14 Februari 2023

 

KERAJAAN TURKI UTSMANI

(Periode 1300-1517M) 

      A.    Pendahuluan

Sudah menjadi catatan sejarah, bahwa pada masa Daulah Abbasiyah umat Islam mencapai kemajuan yang luar biasa. Bukan saja di bidang pemerintahan melainkan diberbagai bidang seperti ilmu pengetahuan dan kebudayaan, sosial kemasyarakatan dan sebagainya.

Khalifah-khalifah Bani Abbas mengalami kemunduran atau kehancuran setelah datangnya penyerbuan tentara Mongol secara besar-besaran pada tahun 656 H / 1258 M. Kemegahan dan kemajuan Islam lenyap, kota Bghdad yang megah dihancurkan oleh pimpinan penyerang dari tentara Mongol yang bernama Hulagu Khan. Khalifah dan keluarga serta sebahagian besar dari penduduk dibunuh. Beberapa dari anggota keluarga Bani Abbas dapat melarikan diri dan diantaranya ia menetap di Mesir.[1]

Setelah Khilafah Abbasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan tentara Mongol, kekuatan politik Islam mengalami kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaannya tercabik-cabik dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain saling memerangi. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol itu.

Keadaan politik umat Islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar, diantaranya Utsamani di Turki, Mughal di India dan Safawi di Persia. Kerajaan Utsmani ini ialah yang pertama berdiri juga yang terbesar dan paling lama bertahan dibanding dua kerajaan lainnya. Untuk mengetahui lebih jelasnya maka dalam makalah akan kami terangkan lebih lanjut mengenai Turki Utsmani. 

B.     Pembahasan

  1. Asal Usul Kerajaan Turki Utsmani

Turki Utsmani berasal dari kabilah Oghuz, yang mendiami daerah-daerah sebelah utara dari Tiongkok. Mereka meninggalkan daerah asal tempat kediaman mereka. Mereka pindah ke Turkistan berdiam disana sampai abad ke-13 tahun Masehi. Namun karena mengelakkan serangan bangsa Mongol yang telah menjarahi Asia Tengah dan Asia Barat di bawah pimpinan rajanya yang masyhur Jangkiz Khan, bangsa Turki terus mengembara hingga mereka sampai ke tepi sungai Euphart. Di sana pimpinan mereka Sulaiman meninggal dunia karena hanyut dan terbenam. Kemudian mereka meneruskan perjalanan di bawah pimpinan Ertoghrul (putra Sulaiman) sehingga sampai ke Asia Kecil. Namun dalam perjalanan di dekat Angora (kini dikenal dengan sebutan Anatolia), merekapun mendapati dua pasukan tentara sedang berperang. Maka merekapun ikut berperang membantu pasukan yang lemah, yaitu pasukan Turki Saljuk yang memerangi pasukan yang kuat dari Bangsa Mongol.[2]

Berkat pertolongan itu, bangsa Turki Saljuk menang. Maka mereka diberi hadiah oleh sultan Bani Saijuk Alauddin II sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Byzantium. Di bawah pimpinan Ertoghrul mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alauddin II. Sejak itu mereka terus membina wilayah barunya dan memilih kota Syukud sebagai ibu kota.[3]

Ertoghrul meninggal dunia pada tahun 1289 M., kepemimpinan dilanjutkan oleh putarnya Utsman. Putra Ertoghrul inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajaan Turki Utsmani. Utsman memerintah pada tahun 1290M sampai 1326 M. sebagaimana ayahnya, ia banyak berjasa kepada Sultan Alauddin II.

Pada tahun 1300 M., bangsa Mongol menyerang kerajaan Bani Saljuk dan sultan Alauddin II pun terbunuh. Kerajaan Saljuk ini terpecah-pecan dalam beberapa kerajaan kecil. Maka Utsman pun menyatakan kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah kerajaan Turki Utsmani dinyatakan berdiri. Penguasa pertamanya adalah Utsman yang sering disebut juga dengan Utsman I.[4]

Setelah Utsman I mengumumkan dirinya sebagai Padisyah al-Utsman (raja besar keluarga Utsman) tahun 699 H / 1300 M., sedikit demi sedikit kerajaan pun dapat diperluasnya. Ia menyerang daerah perbatasan dan menaklukan kota Broessa tahun 1317 M., kemudian tahun 1326 M dijadikan sebagai ibukota kerajaan.[5]

Demikianlah paparan mengenai latar belakang terbentuknya kerajaan Turki Utsmani, setelah raja pertamanya Utsman I akan dilanjutkan lagi oleh khalifah-khalifah atau amir-amir yang lain. Umur kerajaan inipun sangat panjang sampai ke tahun 1924 waktu perang dunia pertama.[6]

  1. Khalifah Kerajaan Turki Usmani pada Masa (1299-1571 M

Turki Usmani berkuasa dalam waktu yang sangat lama yakni sekitar 625 tahun. Dalam sekian lama kekuasaannya itu berkuasa lebih kurang dari 38 Sultan, yang sejarah kekuasaan mereka dapat dibagi menjadi lima periode, yaitu:

a.       Periode pertama (1299-1402 M)

1)      Usman I                                                          (1299-1326)

2)      Orkhan (Putra Usman I)                                 (1326-1359)

3)      Murad I (Putra Orkhan)                                  (1359-1389)

4)      Bayazid I Yuldirim (Putra Murad I)               (1389-1402) 

b.      Periode kedua

1)      Muhammad I (Putra Biyazid I)                       (1403-1421)

2)      Murad II (Putra Muhammad I)                       (1421-1451)

3)      Muhammad II Fatih (Putra Murad II)            (1451-1481)

4)      Bayazid II (Putra Muhammad II)                   (1481-1512

5)      Salim I Qanuni (Putra Salim I)                       (1512-1520)

6)      Sulaiman I Qanuni (Putra Salim I)                 (1520-1566)

  1. Perkembangan KerajaanTurki Utsmani

Pada awalnya karajaan Turki Utsmani hanya memiliki wilayah yang sangat kecil, namun dengan adanya dukungan militer, tidak beberapa lama Utsmani menjadi Kerajaan yang besar bertahan dalam kurun waktu yang lama. Setelah Usman meninggal pada 1326, puteranya Orkhan (Urkhan) naik tahta paas usia 42 tahun.

Pada masa pemerintahan Orkhan (726 H/1326 M-761 H/1359 M), kerajaan Turki Utsmani ini dapat menaklukkan Azmir (Smirna) tahun 1327 M., Tawasyanli (1330 M), Uskandar (1338 M), Ankara (1354 M), dan Gallipoli (1356 M), daerah ini adalah bagian benua Eropa yang pertama kali diduduki kerajaan Utsmani.[7]

Ketika Murad I. pengganti Orkhan berkuasa (761 H/1359 M-789H/399 M), ia melakukan perluasan daerah ke Benua Eropa, Ia dapat menaklukkan Adrianople (yang kemudian dijadikan sebagai ibu kota yang baru), Macedonia, Sopia, Salonia dan seluruh wilayah bagian Yunani. Namun, karena merasa cemas terhadap kemajuan ekspansi kerajaan ini, Paus mengobarkan semangat perang. Sejumlah besar pasukan Sekutu Eropa disiapkan untuk memukul mundur Turki Utsmani. Pasukan ini dipimpin oleh Sijisman, Raja Hongaria. Namun, Sultan Bayazid I (1389 M-1403 M), pengganti Murad I, dapat menghancurkan pasukan Sekutu Kristen Eropa tersebut.[8]

Ekspansi kerajaan Turki sempai terhenti beberapa lama. Ketika ekspansi diarahkan ke Konstantinopel, tentara Mongol yang dipimpin Timur Lenk melakukan serangan ke Asia Kecil. Pertempuran hebat terjadi di Ankara tahun 1402 M. Tentara Turki Utsmani mengalami kekalahan. Bayazid I bersama putranya bernama Musao tertawan dan wafat dalam tawanan tahun 1403 M.[9]

Kekalahan Bayazid di Angkara itu membawa akibat buruk bagi Turki Utsmani. Penguasa-penguasa Saljuk di Asia Kecil melepaskan diri dari genggaman Turki Utsmani. Wilayah-wilayah Serbia dan Bulgaria juga memproklamasikan kemerdekaan. Sementara itu, putra-putra Bayazid saling berebut kekuasaan. Namun hal ini dapat diatasi oleh Sultan Muhammad I (1403 M-1421 M). Sultan Muhammad berusaha keras untuk menyatukan negaranya dan mengembalikan kekuatan dan kekuasaan seperti semula.

Muhammad l, mampu meredam perang saudara berkat kemampuannya dan kecerdikan yang Allah karuniakan padanya serta pandangannya yang demikian jauh. Dengan demikian, dia mampu mengalahkan saudara-saudaranya satu demi satu hingga akhirnya kekuasaan berada di tangannya. Dalam masa pemerintahannya yang berlangsung selama 8 tahun dia mampu membangun kembali pemerintahan Utsmani dalam mengokohkan sendi-sendinya. Sebahagian sejarahwan menganggap, bahwa dia adalah "pendiri kedua" pemerintahan Utsmani.[10]

Sultan Muhammad I, usahanya adalah meletakkan keamanan dalam negeri. Lalu perjuangannya ini dilanjutkan oleh Murad II (1421 - 1451 M). dan puncak kejayaan Turki Utsmani ini dicapai oleh Sultan Muhammad II yang disebut sebagai Sultan Muhammad Al-Fatih (1451 - 1484 M)[11]

Sultan Muhammad Al-Fatih dapat mengalahkan Byzantium dan menaklukkan Konstantinopel (1453 M) sebagai benteng pertahanan terkuat Byzantium. Dengan jatuhnya Konstantinopel, maka usaha kerajaan Turki Utsmani untuk memperluas pengaruhnya semakin mudah.

Pada masa Sultan Salim I (1512-1520 M), ia memusatkan perhatiannya ke wilayah Timur dengan menaklukkan Persia, Syiria, dan Dinasti Mamalik di Mesir. Usaha ini kemudian diteruskan oleh Sultan Sulaiman Al-Qanuni (1520-1566 M). Ia berhasil menduduki Irak, Belgrado, Pulau Rodhes, Tunis Budapest dan Yaman.

Dengan demikian, luas wilayah Turki Utsmani pada masa Sultan Sulaiman Al-Qanuni mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak Syria, Hejaz, dan Yaman di Asia, Mesir, Libia, Tunis, dan Aljazair di Afrika; Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania di Eropa.[12]

  1. Kemajuan Yang di Capai

Akibat kegigihan dan ketangguhan yang dimiliki oleh para pemimpin dalam mempertahankan Turki Utsmani membawa dampak yang baik sehingga kemajuan-kemajuan dalam perkembangan wilayah Turki Utsmani dapat diraihnya dengan cepat. Dengan cara atau taktik yang dimainkan oleh beberapa penguasa Turki seperti Sultan Muhammad yang mengadakan perbaikan-perbaikan dan meletakkan dasar-dasar keamanan dalam negerinya yang kemudian diteruskan oleh Murad II (1421-1451M) (Yatim, 2003:133­134), Sehingga Turki Utsmani mencapai puncak kejayaan padu masa Muhammad II (1451-1484 M). Usaha ini ditindaklanjuti oleh raja-raja berikutnya, sehingga dikembangkan oleh Sultan Sulaiman al-Qonuni. Ia tidak mengarahkan ekspansinya ke salah satu arah timur dan Barat, tetapi seluruh wilayah yang berada di sekitar Turki Utsmani itu, sehingga Sulaiman berhasil menguasai wilayah Asia kecil.[13]

Kemajuan dan perkembangan wilayah kerajaan Utsmani yang luas berlangsung dengan cepat dan diikuti oleh kemajuan-kemajuan dalam bidang­-bidang kehidupan lain yang penting, diantaranya

c.       Bidang Kemiliteran dan Pemerintahan

Untuk pertama kalinya Kerajaan Turki Utsmani mulai mengorganisasi taktik, strategi tempur dan kekuatan militer dengan baik dan teratur. Sejak kepemimpinan Ertoghul sampai Orkhan adalah masa pembentukan kekuatan militer. Perang dengan Byzantium merupakan awal didirikannya pusat pendidikan dan pelatihan militer, sehingga terbentuklah kesatuan militer yang disebut dengan Jenissari atau Inkisyariah.

Kekuatan militer kerajaan Turki Utsmani ini mulai diorganisasi dengan baik dan teratur ketika terjadi kontak dengan Eropa. Pengorganisasian yang baik, taktik dan strategi militer yang baik, sehingga kerajaan ini memiliki kekuatan tempur yang hebat. Bangsa-bangsa yang bukan Turki dimasukkan sebagai anggota, bahkan anak-anak Kristen yang masih kecil diasramakan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit.[14]

d.      Bidang Ilmu Pengetahuan dan Budaya

Kebudayaan Turki Utsmani merupakan perpaduan bermacam-­macam kehudayaan diantaranya adalah kebudayaan Persia. Byzantium dan Arab. Dan kebudayaan Persia mereka banyak mengambil ajaran-ajaran tentang etika dan tata krama dalam istana raja-raja. Organisasi pemerintahan dan kemiliteran banyak diserap dari Byzantium, dan ajaran tentang prinsip-prinsip ekonomi, sosial dan kemasyarakatan, keilmuan dan huruf diambil dari Arab. Dalam bidang Ilmu Pengetahuan di Turki Utsmani tidak begitu menonjol karena mereka lebih memfokuskan pada kegiatan militernya, sehingga dalam khasanah Intelektual Islam tidak ada ilmuan yang terkemuka dari Turki Utsmani.

Pada masa pemerintahan kerajaan Turki Utsmani, para sultan berkuasa tidak terlalu memperhatikan perkembangan di bidang ilmu pengetahuan, yang terbanyak perhatian mereka hanya ekspansi wilayah dan militer. Namun demikian, mereka banyak berkiprah dalam pengembangan seni arsitektur Islam berupa bangunan-bangunan Mesjid yang indah. Seperti Mesjid Jami' Sultan Muhammad al-Fatib. Mesjid agung Sulaiman dan Mesjid Abu Ayyu al-Anshaari. Mesjid-mesjid ini dihiasi dengan kaligrafi yang indah, salah satu Mesjid terindah adalah mesjid Aya Sopia

Pada masa Sultan Sulaiman di kota-kota besar dan kota-kota kecil dibangun mesjid-mesjid, sekolah-sekolah, rumah sakit, gedung-gedung, makam, jembatan, saluran air, dan pemandian umum. Disebutkan bahwa 235 buah dari bangunan di bawah koordinator Sinan seorang arsitek dari Anatolia.[15]

e.       Bidang keagamaan

Agama dalam tradisi masyarakat Turki mempunyai peranan besar dalam lapangan sosial dan politik. Masyarakat digolongkan berdasarkan agama, dan kerajaan sendiri sangat terikat dengan syarat sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku. Oleh karena itu, ajaran-ajaran Tharikat berkembang dan juga mengalami kemajuan di Turki Utsmani.

Para Mufti menjadi pejabat tertinggi dalam urusan agama dan beliau mempunyai wewenang dalam memberi fatwa resmi terhadap problem keagamaan yang terjadi dalam masyarakat.

Kemajuan-kemajuan yang diperoleh kerajaan Turki Utsmani tersebut tidak terlepas dari pada kelebihan-kelebihan yang dimilikinya, antara lain[16]:

1)      Mereka adalah bangsa yang penuh semangat, berjiwa besar dan giat.

2)      Mereka memiliki kekuatan militer yang besar.

3)      Mereka menghuni tempat yang sangat strategis, yaitu Constantinopel yang berada pada titik temu antara Asia dan Eropa.

Di samping itu keberanian, ketangguhan dan kepandaian taktik yang dilakukan oleh para penguasa Turki Utsmani sangatlah baik, serta terjalinnya hubungan yang baik dengan rakyat kecil, sehingga hal ini pun juga mendukung dalam memajukan dan mempertahankan kerajaan Turki Utsmani.

Di sisi lain, kajian-kajian ilmu keagamaan seperti figh, ilmu kalam, tafsir dan hadits di masa ini tidak mengalami perkembangan yang berarti. Karena para penguasa lebih cenderung untuk menegakkan sate paham (mazhab) keagamaan dan menekan mazhab lainnya.[17]

f.        Bidang Ekonomi

Pada bidang Ekonomi tercatat beberapa kota yang maju dalam bidang industri pada waktu itu di antaranya:

1)      Mesir sebagai pusat produksi kain sutra dan katun.

2)      Anatoli selain sebagai pusat produksi bahan tekstil dan kawasan pertanian yang subur, juga menjadi pusat perdagangan dunia pada saat itu.[18]

g.      Bidang Seni

Bangsa Turki juga banyak berkiprah dalam pangembangan seni arsitektur Islam berupa bangunan-bangunan mesjid yang indah, seperti Mesjid Al-Muhammadi atau Mesjid Jami' Sultan Muhammad Al-Fatih, Mesjid Agung Sulaiman dan Mesjid Abi Ayyub al-Anshari. Mesjid­mesjid tersebut dihiasi pula dengan kaligrafi yang indah. Salah satu mesjid yang terkenal dengan keindahan kaligrafinya adalah mesjid yang asalnya gereja Aya Sopia. Hiasan kaligrafi itu, dijadikan penutup gambar-­gambar Kristiani yang ada sebelumnya.

Baca Juga; --------------

👉

👉

C.    Penutup

1.      Kesimpulan

a.       Bangsa Turki Utsmani berasal dari suku Qoyigh, salah satu kabilah Turki yang amat terkenal. Pada abad ke-13 mereka mendapat serangan dari bangsa Mongol. Akhirnya mereka mencari perlindungan dari saudaranya, yaitu Turki Seljuk. Di bawah pemerintahan Ortoghul, mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alauddin yang sedang melawan Byzantium. Karena bantuan mereka, Sultan Alauddin dapat mengalahkan Byzantium. Kemudian Sultan Alaudin memberi imbalan tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Byzantium. Setelah Sultan Alaudin wafat (1300 M), orang-orang Turki segera memproklamirkan kerajaan Turki Utsmani dengan Usman I sebagai sultannya.

b.      Perluasan wilayah kerajaan Turki terjadi dengan cepat, sehingga membawa kejayaan, di samping itu raja-raja yang berkuasa sangat mempunyai potensi yang kuat dan baik. Banyak daerah-daerah yang dapat dikuasai (di Asia Kecil) sehingga memperkuat berdirinya kerajaan Turki Utsmani.

c.       Dari perkembangan yang sangat baik itu maka Turki Utsmani mengalami kemajuan-kemajuan yang mendukung sekali dalam pemerintahannya, diantaranya: dalam bidang kemiliteran dan pemerintahan.

2.      Saran

Pada penulisan makalah ini pastilah terdapat banyak kekurangan, baik yang disengaja maupun tidak. Karena manusia tidak akan luput dari kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itulah kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan demi terciptanya suasana yang lebih dinamis.


DAFTAR KEPUSTAKAAN

 

Edyar, Busman, Ilda Hayati. 2009, Sejarah Peradaban Islam. Pustaka Asatruss, Jakarta

Muhammad Nurman. 1971. Sejarah Kebudayaan Islam. Pustaka Sa’adiyah: Bukittinggi). Cet.3

Muhammad, Ali Ash Shalabi. 2004. Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Ursmaniyah Pustaka Al-Kautsar: Jakarta

Nasution, Harun. 1974, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya. Bulan Bintang, Jakarta), Jilid I, cet.I

_______________. 1985. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid I. UI Press cetakan kelima: Jakarta

Osman, A. Latif. 1958. Sejarah Peradaban Islam. Widjaya. Jakarta Jilid II

Syalabi, Ahmad. 1988. Sejarah dan Kebudayaan Islam: Turki Usmani. Kalam Mulia. Jakarta

Yatim, Badri. 2000, Sejarah Peradaban Islam. Dirsah Islamiyah II. Raja Grafindo: Jakarta, cet.10

http://hitsuke.blogspor.com/2011/12/kerajaan-turki-usmani.html



[1] Harun Nasution. 1974, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya. (Bulan Bintang, Jakarta), Jilid I, cet.I. h. 80

[2] A. Latif Osman. 1958. Sejarah Peradaban Islam. (Widjaya. Jakarta) Jilid II. H. 133

[3] Badri Yatim. 2000, Sejarah Peradaban Islam. Dirsah Islamiyah II. (Raja Grafindo: Jakarta), cet.10. h. 130 yang dikutip dari Ahmad Syalabi. 1988. Sejarah dan Kebudayaan Islam: Turki Usmani. (Kalam Mulia. Jakarta), h. 2

[4] Ibid.

[5] Ibid.

[6] Muhammad Nurman. 1971. Sejarah Kebudayaan Islam. (Pustaka Sa’adiyah: Bukittinggi). Cet.3. h. 96

[7] Badri Yatim. Op.cit. h. 130-131

[8] Ibid.

[9] Ibid.

[10]Ali Muhammad Ash Shalabi. 2004. Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Ursmaniyah (Pustaka Al-Kautsar: Jakarta). h. 84 Lihat juga As-Salathin Al-Utsmaniyyun. h. 41

[11] Badri Yatim. Op.cit. h. 132

[12]Harun Nasution. 1985. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid I. (UI Press cetakan kelima: Jakarta), h. 84.

[13] http://tisuke.blogspor.com/2011/12/kerajaan-turki-usmani.html

[14] Badri Yatim. Op.cit. h. 134

[15] Ibid h. 136. Lihat juga Philip K. Hitti. 1970. History of The Arab. (Macmillan Press: London). h. 715

[16] http://hitsuke.blogspor.com/2011/12/kerajaan-turki-usmani.html

[17] Badri Yatim. Op.cit. h. 137

[18] Busman Edyar, Ilda Hayati. 2009, Sejarah Peradaban Islam. (Pustaka Asatruss, Jakarta), h. 147

0 Comment