28 Mei 2012


SUMBER PENGETAHUAN


Istilah pengetahuan merupakan padanan dari bahasa  inggris knowledge yang berarti pengetahua umum yang belum teruji kebenarannya. Dalam encyclopedia of philosophy, pengetahuan  didepenisikan dengan kepercayaan yang benar knowledge is justified true belief[1] Rumusan ini mirip dengan pernyataan John Dewey yang mempersepsikan pengatahuan dengan kebenaran (knowledge is truth). Pengaetahuan identik dengan kebanaran, dan ini berarti pengetahuan haruslah benar. Sebab jika tidak benar maka ia adalah kontradiksi

EMPERISME
1 pengertian
Secara etimologi emperisme berasal dari bahasa yunani “emperia” yang berarti pengalaman indrawi. Karena itu emeperisma memilih sebagai sumber utama pengetahuan bukan rasio melainkan pengalaman, dan pengalaman itu dipahami sebagai pengalaman lahirian yang menyanggkut dunia maupun pengalaman bathiniah yang menyangkut pribadi manusia[2]
Secara terminologi, Petter Corutters mendepenisikan emperisme sebagai berikut : “as generally understood, may simplay be definied as the doctrine that all knowledge must be grounded in exsperience” artinya secara umum dapat melalui pengalaman[3]
Dari defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa emperisme berasal dari kata Yunani “emperia” yang berarti pengalam indrawi. Dan yang maksud dengan emperise adalah paham yang berpendapat bahwa sumber utama pengetahuan itu bukanlah rasio melainkan pengalaman, baik yang bersifat lahiriah maupun bathiah yang menyangkut pribadi manusia.



A TOKOH DAN PENDAPATNYA
Tokoh emperisme ini adalah Thomas Hobbes (1588-1676). Ia seorang ahli fikir inggris di Malmesbury, yang kedua adalah John Locke (1632-1776) ia dilahirkan di Wrington dekat Brsitol Inggris dikenal dengan ahli hukum, ketiga David Hume (1711-1776) ia adalah seorang ahli fikir Inggris
Dari ketiga tokoh ini, penulis akan mengemukakan pendapat David Hume tentang Emperisme dengan alasan Karena pendapat tentang emperisme lebih mudah dicerna dari tokoh lainnya, alsan lainnya adalah bahwa pada masa David hume ini memuncaknya aliran yang bertentangan dengan rasionalisme yakni emperisme.
Dasar memuncaknya emperisme pada David Hume adalah  karena ia mengunakan prinsip-prinsip empeirisme dengan cara yang paling radikal, terutama pengertian substansi dan kausalital menjadi objek kritiknya.
Ia menganalisa pengertian substansi di dalam buku Prof. I.R Poedjawijatma[4] ditemukan pendapat David Hume yang mengatakan bahwa seluruh pengetahuan itu menurut dia tak lain dari pada jumlah pengalaman kita, apa saja yang merupakan  pengetahuan itu hanya disebabkan oleh pengalaman. Adapun yang bersentuhan  dengan indra itu ialagejalah dari hal tersebut, yang menyebabkan kita mempunyai pengertian yang tetap (substansi) itu tidak lagi dari pengulangan pengalaman yang demikian acapkalinya, sehingga kita mengangap mempunyai pengertiian tentang suatu hal, tetapi sebetulnya tidak ada itu. Substansi itu hanya anggapan, khayalan belaka.
Begitu pula pengertian lainnya yangg tetap dan umum itu semuanya tak lain hanya. Kita misalnya tak mengetahui kesabaran, yang kita hanya urutan-urutan kejadian, misalnya : kita kerapkali merasa sakit setelah menerima pukulan, maka kita katakan yang menyebab sakit itu pukulan, tetapi tidak sebenarnya demikian, itu hanya anggapan kita saja,
Dengan tegas Hume hanya menerima sentuhan indra dengan hal luar, hanya itu saja, segala kesimpulan yang diadakan orang itu tak ada dasarnya, menueut Hume pengetahuan budi (umum) tak dapat diterima persesuaiannya dengan objeknya
Dalam buku FX, mudji sutrisno, dkk,[5] ditemuakan pendapatnya bahwa ia menerima substansi, sebab kalau dalam substansi yang dialami hanya kesan-kesan saja tentang beberapa ciri yang selalu terdapat bersama-sama, misalnya aku alami kesan : putih, licin, ringan atas dasar pengalaman ini tidak disimpulkan bahwa dibelakang ciri-ciri itu  masih ada substansi tetap. Misalnya keras yang mempunya ciri-ciri tadi,
Begitu juga menurut Hume, Pengalaman semata-mata tidak mengizinkan menerima adanya “ Aku sebagai substansi. Yang disebut “aku” tidak lain daripada “a bundle or collection of perception (persepsi ini harus dimengerti sebagai suatu keadaan kesadaran tertentu)
kita mempunyai kecendrungan untuk menyangka bahwa di bawah keadaan-keadaan kesadaran itu terdapat suatu substatum atau alas yang tetap, namun bisa hanya suatu kepercayaan saja (belief). dari pengalaman tidak bisa disimpulkan adanya suatu substansi di bawah ciri-ciri yang diamati itu.
            Sama halnya dengan kausalitas (hubungan sebab-akibat). Jika suatu gejala tertentu selalu disusul oleh gejala lain, dengan sendirinya kita cendrung kepada pikiran bahwa segaja yang satu disebabkan oleh gejalah yang sebelumnya. Misalnya batu yang disinari Matahari selalu panas. Kita bisa menyimpulkan batu menjadi panas karena disinari matahari. Tetapi kesimpulan ini tidak berdasarkan pengalaman. Pengalaman hanya memberikan urutann gejala-gejala, tetapi tidaklah memperlihatkan  urutan sebab-akibat.
            Pendirian hume ini mempunyai konsekwensi-konswensi yang besar bagi ilmu pengetahuan dan filsafat yang seluruhnya berdasarkan prinsip kausalitas, sekrang Hume harus menyimpulkan bahwa pengetahuan dan filsafat tidak mampu menciptakan kepastian.



B. RASIONALISME
1. Pengertian
Rasionalisme adalah suatu aliran yang mengatakan bahwa segala pengetahuan dapat diperoleh dengan memakai alat manusia[6] jadi, rasionalisme adalah paham Filsafat yangg mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting dalam memperoleh pengetahuan dan mengetes pengetahuan.
Jika empirisme mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh dengan alam mengalami objek empiris, maka rasionalisme menngajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara berfikir. Alat dalam berfikir itu adalah kaidah-kaidah logis atau kaedah-kaedah logika.
Sejarah rasionalisme sudah tua sekali, Thales telah menerapkan rasinalisme dalam filsafatnya, kemudian pada masa modern dalam sejarah filsafat biasanya dimulai oleh filsafat Descartes, sehingga dianggap sebagai Bapak filsafat modern

2. TOKOH-TOKOHH FILSAFAT RASIONNALISME
a. Rene Descrates (1596-1650).
            Rene Descrates lahir pada tahun 1596 dan meninggal dunia pada tahun 1650 M, bukunya yang terpenting dalam Filsafat murni adalah “discourse de la methode (1963) dan meditationes de prima philoshopia (1642)[7] kedua m\buku inilah ia menuangkan metodenya keraguan Rene Descrates. Metode ini sering juga disebut cogito Descrates, atau metode cagito saja
Descrates telah lama mearasakan tidak puas terhadap perkembangan Filsafat amat lamban dan banyak memakan korban itu. Amat lamban terutama bila dibandingkan dengan perkembangan filsafat pada zaman sebelumnya. Ia melihat tokoh-tokoh gereja yang mengatas namakan agama telah menyebabkan lambannya perkembangan itu, ia ingin filsafat dilepaskan dari doniminasi agama kristen. Ia ingin filsafat dikembalikan kepada semangat filsafat Yunani, yaitu filsafat yang berbasis pada akal. Ia ingin menghiduupkan kembali rasionalisme Yunani.
Ia mengetahui bahwa tidak mudah meyakinkan tokoh-tokoh geraja bahwa dasar filsafat haruslah akal (rasio). Tokoh-tokoh gereja pada saat itu tetap yakin bahwa dasar filsafat haruslah iman sebagai sebagaimana tersirat dalam ungkapan credo ut intelligan dari Anselmus itu, untuk menyakinkan orang bahwa dasar filsafat iharuslaah akal, ia menyusun argumentasi yang amat terkenal. Argumentasi itu tertuang di dalam metode cogito tersebut.
Untuk menetukan basis yang kuat bagi filsafat, Descrattes meragukan lebih dahulu segala sesuatu yang dapat diragukan atau metode keragu-raguan[8]  mula-mula ia mencoba meragukan ssemua yang dapat diindera objek yang sebenarnya tidak mungkin diragukan. Inilah langkah pertama metode cogito tersebut, kerguan ini menjadi mungkin karena pengalaman mimpi, halusinasi, ilusi dan juga pada pengalaman dengan roh halus itu tidak jelas[9], dalam keadaan tersebut ada sesuatu yang selalu muncul yaitu gerak. Jumlah dan besaran (volume). Pada tahap kedua ini Descrates berpendapat bahwa ketiga hal tersebut lebih  ada daripada benda-benda. Ketiga macam ini lebih meyakinkan benar-benar ada.
Betulkah ketiga (gerak, jumlah dan besaran ) benar-benar ada? Kemudiann ia ingin mengujinya dan meragukannya, karena termasuk mate-matika yang dapat salah, jadi ilmu pastipun masih dapat meragukannya tahap yang terakhir dalam metodenya adalah menyatakan bahwa saya sedang ragu, yang benar-benar tidak dapat diragukan adanya, aku yang sedang ragu disebabkan oleh aku berpikir, kalau begitu aku berpikir pasti ada dan benar.
Seakan-akan ia membuang segala kepastian. Pikiran dipangkalkan pada keraguan ini, akal apakah yang segera nampak? Jika orang ragu-ragu demikianlah kata Decrates pun jika ia ragu-ragu terhadap segala sesuatu, maka nampak jugalah kepadanya sendiri bahwa ia berpikir, karena ragu-ragu ini suatu cara berpikir. Dalam pada itu segera nampak kepastian dan kebenaran yang cemerlang tentang adanya : sebab yang berpikir itu tentu ada dari metode keragu-raguan ini timbul kepastian tentang adanya sendiri. Ini dirumuskan oleh Descrates dengan cogito ergo sum, saya berpikir maka saya ada[10]
Descrates menganggap bahwa pengetahuan memang dihasilkan oleh indra. tapi karena ia mengakui bahwa indra itu bisa menyesatkan (seperti dalam mimpi dan khayalan), maka ia mengambilkan kesimpulan bahwa data keindraan tidak dapat dihandalkan, kemudian ia menguji kepercayaannya kepada tuhan yang maha kuasa, tapi di sinipun ia menemukan, bahwa ia dapat membayangkan Tuhan yang mungkin bisa meneipu kita.. dalam kesungguhannymencari dasar yang mempunyai kepastian mutlak ini. Descrates meragukan adalah eksistensi dirinya sendiri[11]
Keragu-raguan descrates ini hanya metodos, bukanlah ia ragu-ragu sesungguhnya, ia ragu—ragu bukan untuk ragu-ragu, melainkan untuk mencapai kepastian, kepastian yang terdapat pada kesadaran inilah yang dipakai menjadi pangkal pikiran dan filsafatnya. Hanya rasio sajalah yang dapat membawa orang kepada kebenaran.
Maka daripada itu, menurut descrates rasiolah yang menjadi sumber dan pangkal segala pengertian dan rasiolah yang memegang pimpinan dalam segala mengerti, itulah sebabnya maka alairan ini disebut rasionalismeebut rasionalisme, kedaulatan rasio diakui sepenuhnya bahkan dilebih-lebihkan oleh Descrates dengan mengabaikan nilai pengetahuan indra, yang menurut dia sering menyesatkan manusia.

b. Spinoza (1632-1677)
Spinoza lahir pada tahun 1632 dan meninggal dunia pada tahun 1677, nama aslinya Baruch Spinoza[12] ia seorang keturunan Yahudi di Amsterdam yang mau keluar dari segala ikatana agama dan masyarakat, karena ia mencita-citakan suatu sistem berdasarkan rasionalisme untuk mencapai kebahagiaan bagi manusia, setelah ia mengucilkan dirinya dari agama Yahudi, ia mengubah namanya menjadi Benedictus de Spinoza.
Spinoza adalah pengikut Descrates yang menyatakan bahwa sesuatu ada tidak memerlukan yang lain karena bila adanya karena yang lain, berarti substansinya kurang meyakinkan.
Menurut Spinoza atauran atau hukum yang terdapat pada semua hal itu tidak lain dari aturan hukum yang terdapat pada idea. Sebagai dasar segala-ggalnyaaharus diterima sesuatu yang tidak berdasarkan kepada yang klain yang menjadi mutlak yang dinamai substansi. Sedang yang esensinya adalah adanya atau yang tidak terbatas dan mutlak ini harus mempunyai sifat-sifat yang tidak terhingga pula, maka segalanya yang mungkin dipikirkan tentulah ada padanya.
Sifat substansi itu adalah dua yaitu budi dan keluasan, kedua-duanya ini, hanya menyatakan satu aspek masing-masing yang mengandung segala macam dan Mempelajari hukum, tetapi ia juga mengikuti kuliah mete-matika dan filsafat pada tahun 1666, tatkala ia berusia 21 tahun, ia menerima ijazah doctor dari universitas Altdorf, dekat nuremberg, dengan disertai berjudul De Casibus Perplexis (on Complex Cases at Law)
Pada bulan Januari—Maret 1673, Leibniz pergi ke London menjadi atase politik, di sana ia dapat bertemu dengan banyak ilmuan seperti Robert Boyle, Tahun 1675, ia menetap di  Hannover, dari sana ia berjalan-jalan ke London dan Amsterdam, Di Amsterdam bertemu dengan Spinoza.
Metafisika Leibniz sama memusatkan perhatian pada substansi, bagi spinoza alam semesta ini mekanisris dan keseluruhannya bergantung pada sebab, sementera substansi pada Leibnis adalah hidup dan setiap sesuatu terjadi untuk suatu tujuan. Penuntun prinsip filsafat Liibnis adalah “Prinsip Akal yang mencukupi” yang secara sederhana dapat dirumuskan “Sesuatu harus mempunyai alasan” yang sederhana dapat dirumuskan “Sesuatu harus mempunyai alsan”
Sementara Spinoza berpendapat bahwa substansi itu banyak, ia menyebut substansi-substansi itu dengan monad, setiap monad berbeda satu dengan yang lainnya dan tuhan (Sesuatu yang supermonad dan satu-satunya monad ysng tidak diciptakan) adalah pencipta monad-monad itu,


C. IDEALISME
1. pengertian.
            Idealisme adalah aliran filsafat yang mengangap bahwa segala kenyataan tergantung dari hakikat kesadaran dan mengetahui[13]
            Idealisme secara umum selalu berhubungan dengan rasionalisme, termasuk aliran epistimologi yang mengajarkan bahwa pengetahuan apriori (Prioritas) atau deduktif dapat diperoleh manusia dengan akalnya, lawan rasionalisme dalam epistimologi dalam empirisme yang mengatakan bahwa pengetahuan bukan diperoleh lewat rasio atau akal, melainkan melalui pengalaman empiris.

2, TOKOH-TOKOH IDEALISME
  1. Fichte (1762-1814)
Nama lengkapnya Johan Gottieb Fichte adalah Filosof Jerman, yamg belajar theologi di Jena pada tahun 1780-1814, berkenalan dengan filsafat Kant di Leipzig Kemudian berkelana ke Konigsberg untuk menemui Kant dengan menulis Critique of Revelation pada zaman Kant dan buku tersebut diberikan kepada Kant[14]
Menurut Fichte, dasar realitas adalah kemauan, kemauan inilah thing in it selfnya manusia, penampakan adalah sesuatu yang ditanam Roh absolute sebagai penampakan  kemauannya. Roh Absolute adalah sesuatu yang berada di belakang kita, itu adalah tuhan pada spinoza.
Filsafat menurut Fichte haruslah didedukasi dari stu Prinsip, yang sudah mencukupi untuk memenuhi tuntutan pemikiran moral, bahkan seluruh kebutuhan manusia, prinsip yang dimaksud ada di dalam etika, buakn teori, melainkan praktekanlah yang menjadi pusat di sekitarnya. Unsur esnsial dalam pengalaman adalah tindakan bukan fakta.
Menurut Fichte, dasar kepribadia adalah kemauan, kemauan yang dikontrol oleh kesadaran bahwa kebebasan diperoleh hanya dengan melalui kepatuhan kepada peraturan. Idealisme etis Fichte diringkaskan dalam pernyataan bahwa dunia aktual hanya dapat dipahami sebagai bahan bagi tugas-tugas manusia. Oleh karena itu, Filsafat bagi Fichte adalah Filsafat hidup yang terletak pada pemilihan antara moral idealisme dan moral materalisme, substansi materisme menurutnya ialah naluri, kenikmatan tak bertanggung jawab bergantung pada keadaan, sedangkan idelisme yaitu kehidupan yang bergantung pada diri senndiri.
Bagi seorang idealisme, hukum moral ialah setiap tindakan harus berupa langkah menuju kesempurnaan spritual. Ini hanya dapat dicapai dalam masyaratakat yang anggota-anggotanya adalah pribadi yang bebas merealisasikan diri merka dalam kerja untuk masyarakat. Pada tingkatan yang lebih tinggi, keimanan dan harapan manusia muncul dalam kasih Tuhan.

B. Sechelling
Nama lengkapnya Friedrich Wilhem\lm Joseph Scahelling sudah mencapai kematangan sebagai filosof pada masa masih muda, pada tahun 1798, ketika seusianya 23 tahun, ia menjadi guru besar di Universitas Jena, Sampai akhir hayatnyapemikirannya selalu berkembang. Dia adalah filosofi idealis Jerman yang telah meletakan dasar-dasar pemikiran bagi perkembangan idealisme Hegel.
Dalam pandangan Schelling, Realitas adalah identik dengan gerakan pemikiran yang berevolusi secara dialektis, Realitas adalah proses rasional evolusi dunia menuju realitasnya berupa ekspresi kebenaran terakhir[15] Tujaun Proses itu adalah suatu keadaan kesadaran diri yang sempurna. Schelling menyebut proses ini identitas absolut, sedangkan Hegel menyebutnya ideal.

C. Hegel (1770-1831)
Nama lengkapnya George wilhelm fridrich Hegel merupakan idealisme Jerman yang lebih dikenal dari yang lainnya. Hegel lahir pada tahun 1770 di Stuttgart.
Tahun 1801 ia bergabung dengan Schelling di Universitas Jena menjadi pengajar mata kuliah filsafat, Hegel adalah konsep geistt (roh atau spirit) roh dalam pandangannya ia sesuatu yang real, kongreet, kekuatan yang objektif, menjelma dalam berbagai bentuk sebagai world of spirit (dunia roh)  yang menempati ke dalam objek-objek khusus, di dalam kesadaran diri, roh tiu merupakan esensi manusia dan sejarah manusia.
Hegel sangat mementingkan rasio karena ia seorang idelis, tapi bukan saja rasio pada perorangan, tetapi terutama rasio pada subyek absolu, Karena ia menerima prinsip idealistik bahwa realitas seluruhnya harus disetarakan dengan suatu subyek
Kunci filsafat Hegel terletak pada pandangannya tentang sejarah sejarah yang mengikuti jiwa dialektik. Untuk menjelaskan filsafatnya, Hegel mengunakan dialetika sebagai metode yang dimaksud dengan dialetika adalah mendamaikan, mengompromikan hal-hal yang berlawanan.

D. INTUISIONISME
1. Pengertian
Secara bahasa intuisi diartikan “gerak hati atau bisikan hati yaitu daya atau kemampuan mengetahui atau memahami sesuatu tanpa dipikirkan atau dipelajari[16]
            Dengan demikian dapat bahwa instuisi merupakan suatu kekeuatan yang terletak dalam jiwa manusia yang menginformasikan tentang pengatahuan yang diproleh oleh manusia tanpa melalui proses berpikir, seabagai contoh, secara tiba-tiba muncul di benak kita jawaban atas persoalan yang sedang kita fikirkan sebagai suatu kayakinan yang benar walaupun kita mampu menjelaskan bagaimana proses kita sampaikan jawaban tersebut secara rasional, sebagaimana dikatakan oleh Jujun S, Sumantri berikut ini :
            Jujun Suraya Sumantri mengatakan intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Seseorang yang sedang terpusat pemikirannya pada suatu masalah tiba-tiba saja ia menemukan jawaban atas permasalahannya. Tanpa melalui proses berpikir yang berliku-liku ia sudah sampai pada jawaban itu. Jawaban atas persoalan yang sedang dipikirkan muncul dibenaknya bagaikan kebenaran yang membukakan pintu, atau biasa saja dikatakan bahwa intuisi ini bekerja dalam keadaan yang tidak sepenuhnya sadar, artinya atas jawaban atas suatu permasalahannya tidak ada waktu orang tersebut secara sadar sedang mengelutinya. Suatu masalah yang sedang kita pikirkan yang kemudian kita tunda karena menemui jalan buntu, kemudian tiba-tiba muncul itulah jawabannya yang kita cari, namun kita tidak bisa samppai ke sana.[17]

2. Mendapatkan Intuisi
            Intuisi muncul dari kedalaman hati manusia, ia tidak dapat dicapai dengan belajar dan tidak dapat dipelajari, seorang yang buta huruf dapat jauh intuisi ketimbang seorang yang berpendidikan tinggi, karena intuisi merupakan bagian pengetahuan yang lain dan datang dari arah yang lain. Baik intuitif adalah yang memilki cinta, hati yang suci serta kehendak baik.[18]
            Mengenal sesustu juga tidak mudah, seringkali dalam hidup manusia dalam setiap hari didatangi oleh berbagai pikirann, bermacam perasaan serta hayalan-hayalan, yang tida ada alasan bagi seseorang itu untuk meilikinya, tidak benar untuk menyebut semua ini sebagai intuisi.
            Latihan konsentrasi memungkinkan seseorang untuk dapat menengkap intuisi dengan tepat, sebagaimana halnya dengan mmendengarkan. Telinga dibuat sedemikian rupa sehingga gelombang suara bersuara lagi di dalamnya dan menjadi jelas sementara pikiran dapat melihat dan mendengar pada saat yang sama, akan tetapi dia tidak bisa menciptakan dan menangkap sekaligus, karena merupakan kreasi sedangkan penangkapan terjadi melalui penerimaan.
            Pikiran dapat menjadi wadah bagi pengetahuan yang datang dari dalam hikmah yang bagaikan eseensi kehidupan hanya dapat dicapai dengan terllebih dahulu seorang manusia harus mampu menguasai pikirannya, ia tidak hanya melihat kehidupan luar material tetapi juga kehidupan dalam[19]

3. Kehidupan Pengetahuan Intuitif dalam Ilmu (Sains)
            Kedudukan pengetahuan yang diperoleh berdasarkan intuisi tidak dapat dijadikan sebagai dasar untuk menyusun ilmu pengetahuan secara teratur, sebagimana dikatakan Jujun “Intuisi bersifat personal dan tidak dapat diramalkan, sebagai dasar untuk menyusun pengetahuuan secara teratur, maka intuisi dapat diandalkan, pengetahuan intuitif dapat digunakan sebagai hipotesis bagi analisis selanjutnya dalam menentukan benar tidaknya pernyataan yang tidak dikemukan, kegiatan intuitif dan analitik bisa bersama-sama dalam menemukan kebenaran[20]
            Pendapat senada juga diungkapkan oleh Burhanuddin Salam yang mengatakan bahwa : Pengetahuan intentif dipakai sebagai hipotesis bagi analisis selanjutnya dalam menetapkan benar atau tidaknya penetapan yang dikemukakan itu,  jadi kegiatan intuitif dana analitik saling bekerjasama dalam menentukan kebenaran.
            Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengetahuan yang dipoleh berdasarkan intuisi tidak dapat disebut sebagai pengetahuan ilmiah.


















KESIMPULAN

  1. Empirisme merupakan filsafat aliran atau aliran pemikran yang berkembang pada zaman modern, lebih tepat lagi kemunculan filsafat ini adalah era filsafat abad ke-20 yang berbicara tentang persoalan filsafat pengetahuan.
  2. Menurut aliran Empirisme, Pengetahuan itu tak lain dari pada jumlah pengalaman kita. Apa saja yang merupakan pengetahuan itu hanya disebabkan oleh pengalaman.
  3. Filsafat Rasionalisme adalah aliran Filsafat yang menonjolkan  akal dalam berpikir terhadap sesuatu.
  4. Filsafat Idealisme yang mencari hakikat pengetahuan manusia itu tidak lain dari padakejadian dalam jiwa manusia, tokoh-tokohnya antara lain Fichte dan Schelling.
  5. Pengetahuan dapat dipeoleh manusia tidak hanya melalui proses pemikiran dan pengindraan saja akan tetapi pengetahuan juga bisa dipeoleh tanpa melalui proses pemikiran dan pengindraan, pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan yang datang dari dalam diri manusia itu sendiri seperti intuiti, akan tetapi pengetahuan intuisi tidak dapat disebut sebagai pengetahuan ilmiah karena pengetahuan ilmiah memerlukan proses-proses empiris untuk mendapatkannya dan juga bisa dipertanggung jawabkan secara empiris.










DAFTAR PUSTAKA

            Tafsir, Ahmad, Filsafat Umum, Akal dan Hati Sejak Tholes sampai Copra. Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 2000.
            Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, jakarta : Raja Grafindo Peesada, 2001.
            Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud) Republik Indonesia, Kamus besar Bahasa Indonesia, Bali Pustaka, 1993
            FX Mudji Sutrisno, Spritual  Demeinsion of Phhcology (terjemahan oleh Aryadi, Andi : Dimensi Spritual Psikolog) Bandung : Pustaka Hidayah,
Nunu Burhanuddin Paradigma keilmuan  (Yogyakarta, Interpena2009)
FX Mudji Sutrrisno, dll Para filosofi  Penentu Gerakan Zaman (Yogyakarta : Kaisisus 1992
Carruthers Peter, Human and Human Nature,( New York : Oxsford : University Pres, 1992)
Poejawidna, Tahu dan pengetahuan : Pengantar ke ilmu dan filsafat. (Jakarta : Rineka Cipta, 1999) 
Effendy Mochtar,  Ensiklopedi Agama dan Filsafat, (Palembang : uniiversitas sriwijaya, 2001)
Surya Sumantri Yuyun,  Ilmu dalam perspektif (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1995,
Surya Sumantri Yuyun, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar, ( Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1994)
Inayat Khan, Spritual Dimensions of Phshcology (Terjemahan oleh Andi Haryadi : Dimensi Spritual psikologi) Bandung : Pustaka Hidayah, 2009,



[1] NunuBurhanuddin Paradigma keilmuan  (Yogyakarta, Interpena2009) h 2
[2] FX Mudji Sutrrisno, dll Para filosofi  Penentu Gerakan Zaman (Yogyakarta : Kaisisus 1992 h 61
[3] Peter Carruthers, Human and human Nature,( New York : Oxsford : University Pres, 1992)h 14
[4] Poejawidna, Tahu dan pengetahuan : Pengantar ke ilmu dan filsafat. (Jakarta : Rineka Cipta, 1999)  
[5] FX Mudji  Para filosofi  Penentu Gerakan Zaman  Kaisisus 1992 h 61
[6] Mochtar, Effendy, Ensiklopedi Agama dan Filsafat, (Palembang : uniiversitas sriwijaya, 2001) cet ke-1, Jilid 5, h 106
[7] LR Poedjawiijatna, Pembimbing ke Arah Alam filsafat (Jakarta : PT, Asdi Mahasatya, 2002) cet, ke-II, h. 99
[8] LR Poedjawiijatna, Pembimbing ke Arah Alam filsafat , h. 100
[9] Ahmad Tafsir, filsafat Umum, amal dan hati sejak Tholes sampai Copra. Bandun g (PT Remaja Rosda karya, 2000 h 131
[10] Ahmad , filsafat Umum, amal dan hati sejak Tholes sampai Copra. Bandun g  2000 h 314
[11] Yuyun, Suriasmantri, Ilmu dalam perspektif (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1995, h 100
[12] Ahmad , filsafat Umum, amal dan hati sejak Tholes sampai Copra. 2000 h 133

[13], Effendy Mochtar, Ensiklopedi Agama dan Filsafat, 2001) h 398
[14] Ahmad Tafsir, filsafat Umum, amal dan hati sejak Tholes sampai Copra. bandung 2000 h 147
[15][15] Ahmad Tafsir, filsafat Umum, amal dan hati sejak Tholes sampai Copra. bandung 2000 h 150
[16] Departemen Pendidikan dan kebudayaan
[17] Jujun S, sumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar, ( Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1994) h, 53
[18] Inayat Khan, Spritual Dimensions of Phshcology (Terjemahan oleh Andi Haryadi : Dimensi Spritual psikologi) Bandung : Pustaka Hidayah, 2009, h 205
[19] Inayat Khan, Spritual Dimensions of Phshcology  Bandung : Pustaka Hidayah, 2009, h 208
[20] Jujun S, , Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar, ( Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1994) h, 54

0 Comment