18 Mei 2012

ABSRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan metode pembelajaran antara metode berprograma, penemuan dan penemuan pada pokok bahasan Kinematika Gerak Lurus dan mengetahui metode mana yang memiliki kontribusi besar antara penggunaan metode berprograma, penemuan dan ceramah terhadap prestasi belajar siswa kelas 1 semester1 SMU 1 Temon Kulon Progo, Yogyakarta tahun pelajaran 2004/2005.
Penelitian ini merupakan penelitian expost facto yakni pengumpulan data dilakukan setelah kejadian berlangsung. Penelitian ini akan dicari efek penggunaan metode pembelajaran dengan menggunakan metode berprograma, penemuan dan ceramah terhadap prestasi belajar siswa. Jumlah tiap kelas 36 siswa, kemudian sample yang diambil dalam penelitian setiap kelas 36 siswa. Terdiri dari kelas 1A, sebagai kelompok pembelajaran dengan metode berprograma, kelas 1B dengan metode penemuan dan 1C dengan metode ceramah.
Data penelitian yang terdiri dari kemampuan awal dan kemampuan akhir dari tes prestasi belajar siswa. Tekhnik analisa data yang digunakan Uji F (ANAVA A). Dari hasil ANAVA A rerata skor tertinggi (22,23) untuk metode penemuan, (20) dengan metode berprograma dan (17,67) dengan metode ceramah, kemudian dari hasil perehitungan, kenaikan skor antara rerata tes awal dan rerata tes akhir diketahui skor tertinggi (10,14) untuk metode penemuan, (7,25) untuk metode berprograma dan (4) untuk metode ceramah, sehingga dapat diartikan bahwa kontribusi terbesar peningkatan prestasi belajar siswa dan metode pembelajaran setelah dibandingkan dengan metode yang lain dilihat dari kenaikan skor tertinggi dicapai oleh metode pembelajaran dengan menggunakan metode penemuan, kemudian metode berprograma dan terendah dicapai oleh metode ceramah, untuk pokok bahasan Kinematika Gerak Lurus kelas1 semester 1 SMU Temon Kulon Progo Yogyakarta.
BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Latar Belakang Masalah
Sistem pembelajaran modern salah satu cirinya adalah mengembangkan proses belajar mengajar yang diarahkan pada kegiatan siswa atau Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Hal ini juga harus ditunjang dengan penggunaan metode mengajar yang mendukung terlaksananya CBSA tesebut. Metode pembelajaran yang direncanakan tersebut terus dapat mendukung hasil belajar secara optimal. Menurut Winarno Surachmat, hasil belajar sebagai tujuan belajar tidak boleh lepas dari pengumpulan pengetahuan, penemuan konsep dan kecekatan, serta pembentukan sikap dan perbuatan. (1986:65)
Sejalan dengan usaha pencapaian hasil belajar secara optimal segenap perolehan siswa dari suatu pelajaran dapat dikatakan sebagai titik akhir sementara pada proses beloajar mengajar yang telah berlangsung. Hasil belajar nampak pada perubahan tingkah laku, reaksi dan sikap siswa secara fisik maupun mental. Keadaan ini menjadi suatu kesatuan yang menyukuruh pada perubahan tingkah laku sebagai hasil utama dari keseluruhan proses hasil belajar mengajar. Mengingat hal tersebut, maka hasil belajar suatu materi pelajaran tertentu akan turut berperan dalam pencapaian tujuan belajar secara umum. Penyelenggaraan proses belajar yang efektif dan efisien diperlukan untuk memperoleh hasil belajar yang memuaskan. Hal ini sebagai konsekwensi dari keterkaitan antara hasil belajar suatu materi tertentu terhadap tujuan belajar. Demikian pula halnya dalam pencapaian materi tertentu membutuhkan metode yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan dan bagaimana cara mempelajarinya.
Efektifnya suatu metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar, dapat dilihat dari hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Karena dari hasil belajar tersebut tercermin perlibatan mental secara penuh antara guru dan murid dalam proses belajar mengajar. Menurut Sudirman N, dkk, suatu metode yang digunakan oleh guru tidak selamanya berat, namun tergantung pada bagaimana guru dan murid dapat melibatkan mentalnya dengan sepenuhnya.(1991:111)
Rasio efektifitas suatu metode mengajar sulit dipastikan, karena penggunaan metode pembelajaran tersebut masih membutuhkan penyesuaian-penyesuaian pada sekolah yang bersangkutan, sehingga ada kemungkinan antara tiga metode mengajar yang disamakan secara efektif untuk menyampaikan materi yang sama
Pelakasanaan proses belajar mengajar di SMU I Temon Kulon Progo banyak metode mengajar yang digunakan dalam menyampaikan materi fisika,adalah :metode ceramah ,metode diskusi ,metode demontrasi. Namun metode berprograma dan metode penemuan belum digunakan.Sehingga bertolak dari hal tersebut maka penelitian dalam hal ini ingin mencobakan apakah ada perbedaan hasil belajar antara metode berprograma,metode penemuan dan metode ceramah pada mata pelajaran fisika pokok bahasan kinematika gerak lurus pada siswa kelas 1 SMU I Temon Kulon Progo.
Dari ketiga metode mengajar diatas ada kelebihan dan ada kekurangannya,namun menurut penulis metode penemuan lebih unggul dari metode yang lain.hal ini hanya sebatas perkiraan saja,namun akan terbukti ketika penulis melakukan penelitian.Selain hal tersebut diatas , sepanjang pengetahuan peneliti , di SMU I Temon Kulon Progo belum ada peneliti lain yang mengadakan penelitian dengan masalah yang sama yang di lakukan oleh peneliti.
1.3. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah :
Adakah perbedaan antara prestasi belajar siswa pada pokok bahasan Kinematika Gerak Lurus Kelas 1 yang menggunakan: metode berprograma, metode penemuan, metode ceramah.
Metode mana yang memiliki kontribusi besar terhadap peningkatan prestasi siswa kelas 1 SMU 1 Temon Kulon Progo Yogyakarta tahun pelajaran 2004/20051.4. Batasan Masalah
1.5. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah penelitian yang diungkap pada pereumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah:
a.Mengetahui perbedaan prestasi belajar siswa dengan penerapan metode berprograma, metode penemuan, dan metode ceramah pada pokok bahasan Kinematika Gerak Lurus pada semester 1 kelas 1 SMU 1 Temon Kulon Progo Yogyakarta tahun pelajaran 2004/2005.
b. Mengetahui metode mana yang memiliki kontribusi besar terhadap peningkatan prestasi belajar siswa dengan menggunakan metode berprograma, penemuan dan ceramah pada mata pelajaran fisika pokok bahasan kinematika gerak lurus pada siswa kelas I SMU I Temon Kulon Progo Semester I th. 2004/2005.
1.6. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai :
Bahan masukan bagi sekolah, khususnya SMU I Temon Kulon Progo semester I th.2004/2005
Bahan pertimbangan hasil staf pengajar SMU I Temon Kulon Progo dalam memilih strategi mengajar khususnya kelas I semester I dan sekolah lainnya pada umumnya.
Dasar acuan bagi peneliti di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta khususnya program pendidikan.
Tambahan pengetahuan bagi peneliti dalam menyelesaikan suatu permasalahan dalam bentuk penelitian
1.7. Tinjauan Pustaka
Sepanjang penulis ketahui bahwa belum ada buku yang membahas tentang perbedaan hasil belajar antara metode berprograma, metode penemuan dan metode ceramah. Di dalam buku “Proses Belajar Mengajar” oleh B.Suryo Subroto di dalamnya hanya berisi secara garis besar kelemahan dan kelebihan metode.(1997:165-168). Di samping itu juga dalam buku Tehnologi Pendidikan oleh S.Nasution di dalamnya hanya berisi tentang pengertian tentang metode-metode mengajar beserta ciri-cirinya, bukan perbedaan antara metode-metode pengajaran tersebut.(1987:58).
Di dalam buku Diktaktik Metodik Pendidikan Umum oleh Imansyah Alipandle di dalamnya hanya berisi secara garis besar tentang metode ceramah, sedangkan metode berprograma di dalamnya tidak dijelaskan oleh sebab itu dari buku-buku yang penulis baca, bahwa belum ada judul buku yang membahas tentang perbedaan hasil belajar antara ketiga metode tersebut. Oleh karenanya penulis memberanikan diri untuk menulis skripsi ini.(1984:75)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Pustaka tentang Metode Mengajar
Setelah tujuan dan materi dirumuskan,maka dalam proses belajar mengajar,maka perlu dipertimbangkan metode mana yang paling tepat untuk digunakan didalam proses belajar mengajar sehingga hasil yang belajar yang diharapakan dapat tercapai.
Berkaitan dengan hal di atas dikatakan bahwa ,metode mengajar adalah cara guru mengajar (Engkoswara ,1998 :45 ) .Sedangkan Imansyah Alipandle mengatakan bahwa, metode adalah cara yang sistematis yang digunakan unatuk mencapai tujuan (1984 :71) .Berdasar pendapat kedua diatas dapat disimpulkan bahwa metode mengajar adalah cara guru didalam menympaikan materi secara sistematis untuk mencapai tujuan pengajaran yang telah dirumuskan.
Memilih metode pengajaran perlu diperhatikan beberapa pertimbangan,yaitu :
a. Tujuan yang hendak dicapai ;
b. Bahan atau materi pengajaran ;
c. Jumlah siswa yang akan menerima pengajaran ;
d. Kemampuan guru dan kemampuan siswa ;
e. Media / sarana – prasarana pengajaran yang tersedia ;
f. Waktu yang dibutuhkan ;
g. Keseluruhan situasi bagi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar (Oemar H Malik ,1975 :92 ) .
Penggunaan metode mengajar sangat bergantung pada guru sebagai pemegang manajemen kelas dan sekaligus akan menentukan berhasil tidaknya pencapaian tujuan yang hendak dicapai.Menurut S. Nasution mengatakan bahwa:
“Mengajar belajar adalah kegiatan guru dan murid untuk mencapai tujuan tertentu.Diduga semakin jelas tujuan semakin jelas kemungkinan – kemungkinannya ditemukan metode yang serasi . Namun tidak ada pegangan yang pasti cara mendapatkan metode mengajar yang paling tepat .Tetapi baik tidaknya suatu metode mengajar baru terbukti dari hasil belajar murid . Bila hasil belajar murid tercapai ,maka dianggap telah terjadi proses belajar mengajar yang tepat ” ( 1987 : 54 )
Berdasarkan uraian diatas ,disebutkan bahwa banyak macam metode mengajar yang dapat dipakai dalam pengajaran Fisika . Dari sekian banyak metode mengajar tersebut penulis sengaja hanya membahas metode berprograma , metode penemuan dan metode ceramah saja , dengan maksud untuk dibandingkan tingkat efektifitasnya dengan jalan mengadakan penelitian . Mana diantara metode itu yang lebih efektif dalam pengajaran Fisika khususnya pada pokok bahasan Kinematika Gerak Lurus.
2.2. Tinjauan Pustaka tentang Metode Berprograma
Berdasarkan pengertian judul yang telah disebutkan bahwa metode berprograma merupakan suatu metode mengajar yang memungkinkan siswa untuk mempelajari sendiri bahan-bahan yang telah disusun secara sistem, atas dengan digantu oleh alat-alat yang sebagian besar bekerja secara otomatis, yang menyebabkan siswa dapat berdialod langsung dengan bahan-bahan yang telah disediakan oleh tanggung jawab sendiri.
Berkaitan dengan hal itu, dalam buku teknologi pendidikan dikatakan bahwa “pengajaran berprograma yang diajarkan oleh skinner dan kemudian dimodifikasi oleh Crowder pada prinsipnya terdiri atas langkah-langkah yang tersusun menurut urutan yang membawa murid dari apa yang telah diketahuinya, yaitu tujuan pembelajaran itu, langkah-langkah itu ditunjukkan berdasarkan analisa keseluruhan bahan yang akan disampaikan. Tiap bahan dituangkan dalam bentuk frame atau bingkai yang berisi suatu pernyataan yang harus dijawab oleh pelajar. Jawaban antara respon siswa segera dinilai sehingga siswa mengetahui apakah ia benar atau salah, kesalahan diperbaiki dan murid melanjutkan kesalahan. (S. Nasution, 1987 :58)
Berdasarkan pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa metode pengajaran berprograma merupakan suatu cara penyajian pelajaran secara programatis, sehingga murid dapat mempelajarinya sendiri. Bingkai-bingkai tersebut dapat berbicara secara langsung dengan pembicara tentang apa yang harus diperhatikan, apa yang harus diperbuat, apa yang diperbuat itu benar atau salah serta apa yang harus diperhatikan sesudah itu sebagai kelanjutan.
Adapun ciri-ciri pengajaran berprograma adalah:
a. Bahan dipecah-pecah menjadi bingkai-bingkai atau unit-unit bagi yang kecil
b. Terdapat soal tertentu dalam setiap unit, tiap unit memberikan kemungkinan kepada murid untuk merespon. Ini berarti ada aktifitas antara murid dan programa
c. Terdapat ketentuan yang segera apakah siswa merespon dengan benar atau salah. Jika respon itu salah maka akan segera membenarkannya sendiri
d. Unit disusun yang sebenarnya ke arah yang lebih kompleks sehingga mudah ditangkap dan dipelajari berangsur-angsur (Engkoswara, 1980: 86)
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pada pengajaran berprograma bahan dipecah-pecah dalam bentuk bingkai-bingkai dan setiap bingkai memuat soal tertentu untuk diberi respon oleh siswa.selanjutnya siswa dapat segera mengetahui apakah respon yang diberikan itu benar atau salah.Hal ini dapatdiketahui melalui bingkai berikutnya yang dibaca oleh siswa.Penyusunan bingkai tersebut dimulai dari yang mudah menuju kearah yang lebih sulit sampai bahan yang disampaikan selesai.
2.2.1. Kelebihan Metode Berprograma
Suatu metode yang digunakan dalam pembelajaran sangat penting diperhatikan oleh seorang guru ,karena hal itu dapat mempengaruhi hasil belajar yang dihasilkan.Setiap metode pembelajaran mempunyai kelebihan dan juga kelemahan.Adapun kelebihan dari metode berprograma adalah:
a. Langkah-langkah menuju tujuan dapat dikontrol atau diatur dengan jaminan yang tiggi bahwa tujuan akan tercapai sepenuhnya;
b. Feedback yang langsung atau segera,sehingga dapat segera diketahui kesalahan murid untuk diperbaiki ;
c. Partisipasi aktif dari pihak murid ;
d. Kesempatan bagi murid untuk belajar dan maju menurut kecepatan masing-masing” (S.Nasution ,1987 :59-60)
Berdasarkan pendapat diatas dapat diketahui ,bahwa dengan menggunakan metode berprograma siswa dilibatkan secara aktif dalam proses belajar mengajar dengan sedikit mendapat bimbingan dari pengajar apabila terdapat kesulitan.Selain itu siswa kesempatan untuk belajar dan maju kecepatannya masing-masing sehingga anak yang cepat tidak mengganggu anak yang lambat dan sebaliknya.
2.2.2. Kelemahan Metode Berprograma
Selain kelebihan yang dimiliki oleh metode berprograma ada pula kelemahannya:
“Kelemahan dari metode berprograma adalah:
a. Program ini sering panjang lebar dan karena itu membosankan, kecuali bila diberi kesempatan untuk maju menurut kecepatan masing-masing siswa;
b. Tidak memberi kesempatan individualisasi bahan pelajaran, karena bahan pelajaran dan cara mempelajarinya telah ditentukan,
c. Sedikit kemungkinan membuat kesalahan karena program ini telah diatur sedemikian rupa sehingga langkah-langkah itu sangat mudah untuk dijawab dengan baik”. (S. Nasution, 1987: 59-60)
Setelah mengetahui kelemahan dari metode berprograma itu, maka guru atau pengajar diharapkan dapat mencari alternatif lain untuk menutupi dari kekurangan-kekurangan yang ada, termasuk bagaimana guru harus memahami dan mengetahui cara dan tehnik pembuatan buku berprograma agar sesuai yang diharapkan.
2.2.3. Tinjauan Pustaka tentang Metode Penemuan
Mengenai metode penemuan, Sund (dalam Roestiyah N-K) berpendapat bahwa discovery (penemuan) adalah proses mental di mana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip (2980: 20).
Selanjutnya dikatakan juga oleh Rosefendi E-T bahwa yang dimaksud dengan metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. (1980: 209).
Berdasarkan pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa dalam metode penemuan dimungkinkan siswa menemukan sendiri pola-pola atau struktur-struktur yang dipelajari melalui pengalaman yang lampau sehingga guru tidak menyelesaikan masalah-masalah bagi siswanya, melainkan membuat siswanya menyelesaikan sendiri masalahnya,akan tetapi jika siswa itu dalam menghadapi masalah kesulitan, maka guru memberikan pertolongan atau bimbingan.
2.2.4. Kelebihan Metode Penemuan
Mengenai metode penemuan ini seperti halnya metode berprograma, juga mempunyai kelebihan-kelebihan dan juga kekurangan-kekurangan.
“Kelebihan metode penemuan adalah:
1. Siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berfikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir;
2. Siswa memahami dengan benar bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri proses menemukannya sehingga lebih lama diingat;
3. Menemukan sendiri menumbuhkan rasa puas. Kepuasan intrinsik ini mendorongnya ingin melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat;
4. Siswa yang memperoleh pengetahuan dengan menggunakan metode penemuan akan lebih mampu mentransferkan kemampuannya ke berbagai konteks;
5. Melatih siswa untuk lebih banyak belajar sendiri”. (Sudjana; 1986: 89-90).
Menyimak kelebihan yang dimiliki oleh metode penemuan di atas maka dapat disimpulkan bahwa, metode penemuan dapat digunakan untuk melatih siswa agar belajar sendiri menemukan konsep sehingga apa yang didapat lebih lama untuk diingat dan meningkatkan semangat belajarnya.
2.2.5. Kelemahan Metode Penemuan
Adapun kelemahan yang dimiliki oleh metode penemuan, adalah:
1. Metode ini banyak menyita waktu, juga tidak menjamin siswa untuk dapat bersemangan menemukan;
2. Tidak tiap guru mempunyai selera atau kemampuan mengajar dengan cara penemuan, kecuali itu tugas guru sekarang cukup berat;
3. Tidak semua anak mampu melakukan penemuan apabila bimbingan guru tidak sesuai dengan kesiapan intelektual siswa, dapat merusak struktur pengetahuannya, juga bimbingan yang terlalu banyak dapat mematikan inisiatifnya;
4. Metode ini tidak dapat digunakan untuk mengajarkan tiap topik;
5. Kelas yang banyak muridnya akan sangat merepotkan guru dalam memberikan bimbingan dan pengarahan belajar dengan metode penemuan. (Sudjana, 1986: 90-91).
Berdasarkan kelemahan-kelamahan yang ada pada metode penemuan, maka guru harus benar-benar mampu memilih topik yang sesuai dengan melihat kondisi siswa sebagai obyek dalam proses belajar mengajar.
2.2.6. Tinjauan Pustaka tentang Metode Ceramah
Berdasarkan pengertian judul yang telah disebutkan di atas bahwa metode ceramah merupakan penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap kelasnya. Selama berlangsungnya ceramah, guru dapat menggunakan alat-alat pembantu seperti gambar-gambar bagan, agar urusannya menjadi jelas, tetapi metode utama dalam perhubunag gur dan murid adalah berbicara. Di dalam menggunakan metode ceramah, ketika guru menjelaskan materi, kemudian memberikan contoh, setelah itu memberukan soal-soal sesuai dengan materi yang telah disampaikan.
Tehnik ini juga banyak digunakan hampir dalam segala kegiatan baik di sekolah, kursus-kursus atau penataran, karena dianggap sebagai cara yang paling baik bagi seorang guru atau pentar atau pelatih untuk menyajikan secara lisan tentang informasi suatu pelajaran. Dalam metode ceramah sesuai dengan maksudnya sebagai penerangan atau penuturan secara lisan oleh guru terhadap kelas, maka peranan murid adalah mendengarkan denga teliti serta mencatat hal-hal yang penting secara garis besar atau menanyakan hal-hal yang belum jelas yang diberikan oleh guru (Imansyah Alipande; 1984: 76).
Berkenaan dengan sifatnya, metode yang demikian maka biasanya secara wajar metode ceramah dilaksanakan dalam hal apabila;
a. Guru akan menyampaikan fakta-fakta kenyataan atau pendapat-pendapat di mana tidak ada bahan bacaan yang menerangkan fakta-fakta tersebut
b. Guru harus menyampaikan fakta kepada murid-murid yang besar jumlahnya, sehingga metode lain tak mungkin dipakai
c. Guru menghendaki berbicara yang bersemangat untuk merangsang murid-murid mengerjakan sesuatu
d. Guru akan menyampaikan pokok penting yang telah dipelajari untuk memperjelas murid dalam melihat hubungan antara hal-hal yang penting lainnya
e. Guru akan memperkenalkan hal-hal baru dalam kerangka berpikir hipotesis
2.2.7. Kelebihan dari penggunaan metode ceramah
Metode ceramah dalam pelaksanaannya memiliki kelebihan dan kelemahan. Menurut Nyoman Kertisia: Kelebihan dari penggunaan metode ceramah antara lain:
1. Menghemat waktu, sebab gagasan-gagasan guru segera dibawa ke pusat perhatian;
2. Metode ini memungkinkan guru menggunakan pengalamannya, pengetahuannya dan kebijaksanaannya, tidak hanya mengandalkan kepada metode yang menyebabkan siswa berusaha mencari sendiri mencoba-mencoba (trial and error)
3. Metode ini memungkinkan guru berhadapan dengan siswa dalam jumlah yang besar, bila perlu dapat menjelaskan materi yang banyak.
4. Metode ini dapat mendorong siswa membawa dan belajar dari sumber-sumber lain.
2.2.8. Kelemahan Metode Ceramah
Namun demikian seringkali metode ceramah mendapat kritikan yang disebabkan kekurangan-kekurangan dalam metode ceramah antara lain:
1. Metode ini cenderung menjadi pesan satu arah dengan siswa mengambil peran aktif
2. Metode ini menyebabkan guru membahas hal-hal yang sebenarnya dapat dengan mudah dapat dibaca oleh siswa
3. Sukar mengukur tingkat belajar siswa ataupun minatnya, terutama pada waktu ceramah itu berlangsung;
4. Metode ini tidak memadai untuk mengajarkan ketrampilan dan sikap;
5. Metode ini kadang membosankan siswa. (Sulistyo (skripsi), 1998: 27)
Beberapa kelemahan dari metode ceramah tersebut dapat diatasi dengan metode lain, yaitu dengan menggunakan beberapa alternatif misalnya menggunakan metode berprograma atau menggunakan metode penemuan.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian
Suatu penelitian membutuhkan tempat untuk diteliti atau sebagai tempat generalisasi , seperti yang telah dijelaskan didepan . Dalam suatu penelitian tidak ada ketentuan atau ketetapan tentang beberapa luas harus di ambil untuk ditetapkan sebagai suatu daerah penelitian .
Jadi penentuan daerah penelitian yang digunakan adalah menentukan dengan sengaja daerah atau tempat pelaksanaan penelitian dan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu serta berpedoman pada ciri-ciri serta sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Dalam penelitian ini peneliti mengambil daerah penelitian sebagai tempat memperoleh data adalah ditetapkan di SMA 1 Temon Kulon Progo.
3.2. Metode Penentuan Responden Penelitian
Metode penentuan untuk responden penelitian adalah suatu cara untuk menetapkan individu yang akan dijadikan sebagai suatu subyek penelitian serta beberapa besar jumlahnya. Jika hanya meneliti sebagian dari populasi saja disebut penelitian sampel (Suharsimi Arikunto, 1993: 104). Pada SMA 1 Temon Kulon Progo siswa kelas 1 terdapat tiga kelas.
Metode penentuan sampel digunakan metode cluster sampling yaitu suatu sampel yang tidak terdiri dari individu-individu melainkan kelompok-kelompok individu atau cluster (Sutrisno Hadi, 1991 a: 85). Menggunakan metode cluster sampling ini diperoleh tiga kelas yang ada setelah diuji kesamaan tiga rata-rata nilai tes ulangan harian pokok bahasan kinematika gerak lurus. Kelas yang memiliki rata-rata nilai fisika sama atau hampir sama, itulah yang digunakan sebagai sampel. Untuk menentukan kelas mana yang akan dijadikan sebagai kelas yang akan diajar dengan metode berprograma, kelas yang diajar dengan metode penemuan dan kelas yang diajar dengan metode ceramah telah ditentukan sebelumnya oleh peneliti. Penentuan metode pengajar dengan metode berprograma didasarkan pada pengalaman penggunaan metode mengajar yang sama pada pokok bahasan kinematika gerak lurus untuk tahun pelajaran 2004-2005.
3.3. Informan Penelitian
Menurut Koentjaraningrat, informan yaitu orang yang dapat memberikan keterangan dan data-data dari individu tertentu untuk memperoleh informasi tentang masalah yang diteliti (1981: 163). Dengan adanya informan ini dimaksudkan agar diperoleh informasi yang banyak sehingga dapat menunjang kelancaran pelaksanaan penelitian. Adapun informan yang dimaksud adalah:
Kepala sekolah SMA 1 Temon Kulon Progo;
Guru mata pelajaran fisika kelas 1 SMA 1 Temon Kulon Progo;
Guru wali kelas 1 SMA 1 Temon Kulon Progo.
3.4. Tehnik Pengumpulan Data
Guna memperoleh data yang diperlukan untuik mengungkap dan memecahkan masalah penelitian maka digunakan metode pengumpulan data yang dianggap sesuai dan tetap. Adapun metode tersebut terdiri atas:
Metode Tes
Metode Observasi
Metode Interview
Metode Dokumentasi
3.4.1. Metode Tes
Mengukur apakah hasil suatu belajar yang diinginkan benar-benar tercapai atau sampai manakah belajar yang diinginkan telah tercapai maka salah satu cara yang digunakan adalah tes hasil belajar atau Chievement untuk memperoleh data yang digunakan dalam penelitian.
Menurut Wayan Nurkancana dan P.P.N. Sumartana, tes adalah suatu cara untuk mengadakan suatu penilaian yang berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh anak atau sekelompok anak sehingga menghasilkan suatu nilai tentang tingkah laku atau prestasi anak, yang dapat dibandingkan dengan nilai standar yang ditetapkan. (1986: 25). Sedangkan menurut Suharsini Arikunto, yang dimaksud dengan tes adalah serentetan pertanyaan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan, intelejensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok (1991: 123).
Sejalan dengan pendapat di atas, maka dalam penelitian ini tes yang digunakan adalah tes hasil belajar atau achievement untuk memperoleh data yang dipergunakan dalam penelitian.
Ditinjau dari penyusunannya tes hasil belajar dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu:
1. Tes buatan guru, yaitu tes yang disusun sendiri oleh guru yang akan mempergunakan tes tersebut;
2. Tes buatan orang lain yang tidak distandarkan, seorang guru dapat menggunakan tes yang dibuat oleh orang lain yang dianggap cukup baik.
3. Tes standar atau tes yang distandarisasikan yaitu tes yang cukup valid dan reable berdasarkan atas percobaan-percobaan terhadap sampel yang cukup luas dan refresentatif (Wayan Nurkancana dan P.P.N. Sumartana, 1986: 26)
Lebih lanjut menurut Wayan Nurkancana dan P.P.N. Sumartana, menjelaskan bahwa ditinjau dari bentuk pertanyaannya, tes hasil belajar yang biasa dipergunakan oleh guru untuk menilai hasil belajar siswa di sekolah dapat dibedakan atas dua jenis yaitu tes obyektif dan tes subyektif. (1986: 26).
3.4.1.1. Tes Obyektif
Menurut Herman Hudoyo tes obyektif adalah tes yang pasti penilaiannya akan sama oleh siapa saja yang menilai, kapanpun dan di manapun, sebab jawabannya sudah ditentukan. Tes obyektif biasanya berupa pilihan benar atau salah, pilihan ganda, menjodohkan, melengkapi dan isian. (1990: 140).
Tes obyektif dalam kegiatan belajar mengajar bermanfaat untuk:
a. Menilai bahan yang luas. Jawaban tegas dan soalnya banyak serta dapat dijawab dalam waktu yang singkat;
b. Memudahkan memberikan skor walaupun peserta didiknya banyak dan obyektif dalam menilai;
c. Mendiagnosis kekuatan atau kelemahan peserta didik dalam belajar
Sedangkan kelemahannya adalah sebagai berikut:
a. Tidak dapat diketahui proses mendapatkan jawabannya sehingga proses berfikirnya tidak dapat diikuti;
b. Tujuan belajar yang berkenaan dengan proses dapat tidak tercapai walaupun tes dijawab dengan benar oleh peserta didik, sebab hasil belajar yang benar belum dijamin proses mendapatkannya dari hasil yang benar;
c. Ada kemungkinan menebak dalam menjawab soal sehingga dikhawatirkan peserta didik menjadi terbiasa spekulatif, walaupun berspekulasi penting dalam menyelesaikan masalah namun argumentasi dalam berspekulasi harus jelas langkah-langkahnya;
d. Ada kemungkinan tidak jujur dalam memilih jawaban, misalnya mencontek (Herman Hudoyo, 1990: 145-146).
3.4.1.2. Tes subyektif
Tes subyektif atau esai adalah tes yang berbentuk pertanyaan tulisan yang jawabannya merupakan karangan (esai) atau kalimat yang panjang-panjang. Panjang pendeknya kalimat atau jawaban tes itu relatif sesuai dengan kecakapan atau kemampuan penjawab (Wayan Nurkancana dan P.P.N. Sumartana, 1986: 46). Tujuan tes berbentuk uraian adalah agar peserta didik dapat menunjukkan proses jawaban (yang ditunjukkan dengan langkah-langkah) secara terperinci, tidak hanya hasil, misalnya pembuktian atau menghitung (Herman Hudoyo, 1990: 140).
Tes obyektif dalam kegiatan belajar bermanfaat untuk;
1. Mengungkapkan kemampuan intelektual yang tinggi, sehingga peserta didik mengorganisasikan pengetahuan untuk menemukan jawaban dengan menggunakan kata-kata sendiri;
2. Mengungkapkan cara berfikir siswa; namun tes tentang pembuktian teorema yang sudah dibicarakan akan mendorong hafalan;
3. Mendorong peserta didik untuk terbiasa dalam menentukan langkah-langkah dalam menyelesaikan masalah dengan alasan-alasan.
Sedangkan kelemahan-kelamahannya adalah:
1. bahan yang ditanyakan sulit untuk mencakup keseluruhan bahan yang telah dipelajari peserta didik;
2. penilaiannya mungkin kurang obyektif;
3. memerlukan waktu yang relatif lama, baik bagi yang mengerjakan maupun bagi yang menilai (Herman Hudoyo, 1990: 146).
M. Chalib Thoha menjelaskan bahwa suatu tes dikatakan baik apabila mengandung kriteria sebagai berikut:
1. Memiliki validitas yang tinggi yaitu memiliki kesahihan yang layak mengukur obyek yang seharusnya diukur baik isi, konstruksi dan kriteria;
2. Memiliki reabilitas yakni bila tes tersebut dipakai berulang-ulang hasilnya tetap;
3. Memiliki kepraktisan yaitu praktis dari segi perencanaan dan ekonomi di samping itu juga harus mempertimbangkan kerahasiaan tes tersebut (1990: 106).
Mengenai validitas suatu tes, menurut suharsimi arikunto ada empat macam yaitu:
1. Validitas isi (content validity);
Sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan;
2. Validitas konstruksi (construct validity);
Sebuah tes dikatakan memiliki validitas konstruksi apabila butir-butir soal yang membangun tes tersebut mengukur setiap aspek berpikir seperti yang disebut dalam tujuan instruksional khusus;
3. Validitas ada sekarang (concurent validity);
Validitas ini lebih dikenal dengan validitas empiris. Suatu tes dikatakan memiliki validitas empiris jika hasilnya sesuai dengan pengalaman siswa.
Pengalaman selalu mengenai hal-hal yang telah lampau, sehingga data pengalaman tersebut sekarang sudah ada;
4. Validitas prediksi (prediktive validity);
Memprediksi artinya meramal, dan meramal selalu mengenai hal yang akan datang yang sekarang belum terjadi. Suatu tes dikatakan memiliki validitas prediksi atau validitas ramalan apabila mempunyai kemampuan untuk meramalkan apa yang terjadi di masa yang akan datang (2002: 67-69)
Selanjutnya mengenai reliabilitas sebuah tes. Suharsimi arikunto membagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Reliabilitas eksternal
Ada dua cara untuk menguji reliabilitas eksternal suatu instrumen yaitu dengan teknik paralel dan teknik ulang. Apabila peneliti ingin menggunakan teknik pertama, peneliti mau tidak mau harus menyusun dua stel instrumen. Kedua instrumen tersebut sama-sama diujicobakan kepada kelompok responden saja (responden mengerjakan dua kali) kemudian hasil dari dua kali tes uji coba tersebut dikorelasikan. Oleh karena itu dalam menggunakan teknik ini peneliti mempunyai dua instrumen dan melakukan dua kali tes, maka disebut teknik doubel test doubele trial.
Sedangkan teknik ulang adalah peneliti menguji cobakan instrumen tersebut dua kali pada responden yang sama kemudian dikorelasikan. Maka teknik ini juga disebut teknik single test double trial;
2. Reabilitas internal
Reabilitas internal diperoleh dengan cara menganalisis data dari satu kali hasil pengetesan (1991: 68)
Selanjutnya untuk mengadakan penilaian hasil belajar digunakan tes formatif pokok bahasan kinematika gerak lurus. Menurut M.T.J siahaan dkk, tes formatif adalah tes yang dilakukan untuk menilai hasil belajar jangka pendek dari suatu proses belajar mengajar pada akhir unit pelajaran yang singkat seperti satuan pelajaran (1985: 11).
Tes diberikan setelah kegiatan belajar mengajar pokok bahasan kinematika gerak lurus di kelas I catur wulan I selesai. Melihat kelemahan dari masing-masing jenis tes, maka tes yang diberikan dalam bentuk tes obyektif dan tes subyektif.
3.4.2. Metode Observasi
Metode observasi disebut juag metode pengamatan yaitu suatu metode pengumpulan data yang diperoleh dengan cara mencatat dengan sistematik fenomena-fenomena yang diselidiki (Sutrisno Hadi; 1996: 136). Sedangkan menurut Suharsumi Arikunto menjelaskan bahwa observasi adalah kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu obyek dengan menggunakan seluruh alat indra, dalam arti penelitian observasi dapat dilakukan dengan tes, quetioner, rekaman gambar maupun rekaman suara (1993; 128)
Berdasarkan kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode observasi adalah metode pengumpulan data melalui pengamatan dan pencatatan secara sistematik yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.
Observasi atau pengamatan ini dalam pelaksanaannya dapat ditempuh dengan tiga cara yaitu:
a. Pengamatan langsung (direct observation), yaitu pengamatan yang dilakukan tanpa perantara (secara langsung) terhadap obyek yang diteliti;
b. Pengamatan tidak langsung (indirect observation), yaitu pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan alat atau cara, baik dilaksanakan dalam situasi sebenarnya atau buatan;
c. Partisipasi yaitu pengamatan yang dilakukan dengan cara ikut ambil bagian atau melibatkan diri dalam situasi obyek yang diteliti (Mohammad Ali, 1987: 91)
Lebih lanjut Suharsimi Arikunto menjelaskan bahwa:
“Observasi didasarkan atas rencana kerja observer (pengamat) dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
a. Observasi non sistematis, adalah observasi yang dilakukan dengan tidak menggunakan instrumen pengamatan;
b. Observasi sistematis, adalah observasi yang dilakukan oleh pengamat dengan menggunakan pedoman sebagai instrumen pengamatan”. (1993: 129)
Berdasarkan uraian di atas, observasi atau pengamatan yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah observasi langsung, yaitu peneliti mengamati sendiri sub obyek yang diteliti. Obyek yang diteliti antara lain adalah fasilitas, gedung sekolah, letak SMU I Temon Kulon Progo dan pelaksanaan proses belajar mengajar dalam kelas.
3.4.3. Metode Interview
Interview sering disebut dengan wawancara atau quetiner yaitu dialog yang dilakuakan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara (Suharsismi Arikunto; 1993: 126)
Menurut Sutrisno Hadi, interview atau wawancara merupakan cara pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian (1991: 193).
Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan, bahwa metode interview adalah suatu cara untuk mendapatkan data dengan jalan tanya jawab yang dilaksanakan dengan sistematis oleh pewawancara terhadap terwawancara.
Mengenai pelaksanaannya, Suharsimi Arikunto, membedakan interview menjadi tiga macam, yaitu:
a. Interview bebas, di mana pewawancara bebas menanyakan apa saja, tetapi juga mengingat akan data apa yang dikumpulkan;
b. Interview terpimpin, yaitu interview yang dilakukan oleh pewawancara dengan menggunakan sederetan pertanyaan lengkap dan terperinci seperti yang dimaksud dalam interview terstruktur;
c. Interview bebas terpimpin, adalah kombinasi antara interview bebas dan interview terpimpin. Dalam pelaksanaannya, pewawancara membawa pedoman yang hanya merupakan garis besar tentang hal-hal yang akan ditanyakan (1993: 127-128).
Maka dalam penelitian ini menggunakan interview bebas terpimpin dalam pelaksanaannya pewawancara mengajukan pertanyaan yang sudah dipersiapkan terlibih dahulu yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah penelitian. Pengguanaan metode ini dimaksudkan untuk menghemat waktu dan untuk memperoleh data yang tak dapat duperoleh dengan metode lain seperti sejarah perkembangan SMU I Temon Kulon Progo, keaktifan siswa yang mengikuti pelajaran fisiska.
3.4.4. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi digunakan apabila untuk memeproleh informasi dari catatan yang telah ada. Menurut Suharsimi Arikunto dikatakan bahwa mengenai hal-hal atau variabel yang sama berupa catatan, buku, surat kabar dan sebagainya. (1993: 202).
Sehubungan dengan hal ini Winarno Surachmad menjelaskan bahwa beberapa penyelidikan menggunakan istilah dokumentasi karena sumber-sumber yang dipakai dalam penyelidikan sejenis dokumen (1990: 132).
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data di mana data-datanya telah tersedia baik berupa catatan, buku, surat kabar, majalah dan sebagainya, sehingga pengumpul data tinggal mentrasfer data yang telah ada.
Adapun alasan digunakan metode dokumentasi dalam penelitian ini adalah:
a. Penggunaan metode ini relevan dengan kebutuhan peneliti untuk memperoleh data;
b. Lebih dapat dipertanggung jawabkan, karena apabila terdapat kekeliruan sumber, sumber datanya masih ada dan mudah untuk mengadakan pengecekan kembali;
c. Metode ini dipergunakan karena tidak menggunakan ketrampilan khusus bagi peneliti.
Dalam penelitian ini akan digunakan data tertulis yang ada di SMU I Temon Kulon Progo seperti denah sekolah struktur organisasi, nilai ulangan kelas 1, jumlah dan nama siswa serta jumlah guru dan tenaga administrasi yang semuanya terkumpul dalam dokumen sekolah.
3.4.5. Variabel Penelitian
Variabel bebas:Metode pembelajaran Fisika dengan menggunakan metode berprograma,metode penemuan dan metode ceramah
Variabel terikat:prestasi hasil belajar.
Nilai pre-test
Presta
Belajar Muridsi
Nilai post-test
3.4.6. Populasi dan Sample
a. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas 1 MAN 2 Wates Kulon Progo.
b. Sampel yang akan dijadikan penelitian adalah siswa kelas 1A,1B dan 1C.
3.4.7. Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh data penelitian ini digunakan instrumen berupa soal-soal pre-test kemudian post-test setelah kegiatan pembelajaran selesai. Penelitian ini ditempilkan analisis baik instrumen yang berkaitan dengan :
1. Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan gamabaran kesahihan suatu instrumen, yakni kebenaran tes mengukur apa yang seharusnya diukur. Perhitunagn validitas instrument menggunakan rumus koefesien korelasi Part Whole sebagai berikut:
keterangan;
r bt = Koefisien korelasi Part Whole
x = Skor tiap butir
y = Skor total
n = Jumlah sampel
r xy = Koefisien Korelasi Product Moment
2. Reliabilitas
Reliabilitas menunjukkan bahwa suatu instrumen cukup dapat sebagai alat pengumpulan data reliabilitas karena instrumen tersebut menunjukkan interval kon sentrasi dan dihitung dengan rumus yang digunkan adalah KR – 20 sebagai berikut;
dengan keterangan:
r 11 = Reliabilitas instrumen
k = Banyaknya butir pertanyaan
Vt = Varians total
= Jumlah tangkar proporsi subyek yang menjawab bwtul pada butir soal (skor 1) dan yang menjawab salah (skor 0)
3.4.8. Analisis Data
Pengujian persyaratan analisis yaitu :
A. UJI NORMALITAS
Uji normalitas dipergunakan untuk menguji sebaran apakah data berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunkan adalah uji Chi – Kuadrat. Perumusan uji Chi – Kuadrat adalah sebagai berikut:
X2 =
Keterangan:
fo = frekwensi yang diperoleh
fh = frekwensi yang diharapkan
data berdistribusi normal apabila harga X2 hit < X2 tabel. untuk tabel X2 a (k-1) Untuk db = (k-1) dan k = banyak kelas. (Sujana; 1996: 456)
B. UJI HOMOGENITAS
Uji homogenitas dimaksud untuk mengetahui apakah kelompok sampel yang diambil secara acak homogen atau tidak. Untuk keperluan ini, uji yang dimaksudkan adalah uji kesamaan varians atau uji f. secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
Sampel dikatakan homogen apabila F hit < F ½ α (v1, v2) dengan F ½ α (v1, v2) diperoleh dari daftar F dengan taraf signifikansi 5%, dengan dk v1 dan v2. v1 adalah dk pembilang dan v2 adalah dk penyebut.
C. UJI ANALISA DATA
Uji analisa data digunakan uji F (ANAVA A), pada penelitian dengan ddesain satu faktor dengan cuplikan lebih dari 2. di sini ada tiga fariabel yang diteliti, yang dimaksud satu faktor adalah hanya ada satu faktor yang terdapat dalam subyek penelitian yang diamati (sebagai obyek) oleh peneliti yaitu tes hasil belajar, dan tiga variabel pembelajaran di atas berarti ada tiga kelompok yang dibandingkan. Rumus-rumus untuk ANAVA A dapat dilihat pada tabel di bawah.
Sumber Variasi db Jumlah Kuadrat (JK) Rerata Jumlah kuadrat (RJK) Fo
Antar kelompok (a) a-1
Dalam kelompok (D) N-a JKT – JK A
Total (T) N-1
Dengan:
a = banyaknya kelompok yang dibandingkan
N = banyaknya kasus total
NAi = banyaknya kasus untuk masing-masing kelompok
= jumlah x untuk masing-masing kelompok
= jumlah x total (keseluruhan)
= jumlah kuadrat daro keseluruhan X
Sistematika Pembahasan
 BAB I
Pada bab ini, penulis akan membahas latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian.
 BAB II
Penulis akan menguraikan mengenai tinjauan pustaka metode berprograma, metode penemuan dan metode ceramah. Di samping itu, juga tinjauan pustaka tentang hasil belajar mata pelajaran fisika dan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar.
 BAB III
Penulis akan membahas tentang metode penentuan daerah penelitian, variabel penelitian,metode penentuan responden penelitian, metode pengumpulan data dan metode analisis data.
 BAB IV
Penulis akan menguraikan data hasil penelitian dan pembahasan.
 BAB V
Pada bab ini, berisi tentang kesimpulan,keterbatasan dan saran.
BAB II
DASAR TEORI
A.DESKRIPSI TEORI
1. Metode Mengajar
Metode mengajar adalah cara guru mengajar (Engkoswara ,1998 :45 ) .Sedangkan Imansyah Alipandle (1984: 71), menyatakan bahwa metode adalah cara yang sistematis yang digunakan untuk mencapai tujuan .Berdasar pendapat kedua diatas dapat disimpulkan bahwa metode mengajar adalah cara guru didalam menyampaikan materi secara sistematis untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
Dalam memilih metode pembelajaran yang perlu dipertimbangkan,yaitu :tujuan yang hendak dicapai,bahan atau materi pengajaran,jumlah siswa yang akan menerima pengajaran,kemampuan guru dan kemampuan siswa ,media/sarana – prasarana pengajaran yang tersedia ,waktu yang dibutuhkan, dan keseluruhan situasi bagi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar . (Oemar Hamalik; 1975: 92 ).
Penggunaan metode mengajar dalam pembelajaran peran guru sebagai pengelola kelas dan pengelola instruksional sekaligus akan menentukan berhasil tidaknya pencapaian tujuan. Dalam hal kegiatan mengajar di pihak guru. Oleh S. Nasution di jelaskan bahwa:
"Mengajar belajar adalah kegiatan guru dan murid untuk mencapai tujuan tertentu.Diduga semakin jelas tujuan semakin jelas kemungkinan – kemungkinannya ditemukan metode yang serasi . Namun tidak ada pegangan yang pasti cara mendapatkan metode mengajar yang paling tepat .Tetapi baik tidaknya suatu metode mengajar baru terbukti dari hasil belajar murid . Bila hasil belajar siswa tercapai ,maka dianggap telah terjadi proses belajar mengajar yang tepat " ( 1987 : 54 )
Berdasarkan uraian di atas dapat disebutkan bahwa ada banyak macam metode mengajar yang dapat dipakai dalam pembelajaran dan di antara metode-metode tersebut tentu ada kelebihan dan kekurangannya. Tidak ada satu metodepun yang cocok untuk semua situasi hal ini memberikan pengertian bahwa setiap metode yang diimplementasikan perlu memperhitungkan faktor siswa semua dan kemampuan guru. Beberapa metode yang menarik untuk dikaji adalah:
1.1. Metode Berprograma
Metode berprograma merupakan suatu metode mengajar yang memungkinkan siswa mempelajari sendiri bahan-bahan yang telah disusun secara sistematis, atau pembelajaran yang dibantu dengan alat-alat yang sebagian besar bekerja secara otomatis, yang menyebabkan siswa dapat berdialog langsung dengan bahan-bahan yang telah disediakan oleh tanggung jawab sendiri.
Pengajaran berprograma yang telah dirintis, dikembangkan dan diajarkan oleh Skinner dan dimodifikasi oleh Crowder ( S.Nasution, 1987:58) pada prinsipnya didasarkan pada model modifikasi tingkah laku. Dalam hal ini pembelajaran berprograma langkah-langkahnya yang tersusun menurut urutan yang dapat membawa siswa dari apa yang telah diketahuinya. Dalam hal ini tujuan pembelajaran langkah-langkahnya dijabarkan dan ditunjukkan fokus utama adalah berdasarkan analisa keseluruhan bahan yang disampaikan. Tiap bahan dituangkan dalam bentuk frame atau bingkai yang berisi suatu pernyataan yang harus dijawab oleh siswa. Respon siswa segera dinilai, sehingga siswa dapat mengetahui apakah ia menjawab benar atau salah, kesalahan siswa selanjutnya diperbaiki oleh guru agar tidak timbul kesalahan berlanjut.
Metode mengajar berprograma telah dapat melahirkan berbagai model dan jenis alat pembelajaran, dari bentuk buku yang isinya disusun tidak secara tradisional tetapi nampak lebih “campur aduk” karena kontiunitas bahan tidak sejalan dengan urutan halaman buku (“Scrambled book”), sampai pada alat-alat yang berbentuk kotak-kotak dari karton, atau alat-alat yang digerakkan dengan tangan atau yang bekerja melalui sistem elektronik yang memiliki berbagai kemungkinan dengan harga yang tinggi. (Winarno Surachmad, 1979: 113). Dengan memperhatikan jenis-jenis alat pengajaran ini akan nampak bahwa memang ada keuntungan-keuntungan tertentu yang mungkin dicapai lebih tinggi bila dibandingkan dengan metode mengajar yang biasa, yakni tanpa alat-alat tersebut.
Pertama dapat kita lihat pada penerapan prinsip belajar yang menegaskan bahwa peristiwa belajar berlangsung lebih cepat apabila siswa dilibatkan secara aktif dalam pengolahan pembelajaran. Alat dalam pembelajaran dengan metode berprograma tidak sekedar dapat dilihat atau didengar saja, siswa harus melibatkan diri dalam pembelajaran. Alat yang digunakan menekankan pada perumusan jawaban, tidak pada pengenalan respon tertentu. Seringkali hal ini dilakukan di sekolah sehingga siswa memiliki kebiasaan hanya mencari jawaban yang kompensional dan tradisional.
Kedua, peristiwa belajar akan diperkuat dan nilainya dipertinggi apabila siswa segera dapat mengetahui apakah konsepsinya menurut respon tertentu benar (ganjaran) atau salah (hukuman). Alat programa selalu memberitahukan hal ini pada siswa, sedangkan pada pelajaran biasa tidak selalu demikian ( Winarno Surachmad:1979; 114). Penyelidikan telah banyak membuktikan bahwa kemajuan akan berpengaruh besar terhadap prestasi belajar siswa. Dengan mengetahui hasil-hasil pelajaran sewaktu-waktu, siswa akan menghadapi tugas-tugas pelajaran yang lebih riil, ia akan tahu di mana ia telah berhasil, di mana ia lemah, di mana ia gagal. Alat yang berisi bahan berprograma memenuhi pula prinsip terakhir ini. Alat tersebut sewaktu-waktu, selalu dan dengan tepat, memberitahuka hal ini pada siswa. Siswa yang mengetahui hasil-hasil pelajarannya dapat memiliki aspirasi belajar yang lebih tinggi. Pada pelajaran-pelajaran yang biasa, seringkali seorang guru harus mencari-cari “motivasi buatan” untuk memelihara tingkat aspirasi siswa. Hal ini tidak selalu mudah dilaksanakan oleh setiap guru.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa metode berprograma merupakan suatu cara penyajian pelajaran secara programatis, sehingga murid dapat mempelajarinya sendiri. Bingkai-bingkai tersebut dapat berbicara secara langsung dengan pembicara tentang apa yang harus diperhatikan, apa yang harus diperbuat, apa yang diperbuat itu benar atau salah serta apa yang harus diperhatikan sesudah itu sebagai kelanjutan. Melihat kondisi siswa yang dilakukan oleh peneliti, siswa memberikan tanggapan positif tentang metode yang diberikan oleh peneliti. Karena selama ini siswa hanya belajar melalui metode yang monoton. Metode berprograma ini memberikan upaya terhadap siswa untuk mengikuti pelajaran dengan kesadaran sendiri, perasaan senang dan semangat yang tinggi. Sehingga hal tersebut berpengaruh terhadap hasil prestasi belajar siswa.
Dalam metode berprograma sendiri, terdapat dua jenis programa yaitu programa linier dan programa bercabang. Pada saat ini programa yang sering digunakan dalam pembelajaran adalah programa bercabang karena programa ini akan memberikan pemahaman yang lebih terhadap siswa. Apabila respon siswa salah, siswa akan menuju satu cabang di mana ia menemukan penjelasan terlebih dahulu mengenai respon. Kemudian siswa kembali lagi pada pokok permasalahan. Demikian seterusnya sampai siswa dapat menemukan kebenaran sendiri, sehingga hal ini akan sangat membantu siswa di dalam memahami pelajaran fisika pada khususnya.
Penelitian ini, lebih menekankan pada metode berprograma jenis bercabang (branching) yang diberikan kepada siswa. Siswa belajar dan menemukan sendiri, guru berperan membimbing siswa ketika siswa mengalami kesulitan-kesulitan.
Prinsip belajar adalah memperhatikan atau memperhitungkan perbedaan individual siswa, dalam hal perbedaan kecepatan dan kemampuan mengerti setiap siswa. Alat dalam metode ini membantu siswa dengan baik, sebab setiap alat dihadapi oleh setiap siswa. Siswa bergerak maju menurut kemampuan individual sehingga siswa yang cepat tidak dapat mengganggu siswa yang lambat dalam belajar, dan sebaliknya.
1.2. Jenis-Jenis Programa
Terdapat perbedaan di antara jenis programa itu, dan biasanya programa dibagi dua yakni; programa linear dan branching. Mana yang lebih baik dari kedua jenis itu tergantung kepada pencipta dan pengikut-pengikutnya. Adapun perbedaan jenis-jenis programa itu ialah ada yang menekankan pada jawaban atau respon dan ada yang memusatkan pada perangsang.
a. Programa linear
Dalam program ini, murid-murid membaca dan merespon terhadap bingkai atau unit yang sama. Dikatakan linear karena terdapat satu garis atau bagian untuk diikuti semua murid. (Enkoswara, 1984: 87). Pola ini terdiri atas urutan bagian bahan pelajaran secara tersendiri-sendiri (tunggal), dan setiap bagian disertai dengan sebuah pertanyaan. Mula-mula siswa diminta agar membaca sebuah bagian, lalu menjawab pertanyaan, sesudah itu berpindah ke bagian berikutnya. Bila respon murid itu salah, segera ia mendapat pemberitahuan mengenai kesalahan itu, tetapi tidak diadakan usaha lain untuk menjelaskan kesalahan itu atau untuk menjelaskan bagian itu dengan cara yang berbeda. ( Winarno Surachmad, 1979: 115). Lihatlah – 3. pada – 3 itu, tiap lingkaran merupakan unit tertentu yang harus dibaca murid secara berurutan dari pertama sampai terakhir. Biasanya program linear terdiri dari respon isinya.
Gambar Programa Linear
Jawabannya atau respon dapat ditulis pada bingkai yang sama pada permulaan bingkai berikutnya. Program linear biasanya berpusat pada respon. Bila respon itu salah, siswa segera dapat memperbaikinya tanpa ada penjelasan-penjelasan lainnya.
b. Programa branching (bercabang)
Dalam program ini kadang-kadang siswa terus sampai kepada suatu bingkai di mana ia berbuat salah. Kesalahan itu mengalihkan siswa untuk kemudian mengadakan perbaikan. Biasanya programa ini terdiri dari suatu pilihan. ( Engkoswara, 1984: 88). Pola ini menyuguhkan bagian-bagian bahan pelajaran disertai dengan pertanyaan-pertanyaan. Bila terhadap stimulus (pertanyaan) siswa timbul respon yang tepat, ia kemudian diberikan kesempatan untuk melanjutkan jawabannya terhadap pertanyaan yang lain. Di sinilah terdapat perbedaan yang besar dengan pola linear. Apabila respon itu salah, siswa menuju satu cabang di mana ia menemukan penjelasan lebih dahulu mengenai responnya. Dalam cabang itu siswa diajar dengan pendekatan yang lain, yakni mempersiapkan ia kembali pada jalan pokok dengan konsepsi yang tepat. ( Winarno Surachmad, 1979: 115).
Salah satu bentuk yang terkenal dari jenis-jenis ini dikemukakan oleh Crorodel (1960) yang diberi nama intrinsic programming atau programa dasar.
Gambar Programa Branching
Pada gambar itu, urutan yang benar, bila murid tidak berbuat salah, ialah 1 – 5 – 14. tetapi bingkai mempunyai cabang no. 9 dan no. 13 dan bingkai 5 mempunyai cabang no. 10 dan no. 18.
Misalnya bila seorang siswa membaca bingkai yang no. 1 kemudian terangsang oleh bingkai 9 ia berbuat salah. Siswa kembali ke bingkai no. 1. demikian seterusnya sampai kepada bingkai yang benar. ( Engkoswara, 1984: 89). Dalam penelitian ini yang dipakai oleh peneliti adalah programa branching.
Adapun ciri-ciri pengajaran berprograma adalah:
e. Bahan dipecah-pecah menjadi bingkai-bingkai atau unit-unit bagi yang kecil
f. Terdapat soal tertentu dalam setiap unit, tiap unit memberikan kemungkinan kepada murid untuk merespon. Ini berarti ada aktifitas antara murid dan programa
g. Terdapat ketentuan yang segera apakah siswa merespon dengan benar atau salah. Jika respon itu salah maka akan segera membenarkannya sendiri
h. Unit disusun yang sebenarnya ke arah yang lebih kompleks sehingga mudah ditangkap dan dipelajari berangsur-angsur (Engkoswara, 1980: 86)
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pada pengajaran berprograma bahan dipecah-pecah dalam bentuk bingkai-bingkai dan setiap bingkai memuat soal tertentu untuk diberi respon oleh siswa.selanjutnya siswa dapat segera mengetahui apakah respon yang diberikan itu benar atau salah.Hal ini dapatdiketahui melalui bingkai berikutnya yang dibaca oleh siswa.Penyusunan bingkai tersebut dimulai dari yang mudah menuju kearah yang lebih sulit sampai bahan yang disampaikan selesai.
Mengenai kelebihan dan kelemahan metode berprograma adalah sebagai berikut :
No Indikator Kelebihan Kelemahan
1. Setting prosedural Dapat dikontrol dan di- atur dengan jaminan ya- ng tinggi bahwa tujuan akan tercapai sepenuh- nya
Sering panjang le- bar dan karena itu membosankan.
2. Feedback
Kesalahan murid dapat segera diketahui dan se-gera diperbaiki.
Tidak memberi ke-sempatan indivi- dualisasi bahan pe- lajaran, karena ba- han pelajaran dan cara mempelajari- nya telah ditentu-kan.
3. Partisipasi aktif Kesempatan bagi siswa untuk belajar sendiri dan maju menurut kecepatan masing-masing. Sedikit kemungki- nan membuat ke-salahan karena
programa ini telah diatur sedemikian rupa sehingga lang kah-langkah sang- at mudah untuk menjawab dengan baik oleh siswa. (S. Nasution:1987; 59-60)
Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa dengan menggunakan metode berprograma siswa dilibatkan secara aktif dalam proses belajar mengajar dengan sedikit mendapat bimbingan dari guru apabila terdapat kesalahan. Dan setelah mengetahui kelemahan-kelemahannya, maka guru diharapkan harus memahami dan mengetahui cara dan tekhnik pembuatan buku berprograma agar sesuai dengan yang diharapkan.
Adapun langkah-langkah dalam membuat buku programa adalah sebagai berikut:
a. Letakkanlah bahan dalam bentuk bingkai atau unit
Unit atau bingkai yaitu bagian-bagian kecil daripada mata pelajaran yang dapat menimbulkan respon pada murid-murid. Bingkai yang baik mengandung empat unsur; adanya perangsang dan hubungan, isyarat yang diperlukan untuk suatu respon yang dapat dipercaya, respon terhadap perangsang dan berisi bahan yang diperkaya sehingga murid-murid tertarik untuk mempelajarinya. Bahan hendaknya berangsur-angsur dengan didahului oleh isyarat atau gambaran sebelumnya.
b. Sediakan respon
Bagian lain yang penting dalam suatu bingkai ialah supaya menimbulkan banyak kegiatan pada murid-murid; berpikir, bertanya, mencari jawaban dan menemukannya sendiri, atau disebut juga bingkai menimbulkan respon kritik pada murid-murid.
c. Lengkapi jawaban yang benar atau perbaikannya
Untuk suatu bingkai selalu tersedia respon yang benar. Dan bila murid berbuat salah, ia dapat memperbaikinya dan mencarinya sendiri pada tempat yang telah dipersiapkan
d. Pergunakanlah isyarat untuk membimbing respon murid
Isyarat diusahakan untuk membuat murid merespon terhadap respon yang benar.
e. Nyatakan urutan atau urutan yang baik
Tiap bingkai hendaknya disusun menurut urutan yang baik. Urutan hendaknya didasarkan atas lukisan bahan yang akan diajarkan dan didasarkan atas kondisi-kondisi belajar (generalisasi, kontiunitas dan praktis)
f. Serahkan pada orang yang tahu
Bingkai yang telah disusun hendaknya diolah dengan bantuan orang yang berpengalaman atau mengetahui lebih banyak tetang pembuatan programa; baik mengenai isi, ketepatan menyusun bingkai maupun penggunaan kalimat dan kata-kata. (Engkoswara; 1984: 92-94).
1.3. Metode Penemuan
Mengenai metode penemuan, Sund berpendapat bahwa discovery (penemuan) adalah proses mental agar siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip ( Rustiyah : 2001; 20). Selanjutnya dikatakan juga bahwa yang dimaksud dengan metode penemuan adalah mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. ( Rosefendi E.T :1980; 209).
Berdasarkan dua pendapat di atas, dapat dinyatakan bahwa indikator dalam metode penemuan yang diimplimentasikan dalam pembelajaran antara lain dimungkinkan siswa menemukan sendiri pola-pola atau struktur-struktur yang dipelajari melalui pengalaman yang lampau sehingga guru tidak menyelesaikan masalah-masalah bagi siswanya, melainkan membuat siswanya menyelesaikan sendiri masalahnya,akan tetapi jika siswa itu dalam menghadapi masalah kesulitan, maka guru memberikan pertolongan atau bimbingan.
Adapun kelebihan dan kelemahan metode penemuan adalah sebagai berikut:
No Indikator Kelebihan Kelemahan
1. Partisipasi aktif Siswa berpikir dan meng- gunakan kemampuan sendiri untuk menemukan hasil akhir.
Banyak menyita waktu dan tidak menjamin siswa untuk dapat bersemangat untuk menemukan sendiri.
2. Memahami deng- an benar bahan pelajaran
Siswa mengalami sendiri proses menemukannya se- hingga lebih lama diingat.
Tidak semua siswa mampu melakukan pe nemuan apabila bim bingan guru tidak sesuai dengan kesia pan intelektual siswa, sehingga dapat meru sak struktur pengeta huannya, juga bimbing an yang terlalu banyak dapat mematikan ini- siatif.
3. Menemukan sendi ri, menumbuhkan rasa puas. Kepuasan intrinsik men- dorong siswa untuk ingin melakukan penemuan lagi sehingga minat belajar meningkat Siswa mengalami ke- jenuhan karena ke- mampuan siswa ber- beda-beda. (Nana sudjana;1986:89-91).
Adapun langkah-langkah dalam pelaksanaan metode penemuan menurut adalah sebagai berikut:
a. Membina suasana yang responsif di antara siswa. Penjelasan arti dan proses inkuiri (penemuan)
b. Mengemukakan permasalahan untuk di-inquiri (ditemukan). Memaparkan permasalahanmelalui cerita, film, gambar dan sebagainya, kemudian mengajukan pertanyaan ke arah mencari, merumuskan dan memperjelas permasalahan tersebut.
c. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa. Mengajukan pertanyaan yang sifatnya mencari atau mengajukan informasi atas data tentang masalah tersebut.
d. Merumuskan hipotesis. (asumsi atau prakiraan yang merupakan jawaban dari permasalahan tersebut). Prakiraan jawaban ini akan terlihat-tidaknya setelah pengumpulan dan pembuktian data. Siswa mencoba merumuskan hipotesis permasalahan tersebut. Guru membantunya dengan pertanyaan pancingan.
e. Menguji hipotesis. Guru mengajukan pertanyaan yang bersifat menyita data untuk pembuktian hipotesis
f. Pengambilan kesimpulan. Perumusan kesimpulan ini dilakukan antara guru dan siswa. ( Moh Uzer Usman Dan Lilis Setiawati :1993: 126).
Di samping itu juga langkah-langkah pelaksanaan metode penemuan adalah sebagai berikut:
a. Memahami masalah atau problema yang dihadapi; ini merupakan langkah pertama yang sangat penting dalam proses berpikir dan penyelidikan ini. Setiap masalah harus dirumuskan secara tepat dan teliti. Bila mana tidak ada pengertian tentang permasalahannya, maka usaha selanjutnya akan sia-sia, karena tidak tepat pada sasaran.
b. Mengumpulkan keterangan atau data, apabila masalahnya sudah jelas, langkah berikutnya mengumpulkan keterangan yang diperlukan melalui bacaan-bacaan atau penyelidikan lainnya.
c. Merumuskan hipotesa atau jawaban yang mungkin memberi penyelesaian; atas dasar beberapa keterangan yang diperoleh; maka timbul suatu kemungkinan yang memberi harapan bagi pemecahan masalah itu.
d. Menilai suatu hipotesa; hipotesa yang telah ada harus dianalisa secara objektif sehingga dapat diperkirakan akibat-akibatnya. Kalau ternyata hipotesa tersebut tidak baik hasilnya, maka harus dimulai lagi dengan langkah pertama atau kedua.
e. Megadakan tes atau eksperimens; bila ternyata hipotesa memberi harapan baik, maka sebagai langkah selanjutnya menguji hipotesa itu melalui eksperimen. Dengan demikian maka akan diketahui apakah benar-benar berhasil dalam kenyataannya yang berarti pula masalah itu dapat terpecahkan. Atau mungkin juga ternyata tidak berhasil, maka harus diulangi kembali pada langkah kedua atau ketiga, demikian seterusnya.
f. Membuat kesimpulan, sebagai langkah terakhir ialah menyusun laporan tentang prosedur pemecahan masalah itu dengan menguraikan arti dan manfaatnya bagi masa depan. Dalam tahapan terakhir ini mungkin juga sampai terjadi suatu hukum, dalil atau prinsip. ( Imansyah Alipandie :1984: 107-108).
1.4. Metode Ceramah
Berdasarkan pengertian judul yang telah disebutkan di atas bahwa metode ceramah merupakan penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap seluruh siswa di kelasnya. Selama berlangsungnya ceramah, guru dapat menggunakan alat-alat pembantu seperti gambar-gambar bagan, agar ulasannya menjadi jelas, tetapi metode utama dalam perhubungan guru dan siswa adalah berbicara. Di dalam menggunakan metode ceramah, ketika guru menjelaskan materi, kemudian memberikan contoh, setelah itu memberikan soal-soal sesuai dengan materi yang telah disampaikan.
Tehnik ini juga banyak digunakan hampir dalam segala kegiatan baik di sekolah, kursus-kursus atau penataran, karena metode ceramah dianggap sebagai cara yang paling baik bagi seorang guru atau penatar atau pelatih untuk menyajikan secara lisan tentang informasi suatu pelajaran. Dalam metode ceramah sesuai dengan maksudnya sebagai penerangan atau penuturan secara lisan oleh guru terhadap kelas, maka peranan murid adalah mendengarkan dengan teliti serta mencatat hal-hal yang penting secara garis besar atau menanyakan hal-hal yang belum jelas yang diberikan oleh guru (Imansyah Alipande; 1984: 76).
Berkenaan dengan sifatnya, metode yang demikian maka biasanya secara wajar metode ceramah dilaksanakan dalam hal apabila; guru bermaksud
f. Menyampaikan fakta-fakta kenyataan atau pendapat-pendapat di mana tidak ada bahan bacaan yang menerangkan fakta-fakta tersebut
g. Menyampaikan fakta kepada siswa yang besar jumlahnya, sehingga metode lain tak mungkin dipakai
h. Menghendaki berbicara yang bersemangat untuk merangsang murid-murid mengerjakan sesuatu
i. Menyampaikan pokok penting yang telah dipelajari untuk memperjelas siswa dalam melihat hubungan antara hal-hal yang penting lainnya
j. Memperkenalkan hal-hal baru dalam kerangka berpikir hipotesis (Imansyah Alipandie :1984 : 77 ).
Metode ceramah dalam pelaksanaannya memiliki kelebihan dan kelemahan. Adapun kelebihan dan kelemahan dari penggunaan metode ceramah antara lain:
No Indikator Kelebihan Kelemahan
1. Menghemat waktu Gagasan-gagasan guru segera dibawa kepusat perhatian Cenderung menjadi pesan satu arah deng-an siswa, karena guru mempuyai peranan yang aktif dan siswa umumnya berperan pasif.
2. Memungkinkan guru menggunakan peng-alamannya Guru menggunakan pe-ngalamannya, pengeta- huaanya dan kebijaksa-
naanya, tidak hanya me- nghandalkan kepada me- tode yang menyebabkan siswa berusa mencari sendiri atau mencoba-coba . Menyebabkan guru membahas hal-hal ya- ng sebenarnya dapat dipahami dengan mu- dah dan dapat dibaca oleh siswa
3. Dapat menejelaskan materi yang banyak Memungkinkan guru
berhadapan dengan jum-lah yang besar Sukar mengukur tingkat belajar siswa ataupun minatnya, terutama
pada waktu ceramah berlangsung.( Nyoman Kertesia :1998:27)
Adapun langkah-langkah di dalam mengguanakan metode ceramah adalah sebagai berikut :
a. Merumuskan tujuan khusus yang akan dipelajari oleh siswa.
b. Setelah menetapkan secara jelas tujuan yang akan di capai hendaklah diselidiki dan dipertimbangkan secara sungguh-sungguh apakah metode ceramah benar-benar merupakan metode yang sangat tepat untuk dipakai.
c. Susunlah bahan caramah dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
i. Dapat membangkitkan minat dan menarik perhatian siswa : karena itu bahan harus disesuaikan dengan taraf perkembangan para siswa, lingungan sosial siswa serta sifat kebudayaan sekitarnya.
ii. Dapat dimengerti dengan mudah dan jelas ; untuk itu perlu dipikirkan tentang penggunaan bahasa, tempo, melodi, ritme, dinamik, serta mimik yang menarik.
iii. Dapat memberikan kesan dan pengertian kepada siswa bahwa bahan yang dibicarakan itu sangat penting dan besar manfaatnya.
d. Sikap, cara dan gaya guru / penceramah harus dapat menimbulkan rasa simpatik terhadap siswa.
e. Saat memakai metode ceramah dalam pembelajaran hendaknya diselingi dengan fariasi berupa audio visual aids, tanya jawab dan sebagainya.
f. Tanggaplah terhadap perhatian siswa dan arahkan pada pokok bahasan yang diceramahkan.
g. Usahakan menanam agar bahan pengertian yang jelas dengan ungkapan yang fasih, lancar,jelas terdengar semua siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan : pertama, guru memulai suatu pembicaraan dengan memberikan suatu ikhtisar yang ringkas tentang pokok-pokok bahasan yang akan diuraikan. Kedua, menguraikan serta menjelaskan mengenai pokok-pokok pelajaran Kinematika Gerak Lurus tersebut. Ketiga, sebagai langkah terakhir menyimpulkan kembali poko-pokok yang penting dalam ceramah itu.
h. Hendaklah melakukan penilaian dengan tekhnik efaluasi yang wajar untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan-tujuan khusus ceramah itu, atas dasar beberapa faktor :
i. Apakah siswa benar-benar tertarik mengenai ceramah itu.
ii. Apakah penggunaan bahasa serta cara penyampaiannya sudah selaras.
iii. Apakah ada faktor-faktor yang menghambat atau mengganggu.
iv. Apakah alat-alat pembantu yang dipakai sudah cukup memadai. ( Imansyah Alipandie :1984 : 78-79).
B. Kerangka Berpikir
1. Implemetasi hasil belajar antara metode berprograma, penemuan dan ceramah
Proses belajar mengajar akan menjadi efektif dan efesien apabila seorang guru dapat menggunakan metode pembelajaran yang tepat dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian maka jelaslah bahwa cara atau metode mengajar sebagai alat mencapai tujuan, memerlukan pengetahuan tentang tujuan itu sendiri. Karena itu perumusan tujuan yang sejelas-jelasnya merupakan persyaratan terpenting seorang guru menentukan dan memilih metode mengajar yang tepat. Dengan kata lain apabila seorang guru akan memilih metode yang dianggap wajar dan tepat, harus berpedoman pada tujuan khusus yang akan dicapai. Hakekat tujuan inilah yang dipakai oleh guru untuk memilih satu atau serangkaian metode yang efektif. (Imansyah Alipandie; 1984: 72).Penggunaan metode pembelajaran berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa, sehingga perlu adanya penggunaan berbagai macam metode di dalam proses pembelajaran. Hal ini dimaksudkan agar ada sebuah peningkatan terhadap prestasi belajar, karena tidak setiap metode pembelajaran sesuai dengan setiap situasi.Implementasai hasil belajar siswa dengan menggunakan metode berprograma, penemuan dan ceramah mengikutsertakan siswa secara aktif dengan proses pembelajaran, merupakan langkah terobosan didalam mencari efektifitas sebuah metode didalam rangka meningkatkan prestasi siswa.
Oleh sebab itu, dari hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang adakah perbedaan efektivitas metode pembelajaran dengan menggunakan metode berprograma, penemuan dan ceramah terhadap peningkatan prestasi belajar siswa pada pokok bahasan kinematika gerak lurus. Oleh karena itu dari hasil penelitian ini, guru dapat menggunakan berbagai macam metode didalam proses pembelajaran dengan melihat keterbatasan-keterbatasannya, sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan aktif sesui dengan yang di harapkan dan pretasi belajar siswa dapat meningkat dengan menggunakan metode pembelajaran yang tepat sesuai dengan kondisi siswa.
C. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Ada perbedaan peningkatan hasil belajar siswa yang menggunakan metode :
a. Metode berprograma
b. Metode penemuan
c. Metode ceramah
2. Metode yang memiliki kontribusi paling besar yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar akan mendorong terhadap peningkatan hasil belajar siswa kelas 1 semester 1 SMU 1 Temon Kulon Progo Yogyakarta tahun ajaran 2004/2005.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. JENIS
Penelitian ini termasuk penelitian ekspost facto yakni pengumpulan data dilakukan sesudah kejadian berlangsung. Penelitian ini tidak melibatkan pengontrolan variabel yang ketat dan rekaman kejadiannya berlangsung apa adanya. Dalam hubungan ini pembelajaran berlangsung dalam 3 kelas,yakni kelas 1 A dengan menggunakan metode berprograma,kelas 1 B dengan metode penemuan dan kelas 1 C dengan menggunakan metode ceramah.
B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Tempat penelitian ini di SMU I Temon Kulon Progo Yogyakarta. Waktu penelitian dimulai dari bulan Agustus 2004 sampai September 2004.
C. POPULASI DAN SAMPEL
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas 1 A,B,C SMU 1 Temon Kulon Progo.Dan sampel yang akan dijadikan penelitian adalah siswa kelas 1A,1B dan 1C dengan teknik proportionil random sampling.
D. VARIABEL PENELITIAN
Variabel bebas:Penerapan metode pembelajaran Fisika dengan menggunakan metode berprograma,metode penemuan dan metode ceramah dan variabel terikat berupa prestasi hasil belajar, secara bagan ditampilkan sebagai berikut;
Nilai pre-test
Peningkatan prestasi
belajar siswa
Nilai post-test
E. INSTRUMEN PENELITIAN
Untuk memperoleh data penelitian ini digunakan instrumen berupa soal-soal pre-test kemudian post-test setelah kegiatan pembelajaran selesai. Penelitian ini ditampilkan analisis baik instrumen yang berkaitan dengan :
1. Validitas
2. Reliabilitas
F. ANALISIS DATA
Pengujian persyaratan analisis yaitu :
A.UJI NORMALITAS
B.UJI HOMOGENITAS
C. Uji analisa data digunakan uji F (ANAVA A),
G.SISTEMATIKA SKRIPSI
 BAB I
Pada bab ini, penulis akan membahas latar belakang masalah,identifikasi masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian.
 BAB II
Penulis akan menguraikan mengenai tinjauan pustaka metode berprograma, metode penemuan dan metode ceramah. Di samping itu,kelebihan dan kelemahan ketiga metode tersebut serta langkah-langkah didalam menggunakan metode tersebut.Dan juga kerangka berpikir serta hipotesa.
 BAB III
Penulis akan membahas tentang jenis penelitian,waktu dan tempat penelitian,populasi dan sample, variabel penelitian,metode pengumpulan data dan metode analisis data.
 BAB IV
Penulis akan menguraikan data hasil penelitian dan pembahasan.
 BAB V
Pada bab ini, berisi tentang kesimpulan,keterbatasan dan saran.
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS
A. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di SMU 1 Temon Kulon Progo yang dikepalai oleh Dra. Ngatini S.Pd. Lokasi sekolah berada di desa Kebon Rejo, Kecamatan Temon , Kabupaten Kulon Progo, dan lokasi sekolah berada dekat tepi jalan dengan luas 1 hektar. Batas-batas wilayah dari SMU 1 Temon Kulon Progo dapat dilihat pada lampiran 12.
C.DESKRIPSI DATA
Pembelajaran dilakukan dalam tiga kelas, yakni kelas IA pembelajaran dilakukan dengan metode berprograma, kelas IB penemuan dan kelas IC ceramah. Instrumen penelitian ini terdiri dari dua tes, yakni tes awal (pretest) yang sama untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum menggunakan dari ketiga metode tersebut, dan tes akhir (post test) untuk mengetahui skor tes yang diimplementasikan dalam penggunaan metode pembelajaran tersebut. Hasil pengumpulan data diperoleh skor terendah, skor tertinggi, rerata untuk tes awal dan tes akhir dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Rangkuman Deskripsi Data
Metode
Pembelajaran Pre Tes Post Tes Peningkatan
Skor Terendah Skor Tertinggi Rerata Skor Terendah Skor Tertinggi Rerata
Berprograma 7 15 12,25 13 28 20 7,25
Penemuan 9 17 12,19 16 30 22,33 10,14
Ceramah 12 16 13.67 12 26 17.67 4
*) Data selengkapnya ada pada lampiran 10
Berhasil tidaknya suatu metode pembelajaran di kelas, dapat di lihat dari kemampuan siswa di dalam menyerap materi yang telah diberikan. Berdasarkan tabel diatas, taraf serap siswa sebelum menggunakan metode berprograma, penemuan dan ceramah adalah 31%, 31%, 34%. Setelah pelaksanaan metode pembelajaran selesai dan diadakan tes akhir, dapat diperoleh taraf serap siswa setelah digunakan metode berprograma, penemuan dan ceramah adalah 50%, 60% dan 40%. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa ada sebuah peningkatan siswa didalam menyerap materi yang diberikan setelah digunakan metode pembelajaran tersebut. Peningkatan taraf serap tertinggi diperoleh metode pembelajaran dengan menggunakan metode penemuan, berprograma dan ceramah.
D. PENGUJIAN HIPOTESIS
Pengujian hipotesis dilaksanakan untuk mengetahui:
Perbedaan prestasi belajar fisika antara pembelajaran dengan menggunakan metode berprograma, metode penemuan dan pembelajaran menggunakan metode konvensional (ceramah).
Untuk pengujian yang pertama ini, dilakukan dengan Uji Analisis Variasi satu jalur (ANAVA A) dengan menggunakan komputer paket SPS-2000 Edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih, perhitungan selengkapnya Rangkuman dapat dilihat pada lampiran 5 dan lampiran 13.
Metode yang mana yang memiliki kontribusi besar terhadap peningkatan prestasi belaja siswa kelas 1 semester 1 SMU Temon Kulon Progro tahun ajaran 2004/2005.
E. PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan tersebut nampak jelas bahwa ada perbedaan yang signifikan antara pembelajaran dengan metode berprograma, metode penemuan dan metode ceramah.Pembelajaran dengan metode penemuan lebih efektif dibandingkan dengan metode berprograma dan metode ceramah sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, khususnya pada mata pelajaran Fisika. Dari uraian di atas jelaslah bahwa metode pembelajaran sangat besar manfaatnya dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan dipakainya metode pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar akan meningkatkan motivasi pada siswa sehingga dapat mempertinggi keberhasilan kegiatan belajar mengajar.

0 Comment