05 Januari 2023

AYAT-AYAT MAKKIYAH DAN MADANIYYAH

 

      A.    Definisi Al-Makki dan Al-Madani


Kata al-makki berasal dari “Mekah” dan al-madani berasal dari kata “Madinah”. Kedua kata tersebut telah dimasuki “ya” nisbah sehingga menjadi al-makkiy atau al-makkiyah dan al-madaniy atau al-madaniyah.[1]

 

Secara harfiah, al-makki atau al-makkiyah berarti “yang bersifat Mekah” atau “yang berasal dari Mekah”, sedangkan al-madaniy atau al-madaniyah berarti “yang bersifat Madinah” atau “yang berasal dari Madinah”. Maka ayat atau surat yang turun di Mekah disebut dengan al-makkiyah dan yang diturunkan di Madinah disebut dengan al-madaniyah.[2] 

Secara etimologi, al-makki atau al-makkiyah adalah sesuatu (ayat atau surat Al-Qur’an) yang dinisbahkan kepada kota Mekah. Sedangkan al-madani atau al-madaniyah adalah sesuatu (ayat atau surat Al-Qur’an) yang dinisbahkan kepada kota Madinah. Mekah dan Madinah merupakan dua kota yang menjadi basis utama Rasulullah dalam mengembangkan agama islam. Dengan demikian, kedua kota tersebut merupakan daerah terbanyak tempat diturunkannya ayat suci Al-Qur’an.[3]

 

Secara terperinci para Mufassir berbeda pendapat dalam mendefinisikan makkiyah dan madaniyyah. Perbedaan itu ialah:

 

Menurut Mabahits, Makkiyah ialah segala ayat yang diturunkan di Mekkah dan Madaniyyah segala ayat yang diturunkan di Madinah. Termasuk dalam pengertian di Mekkah tempat-tempat yang terletak di sekitarnya (Arafah, Hudaibiah, dan lain-lain), dan termasuk pula dalam pengertian di Madinah tempat-tempat yang terletak disekitarnya (Badar, Uhud, dan lain-lain).[4]

 

Menurut Al Itqan, Makkiyah adalah segala ayat yang turun sebelum hijrah, sekalipun turunnya di Madinah. Dan Madaniyyah adalah segala ayat yang turun setelah hijrah sekalipun turunnya di Mekkah. Disini berpatokan adalah saat hijrah Nabi dari Mekkah ke Madinah.[5]

 

Menurut Al Burhan, Makkiyyah ialah segala ayat yang isi pembicaraannya kepada penduduk Mekkah dan sekitarnya serta Madaniyyah adalah segala ayat yang isi pembicaraannya ditujukan kepada penduduk Madinah dan sekitarnya. Berdasarkan kriteria ketiga inilah orang mengatakan setiap ayat yang berisi seruan kepada orang mukmin (ya ayyuhal ladziina aamanu) menunjukkan ia turun di Madinah, dan setiap ayat yang berisi seruan kepada manusia (ya ayyuhannaassu) menunjukkan ia turun di Mekkah.[6]

 

Para ulama memberikan pengertian istilah yang cukup beragam terhadap term al-makki dan al-madani ini. Keberagaman tersebut muncul karena para ulama beranjak dari sudut pandang yang berbeda antara satu dengan lainnya. Suatu kelompok ulama menetapkan batasan yang tidak sama dengan kelompok yang lainnya.[7]

 

Berbagai patokan yang dijadikan sebagai titik start dalam memberikan definisi terhadap al-makki dan al-madani tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga:[8]

 

Pertama, al-makki dan al-madani didefinisikan dengan Peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW. beserta para sahabat dari Mekkah ke Madinah diambil sebagai garis demarkasi antara ayat atau surat makkiyah dengan ayat atau surat madaniyah. Dengan demikian definisi yang diberikan adalah (Manna ‘al-Qaththan, tth: 61):[9]

 

ÙˆَاِÙ†ْ Ùƒَانَ Ù†ُزُÙˆْÙ„ُÙ‡ُ بِغَÙŠْرِ Ù…َÙƒَّØ©ِ, اَÙ„ْÙ…َÙƒِÙŠُّ Ù…َانُزِÙ„َ Ù‚َبْÙ„َ Ù‡ِجْرَØ©ِ الرَّسُÙˆْÙ„ِ
ÙˆَالْÙ…َدَÙ†ِÙŠُّ Ù…َانُزِÙ„َ بَعْدَ Ù‡َØ°ِÙ‡ِ الْÙ‡ِجْرَØ©ِ ÙˆَاِÙ†ْ Ùƒَانَ Ù†ُزُÙˆْÙ„ُÙ‡ُ بِÙ…َÙƒَّØ©َ

 

Al-makki adalah sesuatu (ayat atau surat Al-Qur’an) yang diturunkan sebelum Nabi hijrah ke Madinah, sekalipun turunnya di luar Mekkah. Sedangkan al-madani adalah sesuatu (ayat atau surat Al-Qur’an) yang diturunkan sesudah Nabi hijrah, sekalipun turunnya di Mekkah.

 

Berdasarkan definisi yang menjadikan peristiwa hijrah ke  Madinah sebagai batasan, maka ayat:


Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di anatara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. An-Nisa’: 58)

 

Merupakan ayat al-madani, sekalipun ayat tersebut diturunkan di Mekah ketika terjadi peristiwa Fathu Mekah (penaklukan kota Mekah). Demikian juga keadaannya dengan ayat yang diturunkan ketika Nabi melaksanakan Haji Wada’ (haji perpisahan) yang berbunyi.[10]


Artinya: Pada hari ini telah kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah kuridhai Islam itu jadi agama bagimu. (QS. Al-Ma’idah: 3)

 

Kedua, mengartikan terminologi al-makki dan al-madani dengan berpatokan kepada tempat ayat diturunkan. Dalam hal ini, definisi yang dikemukakan adalah (Manna’al-Qaththan, tth: 62)[11]

Al-makki adalah sesuatu (ayat atau surat Al-Qur’an yang diturunkan di mekkah dan sekitarnya, seperti Mina, Arafah, dan Hudaibiyah. Dan al-madani adalah sesuatu (ayat atau surat Al-Qur’an) yang diturunkan di madinah dan sekitarnya, seperti Uhud, Quba dan Sil.

 

Ketiga, definisi yang berpatokan kepada mukhatab atau orang yang dijadikan sasaran dari diturunkannya sebuah ayat atau surat. Dari batasan ini diketengahkan definisi (Manna ‘al-Qaththan, tth:62)[12]


Al-makki adalah sesuatu (ayat atau surat Al-Qur’an) yang seruannya ditujukan kepada penduduk Mekah dan al-madani adalah sesuatu (ayat atau surat Al-Qur’an) yang seruannya ditujukan kepada penduduk Madinah.

 

B.     Klasifikasi Al-Makki dan Al-Madani


Ada dua metode yang digunakan oleh para ulama untuk mengetahui apakah suatu ayat termasuk makki atau madani.[13]


1.      Metode al-Sima’i

Ada juga yang menyebut metode ini dengan istilah al-sima’i al-naqli (mengikuti saja apa yang didengar berdasarkan suatu riwayat). Metode al-sima’i merupakan upaya untuk mengetahui apakah suatu ayat atau surat tergolong ke dalam makki atau madani berdasarkan kepada riwayat yang shahih dari para sahabat yang hidup pada masa itu dan menyaksikan turnnya wahyu. Riwayat tersebut juga dapat berasal dari tabi’in yang menerima dan mendengar dari sahabat tentang bagaimana, dimana, dan peristiwa apa yang berkaitan dengan turunnya suatu wahyu. (Manna’al-Qaththan, tth: 60).[14]

 

2.      Metode qiyasi atau al-qiyasi al-ijtihadi.


 Metode al-ijtihadi adalah upaya untuk mengetahui apakah ayat atau surat tergolong ke dalam makki atau madani berdasarkan kepada ijtihadi atau qiyas.

 

Cara kerja metode ini didasarkan pada ciri-ciri makki dan madani. Apabila dalam surat makki terdapat suatu ayat yang mengandung sifat madani atau peristiwa madani, maka dikatakan bahwa ayat itu madani. Dan apabila dalam surat madani terdapat suatu ayat yang mengandung sifat makki atau mengandung peristiwa makki, maka ayat tadi dikatakan ayat makki. Bila dalam satu surat terdapat ciri-ciri makki, maka surat itu dinamakan surat makki. Demikian pula jika dalam suatu surat terdapat ciri-ciri madani, maka surat itu dinamakan surat madani. Inilah yang disebut dengan Qiyasi Ijtihadi (Manna’al-Qaththan, tth: 61)[15]

 

C.     Ciri-ciri Al-Makki dan Al-Madani


Para ulama telah melakukan penelitian mendalam terhadap ayat-ayat atau surat-surat makki dan madani sehingga dapat menghasilkan ketentuan analogis bagi keduanya. Mereka telah berhasil merumuskan karakteristik atau ciri-ciri khusus dari makki dan madani, baik menyangkut gaya bahasa maupun persoalan yang dibicarakan. 

1.      Ciri-ciri al-Makki

Ayat-ayat atau surat-surat makkiyah, dilihat secara umum terutama segi redaksi yang digunakannya, memiliki ciri-ciri tertentu. Akan tetapi, ciri-ciri yang dapat disimpulkan tersebut tetap saja tidak dapat diberlakukan secara menyeluruh terhadap semua bagian Al-Qur’an. Ada beberapa pengecualian atau realitas yang berada di luar kategorisasi tersebut.

 

Menurut Manna’al-Qaththan (tth: 63), ayat atau surat makkiyah memiliki ciri-ciri umum sebagai berikut:[16]


a.      Setiap surat yang di dalamnya terdapat  istilah “sajadah”

b.  Setiap surat yang disana terdapat lafaz “kalla”. Lafaz ini hanya terdapat dalam separuh terakhir dari Al-Qur’an. Dan disebutkan sebanyak 33 kali dalam 15 surat.

c.   Setiap surat yang mengandung “wahai manusia” dan tidak mengandung “wahai orang-orang yang beriman” kecuali surat al-hajj yang pada akhir surat terdapat namun demikian, sebagian ulama berpendapat bahwa ayat tersebut diatas merupakan ayat makkiyah.

d.     Setiap surat yang megandung kisah para nabi dan umat terdahulu, kecuali suratal-Baqarah.

e.      Setiap surat yang mengandung kisah Adam dan Iblis, kecuali surat al-baqarah.

f.        Setiap surat yang dibuka dengan huruf-huruf singkatan, seperti.................dan lain-lain, kecuali surat Al-Baqarah dan Ali Imran. Sedangkan surat Ar-Ra’d masih diperselisihkan.

 

Dari sudut tema yang diangkat dan gaya bahasa  yang digunakan, ayat atau surat makkiyah memiliki beberapa karakteristik, yaitu (manna al-Qaththan, tth: 63-64):[17]


1)  Berisi ajakan kepada tauhid dan beribadah hanya kepada Allah, pembuktian terhadap kebenaran risalah, misteri di seputar kebangkitan pada hari pembalasan, kiamat, neraka, surga, argumen terhadap orang yang musyrik dengan menggunakan bukti-bukti rasional dan ayat-ayat kauniyah.

2)   Peletakan dasar-dasar umum bagi pembumian syariat dan akhlaq mulia yang menjadi dasar terbentuknya suatu masyarakat dan penyingkapan dosa orang musyrik dalam penumpahan darah, memakan harta anak yatim secara zalim, penguburan hidup-hidup bayi perempuan serta tradisi buruk lainnya.

3)  Mengangkat kisah para nabi dan umat-umat terdahulu sehingga umat Muhammad (terutama orang kafir) dapat mengambil pelajaran dengan mengetahui nasib pendusta agama sebelum mereka. Hal itu juga berfungsi sebagai hiburan dan sugesti bagi Rasulullah sehingga tabah menghadapi gangguan kaumnya serta yakin akan datangnya kemenangan.

4)  Memiliki gaya khusus dengan suku kata dan statemen simpel tapi memiliki kekuatan sehingga sangat mengesankan. Pernyataan-pernyataan yang terkesan “sederhana” tersebut dapat menghembus telinga, menggetarkan hati dan menaklukkan orang yang mendengarkannya.

 

2.      Ciri-ciri al-Madani


Menurut Manna al-Qaththan (tth: 64), secara umum ayat atau surat madaniyah memiliki beberapa kekhususan. Kekhususan tersebut adalah:[18]

a.  Setiap surat yang berisi tentang sesuatu yang wajib dikerjakan oleh seorang muslim (faridhah) dan hukuman (had).

b. Setiap surat yang di dalamnya menceritakan tentang orang-orang munafik, kecuali dalam surat al-ankabut (29).

c.       Setiap surat yang di dalamnya terdapat dialog (mujadalah) dengan ahli kitab.

 

Dilihat dari sisi secara lebih spesifik dan gaya ahasa yang digunakan, maka ayat atau surat madaniyah memiliki beberapa ciri (Manna al-Qaththan, tth: 64):


1)  Menjelaskan persoalan ibadah, muamalah, hadud (hukuman-hukuman), peraturan keluarga, kewarisan, keutamaan jihad, hubungan sosial, hubungan internasional dalam suasana damai dan perang, kaidah hukum serta masalah perundang-undangan.

2)      Seruan terhadap ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) dan ajakan kepada mereka untuk masuk islam, penjelasan mengenai penyimpangan mereka dalam upaya merubah kitab Allah, permusuhan mereka terhadap kebenaran dan perselisihan yang terjadi di anatara mereka karena kedengkian setelah mereka diberi ilmu.

3)   Menyikap prilaku orang munafik, menguraikan jati diri mereka, membuka rahasia yang disembunyikan dan menjelaskan bahwa mereka sangat berbahaya bagi islam.

4)  Menggunakan gaya bahasa dengan suku kata yang cenderung panjang, semua itu dalam rangka memantapkan syari’at serta menjelaskan tujuan dan sasarannya.

 

D.    Urgensi Ilmu Al Makki dan Al Madani

Kaum muslimin pada generasi Al-Qur’an pertama, yaitu generasi sahabat mengetahui secara pasti tentang ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. mereka mendengar secara langsung wahyu yang disampaikan kepada Rasul, bahkan banyak ayat yang turun berkenaan dengan mereka. Dengan diketahuinya tempat dan waktu turunya suatu ayat atau surat oleh para sahabat, Rasulullah tidak pernah menjelaskan tentang pengelompokkan ayat-ayat al-makki dan al-madani. (al-Zarqani, 1988:196).[19] 

Namun, pada masa-masa berikutnya dalam periode generasi Al-Qur’an yang jarak waktunya jauh dari masa nabi, pengetahuan tetang hal itu sangat dibutuhkan. Pengetahuan tersebut tidak mungkin didapat kecuali melalui riwayat dan disampaikan oleh para sahabat nabi yang hidup langsung bersama Nabi Muhammad SAW, serta para Tabi’in yang mendapatkan keterangan tetntang hal itu dari sahabat (Subhi al-shalih, 1977:178).[20]

Al-makki dan al-madani merupakan salah satu bagian terpenting dari pembahasan ulumul qur’an. Mengetahui kedua konsep ini akan memberikan manfaat kepada seseorang untuk membantu memahami Al-Qur’an. 

Pengetahuan tetang Makki dan Madani banyak faedahnya, di antaranya:

1.  Untuk dijadikan alat bantu dalam menafsirkan Al-Qur’an. Pengetahuan tentang tempat turun ayat dapat membantu memahami ayat tersebut dan menafsirkan dengan tafsiran yang benar, sekalipun yang menjadi pegangan adalah pengertian umum suatu lafaz, bukan sebab yang khusus. Berdasarkan hal itu, seorang penafsir dapat membedakan ayat yang nasikh dengan yang mansukh bila diantara keduanya terdapat makna yang kontradiktif. Ayat yang datang kemudian tentu merupakan nasikh atas yang terdahulu.[21]

2.      Meresapi gaya basaha Al-Qur’an dan memanfaatkannya dalam berdakwah menuju jalan Allah, sebab setiap situasi mempunyai bahasa tersendiri. Memperhatikan apa yang dikehendaki oleh situasi, merupakan arti paling khusus dalam ilmu retorika.

 

Karekateristik gaya bahasa makki dan madani dalam Al-Qur’an, memberikan kepada orang yang mempelajarinya sebuah metode dalam penyampaian dakwah ke jalan Allah yang sesuai dengan kejiwaan lawan bicara dan menguasai pikiran dan perasaannya serta mengatasi apa yang ada dalam dirinya dengan penuh kebijaksanaan. Setiap tahapan dakwah mempunyai topik dan pola penyampaian tersendiri. Pola penyampaian itu berbeda-beda, sesuai dengan perbedaan tata cara, keyakinan, dan kondisi lingkungan. Hal yang demikian tampak jelas bahwa dalam berbagai cara Al-Qur’an menyeru untuk berbagai golongan, baik orang yang telah beriman, munafik, maupun ahli kitab.[22]

3.      Mengetahui sejarah hidup Nabi melalui ayat-ayat Al-Qur’an, sebab turunya wahyu kepada Rasulullah sejalan dengan sejarah dakwah dengan segala peristiwanya, baik pada periode Mekkah maupun periode Madinah, sejak permulaan turun wahyu hingga ayat terakhir diturunkan.Al-Qur’an merupakan sumber pokok bagi peri kehidupan Rasulullah dan kehidupan beliau yang digambarkan oleh ahli sejarah harus sesuai dengan Al-Qur’an. Al-Qur’an juga dapat menjadi rujukan puncak dalam mengetahui perbedaan riwayat yang terjadi.[23] 

Selain urgensi dan manfaat yang disebutkan oleh Manna al-qaththan di atas, menurut Masjfuk Zuhdi (1997:68), pengetahuan tentang al- makki dan al-madani dapat membantu mengetahui sejarah hukum Islam dan perkembangannya yang sangat bijaksana. Hal itu dapat meningkatkan keyakinan seorang muslim terhadap ketinggian islam di dalam mendidik manusia, baik secara individual maupun secara kolektif (masyarakat)[24] 

Selain itu, masih menurut Masjfuk Zuhdi (1997: 68), pengetahuan terhadap al-makki dan al-madani juga dapat meningkatkan keyakinan terhadap kebesaran, kesucian dan keontentikan Al-Qur’an. Karena di sana terlihat jelas betapa besarnya perhatian umat islam terhadap Al-Qur’an sejak turunya samapi al-hal yang sangat detailnya sekalipun.[25] 

1.      Tartib Surat Makkiyyah

Dibawah ini disebutkan secara berurutan surat-surat yang turun di Mekkah berikut nomor perbandingannya dengan surat yang ada pada mushaf:[26]


No

Nama Surat

No.

Surat

No.

Nama Surat

No.

Surat

1

Iqra/ Al- Alaq

96

13

Al Ashr

103

2

Nun

68

14

Al Adiyat

100

3

Al Muzzamil

73

15

Al Kautsar

108

4

Al Muddatstsir

74

16

Al Ma’un

107

5

Al lahab

111

17

Al Kafirun

109

6

Al Fatihah

1

18

Al Fiil

105

7

At Takwir

81

19

Al Falaq

113

8

Al A’la

87

20

An- Naas

114

9

Al Lail

92

21

Al Ikhlas

112

10

Al Fajr

89

22

An Najm

53

11

Adh Dhuha

93

23

‘Abasa

80

12

Al Insyirah

94

24

Al Qadr

97

 

 

25

Asy Syams

91

56

Luqman

31

26

Al Buruj

85

57

Saba’

32

27

At Tin

95

58

Az Zumar

39

28

Quraisy

106

59

Al Mu’min

40

29

Al Qari’ah

101

60

Fushshilat

41

30

Al Qiyamah

75

61

Asy Syuura

42

31

Al Humazah

104

62

Az Zhukruf

43

32

Al Mursalat

77

63

Ad Dukhan

44

33

Qaf

50

64

Al Jatsiah

45

34

Al Balad

90

65

Al ahqaf

46

35

At-Thariq

86

66

Adz Dzariyat

51

36

Al Qamar

54

67

Al Ghasiyah

88

37

Shad

38

68

Al Khaf

18

38

Al ’Araf

7

69

An Nahl

16

39

Al Jin

72

70

Nuh

71

40

Yaasiin

36

71

Ibrahim

14

41

Al Fur’qan

25

72

Al Anbiya’

21

42

Fathir

35

73

As Sajadah

32

43

Maryam

19

74

Ath Thuur

52

44

Thaha

20

75

Al Mulk

67

45

Al Waqi’ah

56

76

Al Haqqah

69

46

Asy Syu’ara

26

77

Al Ma’arij

70

47

An Naml

27

78

An Naba’

78

48

Al Qashash

28

79

An Nazi’at

79

49

Al Israa’

17

80

Al Infithar

82

50

Yunus

10

81

Al Insyiqaq

84

51

Hud

11

82

Ar Rum

30

52

Yusuf

12

83

Al Ankabut

29

53

Al Hijr

15

84

At Takatsur

102

54

Al An’am

6

85

Al Mu’minun

23

55

Ash Shaffat

37

86

Ath Tahfif

83

 

2.      Tartib Surat Madaniyyah

No.

Nama Surat

No.

Surat

No.

Nama Surat

No.

Surat

1

Al Baqarah

2

15

Al Hasyr

59

2

Al Anfal

8

16

An Nashr

110

3

Ali Imran

3

17

An Nur

24

4

Al Ahzab

33

18

Al Hajj

22

5

Al Mumtaharah

60

19

Al Munafiqun

63

6

An Nisa

4

20

Al Mujadilah

58

7

Az Zalzalah

99

21

Al Hujurat

69

8

Al Hadid

57

22

At Tahrim

66

9

Muhammad

47

23

Ash Shaf

61

10

Ar Ra’d

13

24

Al Jumu’ah

62

11

Ar Rahman

55

25

At Taghabun

64

12

Ad Dahr

76

26

Al Fath

48

13

Ath Thalaq

65

27

At Taubah

9

14

Al Bayyinah

98

28

Al Maidah

5

 

Suatu surat yang tergolong makkiyah tidaklah berarti semua ayat yang terkandung di dalamnya makkiyah, kadang-kadang terdapat dalam surat makkiyah beberapa ayat madaniah, demikian pula sebaliknya. Hal itu seperti yang terlihat dalam surat Al An’am, surat ini termasuk al-makkiyah, tetapi di dalamnya terdapat juga beberapa ayat al-madaniyah, yaitu ayat 20,23,91,93,114,141,151,152 dan 153.[27]

 

            Pengetahuan tentang ayat-ayat Mekkah dan Madinah merupakan bagian yang terpenting dalam ‘Ulum Qur’an. Hal ini bukan saja merupakan kepentingan kesejarahan melainkan juga untuk memahami dan menafsirkan ayat-ayat yang bersangkutan.


            Sebagaian surat di dalam Al-Qur’an berisi ayat-ayat dari kedua periode tersebut dan dalam beberapa hal muncul perbedaan pendapat dari kalangan para ulama tentang klasifikasi ayat-ayat tertentu. Bagaimanapun juga secara keseluruhan memang sudah berhasil disusun suatu pola pemisahan (pembagian) yang sudah mapan, dan telah digunakan secara meluas secara ilmu tafsir, dan dijabarkan dari bukti-bukti internal yang ada dalam teks Al-Qur’an itu sendiri.

Definisi Al-Makiy dan Al-Madaniy oleh para ahli tafsir meliputi berdasarkan tempat turunnya suatu ayat, berdasarkan khittab/ seruan/ panggilan dalam ayat tersebut, berdasarkan masa turunnya ayat tersebut. Surat-surat Al-Qur’an itu terbagi menjadi empat macam antara lain : Surat-surat Makiyyah murni, Surat-surat Madaniyyah murni, Surat-surat Makiyyah yang berisi ayat Madaniyyah, Surat-surat Madaniyyah yang berisi ayat Makiyyah.

Karakteristik surat dan ayat-ayat Al-Qur’an ini terbagi menjadi dua yaitu karakteristik Al-Makkiy dan karakteristik Al-Madaniy. Adapun kegunaan mempelajari Ilmu ini antara lain agar dapat membedakan ayat-ayat nasikh dan mansukh, agar dapat mengetahui sejarah hukum Islam dan tahapan-tahapannya secara umum, mendorong keyakinan yang kuat, agar mengetahui fase-fase dakwah Islamiyah yang telah ditempuh oleh Al-Qur’an secara bertahap, agar dapat mengetahui keadaan lingkungan, situasi, dan kondisi masyarakat pada waktu turun ayat-ayat Al-Qur’an, agar mengetahui gaya bahasanya yang berbeda-beda


Baca Juga;/..............

👉👉👉👉👉👉👉👉👉👉👉👉👉👉👉


[1].  Kadar M Yusuf diterbitkan oleh Amzah, STUDI AL-QUR’AN , (Jakarta: Amzah, 2010), cet. II, h. 28

[2]. Ibid., h. 29

[3]. Zulheldi Kata Pengantar Maidir Harun, Ulumul Qur’an I, (Pisangan Ciputat: Quantum Press, 2003), cet. I, h. 104

[4].  Armen Mukhtar, ‘Ulum Al-Qur’an, (Padang: IAIN IB Press, 2001), cet. II, h. 28

[5]. Ibid.

[6]. Armen Mukhtar, op.cit,.  h. 29

[7]. Zulheldi, op.cit.,  h. 105               

[8]. Ibid., h. 105

[9]. Ibid.,

[10].  Zulheldi, Op.cit., h. 106

[11]. Zulheldi, Op.,cit., h. 107

[12] . Ibid.,

[13]. Zulheldi, Op.,cit., h.110

[14]. Ibid., h. 110

[15].  Zulheldi, Op.,cit., h. 111

[16]. Zulheldi, Op.,cit., h. 113

[17]. Zulheldi, Op.,cit., h. 114

[18]. Zulheldi, Op.,cit., h. 116

[19]. Zulheldi, Op.,cit., h. 117

[20]. Zulheldi, Op.,cit., h. 117

[21]. Manna Khalil al-Qattan, STUDI ILMU-ILMU QUR’AN, diterjemahkan dari bahasa arab oleh Mudzakir AS, diperiksa dan disunting kembali oleh Maulana Hasanudin, (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2001), cet., 6, h., 81

[22]. Manna Khalil al-Qattan, Op.,cit.,  h. 82

[23]. Ibid.

[24]. Zulheldi, Op.,cit.,h.119  

[25] Ibid.,

[26]. Armen Mukhtar, Op.,cit., h. 32

[27]. Kadar M Yusuf, Op.,cit., h.37

0 Comment