai hujjah.

2.      Ingkar sunnah modern

Munculnya para pengingkar sunnah di abad modern ini terjadi pada masa peralihan abad XIX memasuki abad XX. Pada abad ini negara-negara barat telah mulai berdatangan menjelajah negara-negara Islam, sehinga menyadarkan umat Islam akan pentingya merubah cara berfikir terhadap ajaran Islam.[9]  Sedangkan tokoh-tokoh pengingkar sunnah pada abad modern ini terus berusaha untuk melumpuhkan dunia Islam melalui pelemahan terhadap hadis atau sunnah sebagai salah satu sumber ajaran dalam Islam,diantara mereka adalah Di Mesir (dr.Taufiq Shidqi w.1920) yang menyerukan bahwa sumber ajaran Islam hanya al-Qur’an.Pendapat seperti ini sebagaimana yang dikutip oleh al-Siba`i yang dipublikasikan oleh majalah al-Manar abad  ke IX dengan judul al Islam huwa al-Qur’an wahdah. Ia berpendapat bahwa hadis tidak perlu dalam hukum Islam.[10] Pengikut setia Taufiq Shidqi adalah Gulam Ahmad Pervez (lahir tahun 1920) di India. Ia berpendapat bahwa bagaimana pelaksanaan cara shalat terserah pada pemimpin untuk menentukan secara musyawarah sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat dan tidak perlu hadits-hadits Nabi untuk itu. Selain itu, Rasyad Khalifa di Amerika yang menilai bahwa al-Qur'an satu-satunya sumber ajaran Islam dan berkeyakinan bahwa hadits merupakan buatan iblis yang dibisikkan kepada Muhammad SAW. Selain itu,  Kassim Ahmad di Malaysia ysang menilai bahwa hadits adalah ajaran-ajaran palsu yang dikaitkan dengan Rasulullah SAW dan hadits menurutnya merupakan penyebab terjadinya perpecahan dan kemunduran umat Islam[11]. Demikianlah seiring dengan berjalanya waktu gerakan ini juga berkembang di Indonesia.

 

D.  Klasifikasi Ingkar al-sunnah dan argumennya

Muhammad Abu Zahw berpendapat bahwa paham atau gerakan ingkar al-sunnah terdiri dari tiga kelompok dengan sikap yang berbeda yaitu: 

1.      Menolak sunnah secara umum

2.      Menolak Sunnah yang Tidak Terdapat Prinsipnya dalam al- Qur`an

3.      Menolak Hadits Ahad saja

Ketiga kelompok pengingkar sunnah tersebut dalam mendukung dan mempertahankan pendapatnya, mereka mengajukan dalil dan argumentasi sebagai berikut:

1.   Al-Qur’an diturunkan Allah SWT dalam bahasa Arab. Sebagaimana Firman Allah dalam surat al-`Asyu`ara 195:                                                                                   

            بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُّبِينٍ

Al- Qur`an diturunkan dengan bahasa Arab yang jelas”

      Dengan penguasaan bahasa Arab yang baik maka al-Qur`an dapat dipahami dengan baik pula tanpa memerlukan dalil-dalil. Atas argument ini maka menurut mereka tidak diperlukan lagi hadist Rasulullah untuk menjelaskan al-Qur`an.

2.   Al-Qur’an adalah sebagai penjelas atas segala sesuatu. Mereka mengutip beberapa ayat antara lain surat an-Nahl  dan surat al-An’am:


...وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَة بُشْرَىلِلْمُسْلِمِين

…dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al-Quran) untuk  menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar  gembira bagi orang-orang yang      berserah diri. (QS.16:89)

          ...  مَّا فَرَّطْنَا فِي الكِتَابِ مِن شَيْءٍ ثُمَّ إِلَى رَبِّهِمْ يُحْشَرُون

…Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah  mereka dihimpunkan (QS:6:38)                       

      Ayat-ayat al-qur`an diatas yang dipakai oleh para pengingkar sunnah, baik klasik maupun modern sebagai dalil bahwa sunnah tidak dibutuhkan sebagai sumber ajaran dalam Islam. Mereka berpendapat bahawa al-qur`an saja sudah cukup karena didalamnya terdapat berbagai penjelasan.[12]


3.  Allah telah menjamin terpeliharanya al-qur`an, sementara keterpeliharaan hadis Nabi Muhammad saw, tidak diungkapkan oleh Allah SWT.dasar mereka surat al-Hijr ayat 9

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَوَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memelirakannya. (QS. 15:9)

      Mereka berpendapat, jika sunnah Nabi tersebut juga sumber ajaran Islam sebagaimana halnya al-Qur`an, tentu Allah juga menjamin keterpeliharaanya. Karena hal itu tidak dinyatakan dalam al-qur`an, maka sesuatu yang tidak autentik tidak layak dijadikan sebagai sumber ajaran agama .[13]


4. Mereka menyatakan bahwa Nabi Muhammad sendiri melarang sahabat untuk menulis hadis.jika benar hadis itu bisa dijadikan sumber ajaran Islam tentu saja Nabi tidak melarangnya untuk dicatat dan memeliharanya dari kesalahan. 

      Alasan-alasan yang tertera merupakan alasan para pengingkar sunnah golongan pertama dan kedua. Pada dasarnya argumen tersebut menolak kehujjahan Sunnah Rasul sebagai sumber ajaran Islam yang wajib ditaati dan diamalkan bagi mereka hanya al-qur`an lah satu-satunya sumber ajaran Islam.

      Sementara golongan ketiga yang menolak hadis ahad sebagai sumber ajaran Islam dengan alasan bahwa menurut mereka hadis ahad bernilai zhani artinya proses penukilanya tidak dapat diyakini kebenaranya bahwa ia bersumber lansung dari Nabi tidak dapat diyakini sebagaimana halnya hadis mutawatir.

Sebagai argumennya mereka merujuk kepada Firman Allah al- Isra` :

                                                                 ... وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ

Janganlah kamu mengikuti apa- apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan    tentangnya”.(QS: al- Isra`:36)

Disamping ayat tersebut diatas mereka juga mengemukakan ayat 28 dari surat An-am

an mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuanpun tentang itu. mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang Sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran”

 E.  Inkar al-Sunnah di Indonesia

      Indonesia sebagai negara yang berpenduduk mayoritas Islam ternyata sempat dihebohkan dengan munculnya paham inkar al- sunnah. Inkar al-sunnah muncul di Indonesia pada pertengahan tahun 1983 yang berpusat di Jakarta . Adapun tokoh pendirinya adalah Moch. Irham Sutarto yang dibantu oleh Abdurrahman dan Lukman Saad dalam penyebarannya, Mereka ini  bukanlah orang yang termasuk ahli dalam Islam melainkan hanya sebagai pemerhati terhadap Islam di Indonesia.

      Dalam mengembangkan ajaranya,mereka selalu melakukan pendekatan-pendekatan kepada umat Islam terutama para remaja dan masyarakat yang awam tentang ajaran agama yang dianutnya. Bahkan sampai mereka membentuk suatu kelompok yang dikenal dengan kelomponk ingkar sunnah yang berpusat di Jakarta pada pertengahan tahun 1983.Aliran ini bahkan bermunculan diberbagai daerah di Jawa dan bahkan sampai keluar Jawa seperti Sumatra Barat.Sutarto sebagai pencetus aliran ini, menerbitkan sebuah buku untuk dijadikan pedoman bagi angotanya, yang berisi ajaran tentang penolakan terhadap sunnah Nabi saw. Sebagai sumber ajaran Islam.

      Ajaran ini mendapat respon dari pemerintah Indonesia dengan mengeluarkan surat pelarangan dari kejaksaan Agung No.Kep.169/J.A/1983 tertangal 30 september 1983 tentang pelarangan ajaran ingkar sunnah diseluruh wilayah Indonesia. Kusus untuk Sumatra Barat ajaran ingkar sunnah ini dikembangkan oleh Dalimi Lubis (mantan guru agama dan pensiunan pegawai Departemen Agama kota Padang Panjang) ia tidak hanya penganut paham sesat tapi juga ikut menyebarkannya. Walaupun telah berulang kali dipanggil dan di nasehati oleh kepala kantor kementrian Agama Propinsi Sumatra Barat, Dalimi tetap pada pendirianya, bahkan ia mencetak dan mempuplikasikan sebuah buku dengan judul Mempertanyakan Eksistensi Hadis-Sunnah dalam Ajara Islam.[14]

 

F.       Kritik Ahli Terhadap Penginkar  al- Sunnah

      Pada umumnya ulama tidak menerima pendapat para pengingkar sunnah, baik ulama fiqh apalagi ulama hadis. Oleh karena itu para ulama dengan gencar menolak argumentasi mereka tidak logis dan terkesan dibuat-buat, karena nash-nash yang mereka gunakan itu dipahami secara sempit. Salah seorang ulama yang paling gigih mempertahankan otentitas kehujjahan sunnah sebagai sumber ajaran Islam setelah al-Qur`an adalah Imam Syafi’i sehingga ia dikenal sebagai Pembela Sunnah.

      Menurut Imam Syafi’i, dengan menguasai bahasa Arab maka orang lebih mengetahui bahwa al-Qur’anlah yang memerintahkan untuk mengikuti Rasulullah SAW. Mengikuti Rasulullah sama halnya dengan perintah mengikuti al-Qur’an. Untuk mendukung argument Imam Syafi’i, ia mengemukakan dalil al-Qur`an al-Jum`ah:

     هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَرَسُولًا مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِم   

 وَيُعَلِّمُهُ لْكِتَابَ  وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِين             

Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seoran Rasul diantara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As-Sunnah) dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS.62:2)”

Di samping ayat diatas juga dikemukakan surat al-Ahzab  :

     وَاذْكُرْنَ مَا يُتْلَى فِي بُيُوتِكُنَّ ومِنْ آيَاتِ اللَّهِ وَالْحِكْمَةِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ لَطِيفًا خَبِيرًا

Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan  Hikmah (sunnah Nabimu). Sesungguhnya Allah adalah Maha lembut lagi Maha Mengetahui.”

Menurut Imam Syafi`i, kedua ayat di atas harus difahami dengan dua hal yang berbeda. Jika yang dimaksud dengan al- Kitab adalah al- Qur`an , maka al- Hikmah harus difahami sebagai ajaran- ajaran yang disampaikan oleh Rasulullah SAW. Sedangkan ayat ke dua terkandung perintah Allah kepada dan  isteri- isteri Rasulullah agar mereka menyampaikan  dua hal yang diajarkan  Rasulullah  ketika berada di rumah mereka. Ke dua  hal tersebut adalah ayat- ayat Allah dalam al-Qur`an dan  al- Hikmah yakni Hadits Rasulullah.[15]

Berdasarkan pendapat imam Syafi`i tersebut, jelas bahwa Penginkar sunnah tidak pintar dalam memahami bahasa Arab , dan tidak dapat membedakan makna- makna yang terdapat dalam al- Qur`an. Nampaknya mereka menafsirkan ayat al- Qur`an hanya sesuai selera dan hawa nafsu semata. Alasan mereka bahwa al- Qur`an tidak membutuhkan sunnah atau hadits, karena al- Qur`an sudah memuat segala sesuatu secara terperinci tentang ajaran Islam. Pendapat mereka ini sangat bertentangan dengan pendapat imam Syafi`i. Dimana menurut imam Syafi`i  al- Qur`an hanya mengandung ajaran yang bersifat global, serta banyak ajaran al- Qur`an yang bersifat umum yang tata cara pelaksanaannya dibutuhkan penjelasan dari hadits – hadits Rasulullah untuk memahami petunjuk- petunjuk Allah.

Menurut Argumen yang dikemukakan oleh paham inkar al- sunnah bahwa hadits- hadits nabi tidak dapat dijadikan sebagai hujjah karena tidak terpelihara keautentikannya. Imam Syafi`i memberikan penolakan bahwa pandangan mereka keliru dan tidak tepat karena kata “Azzikru” dalam surat al- Hijjr ayat 9 mencakup semua yang diturunkan Allah kepada Nabi baik al- Qur`an maupun sunnah untuk menjelaskan al- Qur`an.[16]

Dari pendapat di atas jelas bahwa tidak diragukan lagi bahwa Allah  menjamin sunnah Rasulullah sebagaimana Allah menjamin kitabNya. Bukti sejarah juga menunjukkan dari perjuangan ulama yang telah menghabiskan usianya untuk mempelajari dan meneliti serta menghafal dan  menuliskan al- Qur`an dan sunnah.


G.  Kesimpulan

Berdasarkan uraian penulis sebelumnya dapat disimpulkan bahwa paham inkar al- sunnah adalah golongan yang menolak sunnah atau hadis nabi sebagai hujjah atau sumber ajaran Islam setelah al- Qur`an yang wajib diikuti dan diamalkan oleh umat Islam.

Kapan dan dimana pertama kali munculnya kelompok ingkar sunnah ini tidak diketahui secara pasti. Ada yang mengatakan bibit munculnya paham ingkar sunnah sudah ditemukan pada masa sahabat di daerah Irak.pada masa sahabat sudah ada orang yang kurang memperhatikan kedudukan sunnah, namun mereka masih bersifat perorangan. Setelah itu pada masa modern kelompok ingkar sunnah muncul kembali seperti di India, Mesir, Indonesia dan lain-lain

Menurut imam al-Syafi`i dipenghujung abad kedua para penganut paham ingkar sunnah telah menampakan diri sebagai suatu kelompok tertentu dan telah melengkapi diri dengan berbagai argument untuk mendukung paham dan pendirian mereka, yakni menolak otoritas hadis atau sunnah sebagai sumber ajaran Islam yang wajib dipegang dan diamalkan. Tetapi hal ini tidak dibiarkan oleh para ulama begitu saja, mereka memberikan bantahan untuk membela sunnah Nabi dari para pengingkar sunnah diantaranya adalah imam al-Syafi`i.                                     

 H. Saran- saran

Demikian  makalah  inkar al- sunnah  penulis paparkan, kepada pembaca penulis harapkan konstribusinya untuk kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis mengaturkan terima kasih.

 

 DAFTAR PUSTAKA 

Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits,(Jakarta:Amzah,2009),h.27

 Al- Ragif al- Isfhani, Mu`jam Mufradat al- Fath al- Qur`an al- Karim Tahqiq Nadim  al- Marasyli, Beirut: Dar al-Fkr, Tth, hal. 526

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam , Ensiklopedi Islam , Jilid.II, Jakarta: PT.Ikhtiar baru Van Houve, 1994, Cet. Ke 2, hal.225

Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1992, hal.428

Musthafa al- Shiba`i, Inkar Sunnah dan Peranannya dalam Penetapan Hukum Islam, Terj. Nurcholish Madjid, Judul Asli, al- Sunnah wa Makanatuha fi al- Tsyri al- Islami, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991, Cet. Ke 1, hal.116

Lukmanul  hakim, Inkar Sunnah Priode Klasik, Jakarta: Hayfa Press, 2004, Cet. Ke 1, hal. 57

M.ushthafa al-Azhami,Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya.Terj.ali Mustafa Ya`kub, (Jakarta:Pustaka firdaus, 1994),h.42

Muhammad abu Zahw, al- Hadits wa al- Muhaddisun aw Inayat al- Ummat al- Islamiyat abi al- Sunnah al- Nabawiyat, TK. Al- Maktabat al- Taufiqiyat,Tth, hal. 282

A.Rahman Ritonga,Studi ilmu- ilmu Hadis(Yogyakarta: interpena,2011),  h.290

[1] Ibid

[1] Mustafa  al- Shiba`i , Al- Hadits sebagai Sumber Hukum, Terj.Djan`far abd. Muchit, Judul Asli, Assunnah wa Makanatuhi fi al- Tasyri` al- Islam, (Bandung:, Diponegoro, 1993), Cet.ke 4,  hal.138

[1] A.Rahman Ritonga, op.cit.h.292

[1] Musthafa al- Shiba`i, al-Hadits , Op.Cit. , Hal.224

[1] A.Rahman Ritonga.op.cit.h.295

[1]  Muhammad bin Idris al- Syafi`i, al- Umm, Jild.VII, Beirut: Dar al- Fkr, Tth Hal. 228

[1] Ibid.

 



[1] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits,(Jakarta:Amzah,2009),h.27

 [2] Al- Ragif al- Isfhani, Mu`jam Mufradat al- Fath al- Qur`an al- Karim Tahqiq Nadim  al- Marasyli, Beirut: Dar al-Fkr, Tth, hal. 526

[3] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam , Ensiklopedi Islam , Jilid.II, Jakarta: PT.Ikhtiar baru Van Houve, 1994, Cet. Ke 2, hal.225

[4] Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1992, hal.428

[5] Musthafa al- Shiba`i, Inkar Sunnah dan Peranannya dalam Penetapan Hukum Islam, Terj. Nurcholish Madjid, Judul Asli, al- Sunnah wa Makanatuha fi al- Tsyri al- Islami, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991, Cet. Ke 1, hal.116

[6] Lukmanul  hakim, Inkar Sunnah Priode Klasik, Jakarta: Hayfa Press, 2004, Cet. Ke 1, hal. 57

[7] M.ushthafa al-Azhami,Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya.Terj.ali Mustafa Ya`kub, (Jakarta:Pustaka firdaus, 1994),h.42

[8] Muhammad abu Zahw, al- Hadits wa al- Muhaddisun aw Inayat al- Ummat al- Islamiyat abi al- Sunnah al- Nabawiyat, TK. Al- Maktabat al- Taufiqiyat,Tth, hal. 282

[9] A.Rahman Ritonga,Studi ilmu- ilmu Hadis(Yogyakarta: interpena,2011),  h.290

[10] Ibid

[11] Mustafa  al- Shiba`i , Al- Hadits sebagai Sumber Hukum, Terj.Djan`far abd. Muchit, Judul Asli, Assunnah wa Makanatuhi fi al- Tasyri` al- Islam, (Bandung:, Diponegoro, 1993), Cet.ke 4,  hal.138

[12] A.Rahman Ritonga, op.cit.h.292

[13] Musthafa al- Shiba`i, al-Hadits , Op.Cit. , Hal.224

[14] A.Rahman Ritonga.op.cit.h.295

[15]  Muhammad bin Idris al- Syafi`i, al- Umm, Jild.VII, Beirut: Dar al- Fkr, Tth Hal. 228

[16] Ibid.

0 Comment