08 Januari 2023

 (QASHASHUL AL-QUR’AN )

A. PENDAHULUAN

Kisah merupakan salah satu metode dakwah, yang tidak diragukan lagi keberadaanya. Keberadaanya digemari dan bahkan mempengaruhi pembacanya. Dalam kisah, seseorang dapat berada pada alam kisah itu sendiri. Al-Qur’an  merupakan wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW berisikan petunjuk dan pedoman bagi manusia (way of life), baik hubungan dengan Allah (teoposentrisme) maupun hubungan sesama makhluk ciptaan-Nya (antroposentrisme). Kemudian Al-Qur’an  juga merupakan sumber dari segala sumber ilmu pengetahuan, termasuk kisah-kisah didalamnya.


Menyoroti kisah-kisah dalam Al-Qur’an   umat Islam meyakini bahwa kisah-kisah tersebut mengandung nilai-nilai filosofis dan pelajaran dalam menjalani hidup. Sekalipun demikian, tidak semua kisah-kisah yang diungkapkan dalam Al-Qur’an  bisa dibuktikan kebenarannya secara ilmiah. Sementara itu, sebagian kaum mulismin ada yang mengganggap bahwa tidaklah semua kisah dalam Al-Qur’an  itu terjadi, tetapi hanya sebagai ‘itibar, tapi sebaliknya sebagian mengganggap bahwa meskipun belum terbukti kisah itu benar, tidaklah wajar bagi kaum muslimin untuk tidak meyakininya. Segala kisah yang diungkapkan dalam Al-Qur’an  merupakan renungan bagi umat, dalam mengambil makna hidup yang sejati.


Dalam makalah ini pemakalah akan membahas beberapa persoalan yang berkenaan dengan kisah-kisah dalam Al-Qur’an  yang dimulai dengan pengertian kisah, macam-macam kisah, faedah bagi umat manusia serta perbedaannya dengan sejarah.


 

PEMBAHASAN

1.      Pengertian Qashashul Quran

-          Secara etimologi


Kata qashash (قصص) berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk jamak dari qishash  (قصة). Kata itu berasal dari kata kerja qashsha-yaqushshu (قص-يقص). Kata qashash dan kata lain yang seakar dengannya, di dalam Al-Qur’an  tersebut 30 kali; di antaranya dalam bentuk kata kerja sebanyak 20 kali.[1] Dalam pengertian bahasa kisah berarti, cerita, berita atau keadaan, dapat juga berarti mengikuti bekas-bekas yang tersisa atau mengikuti bekasan (jejak). Juga dapat berarti berita yang berurutan (kronologis).


Pengertian qishah di atas dapat dipahami dengan firman Allah dalam Qs. Al-Kahfi/ 18: 64

قَالَ ذَلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ فَارْتَدَّا عَلَى آثَارِهِمَا قَصَصًا


Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.

 

Qs. Al-Qashah/ 28: 11

وَقَالَتْ لأخْتِهِ قُصِّيهِ فَبَصُرَتْ بِهِ عَنْ جُنُبٍ وَهُمْ لا يَشْعُرُونَ.


Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan: "Ikutilah dia" Maka kelihatanlah olehnya Musa dari jauh, sedang mereka tidak mengetahuinya.

 

Kisah juga berarti menceritakan mimpi, seperti firman Allah dalam Qs. Yusuf/12: 5

قَالَ يَا بُنَيَّ لا تَقْصُصْ رُؤْيَاكَ عَلَى إِخْوَتِكَ فَيَكِيدُوا لَكَ كَيْدًا إِنَّ الشَّيْطَانَ لِلإنْسَانِ عَدُوٌّ مُبِينٌ.


Ayahnya berkata: "Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan) mu. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia."

 

Di dalam Al-Qur’an , kata qishah juga diteruskan dengan kata haqq yang berarti kisah yang benar, seperti dalam Qs. Ali Imran/3: 62.

إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْقَصَصُ الْحَقُّ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلا اللَّهُ وَإِنَّ اللَّهَ لَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ.

 

Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar, dan tak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah; dan sesungguhnya Allah, Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

 

Dalam bentuk dan makna lain, al-qishash artinya pembalasan yang sama. Apabila dilihat dari bahasa, sesungguhnya pembalasan  yang diterima, akibat dari jejak atau perbuatan mereka semula. Karena itu, pembalasan ini nilainya setimpal dari perbuatan yang dilakukan semula, orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan perempuan dengan perempuan.[2] Namun, qishash tidak dilakukan, apabila Ahli waris korban memaafkannya dengan kompensasi membayar diyat (ganti rugi) yang wajar (ma’ruf) bagi pelaku pidana.[3]

-          Secara terminologi


Menurut Mana’ul Qathan Qashahshul Al-Qur’an  itu adalah:


أ خبار عن أحوال الأمم الما ضية والنبوات السا بقة والحوادث الوا قعة.


Pemberitaan mengenai keadaan umat terdahulu, nabi-nabi terdahulu, dan peristiwa yang pernah terjadi.[4]

 

Sedangkan menurut TM Hasbi Ash Shiddieqy Qashashil Qur’an adalah khabar-khabar Al-Qur’an  tentang keadaan-keadaan umat yang telah lalu dan kenabian masa dahulu, peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.[5]


Berdasarkan definisi terminologi ini, maka pemakalah lebih cenderung kepada pengertian bahwa Qashahul Al-Qur’an  merupakan apa-apa yang diberitakan oleh Al-Qur’an  mengenai keadaan dan peristiwa yang telah terjadi pada umat terdahulu maupun kenabian yang bermuatan pelajaran bagi kehidupan.


Meski Al-Qur’an  banyak mengandung kisah-kisah orang pada zaman dahulu, Al-Qur’an  tetap saja tidak bisa dikategorikan sebagai salah satu kitab sejarah. Pendapat ini dapat dijelaskan dari dua sisi, yakni meski Al-Qur’an  mengandung banyak kisah, akan tetapi kisah itu sendiri bukanlah tujuan utama Al-Qur’an , yang menjadi tujuan utama adalah pelajaran yang dapat diambil dari kisah tersebut. Yang kedua adalah bahwa tidak semua kisah Al-Qur’an  itu dapat dibuktikan kebenarannya secara ilmiah.


Jadi tujuan utama dari kisah-kisah Al-Qur’an  adalah bukan sejarah, akan tetapi lebih kepada hikmah yang terkandung di dalamnya. Sejarah terfokus kepada kejadian faktual sedangkan hikmah lebih kepada pelajaran. Hikmah adalah hasil berfikir akan sesuatu yang didasari dengan kepercayaan terhadap Islam.

 

2.      Unsur-Unsur Kisah-Kisah Dalam Al-Qur’an


Kisah-kisah dalam Al-Qur’an  pada umumnya mengandung unsur pelaku (as-sakhsiyyat), peristiwa (ahdats), dan dialog (al-hiwar). Ketiga unsur ini terdapat pada hampir seluruh kisah dalam Al-Qur’an . Tetapi peran ketiga unsur tersebut tidaklah sama, sebab boleh jadi salah satu hilang. Satu-satunya pengecualian ialah kisah Nabi Yusuf, yang mengandung ketiga unsur  tersebut.[6]

a.      Pelaku, kisah yang terdapat pelaku dalam Al-Qur’an  tidak hanya manusia, tetapi malaikat, jin, bahkan burung dan semut.


-          Binatang, lihat Qs. An-Naml/27: 18-20

-          Malaikat, lihat Qs. Hud/11: 69-83 dan Qs. Maryam/10: 10-21

-          Jin, lihat Qs. Saba;/34: 12

-          Manusia, lihat Qs. An-Naml/27: 23

b.      Peristiwa, hubungan antara peristiwa dengan pelaku pada setiap kisah amatlah jelas terlihat. Peristiwa itu sendiri dapat dibagi menjadi tiga bagian:


-     Peristiwa yang berkelanjutan, misalnya seorang Nabi diutus kepada suatu kaum, kemudian mereka mendustakannya dan meminta ayat-ayat (bukti) yang menunjukkan kebenaran dakwah dan kerasulannya. Kemudian datanglah ayat (bukti) yang mereka minta, tetapi mereka tetap saja mendustakannya.

-     Peristiwa yang dianggap luar biasa, misalnya peristiwa yang didatangkan Allah melalui para rasul-Nya sebagai bukti kebenaran, seperti mukjizat para Nabi. Lihat Qs. Al-Maidah/5: 110-115.

-    Peristiwa yang dianggap luar biasa, misalnya peristiwa yang dilakukan oleh orang-orang yang dikenal tokoh, baik rasul maupun bukan, sebagai manusia biasa yang makan dan minum. Lihat Qs. Al-Maidah/5: 116-118.

c.   Dialog (percakapan), tidak semua kisah memakai unsur ini, seperti kisah yang bermaksud untuk menakut-nakuti, tetapi ada pula kisah yang sangat menonjol percakapannya seperti kisah Adam as dalam Qs. Qs. Al-Araf/7: 11-25, Qs. Thaha/20: 9-99, dan lain-lain. 

3.      Macam-Macam Qashashul Quran

Kisah-kisah dalam Al-Qur’an  dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:

a. Dari segi materi

Ditinjau dari segi materi, kisah-kisah dalam Al-Qur’an  ada 3 (tiga), yaitu:[7]

1) Kisah-kisah pada Nabi, contohnya:


-          Kisah Nabi Adam (Qs. Albaqarah/2: 30-39, Al-Araf/7: 11)

-          Kisah Nabi Nuh (Qs. Hud/11: 25-49)

-          Kisah Nabi Hud (Qs. Al-Araf/7: 65, 72, 50, 58)

-          Kisah Nabi Idris (Qs. Maryam/19: 56-57, Al-Anbiya/21: 85-86)

-          Kisah Nabi Yunus (Qs. Yunus/10: 98, Al-An’am/6: 86-87)

-          Kisah Nabi Luth (Qs. Hud/11: 69-83)

-          Kisah Nabi Salih (Qs. Al-Araf/7: 85-93)

-          Kisah Nabi Musa (Qs. Al-Baqarah/2: 49, 61, Al-Araf/7: 103-157), dan lain lain.

-          Kisah Nabi Harun (Qs. An-Nisa/4: 163)

-          Kisah Nabi Daud (Qs. Saba/34: 10, Al-Anbiya/21: 78)

-          Kisah Nabi Sulaiman (Qs. An-Naml/27: 15, 44, Saba/34: 12-14)

-          Kisah Nabi Ayyub (Qs. Al-An’am/6: 34, Al-Anbiya/21: 83-84)

-          Kisah Nabi Ilyasa (Qs. Shad/38: 48)

-          Kisah Nabi Ibrahim (Qs. Al-Baqarah/2: 124, 132, Al-An’am/6: 74-83)

-          Kisah Nabi Ismail (Qs. Al-An’am/6: 86-87)

-          Kisah Nabi Ishaq (Qs. Albaqarah/2: 133-136)

-          Kisah Nabi Ya’kub (Qs. Albaqarah/2: 132-140)

-          Kisah Nabi Yusuf (Qs.Yusuf/12: 3-102)

-          Kisah Nabi Yahya (Qs. Al-An’am/6: 85)

-          Kisah Nabi Zakaria (Qs. Maryam/9: 2-15)

-          Kisah Nabi Isa (Qs. Al-Maidah/5: 110-120)

-          Kisah Nabi Muhammad (Qs. At-Takwir/81: 22-24, Al-Furqan/25: 4, Abasa/80: 1-10, At-Taubah/9: 43-57) dan lain lain.

 

2) Kisah tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi pada masa lampau yang tidak dapat dipastikan kenabiannya, contohnya:

-            Kisah tentang Luqman (Qs. Luqman/31: 12-13)

-            Kisah tentang Dzulkainain (Qs. Al-Kahfi/18: 83-98)

-            Kisah tentang Asbabul kahfi (Qs. Al-Kahfi/18: 9-6)

-            Kisah tentang Thalut dan Jalut (Qs. Al-Baqarah/2: 246-251)

-            Kisah tentang Maryam (Qs. Maryam/19:16-35)

-            Kisah Yajuj Ma’juz (Qs. Al-Anbiya/21: 95-97)

-            Kisah tentang bangsa Romawi (Qs. Ar-Rum/30: 2-4 dan kisah-kisah lainnya).

 

3) Kisah yang berpautan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa Rasulullah, contohnya:

-            Kisah tentang Ababil (Qs. Al-Fil/105: 1-5)

-            Kisah tentang Hijrahnya Nabi saw (Qs. Muhammad/47: 13)

-         Kisah tentang perang Badar dan Uhud yang diuraikan dalam Al-Qur’an  surat Ali Imran

-            Kisah tentang perang Hunain dan At-Tabuk dan lain sebagainya.

 

Mana’ul Quthan membagi kisah dalam Al-Qur’an  kepada tiga macam kisah[8]:

Pertama, kisah Nabi-nabi yaitu mengenai dakwah yang mereka jalankan kepada kaumnya. Mukjizat-mukjizat yang diberikan Allah kepada mereka itu. Pendirian orang-orang yang menentang. Tahap-tahap dakwah dan perkembangannya. Akibat yang dirasakan oleh orang-orang yang beriman dan orang-orang yang mendustakan. Seperti kisah Nuh, Ibrahim, Musa, Harun, Isa, Muhammad, dan Nabi-nabi serta Rasul-rasul lainnya.

Kedua, kisah Al-Qur’an  yang bersangkut dengan peristiwa-peristiwa yang sudah kabur (tidak jelas lagi). Dan orang-orang yang belum jelas kenabiannya. Seperti kisah orang-orang yang dibuang dari negerinya. Kisah Thalut dan Jalut, anak Adam, Zulkainan, Qarun, Ash-habus Kahfi, Maryam, dan lain-lain.

Ketiga, kisah yang bersangkut dengan kejadian-kejadian dizaman Rasul, seperti perang Badar, perang Uhud dalam surat dalam surat Ali Imran, Perang Hunain dan Tabut dalam surat Taubah, Perang Al Ahzab dalam surat Ahzab, Hijrah, Isra’ dan lain-lain.


b. Dari segi panjang pendeknya, kisah dalam Al-Qur’an  dapat dibagi dalam tiga bagian:[9]


-     Kisah panjang, contohnya kisah Nabi Yusuf dalam Qs. Yusuf/12 yang hampir seluruh ayatnya mengungkapkan kehidupan Nabi Yusuf, sejak masa kanak-kanaknya sampai dewasa dan memiliki kekuasaan.

-       Kisah yang lebih pendek dari bagian pertama, seperti kisah Maryam dalam Qs. Maryam/19, kisah Ashab Al-Kahfi pada Qs. Al-Kahfi/18, kisah Nabi Adam dalam Qs. Albaqarah/2, dan Thaha/20, yang terdiri atas sepuluh atau beberapa belas ayat saja

-       Kisah pendek, yaitu kisah yang jumlahnya kurang dari sepuluh ayat, misalnya kisah Nabi Hud dan Nabi Luth dalam surat Al-‘Araf/7, kisah Nabi Shalih dalam Surat Hud/11, dan lain-lain.

Dalam bukunya Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an  menyatakan bahwa kisah-kisah dalam Al-Qur’an  merupakan metode dalam menyampaikan dakwah kepada umat.[10]

Kisah-kisah dalam Al-Qur’an  berkisar pada peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi dengan menyebut pelaku-pelaku dan tempat terjadinya (seperti kisah-kisah Nabi), peristiwa yang telah terjadi dan masih dapat terulang kejadiannya (seperti kisah pembunuhan Qabil terhadap Habil dalam Qs. Al-maidah/5: 27-31), atau kisah simbolis yang menggambarkan suatu, peristiwa yang telah terjadi, namun dapat saja terjadi sewaktu-waktu (misalnya dalam Qs. Al-Kahfi/18: 32-43)

Ketiga macam peristiwa yang disebutkan di dalam Al-Qur’an  mengarah kepada tujuan tertentu dari salah satu materi yang disajikan, misalnya pembuktian tentang adanya wahyu dan kenabian (Qs.Al-Qashash/28: 44); kekuasaan Tuhan, seperti kisah kejadian Adam, Isa, Ibrahim dengan burung, Asbab Al Kahfi, atau pembuktian tentang kesatuan sumber dan ajaran agama Allah (Qs. Ibrahim/14: 38-52), dan lain sebagainya. 

4.      Bentuk Pengungkapan Kisah Dalam Al-Qur’an


a. Kisah yang tidak runut secara zamani

Tidak ada ungkapan sejarah yang runtun dalam menerangkan keberadaan ummat, tempat, perkembangan, pergerakan, kebangkitan dan kehancurannya secara utuh. Demikian juga halnya dengan Al-Qur’an  yang mengungkapkan kisah sesuai dengan tujuannya. Tidak jarang Al-Qur’an  menjelaskan perkembangan suatu umat tapi tidak menjelaskan keruntuhannya, dan sebaliknya.


Terkadang, Al-Qur’an  menjelaskan keadaan suatu kaum atau umat lalu setelah itu menjelaskan umat yang sudah ada terlebih dahulu. Terkadang juga, Al-Qur’an  menjelaskan keadaan dan perkembangan sebuah kaum hingga kehancurannya yang biasanya bersangkutan dengan kekufuran mereka terhadap Allah Swt. atau karena melakukan perbuatan-perbuatan tidak terpuji.

Contoh dari cara pengungkapan kisah seperti ini dapat dilihat pada kisah ummat ‘Ad yang hidup di sebelah Selatan Jazirah Arabia. Allah memberikan mereka potensi yang bagus untuk menjadi kaum yang kuat secara ekonomis dan politik, tapi kemudian karena keingkaran mereka Allah Swt. menghancurkan mereka.

Hal ini dapat dilihat pada Qs. al-Fajr/89:6-8:

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِعَادٍ(6)إِرَمَ ذَاتِ الْعِمَادِ(7)الَّتِي لَمْ يُخْلَقْ مِثْلُهَا فِي الْبِلَادِ(8)


Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum Ad?,(6) (yaitu) penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi, (7) yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain (8).

Selanjutnya pada ayat 11-14, Allah Swt. menyatakan:

الَّذِينَ طَغَوْا فِي الْبِلَادِ(11)فَأَكْثَرُوا فِيهَا الْفَسَادَ(12)فَصَبَّ عَلَيْهِمْ رَبُّكَ سَوْطَ عَذَابٍ(13)إِنَّ رَبَّكَ لَبِالْمِرْصَادِ(14)

Yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri (11) lalu mereka berbuat banyak kerusakan dalam negeri itu (12) karena itu Tuhanmu menimpakan kepada mereka cemeti adzab (13) sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi (14)


Lalu pada ayat lain, yakni Qs al-Qamar/54:18-20, Allah Swt. berfirman:

كَذَّبَتْ عَادٌ فَكَيْفَ كَانَ عَذَابِي وَنُذُرِ(18)إِنَّا أَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ رِيحًا صَرْصَرًا فِي يَوْمِ نَحْسٍ مُسْتَمِرٍّ(19)تَنْزِعُ النَّاسَ كَأَنَّهُمْ أَعْجَازُ نَخْلٍ مُنْقَعِرٍ(20)

Kaum Ad pun telah mendustakan (pula). Maka alangkah dahsyatnya adzab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku. (18) Sesungguhnya Kami telah menghembuskan kepada mereka angin yang sangat kencang pada hari nahas yang terus menerus, (19) yang menggelimpangkan manusia seakan-akan mereka pokok kurma yang tumbang. (20).

Demikian juga halnya dalam pengungkapan kisah-kisah sebuah pribadi, kebanyakan mengikuti pengungkapan kisah ummat seperti di atas tanpa ada keberurutan zaman, tidak diketahui kapan dilahirkan, di mana tempatnya, seperti pada kisah nabi Musa as. yakni pada surah Thaha/20: 9-24:

وَهَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ مُوسَى(9)إِذْ رَأَى نَارًا فَقَالَ لِأَهْلِهِ امْكُثُوا إِنِّي ءَانَسْتُ نَارًا لَعَلِّي ءَاتِيكُمْ مِنْهَا بِقَبَسٍ أَوْ أَجِدُ عَلَى النَّارِ هُدًى(10)فَلَمَّا أَتَاهَا نُودِيَ يَامُوسَى(11)إِنِّي أَنَا رَبُّكَ فَاخْلَعْ نَعْلَيْكَ إِنَّكَ بِالْوَادِ الْمُقَدَّسِ طُوًى(12)وَأَنَا اخْتَرْتُكَ فَاسْتَمِعْ لِمَا يُوحَى(13)إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي(14)إِنَّ السَّاعَةَ ءَاتِيَةٌ أَكَادُ أُخْفِيهَا لِتُجْزَى كُلُّ نَفْسٍ بِمَا تَسْعَى(15) فَلَا يَصُدَّنَّكَ عَنْهَا مَنْ لَا يُؤْمِنُ بِهَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَتَرْدَى(16)وَمَا تِلْكَ بِيَمِينِكَ يَامُوسَى(17)قَالَ هِيَ عَصَايَ أَتَوَكَّأُ عَلَيْهَا وَأَهُشُّ بِهَا عَلَى غَنَمِي وَلِيَ فِيهَا مَآرِبُ أُخْرَى(18)قَالَ أَلْقِهَا يَامُوسَى(19)فَأَلْقَاهَا فَإِذَا هِيَ حَيَّةٌ تَسْعَى(20)قَالَ خُذْهَا وَلَا تَخَفْ سَنُعِيدُهَا سِيرَتَهَا الْأُولَى(21)وَاضْمُمْ يَدَكَ إِلَى جَنَاحِكَ تَخْرُجْ بَيْضَاءَ مِنْ غَيْرِ سُوءٍ ءَايَةً أُخْرَى(22)لِنُرِيَكَ مِنْ ءَايَاتِنَا الْكُبْرَى(23)اذْهَبْ إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى(24)


Apakah telah sampai kepadamu kisah Musa? (9) Ketika ia melihat api, lalu berkatalah ia kepada keluarganya: "Tinggallah kamu (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit daripadanya kepadamu atau aku akan mendapat petunjuk di tempat api itu". (10) Maka ketika ia datang ke tempat api itu ia dipanggil: "Hai Musa. (11) Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci, Thuwa.(12) Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu).(13) Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. (14) Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang Aku merahasiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia usahakan.(15) Maka sekali-kali janganlah kamu dipalingkan daripadanya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu jadi binasa".(16) Apakah itu yang di tangan kananmu, hai Musa? (17) Berkata Musa: "Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya".(18) Allah berfirman: "Lemparkanlah ia, hai Musa!" (19) Lalu dilemparkannyalah tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat.(20) Allah berfirman: "Peganglah ia dan jangan takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula,(21) dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu niscaya ia ke luar menjadi putih cemerlang tanpa cacad, sebagai mu`jizat yang lain (pula),(22) untuk Kami perlihatkan kepadamu sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang sangat besar, (23) Pergilah kepada Fir`aun; sesungguhnya ia telah melampaui batas".(24) (QS Thaha/20: 9-24).

Selanjutnya, pada ayat 38-41, Allah Swt. berfirman:

إِذْ أَوْحَيْنَا إِلَى أُمِّكَ مَا يُوحَى(38)أَنِ اقْذِفِيهِ فِي التَّابُوتِ فَاقْذِفِيهِ فِي الْيَمِّ فَلْيُلْقِهِ الْيَمُّ بِالسَّاحِلِ يَأْخُذْهُ عَدُوٌّ لِي وَعَدُوٌّ لَهُ وَأَلْقَيْتُ عَلَيْكَ مَحَبَّةً مِنِّي وَلِتُصْنَعَ عَلَى عَيْنِي(39)إِذْ تَمْشِي أُخْتُكَ فَتَقُولُ هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى مَنْ يَكْفُلُهُ فَرَجَعْنَاكَ إِلَى أُمِّكَ كَيْ تَقَرَّ عَيْنُهَا وَلَا تَحْزَنَ وَقَتَلْتَ نَفْسًا فَنَجَّيْنَاكَ مِنَ الْغَمِّ وَفَتَنَّاكَ فُتُونًا فَلَبِثْتَ سِنِينَ فِي أَهْلِ مَدْيَنَ ثُمَّ جِئْتَ عَلَى قَدَرٍ يَامُوسَى(40)وَاصْطَنَعْتُكَ لِنَفْسِي(41)

Yaitu ketika Kami mengilhamkan kepada ibumu suatu yang diilhamkan, (34) Yaitu: 'Letakkanlah ia (Musa) di dalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil), maka pasti sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh (Fir`aun) musuh-Ku dan musuhnya'. Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku; dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku.(39) (yaitu) ketika saudaramu yang perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada (keluarga Fir`aun): 'Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?" Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang hatinya dan tidak berduka cita. Dan kamu pernah membunuh seorang manusia, lalu Kami selamatkan kamu dari kesusahan dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan; maka kamu tinggal beberapa tahun di antara penduduk Mad-yan, kemudian kamu datang menurut waktu yang ditetapkan hai Musa,(40) dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku. (41) (QS Thaha/20: 38-41).


b. Pengulangan Kisah


Bentuk pengulangan  merupakan usl­b Al-Qur’an  dalam seluruh objek dan lapangan deskriptif Al-Qur’an  yang tidak hanya dalam mengungkapkan kisah-kisah saja. Pengulangan itu berarti menunjukkan betapa besar perhatian terhadap objek-objek yang diulang tersebut, agar kaum mukminin bertambah teguh imannya.


Kisah-kisah yang diulang dapat dilihat pada kisah Nabi Daud yang diulang beberapa kali pada Qs. an-Naml dan Qs. Shad, atau kisah Nabi Ibrahim as. pada Qs. al-Anbiya’ dan al-Ankabut, atau kisah Nabi Musa as. pada Qs. al-Baqarah, Ali Imran, Thaha dan Maryam. Selain itu, ada juga kisah yang diuraikan hanya dalam satu surah saja, seperti kisah Qarun yang termuat dalam Qs. al-Qashash.

5.      Pengulangan Kisah dan Tujuannya

Al-Qur’an  banyak mengandung berbagai kisah yang diceritakan secara berulang-ulang di berbagai tempat dan dengan berbagai bentuk ungkapan. Pada suatu ayat, bagian-bagian kisah ada yang didahulukan, sementara di tempat lain bagian itu diakhirkan, ada yang dikemukakan dengan ringkas, ada pula yang lebih rinci. Meskipun diulang di berbagai tempat dan dengan berbagai macam ungkapan, tapi pada dasarnya kisah itu dimaksudkan untuk bahan pelajaran bagi manusia.

Dalam Manna al-Qathan, diungkapkan hikmah pengulangan kisah dalam Al-Qur’an  sebagai berikut:[11]

a.      Menerangkan bahwa balaghahnya Al-Qur’an  itu lebih tinggi mutunya. Kisah yang berulang-ulang itu terdapat pada setiap judul dengan metode berbeda dari lainnya.

b.      Kekuatan I’jaz. Maksud dari artinya itu hanya satu, tapi bentuk-bentuk banyak, ini merupakan salah satu kemukjizatan Al-Qur’an .

c.       Mengulang-ulang itu salah satu cara memantapkan dan merupakan hal-hal yang penting.

d.     Perbedaan tujuan yang dituju oleh kisah tersebut. Disebutkan ada beberapa arti yang cukup dimengerti maksudnya itu mengenai suatu masalah. Dan menjelaskan arti-arti lain pada seluruh tempat karena berbeda hal ihwal yang berlaku. 

6.      Manfaat dan Pengaruh Qashash dalam menyampaikan pesan-pesan


Diantara manfaat yang diperoleh dari pesan yang disampaikan oleh Al-Qur’an  adalah sebagai berikut:


a.  Menjelaskan dasar-dasar dakwah agama Allah dan menerangkan pokok-pokok syariat yang disampaikan para Nabi. [12] dan [13]

b.   Meneguhkan hati Rasulullah saw dan umatnya dalam mengamalkan agama Allah (Islam) dan menguatkan kepercayaan para mukmin tentang akan datangnya pertolongan Allah dan hancurnya kebatilan.[14]

c.   Membenarkan kenabian pada rasul sebelum Muhammad dan mengabadikan usaha-usaha para Nabi dalam memberikan peringatan dari perjalanan dakwah mereka.[15]

d.  Menunjukkan kebenaran Nabi Muhammad beserta risalah dan dakwah yang dibawanya, sebagaimana diberitakan dan dibenarkan oleh para nabi sebelumnya.[16]

e.      Untuk menghadapi ahli kitab dengan hujjah yang nyata, atas apa-apa yang mereka sembunyikan dari petunjuk dan hidayah, serta menantang mereka tentang apa yang mereka miliki dalam kitab mereka sebelum terjadi penyimpangan dan penyelewengan yang mereka lakukan.[17]

f.      Menarik perhatian para pendengar yang diberikan pelajaran kepada mereka.[18] 

7.      Persamaan dan Perbedaan Qashash dengan  Sejarah (tarikh) dan Legenda (mitos)


Kata sejarah secara harfiah berasal dari kata Arab (شجرة: sajaratun) yang artinya pohon. Dalam bahasa Arab sendiri, sejarah disebut tarikh (تاريخ ). Adapun kata tarikh dalam bahasa Indonesia artinya kurang lebih adalah waktu atau penanggalan. Kata Sejarah lebih dekat pada bahasa Yunani yaitu historia yang berarti ilmu atau orang pandai. Kemudian dalam bahasa Inggris menjadi history, yang berarti masa lalu manusia. Kata lain yang mendekati acuan tersebut adalah Geschichte yang berarti sudah terjadi.[19]

 

Persamaan Qashash dengan  Sejarah (tarikh)

a.  Kisah dan sejarah sama-sama membawa informasi tentang peristiwa yang terjadi pada masa lampau.

b.  Kisah dan sejarah sama-sama mampu menarik perhatian dan keingintahuan seseorang untuk mendalaminya, sehingga dia berusaha untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya.

c.   Kisah dan sejarah sama-sama menyampaikan informasi yang bersifat faktual bukan fiktif belaka.

d.  Dalam kisah dan sejarah terdapat pelajaran yang penting pada masa lalu.[20] Sejarah adalah topik ilmu pengetahuan yang sangat menarik. Tak hanya itu, sejarah juga mengajarkan hal-hal yang sangat penting, terutama mengenai: keberhasilan dan kegagalan dari para pemimpin, sistem perekonomian yang pernah ada, bentuk-bentuk pemerintahan, dan hal-hal penting lainnya dalam kehidupan manusia sepanjang sejarah. Dari sejarah, dapat dipelajari apa saja yang mempengaruhi kemajuan dan kejatuhan sebuah Negara atau sebuah peradaban. Pelajaran lainnya dapat dipelajari adalah mengenai latar belakang alasan kegiatan politik, pengaruh dari filsafat sosial, serta sudut pandang budaya dan teknologi yang bermacam-macam, sepanjang zaman.

 

Perbedaan Qashash dengan  Sejarah (tarikh)

a.  Kisah yang terdapat dalam Al-Qur’an  bersumber dari Allah yang diwahyukan kepada Rasulnya, sedangkan sejarah merupakan hasil pemikiran atau penelitian para pakar sejarah.

b.      Kebenaran kisah dalam Al-Qur’an  tidak diragukan lagi dan mutlak kebenarannya, sedangkan sejarah tidak dapat dijamin kebenarnnya.

c.   Informasi yang terkandung dalam Al-Qur’an  membawa misi keagamaan sesuai dengan fungsi Al-Qur’an  dalam membawa misi dakwah.


Sedangkan mitos adalah cerita tentang pahlawan dan dewa pada jaman dahulu yang dipercaya secara turun temurun.[21] Dalam Wikipidia dikemukakan bahwa mitos atau mite (myth) adalah cerita prosa rakyat yang tokohnya para dewa atau makhluk setengah dewa yang terjadi di dunia lain pada masa lampau dan dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita atau penganutnya. [22]


Maka dari segi ini dapat dikemukan bahwa persamaanya dengan kisah dan sejarah adalah merupakan peristiwa yang dipercaya, dan menceritakan kepahlawaan seseorang sebagai lambang kebaikan. Perbedaanya terletak pada sumber kejelasan mitos itu kabur dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.


Baca Juga:/.........

👉👉👉👉👉👉👉👉👉👉👉👉👉👉👉

 

C. PENUTUP


Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

a.      Qashahshul Al-Qur’an  merupakan apa-apa yang diberitakan oleh Al-Qur’an  mengenai keadaan dan peristiwa yang telah terjadi pada umat terdahulu maupun kenabian yang bermuatan pelajaran bagi kehidupan.

b.      Macam-macam Qashahshul Al-Qur’an  dapat dilihat dari beberapa aspek, diantaranya dari, materi, panjang pendeknya cerita, dan lain-lain.

c.       Inti dari manfaat kisah dalam Al-Qur’an  adalah sebagai kaca perbandingan hidup terhadap kisah yang sudah dipaparkan, dan yang lebih penting lagi tujuan dari kisah-kisah Al-Qur’an  adalah sebagai media penyampaian pesan kepada para pembaca, karena pesan yang terkandung dalam kisah-kisah berpeluang lebih mudah dipahami oleh pembacanya.

Kisah, sejarah dan mitos memiliki persamaan dan perbedaan yang cukup tajam. Persamaanya adalah sama-sama menyampaikan informasi peristiwa yang sudah terjadi, sedangkan perbedaanya terletak pada tingkat kepercayaan terhadap kisah tersebut. Kisah dalam Al-Qur’an  bersifat mutlak, sedangkan sejarah, mitos bersifat nisbi.


[1] Quraish Shihab (editor), Ensiklopedi Al-Qur’an : Kajian Kosakata, (Jakarta, Lentera Hati, 2007), hal. 765

[2] Qs. Albaqarah/2: 178 terjemahnya “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Siapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.”

[3]  Qs. Al-Maidah/5: 45, terjemahnya “Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada kisasnya. Siapa yang melepaskan (hak kisas) nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang dzalim.”

[4]  Rosian Anwar dan Maman Abd Djaliel, Tafsir, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2000), hal. 67

[5] M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Qur’an, (Semarang: Pustaka Rizki Putra,2002) hal. 191

[6] Rosian Anwar dan Maman Abd Djaliel, Loc.cit

[7] Syadali, Ahmad, dan Ahmad Rofi’I, Ulumul Quran II, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hal. 29

[8] Manna  Qathan, Mabahits fi ‘Ulumil Qur’an, (Pembahasan Ilmu Al-Qur’an 2), Alih Bahasa Halimuddin, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), hal. 145-146

[9]  Rosian Anwar dan Maman Abd Djaliel, Op.cit, hal. 73

[10] Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Jakarta: Mizan, 1999. Cet XIX, hal. 197, lihat juga Ahmad Jamal al ‘umar, Dirasah Al-Qur’an  wa as sunnah, (Kairo: Dar Ma’rif, 1982), hal. 110

[11] Manna  Qathan, Op.cit., hal. 148

[12]  TM. Hasbi Ash-Shiddieqy, Op.cit, hal. 192

[13] Qs. Al-Anbiya/21: 25 terjemahnya “Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”.

[14] Qs. Hud/11: 120  terjemahnya “Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.”

[15] Ummu Hafizhatunnisa, Kisah-kisah dalam Al-Qur’an , Mimbar Jumat, Friday, 02 November 2007 07: 27, diakses tanggal 10 Nopember 2011

[16] Ibid

[17] Qs. Ali Imran/3: 93 terjemahnya “Semua makanan adalah halal bagi Bani Israel melainkan makanan yang diharamkan oleh Israel (Yakub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan. Katakanlah: "(Jika kamu mengatakan ada makanan yang diharamkan sebelum turun Taurat), maka bawalah Taurat itu, lalu bacalah dia jika kamu orang-orang yang benar”.

[18] Qs. Yusuf/12: 111 terjemahnya “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur’an  itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.”  

[19] Wikipedia Bahasa Indonesia, History oleh Frederick Dielman, 1896, diakses pada tanggal 10 Nopember 2011

[21]  Tim Prima Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Gita Media Press, 2009), hal. 534

[22] Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, Mitos, diakses pada tanggal 11 Oktober 2011

0 Comment