03 Januari 2023

 I’JAZUL QURAN  

       A.      Pengertian I’jaz Al-Qur’an

Kata I’jaz terambil dari bahasa arab, berasal dari kata اعجز  yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu. Pelakunya (yang melemahkan) dinamai  mu’jiz (معجز) dan Tambahan (ة) pada akhir kata  معجزة  mengandung makna mubalaghah [superlatif]. Dengan demikian kata mukjizat itu berarti kemampuan untuk melemahkan yang di miliki sesuatu itu sangat tinggi karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki -Nyal [M. Quraish Shihab, 2001;23; Abu Zahra al-Najib, 1991;17].[1]


Kata Mukjizat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai “kejadian ajaib yang sukar dijangkau oleh kemampuan akal manusia”. Pengertian itu tidak sama dengan pengertian kata tersebut dalam istilah agama Islam.[2]

Secara Istilah Manna al-Qathan menjelaskan[3]


اْظهارصد ق النبي في دعوي الرسا لة با ظها ر عجز العرب عن معا رضته في معجزته الخا لدة وهي القران و عجزالا جيال بعدهم


Artinya : Memperlihatkan kebenaran nabi dalam pengakuannya kerasulannya dengan cara membuktikan kelemahan orang arab dan generasi sesudahnya untuk menandingi kemukjizatan Al-Qur’an.


Dari pengertian di diatas dapat dipahami bahwa bangsa arab dahulu meragukan Al-Qur’an diturunkan oleh Allah kepada nabi Muhammad SAW sehingga orang-orang kafir berusaha menandingi Al-Qur’an dengan membuat seperti Al-Qur’an  walaupun satu ayat. Ternyata penyair yang terkenal  sekalipun tidak bisa menandingi kemukjizatan Al-Qur’an. Allah memberikan kemukjizatan kepada para nabi dan rosul.


Kelemahan bukan berarti bahwa Al-Qur’an memiliki suatu kekuatan sehingga orang yang ingin menandinginya kehilangan kekuatan atau kemampuan. Maksudnya, Al-Qur’an membuat orang kafir menyadari ketidaksanggupan mereka untuk menandingi Al-Qur’an[4]. Karena itu, Al-Qur’an benar-benar ijaz (melemahkan manusia) tidak ada seorang pun yang mampu menandinginya dan Al-Qur’an merupakan mukjizat yang abadi. Keutamaan mukjizat Al-Qur’an bukan hanya ditunjukan kepada bangsa arab melainkan diperuntukkan kepada seluruh manusia


B.       Macam-macam Mukjizat

Mukjizat ada dua macam yaitu bersifat indrawi dan rasional

1.   Mukjizat bersifat indrawi merupakan mukjizat yang dapat ditangkap indra manusia, bisa dirasakan, bisa dilihat mata,bisa didengar telinga bebrbagai mukjizat yang dibawa nabi terdahulu dan yang disebutkan didalam Al-Qur’an, seperti tongkat nabi Musa, nabi Sulaiman yang bisa mengerti bahasa burung dan segala hewan, nabi Isa yang bisa menyembuhkan orang buta dan menghidupkan orang mati dengan seizin Allah.[5]

Dimaksudkan untuk membuat pandangan mata terpana dan membuat kepala tertunduk, karena mereka kagum melihat hal-hal material yang diluar kebiasaan dan mukjizat bersifat indrawi ini berhenti seiring dengan berhentinya waktu kejadiannya.

2.      Mukjizat bersifat rasional memiliki unsur sastra dan akal, yaitu mukjizat yang hanya dapat dimengerti oleh orang-orang yang mau menggunakan akalnya (M. Quraish Shihab, 2001:36).[6]

Al-Qur’an merupakan mukjizat paling besar yang hanya diberikan kepada nabi Muhammad SAW. Mukjizat ini terus berlangsung menurut apa yang dikehendaki Allah. Mengingat nabi Muhammad SAW merupakan penutup semua risalah, maka Allah menguatkannya dengan mukjizat yaitu Al-Qur’an yang kekal dan bersifat universal.


C.     Segi-segi kemukjitan Al-Qur’an


Dimaksud segi-segi ijaz Al-Qur’an ialah hal-hal yang ada pada Al-Qur’an yang menunjukkan bahwa Al-Qur’an adalah benar-benar wahyu Allah.

Menurut Quraish Shihab  segi-segi kemukjizatan Al-Qur’an,yaitu

1.      Segi Kebahasaan

1)      Susunan kata dan kalimat Al-Qur’an


Susunan kata yang indah dan ketelitian redaksi Al-Qur’an membuktikan  tidak ada yang mampu menandingi keindahan bahasanya, dari sini kita dapat mengatakan bahwa keunikan Al-Qur’an dari segi bahasa merupakan kemukjizatan utama yang ditunjukkan kepada masyarakat arab dan bahkan dapat melemahkan manusia yang mendengarkannya sehingga banyak orang yang masuk islam setelah mendengar bacaan Al-Qur’an.


Beberapa hal yang berkaitan dengan susunan kata dan kalimatnya, antara lain,  menyangkut:

a.      Nada dan langgamnya[7]


Jika kita mendengar ayat-ayat Al-Qur’an di bacakan maka hal pertama yang akan terasa di telingga kita adalah nada dan langgamnya. Hal ini disebabkan oleh huruf dari kata–kata yang dipilih melahirkan keserasiaan bunyi dan kemudian kumpulan kata-kata itu melahirkan pula keserasian irama dalam rangkaian kalimat ayat-ayatnya.

Bacalah Surah An-Naziat (79): 1-14


وَالنَّازِعَاتِ غَرْقًا (1)  وَالنَّاشِطَاتِ نَشْطًا (2) وَالسَّابِحَاتِ سَبْحًا (3) فَالسَّابِقاتِ سَبْقًا (4)

 فَالْمُدَبِّرَاتِ أَمْرًا (5). (النازعات : 1-5)   


Kemudian begitu pendengaran mulai terbiasa dengan nada dan langam ini, Al-Qur’an mengubah nada dan langgamnya. Dengarkanlah lanjutan ayat tersebut


يَوْمَ تَرْجُفُ الرَّاجِفَةُ (6) تَتْبَعُهَا الرَّادِفَةُ (7) قُلُوبٌ يَوْمَئِذٍ وَاجِفَةٌ (8) أَبْصَارُهَا خَاشِعَةٌ (9) يَقُولُونَ أَئِنَّا لَمَرْدُودُونَ فِي الْحَافِرَةِ (10) أَئِذَا كُنَّا عِظَامًا نَّخِرَةً (11) قَالُوا تِلْكَ إِذًا كَرَّةٌ خَاسِرَةٌ (12) فَإِنَّمَاِهيَ زَجْرَةٌ وَاحِدَةٌ (13) فَإِذَا هُم بِالسَّاهِرَةِ (14). (النازعات :6-14)


Setelah itu dilanjutkannya dengan mengubah nada dan langgamnya hingga surah itu berakhir.

b.      Singkat dan padat

Al-Qur’an memiliki keistimewaan bahwa kata dan kalimatnya yang singkat tetapi sarat makna

c.      Mudah memahami ayat Al-Qur’an dan di ambil pelajarannya

d.     Memuaskan Akal dan jiwa

Manusia memiliki daya pikir untuk memberikan argumentasi guna mendukung pandangannya, sedangkan daya kalbu mengantarkannya untuk mengekspresikan keindahan dan mengembangkan imajinasi.

Contoh: bagaimana perintah berbuat baik kepada kedua orangtua dibarengi dengan argument logika yang dimulai dengan mengingat sang anak tentang supaya payah ibu mengandung, melahirkan dan menyusukan anaknya.

Selanjutnya perintah tersebut dikaitkan dengan sentuhan batin yakni mengingatkan manusia bahwa seseorang yang telah dewasa pasti mengharapkan anak-anaknya dapat berbakti. [8]

e.      Keindahan dan ketepatan maknanya

Tidak mudah menjelaskan keindahan bahasa Al-Qur’an bagi yang tidak memiliki pengetahuan tentang tata bahasanya, namun kalau kita membaca atau mendengar bacaan Al-Qur’an akan terasa nyaman dan menyentuh hati.

Dan ketepatan maknanya bisa kita menganalisis[9] QS. Al-Baqarah (2): 91

وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ آمِنُواْ بِمَا أَنزَلَ اللّهُ قَالُواْ نُؤْمِنُ بِمَا أُنزِلَ عَلَيْنَا وَيَكْفُرونَ بِمَا وَرَاءَهُ وَهُوَ الْحَقُّ مُصَدِّقاً لِّمَا مَعَهُمْ قُلْ فَلِمَ تَقْتُلُونَ أَنبِيَاءَ اللّهِ مِن قَبْلُ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

Apabila dikatakan kepada mereka (orang-orang yahudi),, “percayalah apa yang diturunkan Allah,” mereka menjawab, “kami hanya percaya dengan apa yang diturunkan kepada kani.” Mereka mengkufuri apa yang datang sesudahnya, padahal ia membenarkan menyangkut apa yang ada pada (di tangan) mereka. Katakanlah, “Kalau demikian, mengapa kamu membunuh nabi-nabi Allah sebelum ini, kalau kamu memang percaya?”

 

Kandungan ayat diatas mencangkup tiga hal pokok:

Pertama, pernyataan  آمِنُواْ بِمَا أَنزَلَ اللّهُ  (percayalah kepada apa yang diturunkan Allah) merupakan nasihat kepada orang yahudi unuk percaya kepada Allah.

Kedua, jawaban mereka نُؤْمِنُ بِمَا أُنزِلَ عَلَيْنَا (kami percaya dengan apa yang diturunkan kepada kami) yang merupakan jawaban mereka mengandung dua maksud utama

Nasihat tersebut bermaksud menyatakan, percayalah kepada Al-Qur’an sebagaiman kalian percaya kepada Taurat. Bukankah kalian percaya kepada kitab Taurat yang dibawa Musa a.s. karena kitab Taurat diturunkan oleh Allah.kalimat diatas  singkat tapi mengandung makna yang padat. Kalimat ini menyebut alasan keharusan mempercayainya kerana Al-Qur’an diturunkan oleh Allah dan jawaban mereka mengndung makna bahwa kepercayaan mereka kepada Taurat bukan saja disebabkan karena ia diturunkan Allah tetapi juga karena ia diturunkan untuk kami.

Ketiga, merupakan tangkisan terhadap kedua jawaban itu وَهُوَ الْحَقُّ penggalan ayat ini menyatakan “Bagaimanamungkin kepercayaan mereka kepada Taurat mengantarkan mereka menolak Al-Qur’an, sedangkan Al-Qur’an adalah sesuatu yang hak, bahkan dialah kebenaran mutlak. Sehingga kepercayaan mereka kepada salah satunya mengakibatkan kekufuran mereka[10]

2)      Keseimbangan  Redaksi Al-Qur’an

Rasysad khalifah memulai pembuktian idenya tersebut dengan kata basmalah  yang terdiri dari 19 huruf.  بسم الله الرحمن الرحيم  yang terdapat dalam Al-Qur’an. Tidak terlebih dan atau berkurang satu hruf pun dari kata-kata yang digunakan oleh Al-Qur’an kesemuanya habis terbagi oleh angka 19, perinciannya adalah sebagai berikut:[11]


a)      Ism (اسم)  dalam Al-Qur’an sebanyak 19 kali

b)     Allah  ( الله)sebanyak 2.698 kali yang merupakan perkalian 142 x19

c)      Ar-Rahman  الرحمن))  sebanyak 57 kali = 3 x 19

d)     Ar-Rahim  الرحيم))   sebanyak 114 = 6 x 19

Dari sini kemudian ia beralih pada keseimbangan-keseimbangan yang lain,seperti:[12]


a)      keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan antonimya

الحياة ( kehidupan) dan الموت ) kematian) masing masing sebanyak 145  kali

 النفع(an-naf’/ manfaat) dan ) الفسادal-fasad/kerusakan) masing-masing sebanyak 50 kali

b)  Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjuk kepada akibatnya

الانفاق ( al-infaq/ menafkahkan) dan الرضا ( ar-ridha/ kerelaan) masing-masing sebanyak 73 kali

الكافرون (al-kafirun/ orang-orang kafir) dan النار (an-nar/ neraka) masing-masing sebanyak 154 kali

c)   Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan kata penyebabnya

الاسراف  (al-israf/ pemborosan) dan السرعة (as-sur’at/ ketergesa-gesaan) masimg-masing sebanyak 23 kali


2.      Adanya berita –berita ghaib  dalam Al-Qur’an


Ghaib adalah sesuatu yang tidak diketahui, tidak nyata atau tersembunyi. Al-Qur’an mengungkap sekian banyak hal ghaib meliputi  berita ghaib dari masa lalu, masa kini ataupun masa yang akan datang.

Contoh  dalam Al-Qur’an menceritakan hal-hal yang akan datang. Yakni, hal-hal yang pada waktu itu belum terjadi, tetapi kemudian terjadi terdapat dalam QS. Ar-Rum (30): 1- 4


الم (1) غُلِبَتِ الرُّومُ (2) فِي أَدْنَى الْأَرْضِ وَهُم مِّن بَعْدِ غَلَبِهِمْ (3) فِي بِضْعِ سِنِينَ لِلَّهِ الْأَمْرُ مِن قَبْلُ وَمِن بَعْدُ وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ (4). ( الروم : 1-4)

Artinya: Alif Laam Miim (1) Telah dikalahkan bangsa Romawi (2) Di negeri yang terdekat, dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang (3) dalam beberapa tahun lagi bagi Allah-lah segala urusan sebelum dan sesudah(mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman (4). (QS. Ar-Rum 1-4)

Sejarawan menginformasikan bahwa tahun 61 H terjadi peperangan antara Romawi dan Persia. Ketika itu bangsa romawi kalah atas Persia.  Dalam ayat ke tiga disebutkan bangsa romawi akan menang terhadap bangsa persia, setelah dikalahkan. Ternyata pemberitaan itu benar-benar terjadi dan pada tahun 622 M terjadi lagi peperangan antara keduanya dan pada peperangan ini dimenangkan oleh Romawi.[13]


3.      Isyarat-isyarat  ilmiah Al-Qur’an


Al-Qur’an adalah kitab yang diturunkan oleh Allah yang meengetahui segala rahasia dan hukum-hukumnya, bahkan dia juga yang menciptakan  rahasia-rahasia dan hukum-hukumnya. Didalam Al-Qur’an terdapat penjelasan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dalam redaksi yang singkat dan sarat makna


Contoh  ayat yang mengisyrakatkan peranan sperma dalam menentukan jenis kelamin anak.[14] adalah firman-Nya  dalam QS.  Al-Baqarah (2) : 223


نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ فَأْتُواْ حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ ..... (البقرة: 223)


Artinya” Istri-istrimu adalah ladang bagimu,maka datangilah ladangmu bagaimana kau kehendaki……


Penjelasannya: Apabila petani menanam tomat di ladangnya, maka jangan harapkan yang tumbuh adalah buah selain tomat diladangnya, karena ladang hanya menerima benih. ini berarti yang menentukan jenis tanaman berbuah adalah petani bukan ladangnya. Jika demikian  bukan wanita yang menentukan jenis kelamin anak, tetapi yang menentukan adalah benih yang “ditanam” ayah di dalam rahim.

 

D.    Peranan i’jaz Al-Qur’an dalam pemahaman Al-Qur’an dan penyampaian Risalah


Dari pengertian diatas maka dapat kita ketahui peranan ijaz Al-Qur’an adalah


1.  Membuktikan kebenaran nabi Muhammad adalah benar-benar utusan Allah dan penyampai risalah

2.      Membuktikan Al-Qur’an  adalah benar-benar  wahyu Allah

3.      Memperkuat keimanan keimanan serta menambah keyakinan akan kekuasaan Allah

4.      Petunjuk bagi umat manusia

5.      Kitab untuk semua zaman

6.      Menunjukkan kelemahan mutu sastra manusia

7.      Semakin memperkaya khazhanah keilmuan yaitu ilmu umum dan  ilmu agama

 

E.     Hubungan Al-Qur’an dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi


Dalam  segi  isyarat ilmiah telah dijelaska,  Berbagai ayat atau pun penggalan-pengalan ayat Al-Qur’an membicarakan masalah yang berkaitan dengan sains dalam redaksi yang singkat dan sarat makna. dSalah satu ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah Al-Qur’an dan al- Sunnah mengajak kaum muslimin  untuk mencari ilmu serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat yang tinggi.


Al-Suyuti  di dalam bukunya Al-Ithqan fi ‘Ulum Al-Qur’an, beliau  berpendapat  bahwa Al-Qur’an mencangkup seluruh Ilmu-ilmu:[15]


“Ia berpendapat bahwa Al-Qur’an mengandung seluruh ilmu pengetahuan dan kitab Allah itu mencangkup segala sesuatu, tidak ada bagian atau problem dasar suatu ilmu pun tidak ditunjukkan dalam Al-Qur’an. Dalam Al-Qur’an seseorang dapat menemukan aspek-aspek menakjubkan pada penciptaan langit dan bumi.”


Para ulama terdahulu memandang Al-Qur’an sebagai sumber sagala ilmu itu lahir dari keyakinan terhadap komprehensifnya Al-Qur’an.  Tetapi ulama sekarang, di samping meyakini hal ini,lebih menekankan pembuktian akan keajaiban Al-Qur’an dalam bidang keilmuan.[16]


Didalam Al-Qur’an terlebih dahulu ditemukan teori-teori ilmu pengetahuan sebelum ditemukan oleh teori-teori ilmu pengetahuan modern. Teori Al-Qur’an sama sekali tidak bertentangan dengan teori ilmu pengetahuan modern. hal ini sudah diakui sacara luas, termasuk oleh kalangan ilmuwan barat bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berdiri atas sumbangan ilmuwan –ilmuwan muslim.

Contoh kejadian alam semesta Al-Qur’an juga mengisyaratkan bahwa langit dan bumi tadinya satu gumpalan melalui Firman-Nya QS. Al-Anbiya (21): 30


أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ. (الانبياء: 30)


Artinya Tidakkah orang kafir memperhatikan bahwa langit dan bumi tadinya merupakan satu yang padu (menyatu), kemudian kami memisahkannya dan kami jadikan dari  segala sesuatu yang hidup berasal dari air, maka mengapa mereka tidak juga beriman?

 

Apa yang telah dikemukan di atas tentang keterpaduan alam raya kemudian pemisahannya dibenarkan oleh obsevasi para ilmuan, yaitu observasi Edwin P. Hubble  melalui teropong bintang raksasa pada tahun1929 menunjukkan adanya pemuaian alam semesta.


Jadi, sains telah mengungkapkan tidak ada penemuan baru ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak diramalkan oleh Al-Qur’an. Tetapi Al-Qur’an bukanlah kitab ilmu alam ataupun fisika tetapi Al-Qur’an adalah kitab petunjuk atau pembimbing untuk kebahagiaan di dunia dan akhirat, maka didalamnya terdapat berbagai peunjuk yang berkaitan juga dengan ilmu pengetahuan.


Dan penalaran yang dibangkitkan Al-Qur’an lewat berbagai petunjuk pengarahan dan hukum-hukum inilah yang bisa mewujudkan kebangkitan ilmiah dan menciptakan cendikiawan yang bisa melakukan penelitian dan inovasi di segala bidang seperti yang telah terjadi pada peradaban Islam


Baca Juga;/..........

👉👉👉👉👉👉👉👉👉👉👉👉👉👉👉


[1] Zuheldi, Ulumul Qur’an I, (Jakarta: PT Quantum Press, 2003), Cet. ke-1, h. 171

[2] M. Quraish Shihab, Mu’jizat al-Qur’an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Ghaib, (Bandung: Mizan, 1998), Cet. ke- IV, h. 23

[3] Hasan  Zaini, et al, Ulum al-Qur’an, (Batusangkar: STAIN Batusangkar Press, 2011), Cet. ke- 2, h. 176

[4] Zuheldi, op.cit., h. 175

[5] Yusuf Al-Qaradhawi, Terjemahan Kaifa Nata’amal Ma’a Al-Qur’an, diterjemahkan oleh Kathur Suhardi, “Bagaimana Berinteraksi dengan Al-Qur’an”, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,2000), h. 28

[6] Zuheldi, op.cit., h. 177

[7] M.Quraish Shihab, op. cit., h. 118-120

[8] Ibid., h. 129

[9] Ibid., h. 134-135

[10] Ibid., h. 136

[11] Ibid., h.139

[12] Ibid., h. 141-142

[13] Hasan Zaini, op .cit., h.178

[14] M. Quraish Shihab, op. cit., h. 168-169

[15] Mahdi Ghulsyani,Terjemahan Filsafat sains menurut al-Qura, diterjemahkan oleh Agus Efendi, “The Holy Qur’an and Sciences of  nature”, (Mizan: Bandung, 1998), cet. x,  h. 139

[16]Ibid.,  h. 140

0 Comment