28 Mei 2012


SEJARAH PERKEMBANGAN FILSAFAT ILMU
A.      Pendahuluan.
Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun secara historis, karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Filsafat telah berhasil mengubah pola fikir bangsa Yunani dan umat manusia dari pandangan mitosentris menjadi logosentris. Awalnya bangsa Yunani dan bangsa lain di dunia beranggapan bahwa semua kejadian di alam ini dipengaruhi oleh para dewa. Karenanya para dewa harus dihormatidan sekaligus ditakuti kemudian disembah. Dengan filsafat, pola fikir yang selalu tergantung pada dewa diubah menjadi pola fikir yang tergantung pada rasio.
Perubahan dari pola fikir mitosentris ke logosentris membawa implikasi yang besar. Alam dengan segala gejalanya, yang selama ini ditakuti kemudian didekati dan bahkan dieksploitasi. Perubahan ini melahirkan berbagai cabang ilmu pengetahuan mulai dari zaman Yunani kuno sampai dengan zaman modern. Perubahan yang mendasar adalah ditemukannya huku-hukum alam dan teori-teori ilmiah yang menjelaskan perubahan yang terjadi, baik di alam jagad raya (makrokosmos) maupun alam manusia (mikrokosmos).
Perkembangan sejarah filsafat di dunia barat dapat dibagi dalam empat periodisasi. Periodisasi ini didasarkan atas ciri pemikiran yang dominan pada waktu itu. Pertama, adalah zamanYunani Kuno atau periode klasik, ciri pemikiran filsafat adalah kosmosentris yakni para filosof masa ini mempertanakan asal-usul alam semesta dan jagad raya. Kedua, adalah zaman abad pertengahan, ciri pemikiran abad ini teosentris, yakni para filosof pada masa ini memakai pemikiran filsafat untk memperkuat dogma-dogma agama Kristiani.[1]                                                                                                                                 
 Ketiga, adalah zaman Abad Modern, para filosof menjadikan manusia sebagai pusat analisis filsafat, yang disebut antroposentris. Keempat, adalah zaman abad Kontemporer, ciri pokok pemikiran zaman ini ialah logosentris, artinya teks menjadi tema sentral pada diskusi para filosof.[2]  
Makalah ini akan mencoba menguraikan secara ringkas sejarah perkembangan filsafat pada periode klasik dan periode pertengahan. Paparan dikemukana secara singkat latar belakang kelahiran masing-masing periode, ciri-ciri pokok pemikirannya beserta filosof-filosof yang berpengaruh dominan, dan pengaruh masing-masing periode terhadap perkembangan pemikiran kemanusiaan pada umumnya.   

B.       Sejarah Perkembangan Filsafat Ilmu Periode Klasik.
1.      Masa sebelum Socrates.
Dalam sejarah filsafat biasanya filsafat Yunani dijadikan sebagai pangkal sejarah filsafat barat. Hal ini karena dunia barat dalam alam berpikirnya selalu mengacu pada pikiran Yunani. Kelahiran pemikiran filsafat di dunia barat diawali pada abad ke-6 sebelum masehi dengan ditandai runtuhnya mite-mite dan dongeng-dongeng yang selama ini menjadi konsep pembenaran terhadap setiap gejala alam. Mereka mencari tahu tentang asal mula alam dengan segala isinya.
Menurut Poedjawijatna bahwa ahl pikir yang berusaha mencari intisari alam melalui pikiran belaka itu yang tertua adalah terdapat di kota kecil Miletos, pada abad keenam sebelum masehi dengan beberapa tokoh filsafat[3] antara lain adalah :
1)      Thales (624 – 548 SM) menyimpulkan bahwa air merupakan arche (asal-mula) dari segala sesuatu, pendapatnya didukung oleh kenyataan bawa air meresapi seuruh benda-benda di jagad raya ini.[4]  
2)      Anaximandros (611 – 545 SM) meyakini bahwa asa mula dari segala sesuatu adalah apeiron yaitu sesuatu yang tidak terbatas. [5]
3)      Anaximenes (588-524 SM) mengatakan bahwa asas- mula segala sesuatu itu adalah udara, keyakinannya ini didukung oleh kenyataan bahwa udara merupakan unsur vital kehidupan.[6]
4)      Heraklitos (540-480 SM) melihat alam semesta ini selalu dalam keadaan berubah; sesuatu yang dingin berubah menjadi panas, yang panas berubah menjadi dingin. Ungkapan yang terkenalnya adalah panta rhei uden menei (semuanya mengalir dan tidak adam sesuatu pun yang tinggal mantap). Ia menyimpulkan bahwa yang mendasar dalam alam semesta ini bukan bahannya melainkan penyebabnya, yaitu api. Api dapat mengeraskan adonan roti, dan disisi lain dapt melunakkan es. Maka api meupakan simbol perubahan.[7]  
5)      Parmenides (515-440 SM) mengemukakan pendapatnya bahwa gerak dan perubahan tidak mungkin terjadi. Menurutnya, realitas merupakan keseluruhan yang bersatu, tidak bergerak dan tidak berubah. Dia menegaskan yang ada itu ada. Itulah satu-satunya kebenaran.[8] 
6)      Demokritos (460-370) merupakan pemikir penting Yunani dalam rangka perkemabngan ilmu pengetahuan. Ia menegaskan realitas terdiri dari banyak unsur yang disebutnya dengan atom, berasal dari kata a = tidak, dan tomos = terbagi/terpisahkan. Pandangan Demokritos merupakan ckal bakal perkembangan ilmu fisika, kimia dan biologi.[9] Menurut Demokritus bahwa bergeraknya atom-ataom di ruang kosong mengakibatkan tabrakan atom. Karena betuk atom berbeda-beda, maka menyebabkan terbentuknya rangkaian atom yang berkelompok-kelompok dan akhirnya menyatu dalam bentuk kosmos. Terbentuknya kosmos dari bukan berarti atom mengalalmi perubahan, tetapi yang berubah hanyalah tumpukan, kombinasi, pengelompokkan dan pemisahan, serta substansi karena terjadi perubahan ruang (tempat). Democritos mengatakan, hanya kesesuaian atomlah yang menyebabkan dapat berproses menjadi bumi.[10] 
Dari beberapa tokoh filsafat diatas dengan dengan beraneka-ragam teorinya terlihat bahwa orang Yunani berusaha memberikan deskripsi yang rasional dari masalah-masalah yang mereka hadapi, termasuk memikirkan tentang asal-mula amam semesta. Pemahaman ini sebelumnya dilakukan secara mistis, sesuai dengan mitologi yang berkembang. Dalam pengembangan selanjutnya, teori Democritos yang paling dominan dibandingkan dengan teori Thales, Anaximandros, dan Anaximenes. Teori-teorinya memberikan corak dan semangat bagi perumus teori-teori modern. Di sinilah kelebihan bangsa Yunani, yang mampu memberikan spirit bagi lahirnya teori-teori canggih kemudian. 
2.      Masa Socrates.
Socrates lahir di athena (469 SM) dari bapak seorang juru pahat dan ibu seorang bidan. Ia amat cerdas pikirannya dan berpendidikan tinggi, tetapi konon kabar parasnya amat jelek. Begitu juga dengan istrinya bernama Xantippe yang sangat cantik tetapi amat judes. Tahun 399 SM  dijatuhi hukuman mati: harus minum racun karena diaanggap telah meracuni jiwa pemuda.[11]  Ajaran Socrates dipusatkan kepada manusia. Ia mencari pengetahuan yang murni dan sebenarnya, yakni pengetahuan sejati. Adapun caranya adalah dengan mengamat-amati yang konkrit dengan bermacam-macam coraknya,kemudian dihilangkan yang berbeda, maka muncul yang sama sehingga timbul pengertian yang sejati. Metode ini disebut majeutike (kebidanan). Misalnya tingkah laku yang  bermacam-macam yang berani, timbullah pengertian “keberanian”. Begitu juga dari bermacam-macam yang baik, maka timbullah pengertian “kebaikan”[12]. Hal ini dilakukannya dengan cara tanya jawab (dialoge) untuk membidani lahirnya pengertian-pengertian baru yang sejati. Menurutnya kebenaran sejati adalah Tuhan.   
3.      Masa Sesudah Socrates.
Filsafat sebelum Socrates mengarahkan perhatiannya kepada alam, tetapi filsafat setelah Socrates bukan hanya alam, tetapi juga manusia. Cara peenyelidikan yang dilakukan para filsosof Yunani pada masa ini sangat terpengaruh sekali oleh Socrates, sehingga sudah layak, bahwa Socrates dianggap batas dalam alam pikiran Yunani. Jadi bukanlah batas waktu semata-mata melainkan batas aliran.[13] Socrates-lah yang mendorong manusia untuk menyelidiki manusia dalam keseluruhannya. Ia mulai menghargai perbedaan rohani dan jasmani pada manusia. Beberapa pemikir pada masa ini antara lain:
1)      Plato.
Lahir tahun 427 SM dari keluarga bangsawan, kemudian mengikuti ajaran Socrates dengan taat. Sepeninggalan gurunya banyak buku yang ditulisnya. Ia aktif dalam pengembangan filsafat dengan mendirikan sekolah khusus, yang disebut “Academia”. Konsep ketuhanan Plato berpijak pada konsep ide, yaitu suatu pandangan bahwa terdapat suatu dunia (dunia ide) di balik alam kenyataan, sebagai hakekat dari segala yang ada.[14]
Artinya, apa yang kita amati sehari-hari adalah bayangan dari alam ide tersebut, sebagai sumber segala yang ada yaitu kebaikan dan keburukan. Karena itu, ide-ide tidak tergantung kepada pemikiran, tetapi pemikiranlah yang bergantung pada ide. Justru itu, karena ada ide mandirilah pemikiran manusia menjadi mungkin. Ide tersebut bersifat objektif, bukan subjektif. Ide itu berpusat dan dikendalikan oleh puncak ide, yang digambarkan sebagai ide tentang kebaikan. Ide kebaikan itu diformulasikan sebagai Tuhan.
Plato memandang dunia ide sebagai dunia kenyataan. Ide adalah realitas. Oleh karena itu filsafat Plato dipandang beraliran idealisme yang realistis.[15]
2)      Aristoteles (384-348 SM).
Lahir di Stagira 384 SM. Prestasi akademik diperoleh ketika belajar di Athena dan menjadi murid Plato selama lebih kurang 20 tahun. Ia diangkat menjadi pemimpin sekolah Academia setelah Plato meinggal. Selain mendirikan sekolah di Assus, juga menjadi guru Alexander the Great, raja Yunani yang perkasa. Karya-karyanya mencakup hampir semua disiplin keilmuan yang ada yaitu logika, filsafat alam, metafisika, etika, politik, retorika, dan sebagainya.
Konsep Ketuhanannya didasarkan pada filsafat fikis, yaitu keberadaan Tuhan didasarkan pada gerakan alam, yaitu setiap gerakan dalam alam ini digerakan oleh sesuatu yang tidak bergerak, yaitu Tuhan. Oleh karena itu, Tuhan sebagai penggerak pertama dan sekaligus sebagai tujuan dari gerak.[16] Selanjutnya Aristoteles mengatakan bahwa gerakan alam sepenuhnya bergerak menuju kepada sumber (Tuhan).
Konsep Ketuhanan Aristoteles dengan argumen gerak ini sangat menarik perhatian filsuf berikutnya, termasuk fisul muslim. Hal ini ditandai dengan munculnya argumen keberadaan Tuhan di kalangan filsuf muslim yang disebut argumen gerak (dalil al-harkat). Sebaliknya di Yunani filsafat mengalami kemunduran karena cenderung memasuki dunia praktis bahkan berlanjut keduania mistik.



C.     Sejarah Perkembangan Filsafat Ilmu Periode Pertengahan.
Pengaruh tradisi rasional-empirik yang telah di bangun oleh Plato dan kawan-kawannya di Yunani, telah mengubah dunia motos ke dunia logos. Namun proses  ini tidak bertahan lama. Mitos kembali mengalahkan logos yang telah susah payah dikerjakan oleh para filosof-filosof besar Yunani.
Setelah Aristoteles meninggal, Filsafat Yunani kuno menjadi ajaran praksis, bahkan mistis sebagaimana terlihat dalam ajaran Stoa, Epicuri, dan Plotinus. Bersamaan dengan runtuhnya kekuasaan Romawi,mengisyaratkan akan datangnya tahapan baru, yaitu filsafat harus mengabdi kepada agama menjadi semakin nampak. Filsafat Yunani yang sangat sekuler telah dicairkan dari antinominya dengan doktrik Gerejani. Filsafat menjadi lebih bercorak teologis.[17] Biara tidak hanya tempat pusat kegiatan keagamaan, tetapi juga menjadi pusat kegiatan intelektual. Sehingga ilmu pengetahuan dihubungkan dengan kitab suci umat Kristiani dalam bentuk hubungan yang history of scientific progress, yang mengakibatkan perkembangan ilmu pengetahuan tidak fleksibel dan terkurung oleh doktrin agama.
Kondisi ajaran Kristiani yang menempatkan kitab sucinya dengan ilmu pengetahuan dalam bentuk hubungan history of scientific progress ini. Belakangan oleh pengikut agama Muhammad (Islam) menajdi ilham penting, sehingga dalam pengikut ajaran agama terakhir ini, hubungan kitab sucu dengan ilmu pengetahuan ditempatkan dalam bentuk social psychology (psykologi sosial) dan tidak history of scientific progress (sejarah perkembangan ilmu pengetahuan).[18]

   
Pengikut Kristus yang fanatik terhadap mitologi menjadi penentang yang sangat kuat terhadap perkembangan rasionalisme yang telah dibangun oleeh filosof awal di Yunani. Pengikut Kristus sering membperdebatkan hasil kajian ilmiah dan filsafat yang dibangun oleh manusia pada masa sebelumnya. Sehingga dunia kembali mengalami masa kegelapan dan masyarakat dunia kemabli dikalahkan oleh mite-mite.
Satu-satunya perpustakaan Iskandaria di bakar oleh orang-orang yang sangat fanatik terhadap agama mitologis, yaitu kaum Nasrani yang memiliki watak yang tidak imliah. Seorang wanita yang cantik dan cerdas bernama Hypatia, harus rela menjadi korban kaum Gerjawan Kristen yang sedang mengkonsolidasikan dirinya di Patikan untuk menolak dan melawan paganism (sebagai sistem ritus). Hypatia dibunuh dengan alasan karena menolak lamaran setiap laki-laki bangsawan dan kaum Gerejawan. Penolakan Hypatia dilatarbelakangi keinginannya untuk mencurakan segala pikirannya dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Ia ingin menghabiskan waktunya di perpustaan. Ia berdiri di atas kuatnya masyarakat yang menolak terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani, hal ini dianggap dan disamakan dengan paganism. Oleh karena itu, setiap orang yang mencari, dan mengembangkan ilmu pengetahuan dianggap mencari dan mengembangkan paganisme.
Akhirnya pada sautu perjalanan menuju perpustakaan, Hypatia dicegat oleh segerombolan kaum Gerejawan. Ia diturunkan dari kereta kudanya dan dibunuh, kemudian dikelupasi dagingnya serta tualng-tulangnya dibakar. Semua miliknya dimusnahkan dan karya-karyanya dihancurkan serta namanya dilupakan. Sedangkan uskup agung Iskandaria bernama Cryl yang memerintahkan untuk membunuh Hypatia diberi kehormatan oleh gereja kristen sebagai orang suci atau santo.[19]
Ketika mayoritas masyarakat mengambil sikap pandang yang demikian jauh dari filsafat, bukan berarti filsafat otomatis mati dan tidak berkembang dalam lintasan sejarah dunia. Sejarah mencatat di masa partistik ini muncul tokoh dan ilmuwan yang konsen terhadap persoalan filsafat meskipun dalam jumlah yang sangat sedikit sekali dan hampir tidak punya pengaruh terhadap kecenderungan masyarakat yang mitologis. Tokoh filsafat masa pertengahan ini adalah PLITONUS (204-269 M) dan Augustine (354-430 M) yang telah berpengaruh cupuk signifikan terhadap pemikiran-pemikiran filosofis masyarkat Muslim, khususnya tentang ciri keesaan Tuhan. Pemikiran kedua tokoh ini juga sangat mempengaruhi terhadap pemikiran filosofis yang dibangun oleh Anselm (1033-2209 M) dan Thomas Aquinas (1225-1274 M) di abad pertengahan.
1.      Augustine.
Augustine atau sering disebut Agustinus, waktu mudanya ia menyelami filsafat yang bermacam-macam coraknya, dan dalam beragama ia juga mengenal bemacam aliran. Pada umur 33 tahun ia menjadi Katolik. Buku-buku karyanya tidak semata-mata memuat filsafat, tetapi juga meruapakan perengangan agama.
Dalam logikanya Augustine memerangi skepsis. Skepsis itu mnurut pendapatnya mengandung pertentangan, dan kemustahilan. Skepsis mengajurkan keragu-raguan tentang segala-galanya. Menurutnya siapa yang berpikir , tentulah ia ada, jadi ada kepastian padanya.[20]
Dalam antropologia dan etika, Augustine berpendapat dengan menjawab pertanyaan: Apakah manusia itu? Jawabnya : menurut badannya manusia termasuk alam jasmani, tetapi karena jiwaanya ia termasuk rohani. Oleh karena ia jasmani, maka terikatlah ia, harus mengalami perubahan, sengsara dan terlibat dalam waktu. Sebalinya oleh karena ia termasuk alam rohani, maka dengan budinya ia mencari kebenarana yang baka, dan dengan kehendaknya mencari kebaikan yang sempurna. Itulah sebabnya pada manusia terdapat pertentangan antara jasmani dan rohani. Yang menjadi tugas manusia adalah menaklukkan yang jasmani kepada rohani dengan mempergunakan kehendaknya yang merdeka. Tetapi jnganlah mengira, bahwa yang jasmani itu jahat.
Kejahatan atau dosa terletak pada kehendak yang bebas. Jika kehendak itu memilih yang jasmani serta dengan demikian memustahilkan jalanya kepada Tuhan, maka berdosalah ia. Jadi dosa atau jahat itu berdasarkan atas ketiadaan yang baik. Demikian pendapat augustine tentang antropogia dan etika.[21]
Bagaimana hubungan manusia dengan Tuhan?
Segala makhluk merupakan patisipasi (ikut serta) kepada idea-idea Tuhan. Adapun partisipasi manusia berbeda dengan paerisipasi makhluk lainnya. Makhluk lain partisipasinya pasif, sedangkan manusia partisipasinya aktif. Keaktifan manusia pada Tuhannya adalah dengan mengenal Tuhan dengan kasih mesra berdasarkan cinta. Adapun cinta merupakan partisipasi kebaikan Tuhan. Ada Tuhan, terdapat pada ada segala sesuatunya. Tuhan mengatur segala sesuatu yang ada dalam alam ciptaannya.
2.      Thomas Aquinas.
Thomas dilhirkan dekat kota Aquino,  tahun 1225. Sebab itu ia sering disebut Thomas Aquinas. Masa mudanya ia menajdi murid Albertus di Paris. Kemudian ia mengukuti jejak gurunya dan menjadi pembesar pada Ordonya di Jerman, dan mengajar di perguruan tinggi di sana.
Fisalfat Aristoteles direnungkan secara mendalam oleh Thomas Aquinas, tanpa ragu-ragu ia mengambil filsafat Aristoteles sebagai dasar dalam berfilsafat. Ia membuang hal-hal yang tidak pas dengan ajaran kristiani dan menambahkan hal-hal baru, sehingga filsafatnya melahirkan suatu aliran yang bercorak Thomisme, yang menjadi ciri khas filsafat pada zaman pertengahan.
Thomas dalam hal terjadinya alam semesta menganut teori penciptaan, artinya Tuhan menciptakan alam semesta. Dengan tindakan mencipta, Tuhan menghasilkan ciptaan dari ketadaan. Karena segala sesuatu timbul oleh penciptaan Tuhan, maka segala sesuatu juga ambil bagian dalam kebaikan Tuhan. Selanjutnya penciptaan itu bukan merupakan tindakan pada suatu saat tertentu, yang sesuad itu ciptaan tersebut utnuk seterusnya dibiarkan mengadu nasibnya sendiri. Mencipta berarti secara terus menerus menghasilkan dan memelihara ciptaan.[22] Tuhan menciptakan alam semesta serta waktu dari keabadian, gagasana penciptaan tidak bertentangan dengan alam abadi. Kitab suci mengajarkan bahwa alam semsta berawal mula, tetapi filsafat tidak membuktikan hal itu, sepeti halnya juga filsafat tidak bisa membuktikan bahwa alam semsta tidak berawal mula.

D.      Kesimpulan.
1.      Filsafat dan ilmu saling terkait, karena kelahiran ilmu tidan terlepas dari peran filsafat, dan sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Filsafat teah merubah pola pikir bangsa Yunani dari pandangan mitos ke logos. Perubahan ini melahirkan berbagai cabng ilmu pengetahuan sejak zaman Yunani kuno sampai dengan zaman modern.
2.      Perkembangan filsafat barat dibagi ke dalam empat periode berdasarkan ciri pemikirannya, yaitu zaman Yunani kuno (klasik), zaman pertengahan, zaman modern, dan zaman kontemporer.
3.      Sejarah perkembangan filsafat ilmu periode klasik terbagi ke alam tiga bagian yaitu: masa sebelum Socrates, masa Socrates, dan masa sesudah Socrates.
a.       Masa sebelum Socrates.
Pada masa ini orang mencoba memikirkan asal mula kejadian alam, sehingga lahir pemikiran-pemikiran baru tentang alam dan mulai meninggalkan mite-mite yang berkembang masa itu. Pemikir-pemikir masa ini adalah:
1)      Thales (624-548 SM) menyimpulkan bahwa unsur materi alam itu beasal dari air.
2)      Anaximandros (611-545 SM) menyimpulkan bahwa asal-mula segala sesuatu adalah sesuatu yang tidak terbatas (aperion).
3)      Anaximenes (588-524 SM) menyimpulkan bahwa asal mula segala sesuatu adalah udara.
4)      Heraklitos (540-480 SM) menyimpulkan asal-mula segala sesuatu dapat berubah karena penyebabnya, yaitu api.
5)      Parmenides (515-440 SM) bahwa gerak dan perubahan tidak mungkin terjadi, yang ada keseluruhan yang bersatu.
6)      Demokritos (460-370 SM) menyimpulkan bahwa segala sesuatu terdiri atas atom-atom. Ini merupakan cikal bakal perkembangan ilmu fisika, kimia, dan biologi. 
b.      Masa Socrates.
Ia mengembangkan pemikirannya tidak terhadap alam tetapi terpusat pada manusia dengan menggunakan metode Majeutika (kebidanan). Dia mencari pengertian-pengertian melalui dialog, dari dialog dapat menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang sejati. Menurutnya kebenaran sejati adalah Tuhan.
c.       Masa sesudah Socrates.
Filsafat setelah masa Socrates terpusat pada alam dan manusia. Beberapa tokoh masa ini antara lain Plato dengan pemikirannya tentang ide, dan Aristoteles dengan pola pemikiran ketuhanannya.
4.      Sejarah perkembangan filsafat periode pertengahan.
Perkembangan filsafat pada masa pertengahan terjadi kemunduran karena sangat dipengaruhi oleh perkembangan agama kristen. Semua pemikiran harus disesuaikan dengan seluruh ajaran kristiani, sehingga jika ada orang yang berusaha mengembangkan ilmu pengetahuan berdasarkan realitas dianggap menyimpang dari dari aturan-aturan kristiani. Tokohnya antara lain Augustine dengan penyeimbangan antara jasmani dan rohani. Tokoh lainnya adalah Thomas Aquinas yang mengadopsi pemikiran gurunya : Aristoteles tetapi setiap yang tida cocok dengan ajaran agama kristiani ditinggalkannya. Semua pemikirannya merupakan siar kristiani.

                    
DAFTAR PUSTAKA
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005 Cet   ke-2  

Cecep Sumarna, Filsafat Ilmu: Dari Hakekat menuju Nilai, Bandung: Pustaka
Bani Quraisy, 2004, Cet I

Hasan Bakti Nasution, Filsafat Umum,Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001
Imam Barnadib , Filsafat Pendidikan sistem dan Metode, Yogyakarta: FIP IKIP Yogyakarta, 1984

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 1992.

Mustansyir, Rizal, dkk, Filasafat Ilmu, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003, Cet. III

Poedjawijatna, Pembimbing Ke Arah Alam Filsafat, Jakarta: PT. Pembangunan, 1980, Cet ke-5.

 

[1] Rizal Mustansyir, dkk, Filasafat Ilmu, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003, Cet. III,     h. 58
                                    
                                                
[2] Ibid., h. 59
[3] Poedjawijatna, Pembimbing Ke Arah Alam Filsafat, Jakarta: PT. Pembangunan, 1980, Cet ke-5, h. 19.
[4] Rizal Mustansyir ,dkk, Op., Cit., h. 60



[5] Ibid., h. 60
[6] Ibid., h. 61     
[7]Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005) Cet ke-2, h.24  
[8] Ibid., h. 25
                [9]Rizal Mustansyir, dkk, Op-cit, h. 63  
[10] Hasan Bakti Nasution, Filsafat Umum, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), h. 42
                 [11]Ibid, h.26
      [12] Ibid, h. 27
                      [13]Ibid, h. 28
                    [14]Hasan Bakti Nasution., Op-cit, h. 50
             [15] Imam Barnadib , Filsafat Pendidikan sistem dan Metode, (yogyakarta: FIP IKIP Yogyakarta, 1984), h. 60
            [16]Hasan Bakti Nasution, Op-cit, h. 50-51
         [17]Cecep Sumarna, Filsafat Ilmu: Dari Hakekat menuju Nilai, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), Cet I, h. 6
                      [18]M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1992)., h. 141.
                 [19]Cecep Sumarna, Op-cit, h. 8
                 [20]Poedjawijatna, Op-cit, h. 70
            [21]Ibid, h. 70
            [22]Rizal Mustansyir, Op-cit, h. 69.

0 Comment