BAB I
PENDAHULUAN
A. Penegasan Istilah
Skripsi ini berjudul “Konsep Pendidikan Tauhid Dalam Keluarga” .Judul 
tersebut mengandung pengertian yang perlu penjelasan, penegasan, serta 
ruang lingkup agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami judul dan
 keinginan penulis.
1. Konsep merupakan kata atau istilah serta simbol untuk menunjuk 
pengertian dari pada barang sesuatu baik konkret maupun sesuatu hal yang
 bersifat abstrak.  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsep berarti
 sebagai rancangan ide, gambaran, atau pengertian dari peristiwa nyata 
atau konkret kepada yang abstrak dari sebuah obyek maupun proses.  
Sedangkan konsep dalam penulisan ini ialah sejumlah rancangan, ide, 
gagasan, gambaran atau pengertian yang bersifat konkret maupun abstrak 
tentang  materi dan metode pendidikan tauhid dalam keluarga menurut 
pendidikan Islam.
2. Pendidikan, Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan dapat 
diartikan sebagai proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau 
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran
 dan latihan;proses, perbuatan, cara mendidik.
Pada hakekatnya pendidikan adalah usaha orang tua atau generasi tua 
untuk mempersiapkan anak atau generasi muda agar mampu hidup secara 
mandiri dan mampu melaksanakan tugas-tugas hidupnya dengan 
sebaik-baiknya. Orang tua atau generasi tua memiliki kepentingan untuk 
mewariskan nilai, norma hidup dan kehidupan generasi penerus. Ki Hajar 
Dewantara mengatakan…
“… mendidik ialah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada 
anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat 
dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
3. Tauhid, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata tauhid merupakan 
kata benda yang berarti keesaan Allah; kuat kepercayaan bahwa Allah 
hanya satu. Perkataan tauhid berasal dari bahasa Arab, masdar dari kata 
wahhada (وحد) yuwahhidu (يوحد) .Secara etimologis, tauhid berarti 
keesaan. Maksudnya, keyakinan bahwa Allah SWT adalah Esa;Tunggal;satu. 
Pengertian ini sejalan dengan pengertian tauhid yang digunakan dalam 
bahasa Indonesia, yaitu “keesaan Allah”; mentauhidkan berarti “mengakui 
akan  keesaan Allah;mengeesakan Allah”.  Jubaran Mas’ud menulis bahwa 
tauhid bermakna “beriman kepada Allah, Tuhan yang Esa”, juga sering 
disamakan dengan “لااله الا الله” “tiada Tuhan Selain Allah”.  Fuad 
Iframi Al-Bustani juga menulis hal yang sama. Menurutnya tauhid adalah 
Keyakinan bahwa Allah itu bersifat “Esa”. Jadi tauhid berasal dari kata 
“wahhada” (وحد) “yuwahhidu” (يوحد) “tauhidan” (توحيدا), yang berarti 
mengesakan Allah SWT.
Menurut Syeikh Muhammad Abduh tauhid ialah :
suatu ilmu yang membahas tentang wujud Allah, sifat-sifat yang wajib 
tetap pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan kepada-Nya, dan 
tentang sifat-sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan pada-Nya.Juga 
membahas tentang rasul-rasul Allah, meyakinkan kerasulan mereka, apa 
yang boleh dihubungkan (dinisbatkan) kepada mereka, dan apa yang 
terlarang menghubungkannya kepada diri mereka.
Menurut Zainuddin, tauhid berasal dari kata “wahid”(واحد) yang 
artinya “satu”. Dalam istilah Agama Islam, tauhid ialah keyakinan 
tentang satu atau Esanya Allah, maka segala pikiran dan teori berikut 
argumentasinya yang mengarah kepada kesimpulan bahwa Tuhan itu satu 
disebut dengan Ilmu Tauhid.
Ada beberapa istilah lain yang semakna atau hampir sama yakni :
a. Iman.
Menurut Asy ‘ariyah iman hanyalah membenarkan dalam hati. Senada dengan 
ini Imam Abu Hanifah mengatakn bahwa iman hanyalah ‘itiqad. Sedangkan 
amal adalah bukti iman. Namun tidak dinamai iman. Ulama Salaf di 
antaranya Imam Ahmad, Malik, dan Syafi’i, iman adalah
اعتقاد بالجنان ونطق باللسان وعمل بالاركان
“Iman adalah sesuatu yang diyakini dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan anggota tubuh”.
b.  Aqidah.
Menurut bahasa ialah keyakinan yang tersimpul kokoh di dalam hati, 
mengikat, dan merngandung perjanjian. Sedangkan menurut terminologis di 
antaranya pendapat Hasan al-Banna mengatakan bahwa aqidah ialah beberapa
 hal yang harus diyakini kebenarannya oleh hati, sehingga dapat 
mendatangkan ketenteraman, keyakinan yang tidak bercampur dengan 
keragu-raguan. Penyusun cenderung kepada pendapat Yunahar Ilyas yang 
mengidentikkan antara tauhid, iman, dan aqidah. Tauhid merupakan tema 
sentral aqidah dan iman.
Setelah menguraikan kata pendidikan dan tauhid penulis perlu memberikan 
batasan dan ruang lingkup. Pendidikan tauhid dalam penulisan ini 
difokuskan kepada usaha yang dilakukan orang tua untuk menumbuhkan 
kekuatan kodrat anak, agar mereka menjadi manusia muslim yang meyakini 
keesaan Allah , serta dapat mengamalkan ketauhidan yang ia miliki dalam 
rangka mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, melalui 
pengajaran, latihan, dan metode tertentu untuk menyampaikan 
materi-materi ketauhidan, yakni ilahiyat, nubuwat, ruhaniyat, dan 
sam’iyyat.
4. Dalam, adalah kata adjektiva, dan jika bertemu dengan kata benda bermakna lingkungan daerah (negeri, keluarga) sendiri.
5. Keluarga, kata benda ini dimaksudkan untuk ibu bapak beserta 
anak-anaknya;seisi rumah.  Menurut Masjfuk Zuhdi, keluarga merupakan 
satu kesatuan sosial terkecil dalam masyarakat yang telah diikat oleh 
tali perkawinan yang sah atau resmi. Keluarga dalam penulisan ini adalah
 keluarga muslim, mengutip pendapat Khatib Ahmad Santhut bahwa keluarga 
muslim adalah keluarga dengan ayah dan ibu yang memegang teguh ajaran 
Allah SWT dan Sunnah Rasul, karena itu keluarga muslim merupakan 
intisari dan paling prinsipil dalam usaha membentuk, dan mewujudkan 
masyarakat muslim.
Dari penegasan istilah tersebut penulis dalam skripsi ini meneliti dan 
membahas proses bimbingan yang dapat dilakukan oleh orang tua terhadap 
perkembangan ketauhidan anak-anaknya dengan bahan-bahan materi 
ketauhidan yang meliputi keilahiyatan, kenubuwatan, keruhaniyatan, dan 
kesam’iyatan tertentu dalam jangka waktu tertentu, dengan metode 
tertentu yang diarahkan terciptanya pribadi yang berkepribadian 
bertauhid sesuai dengan ajaran Islam dalam sejumlah rancangan ide, 
gagasan, atau pengertian tentang pendidikan tauhid yang difokuskan pada 
masalah materi dan metodenya. Materi dalam penulisan ini bagaimana 
disampaikan secara bertahap sesuai dengan metode yang digunakan menurut 
perkembangan dan kemampuan anak-anak.
B. Latar Belakang Masalah
Islam lahir membawa akidah ketauhidan, melepaskan manusia kepada 
ikatan-ikatan kepada berhala-berhala, serta benda-benda lain yang 
posisinya hanyalah sebagai makhluk Allah SWT. Ketauhidan yang membawa 
manusia kepada kebebasansejati terhadap apapun yang ada, menuju kepada 
ketundukan kepada Allah SWT. Penanaman tauhid ini dilakukan selama 13 
tahun oleh Rasulullah SAW, waktu yang cukup panjang, namun hanya 40 
orang saja yang mampu melepaskan budaya nenek moyangnya, berani 
mengingkari leluhur mereka, dan menuju jalan yang terang “tauhid 
Islamiyah”. Semua utusan Allah membawa pesan yang sama yakni tauhid 
bahwa tidak ada Tuhan selain Allah.
Saat ini, di era modern ini, kita bersyukur sebagian besar penduduk 
bangsa ini telah menganut Islam sebagai agamanya, melepaskan adat budaya
 yang berusaha dihapus dan dihilangkan oleh para pembawa Islam jika 
budaya tersebut bertentangan dengan prinsip ketauhidan menurut Al Quran 
dan Al Hadits. Keyakinan terhadap budaya animisme dan dinamisme, 
kepercayaan akan kekuatan batu besar, pohon besar, kuburan seorang tokoh
 masyarakat, semua itu tidak dapat mendatangkan kebaikan dan moderat, 
hanya Allah-lah yang mampu mendatangkan kebaikan dan keburukan. Kedua 
jenis kepercayaan tersebut saat ini sudah mulai terkikis.
Budaya tersebut kini mulai hilang sebenarnya, namun masyarakat mulai 
disuguhi informasi-informasi yang kembali membawa budaya 
animisme-dinamisme, informasi-informasi yang seharusnya diluruskan 
kembali agar sesuai dengan ajaran Islam. Media cetak contohnya banyak 
mencekoki masyarakat dengan cerita-cerita yang “bertentangan” dengan 
ketauhidan, seperti majalah Mistis, tabloid Posmo, koran Merapi, majalah
 Liberty.Ditambah lagi tayangan-tayangan televisi dan layar lebar, 
meskipun diniatkan hanya sebagai hiburan, tapi tidak sedikit yang 
menjadi takut akan gelap, pohon yang dikatakan angker, harus diruwat, 
diberi sesaji, serta tidak sedikit yang lebih percaya kepada dukun atau 
paranormal ketimbang keyakinannya akan kekuatan dan kekuasaan Allah SWT.
 Meskipun tidak semua tayangan dan pemberitaan tersebut negatif.
Sebagaimana alasan yang dikemukakan oleh bangsa Arab ketika itu, 
sebenarnya mereka masih mengakui dan meyakini hanya ada satu Tuhan yang 
menciptakan dan memelihara alam ini, akan tetapi mereka berdalih bahwa 
dewa, berhala yang mereka sembah hanyalah sebagai jalan untuk 
menyampaikan doa dan harapan mereka kepada Allah, Tuhan Yang Maha 
Tinggi.Akankah kita  kembali menggunakan alasan kaum Arab Jahiliyah?.
Sebagai contoh, Film layar lebar berjudul Jelangkung mencoba mengangkat 
tema horor yang banyak terjadi di masyarakat. Sineas muda Rizal 
Mantovani yang menggarap film itu , menyajikan sisi lain. Oleh Rizal, 
penggarapannya di sajikan pada sisi lain;pencahayaan yang dipadukan 
dengan setting alam, serta dukungan efek komputer lumayan, sehingga 
tercipta suasana mencekam, penuh kejutan-kejutan yang sulit 
ditebak.Hasilnya, meski banyak penonton yang takut, tetap saja 
membludak.
Sebenarnya terasa tidak berlebihan, bila kita menyebut Jelangkung adalah
 awal dari fenomena baru tayangan-tayangan misteri saat ini. Bahkan 
banyak perusahaan film di Tanah Air cenderung berlomba-lomba menggarap 
tayangan-tayangan bertema misteri atau horor. Sebut saja film Kafir 
(Satanic) yang diharapkan mengikuti kesuksesan Jelangkung, atau Titik 
Hitam yang mencoba menyiasati sisi lain sebuah tema misteri kegaiban.
Barangkali, munculnya tayangan film seperti itu baru mengikuti tren yang
 berkembang di masyarakat. Animo luar biasa terhadap tontonan yang 
berbau mistis saat ini lebih terasa bila dibandingkan tiga atau empat 
tahun lalu.
“Di antara beragam faktor yang menjadi penunjang tumbuh-suburnya 
perilaku mistik dan klenik di tengah bangsa Indonesia, tak pelak dipicu 
oleh sejumlah media massa, baik media cetak, lebih-lebih medium 
televisi. Medium yang terakhir ini (televisi), karena bersifat 
audio-visual, mempunyai daya cengkeram pengaruh yang amat dahsyat….”
Tayangan-tayangan yang mengangkat hal-hal diluar jangkauan indrawi 
merebak di semua stasiun televisi, dari yang pakai trik kamera sampai 
yang minus rekayasa.Rasa ketakutan tapi disukai penonton dan sesuai 
rumus dagang, iklanpun berdatangan. Namun, orang tua yang jadi korban. 
Munculnya fenomena tayangan mistis di layar kaca, menurut pengamat 
televisi Garin Nugroho, tak lain karena ketatnya persaingan di antara 
TV-TV swasta untuk mendapatkan pesanan iklan. “Sebelas stasiun televisi 
yang bersifat nasional itu cukup berat bersaing untuk mendapatkan kue 
yang tetap kecil.” katanya. Merebaknya program sejenis ini, tak bisa 
dipungkiri, diawali oleh program “Kismis” dari stasiun RCTI sejak tahun 
2001.
Pertanyaannya, apakah tayangan-tayangan seperti ini layak disajikan 
kepada penonton di tengah hiruk-pikuk kemoderenan teknologi? Barangkali,
 fenomena itu hanya sebuah alternatif di tengah-tengah kejenuhan 
tayangan soal politik, atau karena tak kunjung redanya krisis 
multidimensional yang tengah melanda negeri ini? Bisa saja itu sebagai 
Jawaban. Tetapi siapa tahu, justru tontonan semacam itu memang sudah 
dinantikan kehadirannya.Atau, jangan-jangan malah sebuah “proses 
pembodohan” yang menggiring kembali ke pola pikir masa lalu (back to 
traditional), sehingga lupa bahwa kita sedang memasuki dunia pasar bebas
 di era globalisasi!.
Penceramah Lutfiah Sungkar mengatakan bahwa tayangan misteri dapat 
merusak akhlak dan sangat tidak mendidik. “Itu jadi menyesatkan umat,” 
ujar Lutfiah. Itulah sebabnya, kakak kandung aktor Mark Sungkar ini 
menghimbau kepada sejumlah pihak ikut peduli, seperti Departemen Agama 
untuk memperhatikan masalah ini. “Tolong diseleksi betul-betul,” kata 
Lutfiah.
Tayangan supranatural itu tentu mengancam benteng aqidah seseorang. 
Keyakinan akan kehebatan, kesaktian dukun atau menganggap bahwa sebuah 
rumah itu ada sang penunggunya, sehingga perlu diberikan sesaji agar 
terhindar dari gangguannya, sesungguhnya merupakan perbuatan kufur. 
Tanpa harus mempercayai pun sesungguhnya manusia sudah diberikan 
kesempurnaan yang lebih layak ketimbang setan tersebut. Hanya saja, 
antisipasi agar terhindar dari bahaya syirik tentu harus semakin 
diperkokoh dengan menghindari tontonan yang justru akan merusak aqidah 
Islam seseorang tentu bagi yang masih rapuh ketauhidannya. Meskipun 
tidak seluruh tayangan mistis berdampak negatif.
Masalah-masalah gaib kini menjadi topik dalam beberapa tayangan 
tayangan televisi, jin, setan hantu, pohon angker dan pesugihan, 
meskipun tayangan tersebut memberikan informasi bagi para penontonnya, 
namun hal ini membuat penulis tertarik ingin mengangkat masalah 
ketauhidan, masalah klasik namun harus tetap dan wajib bagi seorang 
muslim.
Dalam masa-masa dan keadaan krisis, manusia sangat membutuhkan 
pertolongan. Oleh karena itu, mereka mendatangi siapa saja yang mereka 
anggap mampu menolong mereka seperti, orang-orang suci, para nabi, imam,
 para syuhada, bahkan meminta pertolongan pada malaikat dan peri. Dengan
 berbaiat dan bersumpah kepada para penolong itu, mereka memohon 
pertolongan yang mereka harap, dengan memohon agar yang mereka datangi 
itu bisa memenuhi keinginan mereka. Kadang ada juga menawarkan sesuatu 
persembahan yang istimewa kepada para penolong itu, sehingga (menurut 
pikiran mereka) akan lebih memperbesar kemungkinan akan terkabulnya 
semua keinginan mereka.
Dari paparan di atas, jelas terlihat bahwa sebagian umat Islam masih ada
 yang melakukan cara-cara yang dilakukan oleh orang non muslim dalam 
memperlakukan dewa-dewi mereka, kepada paranabi, orang-orang suci, imam,
 syuhada, malaikat dan roh halus. Namun, meski mereka melakukan 
dosa-dosa seperti di atas, mereka tetap mengaku masih sebagai orang 
Islam yang mereka merasa perbuatan itu tidak mengurangi kualitas 
keislamanya
Sungguh benar firman Allah :
وما يؤمن اكثرهم بالله الا وهم مشركون   (سورة يوسف : 106)
Artinya : Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, 
melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan 
lain).
Lebih jauh lagi kita diperingatkan, bahwa siapapun yang berdoa kepada 
seseorang sebagai perantaranya, juga tergolong musyrik sebagaimana 
firman Allah :
الا لله الدين الخالص والذين اتخذوا من دونه اولياء ما نعبدهم الا ليقربونا الى
الله زلفى ان الله يحكم بينهم في ماهم فيه يختلفون ان الله لايهدي من هو كاذب كفار
)الزمر : 3)
Artinya :Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari 
syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata)
 : “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami
 kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan 
memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. 
Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat 
ingkar.
Kepribadian muslim dibentuk sejak dini, orang tua sebagai seorang 
muslim haruslah memiliki keyakinan akidah tauhid yang berkualitas. Namun
 alangkah baiknya jika orang tua juga mengerti materi-materi ketauhidan,
 sehingga orang tua dapat membekali anak-anaknya dengan keilmuan yang 
didukung dengan ketauladanan tauhid sehingga terbentuk kepribadian 
seorang muslim sejati.
Semakin kurang tauhid seorang muslim, semakin rendah pula kadar akhlak, 
watak kepribadian, serta kesiapannya menerima konsep Islam sebagai 
pedoman dan pegangan hidunya. Sebaliknya, jika akidah tauhid seseorang 
telah kokoh dan mapan (established), maka terlihat jelas dalam setiap 
amaliahnya. Setiap konsep yang berasal dari Islam, pasti akan diterima 
secara utuh dan dengan lapang dada, tanpa rasa keberatan dan terkesan 
mencari-cari alasan hanya untuk menolak.Inilah sikap yang dilahirkan 
dari seorang muslim sejati.
Islam atau Al Quran menghendaki agar pengabdian, pemujaan, atau ketaatan
 hanya tertuju kepada Tuhan, dan bila berdoa taua berharap kepada-Nya, 
haruslah bersifat langsung tanpa perantara seperti yang dilakukan kaum 
musyrikin.
قل هو الله احد {1}  الله الصمد {2}  لم يلد ولم يولد  {3}  ولم يكن له كفوا احد {4} (سورة الاخلاص : 1-4)
Artinya : Katakanlah : “Dialah Allah , Yang Maha Esa, Allah adalah tuhan
 Yang bergantung kepadanya segala sesuatu, Dia tiada beranak dan tiada 
pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.
Pemurnian tauhid menolak segala bentuk kemusyrikan bahwa tidak ada 
satukekuatanpun yang menyamai Allah SWT. Tetapi sayangnya bahwa akidah 
itu telah dicampuri”-secara keseluruhan-oleh pemikiran-pemikiran yang 
diada-adakan  oleh manusia, bahkan ada yang dinodai oleh sekumpulan 
pendapat yang tidak mencerminkan keyakinan yang hak. Oleh sebab itu, 
lalu tidak dapat mendalam sampai ke dasar jiwa dan tidak pula dapat 
mengarahkan ke jurusan yang bermanfaat dalam kehidupan ini, juga tidak 
dapat memberi pertolongan untuk dijadikan pendorong guna menempuh jalan 
yang suci yang mencerminkan kemurnian peri kemanusiaan serta keluruhan 
ruhaniah.
يأيها الذين امنوا قوا انفسكم واهليكم نارا … (سورة التحريم : 6)
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka “.
Lembaga pendidikan merupakan salah satu institusi harapan masyarakat, 
begitu pula keluarga. Keluarga merupakan pencetak dan pembentuk 
generasi-generasi bangsa dan agama. Generasi yang memiliki otak yang 
handal dan moral atau etika yang berkualitas. Secara ideal, pendidikan 
Islam berupaya untuk mengembangkan semua aspek kehidupan manusia dalam 
menacapai kesempurnaan hidup, baik yang berhubungan dengan manusia, 
terlebih lagi dengan sang Pencipta.
Keluarga adalah lingkungan pertama bagi pembentukan ketauhidan anak. 
Orangtua adalah unsur utama bagi tegaknya tauhid dalam keluarga, 
sehingga setiap orang wajib memiliki tauhid yang baik, sehingga dapat 
membekali anak-anaknya dengan ketauhidan dan materi-materi yang 
mendukungnya, disamping anak dapat melihat orang tuanya sebagai tauladan
 yang memberikan pengetahuan sekaligus pengalaman, dan pengarahan
Jika latihan-latihan dan bimbingan agama terhadap anak dilalaikan orang 
tua atau dilakukan dengan kaku dan tidak sesuai, maka setelah dewasa ia 
akan cenderung kepada atheis bahkan kurang perduli dan kurang 
membutuhkan agama, karena ia tidak dapat merasakan apa fungsi agama 
dalam hidupnya. Namun sebaliknya jika pendidikan tentang Tuhan 
diperkenalkan sejak kecil, maka setelah dewasa akan semakin dirasakan  
kebutuhannya terhadap agama.
Anak adalah amanat Allah kepada para orang tua. Amanat adalah sesuatu 
yang dipercayakan kepada seseorang yang pada akhirnya akan dimintai 
pertanggungjawaban. Firman Allah :
يأيها الذ ين امنوا لاتخونواالله والرسول وتخونوا امنتكم وانتم تعلمون
(سورة الانفال : 27)
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati 
Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati 
manat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.
Anak merupakan salah satu bagian dalam keluarga, sehingga secara 
kodrati tanggung jawab pendidikan tauhid berada di tangan orang tua. 
Kecenderungan anak kepada orang tua sangat tinggi, Apa yang ia lihat, 
dengar dari orang tuanya akan menjadi informasi belajar baginya.
Sehingga hanya dengan keluarga-keluarga yang memegang prinsip akidah 
ketauhidan, dapat melahirkan generasi-generasi berkepribadian Islam 
sejati, yang menjadikan Allah SWT sebagai awal dan tujuan akhir segala 
aktivitas lahir dan batin kehidupannya.
C. Rumusan Masalah
Dari latar Belakang masalah yang telah diuraikan, penulis ingin mengetahui beberapa hal dari hasil penelitian ini yakni :
1. Bagaimana urgensi pendidikan tauhid dalam keluarga ?
2. Bagaimana konsep pendidikan tauhid dalam keluarga?
D. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui urgensi pendidikan tauhid dalam keluarga
2. Mengetahui konsep pendidikan tauhid dalam keluarga.
3. Mengetahui metode dan materi pendidikan tauhid dalam keluarga.
Kegunaan penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai :
1. Diharapkan memiliki nilai akademis dan mampu memberikan sumbangan 
pemikiran tentang pendidikan tauhid dalam keluarga, khususnya di 
lingkungan Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
2. Sebagai informasi bagi setiap orang tua keluarga bagaimana memberikan
 pendidikan tauhid dan materi yang disampaikan kepada anak-anak mereka.
3. Pola dalam membentuk masyarakat yang bertauhid sebagai modal untuk 
membangun bangsa, serta sebagai solusi alternatif  terhadap masalah yang
 dihadapi bangsa.
4. Bagi penulis agar menambah wawasan tentang konsep pendidikan tauhid, sebagai modal untuk berkeluarga nantinya.
E. Alasan Pemilihan Judul.
Didasarkan karya ilmiah dan wacana pendidikan Islam, frame”Konsep  
pendidikan Tauhid Dalam Keluarga perspektif pendidikan Islam” , belum 
ada yang menulis secara khusus. .Dengan beberapa point alasan, mengapa 
judul-tema tersebut diangkat :
1. Pendidikan Tauhid merupakan landasan utama seorang muslim, 
identitasnya ditentukan oleh ketauhidannya yang benar, dia adalah sebuah
 pondasi bangunan, kuat tidaknya bangunan ditentukan oleh “pondasinya”, 
ia adalah akar sebuah pohon, hidup matinya pohon tergantung sehat 
tidaknya;kuat rapuhnya akar sang pohon. Sehingga “Tauhid” menjadikan 
seorang muslim hanya tunduk, patuh pasrah kepada Allah. Pengakuan  
tersebut harus dicerminkan dengan keyakinan teguh dalam hati sampai 
akhir hayat, juga diucapkan secara lisaniyah, serta teraplikasi dalam 
setiap aktivitas gerak fisik.
2. Begitu pun kajian tentang pendidikan tauhid dalam keluarga secara 
praktis belum banyak dikembangkan, meskipun banyak dikaji dan dibahas 
oleh para tokoh pendidikan muslim, di era informasi ini, media 
memberikan semua informasi yang diinginkan termasuk informasi hal-hal 
gaib dan mistis.Oleh sebab itu bagaimana orang tua menjadi sumber 
informasi utama dan pokok bagi anak-anaknya diantaranya yang paling 
penting informasi tentang ketauhidan.
3. Karena anak lahir dan hidup pertama sekali dalam keluarga, ia belajar
 dari orang tuanya, begitu pula informasi terbaik bahkan terburuk, 
informasi yang benar bahkan yang salah diterima pertama kali dalam 
keluarga. Begitupun  informasi ketauhidan yang ia peroleh dari orang 
tua, harus lebih ia percayai dari pada dari hasil ia menonton tv ataupun
 media lainnya.
F. Telaah Pustaka
Berdasarkan penelusuran penulis terhadap karya ilmiah 
skripsi/tesis/disertasi diperpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 
bahwa yang membahas tentang pendidikan tauhid dalam keluarga belum 
penulis temukan secara khusus, namun ada beberapa skripsi yang menulis 
tentang pendidikan keimanan. Namun yang menggunakan istilah pendidikan 
tauhid hanya ada sebuah skripsi saudari Hartani ( 1999), Fakultas 
Tarbiyah, jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI),  yang berjudul 
“Pendidikan Tauhid Pada Usia Remaja” ,saudari Hartani hanya sedikit 
menjelaskan tentang pendidikan tauhid bagi anak remaja dalam keluarga. 
Dijelaskan bahwa perkembangan keberagamaan diusia remaja menuntut orang 
tua harus mampu menjadi teman bagi anak-anak mereka, karena pada usia 
tersebut remaja memerlukan teman – sahabat yang bisa ia ajak bicara, 
maka jika orang tua tidak mampu menjadi sosok seorang teman-sahabat bagi
 anaknya diusia remaja, sangat sulit untuk membimbing, juga memberikan 
informasi tentang “ketauhidan”.
Skripsi saudara Hunainin (1996) Fakultas Tarbiyah, jurusan Pendidikan 
Agama Islam, yang berjudul “ Pendidikan Keimanan Bagi Anak Menurut 
Pemikiran Abdullah Nashih Ulwan, Dalam Kitab Tarbiyah Al-Aulad Fi Al 
Islam (Tujuan , Materi, Dan Metode)”.  Dia menjelaskan bahwa pendidikan 
keimanan bagi anak bertujuan untuk membentuk anak yang bertanggungjawab,
 jujur, dan terhindar dari sifat-sifat kebinatangan.  Tanggugjawab ini 
dipikul oleh orang tua, sebagai pendidik pertama dan utama bagi 
anak-anaknya.
Selanjutnya skripsi saudara Silahuddin (1998) Fakultas Tarbiyah, jurusan
 Pendidikan Agama Islam dengan judul “Pendidikan Keimanan Pada Usia Anak
 (Tinjauan Psikologis)”. Dia menyimpulkan bahwa pendidikan keimanan pada
 usia anak yakni usia 0-12 tahun, metode yang paling baik adalah dengan 
metode keteladanan. Hal ini disebabakan oleh pertumbuhan psikomotor anak
 dan perkembangan anak. Dia menekankan kepada asma-asma Allah sebagai 
materinya, dengan harapan anak dapat meresapi dan mengamalkannya di 
kehidupannya di masa yang akan datang.
Selain itu ada beberapa skripsi yang membahas tentang pendidikan anak 
dalam keluarga salah satunya skripsi milik saudari Anik Suryani Latifah 
(2003) Fakultas Tarbiyah, jurusan Kependidikan Islam, berjudul 
“Pendidikan Keluarga Membentuk Anak Shaleh Yang Cerdas Dan Kreatif”, ada
 satu paragraf yang sekilas menjelaskan pendidikan tauhid dalam keluarga
 bagi anak.Keteladanan nampak ditonjolkan sebagai metode orang tua dalam
 mendidik anak-anak mereka.
Skripsi saudari Bahisatul Badiyah (1996) Fakultas Tarbiyah, jurusan PAI,
 menulis “Mendidik Anak Dalam Keluarga Menurut Pendidikan Islam”, 
dijelaskan dalam skripsinya bahwa agama seseorang ditentukan oleh 
pendidikan, pengalaman, dan latihan-latihan yang dilakukan pada masa 
kecil;sehingga orang tua harus menanamkan dasar keimanan yang bersih dan
 membiasakan dengan ibadah. Dimulai dengan menanamkan kalimat La Ilaha 
illa Allah, sebagai kalimat tauhid yang pertama sekali didengar anak 
melalui adzan yang diucapkan sang ayahnya.Berpijak pada QS. Luqman ayat 
13 bahwa tugas awal adalah menanamkan pendidikan tauhid keimanan kepada 
Allah SWT.
Selanjutnya ada skripsi saudari Umi Sa’adah (1998) “Pendidikan Islam 
Dalam Keluarga : Telaah kitab Sahih Bukhari” Fakultas Tarbiyah, jurusan 
PAI, mengungkapkan bahwa keluarga adalah pendidikan pendahuluan dan 
memparsiapkan anak untuk lembaga sekolah dan masyarakat. Untuk itu perlu
 dilakukan peningkatan kualitas keluarga yakni dalam memilih calon 
isteri maupun suami menjadikan agama sebagai prioritas utama. Begitu 
juga dalam mengisi pertumbuhan awal anak diprioritaskan kepada 
pendidikan agama, salah satu pokoknya ialah pendidikan iman atau aqidah.
Kemudian skripsi berjudul “Pendidikan Islam Dalam Keluarga : Studi atas 
pemikiran KH. Abdurrahman Ar-Roisi” yang ditulis oleh Umar Faruq (2003) 
Fakultas Tarbiyah, jurusan Kependidikan Islam sedikit menyinggung 
tentang keluarga idaman disebutkan bahwa tujuan pendidikan Islam dalam 
keluarga adalah menciptakan keluarga idaman yakni bahagia lahir-batin, 
dunia dan akhirat. Sebagai langkah awalnya ialah pendidikan pembentukan 
keyakinan kepada Allah yang dapat diharapkan melandasi sikap, tingkah 
laku dan kepribadian anak.
Skripsi saudara Setiyo Budiono (1999) Fakultas Tarbiyah, jurusan PAI, 
menulis “ Pendidikan Keluarga Dalam Islam : Suatu Kajian Teoritis”. 
Menjadikan anak sebagai pusat pembahasannya (children centereted), 
dibahas sekilas tentang pendidikan tauhid karena salah satu fungsi 
keluarga sebagai lembaga pendidikan (education).
Namun penelitian pada tulisan tetap memiliki perbedaan dengan 
skripsi-skripsi di atas, karena lebih difokuskan kepada konsep 
pendidikan tauhid dalam keluarga untuk anak. yang akan membahas tentang 
urgensi, metode serta materinya secara eksplisit.
G. Kerangka Teoritik
Kepercayaan atau keyakinan akan yang gaib merupakan pokok kepercayaan 
keagamaan bagi setiap agama yang berdasarkan percaya kepada Tuhan Yang 
Maha Esa yang tidak dapat dicapai dengan penglihatan indera mata, sedang
 Dia dapat melihat segala yang kelihatan, dan Dialah Yang Maha Halus 
lagi Maha mengetahui (Al An’am :103),
لاتدركه الابصار وهو يدرك الابصار وهو اللطيف الخبير (سورة الانعام :103)
Sehingga dikatakan bahwa sesunggguhnya ciri khas kepercayaan beragama adalah mempercayai semua hal yang metafisik  atau gaib.
Beriman kepada hal-hal yang gaib bagi kaum muslimin bukanlah sesuatu hal
 yang bertentangan dengan hukum akal, tapi merupakan suatu hal yang 
melampaui ruang lingkup indera dan alam nyata. Logikapun membenarkan 
pengambilan dalil atau bukti  dari sesuatu yang konkret ataupun  nyata 
sebagai bukti adanya yang gaib.Keterkaitan antara yang nyata dengan yang
 gaib, yang saling mendukung eksistensi Atau dari yang suatu yang ada 
diluar jangkauan indera. Demikian Al Quran menetapkan dalil tentang 
ciptaan Allah yang konkret sebagai tanda adanya sang pencipta, yang 
merupakan zat yang tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata.
Tunduk kepada kemampuan khayalan dan mengikatkan diri semata-mata pada 
kecenderungan akal, ditambah lagi ketidaktahuan terhadap sesuatu yang 
tidak kita ketahui, adalah jalan menuju kesesatan. Akal tidak dapat 
menjadi pegangan pokok dalam meyakini sebuah kebenaran.Kekeliruan 
persepsi, karena mengutamakan akal tanpa diringi bimbingan wahyu akan 
menyebabkan rusaknya akidah.
Diturunkannya akidah Islam yang komprehensif, memenuhi tuntutan emosi 
dan rasio, mengajarkan kepada manusia apa yang tidak mereka ketahui 
sebelumnya, karena akal memiliki batas-batas dan mengeluarkan manusia 
dari kegelapan kebodohan, lalu menyinari jalan yang dilaluinya. Karena 
itu, barang siapa mengikuti apa yang diajarkan oleh wahyu Allah SWT, 
melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya, kemudian beriman kepada
 segala sesuatu yang disampaikan oleh Al Quran, berarti ia telah 
memperoleh petunjuk, dilindungi dan dipenuhi segala kebutuhannya.Dan 
barangsiapa menyimpang dari ajaran wahyu-Nya, berarti ia telah 
disesatkan setan : Barangsiapa tidak diberi cahaya oleh Allah, maka 
tidaklah dia mempunyai cahaya (petunjuk) sedikitpun (QS. An-Nur :40).
…ومن لم يجعل الله له نورا فما له من نور (سورة النور :40)
Mengingat pentingnya iman bagi seseorang, maka sudah seharusnya bila 
pendidikan Islam menetapkan tauhid ini menjadi pondasi yang pertama. 
Artinya, pendidikan Islam tidak boleh bertentangan dengan konsep 
ketauhidan dan harus menumbuhkan serta memperkuat pertumbuhannya secara 
positif.
Saat ini manusia telah dapat mengetahui banyak hal yang dahulu hanya 
diketahui melalui akal. Dengan ilmunya yang yang melahirkan alat-alat 
yang sangat canggih, manusia telah mampu mengetahui bentuk fisik hal-hal
 tersebut  setelah melalui berbagai penelitian dan dengan menggunakan 
alat-alat tertentu, walaupun benda-benda tersebut tidak dapat dilihat 
dengan hanya menggunakan mata telanjang tanpa bantuan alat-alat canggih 
yang mampu menambah jangkauan penglihatan mata yang tadinya terbatas.
Manusia percaya sepenuhnya terhadap keberadaan hal-hal tersebut  tanpa 
mempertanyakan lagi wujud fisiknya. Manusia hanya mengetahui aktifitas 
yang dihasilkan dari gerakan dan keberadaan benda-benda tersebut. Hal 
ini merupakan suatu bukti bahwasannya Allah SWT telah menciptakan banyak
 hal yang tidak kasat mata, yang esensinya tidak mampu dijangkau oleh 
akal.
Kitab Al Quran telah mengikrarkan bahwa tauhid  adalah akidah 
universal (syamil). Maksudnya, akidah yang yang mengarahkan seluruh 
aspek kehidupan dan tidak mengotak-ngotakkannya. Seluruh aspek dalam 
hidup manusia hanya dipandu oleh hanya satu kekuatan, yaitu tauhid. 
Konsekuensinya ialah penyerahan (Islamisasi) manusia secara total – 
mulai dari kalbu, wajah, akal pikiran, qaul (ucapan), hingga amal – 
kepada Allah semata-mata.
Tauhid, hakekat dan maknanya terdiri dari tiga kriteria yang talazum 
(simbiosis mutualisme), satu sama lain tidak dapat terpisahkan. Ketiga 
kriteria tersebut adalah : 1.Tauhid Rububiyah, 2.Tauhid Uluhiyah, 
3.Tauhid al-Hakimiyyah.
1. Tauhid Rububiyah
Yang dimaksud dengan Rububiyah di sini adalah melekatkan semua 
sifat-sifat ta’tsir (yang mengandung unsur dominasi atau pengaruh) pada 
Allah SWT, umpamanya sifat Pencipta, Pemberi rezeki, Pengatur alam, Yang
 menghidupkan, mematikan, Pemberi petunjuk, dan sebagainya.
Maka Allah Ta’ala adalah Robb, Penguasa seluruh alam, tak ada Tuhan 
selain Dia. Dialah Pencipta, Yang menghidupkan dan mematikan, Yang 
menetapkan seluruh aturan dan hukum atas semua makhluk-Nya. Di 
tangan-Nya terletak kerajaan dan kekuasaan mutlak. Bertindak di alam ini
 sebagaimana keinginan-Nya, tanpa ada yang bisa menghalangi dan 
menghambat-Nya. Hanya Dia yang mampu memberikan manfaat/keuntungan dan 
mendatangkan mudharat.
2. Tauhid Uluhiyah
Maksudnya bahwa hanya Allah SWT semata-mata yang berhak diperlakukan 
sebagai tempat khudhu’ (tunduk/merendah) oleh hambaNya dalam beribadah 
dan taat.Dengan kata lain, tak ada yang berhak dipatuhi secara mutlak 
selain Allah SWT. Semua manusia adalah hamba Allah. Hamba yang 
betul-betul berlaku dan berpenampilan sebagai hamba. Bukan hamba yang 
berlagak sebagai “raja”. Manusia tidak berhak memperbudak manusia 
lainnya, dengan alasan apapun. Seluruh penguasa di muka bumi harus 
tunduk kepada penguasa tunggal:Allah SWT.
3. Tauhid al-Hakimiyyah.
pembahasan konsep tauhid ini, yaitu Tauhid al-Hakimiyyah. Konsep ini 
mungkin sudah terkandung dalam pengertian “Uluhiyah”, tapi masih 
bersifat global. Pemisahan ini bertujuan agar lebih menonjolkan 
kehakimiyahan Allah secara tersendiri.Makna al-Hakimiyyah ialah hanya 
Allah-lah yang berhak membuat ketentuan, peraturan, dan hukum.
Islam takkan ada tanpa tauhid, bukan hanya Sunnah Nabi kita jadi 
patut diragukan dan perintah-perintahnya bergoncang-goncang 
kedudukannya; pranata kenabian itu sendiri akan hancur tanpa tauhid.
Ismail Raji al Faruqi mengatakan bahwa berpegang teguh pada prinsip 
tauhid merupakan dasar dari seluruh bentuk kesalehan.Wajarlah jika Allah
 SWT dan Rasul-Nya menempatkan tauhid pada status tertinggi dan 
menjadikannya menjadi penyebab kebaikan dan balasan pahala terbesar bagi
 seorang muslim yang bertauhid.
Dalam Ensiklopedi Islam Indonesia yang disusun oleh Tim penulis IAIN 
Syarif Hidayatullah, disebutkan bahwa para ulama membagi tauhid kepada 
dua ketegori : tauhid Rububiyah dan tauhid Ubudiyah. Kebanyakan umat 
yang sudah menyimpang dari tauhid itu , masih memiliki tauhid rububiyah,
 karena mereka sebenarnya masih mengakui dan meyakini hanya ada satu 
Tuhan yang menciptakan  dan memelihara segenap alam semesta ini, 
kesalahan mereka adalah karena mereka tidak legi berpegang teguh kepada 
tauhid ubudiyah.Inilah tauhid yang menghendaki ubudiyah atau ketaatan 
tanpa syarat hanya tertuju kepada Allah SWT.
Ruang lingkup pembahasan tauhid ada empat yakni  :
1. Ilahiyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan 
dengan Ilah (Tuhan) seperti wujud, nama-nama,sifat, dan af’al Allah.
2. Nubuwat. Yakni  pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan 
dengan Nabi dan Rasul,  juga termasuk pembahasan tentang kitab-kitab 
Allah, mu’jizat, dan lain sebagainya.
3. Ruhaniyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan 
dengan alam metafisik seperti Malaikat, Jin, Iblis, dan Syaitan,
4. Sam’iyyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa 
diketahui lewat sam’i (dalil naqli berupa Al-Quran dan Sunnah) seperti 
alam barzakh, akhirat, azab kubur, surga dan neraka.
Keyakinan seorang muslim akan eksistensi Tuhan Yang Maha Esa (Allah) 
melahirkan keyakinan bahwa sesuatu yang ada di alam ini ciptaan 
Tuhan;semuanya akan kembali kepada-Nya, dan segala sesuatu berada dalam 
urusan Yang Maha Esa itu. Dengan demikian segala perbuatan, sikap, 
tingkah laku, atau perkataan seseorang selalu berpokok dalam modus ini.
Tauhid tidak hanya  sekedar memberikan ketentraman batin dan 
menyelamatkan manusia dari kesesatan dan kemusyrikan,bermanfaat bagi 
kehidupan umat manusia., tetapi juga berpengaruh besar terhadap 
pembentukan sikap dan perilaku keseharian seseorang. Ia tidak hanya 
berfungsi sebagai akidah, tetapi berfungsi pula sebagai falsafah hidup.
Lingkungan rumah dan pendidikan orang tua yang diberikan kepada anaknya 
dapat membentuk atau merusak masa depan anak.Oleh sebab itu masa depan 
anak sangat tergantung kepada pendidikan , pengajaran, dan lingkungan 
yang diciptakan oleh orang tuanya.. Apabila orang tua mampu menciptakan 
 rumah menjadi lingkungan yang Islami, maka anak akan memiliki 
kecenderungan kepada agama.
DR. M. Quraish Shihab, menjelaskan bahwa kehidupan keluarga, apabila 
diibaratkan sebagai satu bangunan, demi terpelihara dari hantaman badai,
 topan dan goncangan yang dapat meruntuhkannya, memerlukan fondasi yang 
kuat dan bahan bangunan yang kokoh serta jalinan perekat yang lengket. 
Fondasi kehidupan keluarga adalah ajaran agama, disertai dengan kesiapan
 fisik dan mental calon-calon ayah dan ibu. Beliau menambahkan bahwa 
keluarga merupakan sekolah tempat putra-putri bangsa belajar.
Pendidikan anak yang paling berpengaruh  dibandingkan dengan yang lain 
adalah keluarga sebagai pusatnya, karena seorang anak masuk Islam sejak 
awal kehidupannya, dan dalam keluargalah ditanamkan benih-benih 
pendidikan.Juga waktu yang dihabiskan seorang anak di rumah lebih banyak
 dibandingkan tempat lain, dan kedua orang tua merupakan figur yang 
paling berpengaruh terhadap anak, demikianlah pendapat Muhammad Quthub 
yang dikutip oleh Khatib Ahmad Santhut.
Al Ghazali mengatakan bahwa mendidik keimanan anak harus dengan cara 
yang halus dan lemah lembut, bukan dengan paksaan atau dengan berdebat, 
sehingga dengan metode yang lemah lembut materi pendidikan dapat dengan 
mudah diterima oleh anak.
Dalam adigum ushuliyah disebutkan al-Amru bi asy-syai’i amru 
biwasailihi, walil-wasaili hukmu al-maqoshidi , maksudnya ialah 
“perintah pada sesuatu (termasuk pendidikan) maka perintah pula mencari 
metodenya, dan bagi metodenya hukumnya sama dengan apa yang 
dituju.Senada dengan hal ini ada firman Allah yang berbunyi :
…وابتغوا اليه الوسيلة وجاهدوا في سبيله… (سورة المائدة :35)
Sehingga dalam proses pelaksanaannya, pendidikan Islam memerlukan metode
 yang tepat untuk menyampaikan materi-materi kepada anak, sehingga 
tujuan pendidikan yang diinginkan dapat dicapai.
Ada beberapa metode yang besar pengaruhnya untuk menanamkan keimanan kepada anak yakni :
1. Teladan yang baik;
2. Kebiasaan yang baik;
3. Disiplin, hal ini sebenarnya sebagaian dari pembiasaan;
4. Memotivasi;
5. Memberikan hadiah terutama yang dapat menyentuh aspek psikologis;
6. Memberikan hukuman dalam rangka kedisiplinan;
7. Suasana kondusif dalam mendidik.
Menyusun sebuah metode harus mencakup tiga hal penting antara lain :
1. Cara tersebut bertujuan untuk menjelaskan materi kepada anak didik.
2. Cara tersebut merupakan cara yang tepat untuk menjelaskan, dan dipakai untuk materi tertentu serta situasi tertentu pula.
3. Cara tersebut mampu memberikan kesan yang mendalam kepada anak didik.
Menurut Abdullah Nashih Ulwan metode yang paling efektif dalam mendidik anak adalah :
1. Pendidikan dengan keteladanan.
2. Pendidikan dengan adat dan kebiasaan.
3. Pendidikan dengan nasehat.
4. Pendidikan dengan perhatian.
5. Pendidikan dengan memberikan hukuman.
Sementara Muhammad Zein menjelaskan bahwa metode yang mudah dilakukan 
para orang tua dalam mendidik anak-anaknya ada tiga yakni :
1. Meniru.
2. Menghafal.
3. Membiasakan.
Mendidik anak pada periode pertama yakni usia 0-6 tahun, merupakan masa 
yang sangat penting. Karena semua informasi mempunyai pengaruh yang 
sangat mendalam dalam membentuk kepribadian anak. Anak akan merekam 
informasi apapun pada periode ini, sehingga pengaruhnya akan lebih nyata
 pada kepribadiannya setelah dewasa. Ada beberapa hal yang harus 
diperhatikan para orang tua pada periode ini antara lain :
1. Memberikan kasih sayang yang diperlukan oleh anak.
2. Membiasakan anak untuk disiplin.
3. Orang tua mampu menjadi teladan yang baik bagi anak.
4. Membiasakan etika umum yang baik.
Periode selanjutnya ketika anak berusia 7-12 tahun. Anak pada periode 
ini lebih siap untuk belajar. Anak mau meniru dan mendengarkan nasehat, 
meskipun anak lebih mudah menyesuaikan diri dengan teman sebaya. 
Semangatnya sangat tinggi untuk belajar keterampilan tertentu. Masa ini 
sangat baik untuk mendidik dan mengarahkan anak sesuai dengan minat dan 
bakat yang ia miliki.Pada periode ini anak dapat diajarkan beberapa hal,
 antara lain :
1. Pengenalan kepada Allah dengan cara sederhana, juga diajarkan
a. Allah Esa tidak ada sekutu.
b. Allah adalah pencipta alam semesta.
c. Cinta kepada Allah.
2. Mengajarkan sebagain hukum yang jelas, juga tentang halal dan haram.
3. Mengajarkan baca Al Quran.
4. Mengajarkan hak dan kewajiban sebagai hamba Allah.
5. Mengenalkan tokoh-tokoh teladan yang agung dalam Islam.
6. Mengajarkan etika umum.
7. Meningkatkan sikap percaya diri anak dan juga tanggungjawab.
Pendidikan Islam memberikan ketentuan bahwa rentang usia peserta didik 
ialah sejak ia lahir sampai meninggal dunia. Manusia sejak lahir 
memerlukan pendidikan , selanjutnya pendidikan tersebut tetap diperlukan
 sepanjang hidunya sebagai sebuah proses.
Pendidikan Islam menggunakan konsep pendidikan sepanjang hayat (life 
long education). Sehingga manusia dalam rentang kehidupannya selalu 
memerlukan pendidikan, dengan  bimbingan, pembentukan, pengarahan, dan 
pengalaman. Semua itu dilakukan secara bertahap dan berbeda, disesuaikan
 dengan kebutuhan pada perkembangan usianya , begitu pun pada pendidikan
 tauhidnya.
Penyusun dalam konsep pendidikan tauhid dalam keluarga menggunakan 5 metode yaitu :
1. Kalimat tauhid.
2. Keteladanan.
3. Pembiasaan.
4. Nasehat.
5. Pengawasan.
H. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.  Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research), yaitu 
penelahaan terhadap buku-buku, karya ilmiah, karya populer., dan 
literatur lain yang berhubungan dengan tema yang diteliti.
2.  Sumber Data
Penulis mengumpulkan data dari berbagai literatur sebagai sumber primer 
ialah buku “ Islam Dalam Berbagai Dimensi” karangan Dr. Daud Rasyid, 
MA., kemudian “Kuliah Akidah Islam” karangan Drs. Yunahar Ilyas, Lc.,Sri
 Harini dan Aba Firdaus al Halwany “ Mendidik Anak Sejak dini”,. 
Muhammad Taqi Mishbah Yazdi “ Filsafat Tauhid Mengenal Tuhan Melalui 
Nalar Dan Firman”,Abdullah Nashih Ulwan “Pendidikan Anak Menurut Islam :
 Kaidah Kidah Dasar”, .Juga literatur-literatur sebagai sumber data 
sekunder, yakni data-data lain yang penulis peroleh baik dari buku-buku,
 artikel, yang ada hubungannya langsung atau tidak langsung dengan 
materi pembahasan yang penulis teliti.Buku-buku tersebut antara lain : 
Prof. H.M. Arifin, M.Ed (1996) Ilmu Pendidikan Islam, H. Abu Tauhid 
(1990) Beberapa Aspek Pendidikan Islam, Maulana  Musa Ahmad Olgar (2000,
 terjm: Supriyanto Abdullah Hidayat) Mendidik Anak Secara Islami.Ma’ruf 
Zurayk (1994) Aku Dan Anak-anakku : Bimbingan Praktis Mendidik Anak 
menuju Remaja. dan buku-buku lain yang tidak penulis sebutkan dalam 
tulisan ini
3.  Analisa Data
Selanjutnya dalam menganalisis data yang telah terkumpul menggunakan 
teknik deskriftif analitik, yaitu teknik analisa data yang menggunakan, 
menafsirkan serta mengklasifikasikan dengan membandingkan 
fenomena-fenomena pada masalah yang diteliti melalui langkah 
mengumpulkan data, menganalisa data, dan menginterpretasi data dengan 
metode berpikir :
a. Deduktif : merupakan tehnik berpikir yang berangkat dari pengetahuan 
yang sifatnya umum , dan bertitik tolak pada pengetahuan yang umum itu 
kita hendak menilai suatu kejadian yang sifatnya khusus.
b. Induktif : ialah berpikir dengan berangkat dari fakta-fakta yang 
khusus, peristiwa-peristiwa yang konkrit, kemudian dari fakta-fakta atau
 peristiwa-peristiwa yang khusus konkret itu ditarik 
generalisasi-generalisasi yang bersifat umum.
I. Sistematika Pembahasan
Penulis membagi penelitian ini menjadi beberapa bab yang terangkum dalam sitematika pembahasan berikut ini :
Bab kesatu : merupakan pendahuluan, berisikan pendahuluan menjelaskan 
tentang penegasan judul, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
 dan kegunaan penelitian, alasan pemilihan judul, kerangka teoritik, 
telaah pustaka, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab kedua : akan dibahas tentang urgensi pendidikan tauhid dalam keluarga, meliputi pengertian, tujuan, dasar dan sumbernya.
Bab ketiga : diuraikan tentang pendidikan tauhid dalam keluarga 
materinya adalah ilahiyat, mubuwat, ruhaniyat, dan sam’iyat, dalam 
penyampaian materi ini digunakan lima metode yakni kalimat tauhid, 
keteladanan, pembiasaan, nasehat, dan metode pengawasan.
Bab keempat : berisi penutup, kesimpulan dan saran-saran yang merupakan 
intisari terhadap konsep yang ditawarkan dalam penulisan ini sebagai 
harapan penulis.
BAB II
URGENSI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA
Urgensi dalam kamus Ilmiah Populer disebutkan sebagai suatu keperluan 
yang sangat penting dan mendesak. Dengan akar kata urgen yang berarti 
penting dan mendesak, memerlukan keputusan dan tindakan yang segera.  
Untuk mengetahui urgensi pendidikan tauhid dalam keluarga, maka ada 
baiknya jika kita mengetahui terlebih dahulu tentang pengertian, dasar 
dan tujuan, serta fungsi pendidikan tauhid dalam keluarga. Berikuit ini 
akan diuraikan tentang  keempat hal tersebut.
A. Pengertian Pendidikan Tauhid dalam keluarga
Firman Allah SWT :
يأيها الذين امنوا قوا انفسكم واهليكم نارا… (سورة التحريم : 6)
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.
H. Abu Tauhid dalam bukunya Beberapa Aspek Pendidikan Islam 
mengungkapkan bahwa arti  menjaga diri serta keluarga dari siksa api 
neraka atau disebut (الوقاية) di dalam ayat ini dengan mengutip pendapat
 Sayid Sabiq :
ووقاية النفس والاهل من النار تكون بالتعليم والتربية وتنشئتهم على
الاخلاق الفاضلة¸وارشادهم الى مافيه نفعهم وفلاحهم.
Menjaga diri dan keluarga dari api neraka adalah dengan pengajaran dan 
pendidikan, serta mengembangkan kepribadian mereka kepada akhlak yang 
utama, serta menunjukkan kepada hal-hal yang bermanfaat dan 
membahagiakan diri serta keluarga.
Setiap orang tua ingin menyelamatkan dirinya serta keluarganya dari 
siksa api neraka, serta ingin mendidik putra putrinya karena hal itu 
sudah menjadi kodrat sebagai orang tua. Namun bagi para orang tua yang 
beriman, mendidik anak bukan hanya mengikuti dorongan kodrat naluriah, 
akan tetapi lebih dari itu yakni dalam rangka melaksanakan perintah 
Allah SWT yang harus dilaksanakan.  Oleh sebab itu orang tua harus 
memberikan pendidikan terutama penanaman ketauhidan kepada putra 
putrinya.
Tauhid, berarti mengakui bahwa seluruh alam semesta beserta isinya 
berada dalam kekuasaan Allah SWT, hanya ada satu tuhan karena jika ada 
tuhan yang lain selain Allah maka niscaya alam semesta akan hancur 
lebur.
لو كان فيهما الهة الا الله لفسدتا …(سورة الانبياء :22)
Artinya : Sekiranya ada di langit dan bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa.
Sehingga jin dan manusia diciptakan Allah hanyalah untuk mengabdi, 
menyembah serta menghambakan dirinya secara penuh sebagai hamba-Nya.
وما خلقت الجن والانس الاليعبدون (سورة الذاريات :56)
Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku.
Allah yang Maha Pengampun akan mengampuni dosa apapun yang dilakukan 
hamba-Nya selama ia bertobat, namun Allah tidak akan memberikan 
pengampunan terhadap siapa saja yang telah menduakan-Nya, menyamakan-Nya
 dengan yang lain sampai-sampai Allah memberikan ultimatum ini sebanyak 
dua kali dengan redaksi yang hampir sama yakni dalam surat an Nisa ayat 
48 dan 116.
ان الله لايغفر ان يشرك به ويغفر مادون ذلك لمن يشاء…
(سورة النساء : 116 و48)
Perbuatan syririk atau lawan dari tauhid berarti menzolimi diri sendiri,
 serta Allah mengharamkan pelakunya untuk menikmati surga karena tempat 
bagi siapa saja pelakunya adalah neraka jahanam (QS. al Ma’idah : 72).
…انه من يشرك بالله فقد حرم الله عليه الجنة ومأو   النار (سورة الما ئدة :72)
Tauhid, dalam Ensiklopedia Islam yang disusun oleh Tim IAIN Syarif 
hidayatullah terbagi  menjadi dua yakni : tauhid Rububiyah dan tauhid 
Ubudiyah.  Sedangkan menurut Isma’il Raji Al Faruqi tauhid terdiri dari 
tiga kriteria yang talazum, yakni Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan 
Tauhid Al Hakimiyah. Ruang lingkup aqidah oleh Drs. Yunahar Ilyas, Lc. 
yang meminjam sistematika Hasan al Banna membagi ruang lingkup tauhid 
menjadi 4 bagian yakni Ilahiyat, Nubuwat, Ruhaniyat, dan Sam’iyyat .
Semua aktivitas alam semesta ini tidak terlepas dari kebesaran dan 
kekuasaan Allah sebagai Rabb. Allah tidak membutuhkan bantuan siapapun 
untuk mengurus alam ini, mengakui bahwa Dialah Rabb yang Esa, tunggal 
tidak ada Rabb selain Dia inilah yang disebut sebagai tauhid rububiyah.
Selanjutnya ketauhidan itu tidak hanya pengakuan bahwa Allah 
satu-satunya pencipta dan Ilah, namun ketauhidan tersebut harus sejalan 
dengan semua aktivitas seorang hamba, keyakinan tersebut harus 
diwujudkan melalui ibadah, amal sholeh yang langsung ditujukan kepada 
Allah SWT tanpa perantara serta hanya untuk Dialah segala bentuk 
penyembahan dan pengabdian, ketaatan  tanpa yang hanya tertuju 
kepada-Nya syarat, inilah tauhid ubudiyah.
Tauhid Uluhiyah sebagaimana dijelaskan oleh Daud Rasyid ialah bahwa yang
 berhak dijadikan tempat khudhu’ atau ketundukan dalam beribadah serta 
ketaatan hanyalah Allah SWT yang berhak dipatuhi secara mutlak oleh 
hambanya bukan hamba yang berlagak sebagai “raja”.  Dijelaskan pula 
bahwa Tauhid Al Hakimiyah ialah hanya Allah-lah yang berhak membuat 
ketentuan, peraturan, dan hukum.Meskipun mungkin konsep ini sudah 
terkandung dalam pengertian Uluhiyah namun ulama kontemporer tetap 
memisahkannya dengan tujuan menonjolkan kehakimiyahan Allah SWT.
Ketauhidan ini harus dimiliki oleh setiap muslim, oleh sebab itu 
ditanamkan kepada para generasi penerus karena tanpa tauhid semuanya 
akan hancur, baik masa depan agama maupun bangsa. Pendidikan ketauhidan 
perlu ditanamkan sejak dini. Awal kehidupan serta lingkungan pertama dan
 utama yang dikenal anak adalah keluarga.
Keluarga dapat disebut sebagai unit dasar serta unsur yang fundamental 
dalam masyarakat, karena dengan keluarga kekuatan-kekuatan yang tersusun
 dalam komunitas sosial dirancang di dalamnya. Nabi Muhammad SAW 
memandang keluarga sebagai struktur yang tak tertandingi dalam 
masyarakat, beliau sendiri memberikan contoh teladan dalam masalah ini, 
serta menganjurkan umatnya untuk mengikuti dan melestarikan tradisi 
mulia dan agung ini, disamping itu sebuah perkawinan dan pembentukan 
keluarga sebagai salah satu prinsip moral yang paling penting dalam 
pandangan Islam.
Pemilihan pasangan hidup atas dasar cinta serta keikhlasan, sehingga 
pernikahan dilandasi rasa kerelaan dari kedua pasangan dalam rangka 
mencari ridho Allah dengan mengikuti sunnah. Awal pernikahan yang 
demikian dapat membentuk keluarga yang sakinah, karena kedua pasangan 
menjadikan agama sebagai landasan untuk saling mengikat diri dalam tali 
pernikahan yang resmi secara agama dan undang-undang yang berlaku.
Memelihara kelangsungan keturunan ( hifzh an-nasl) merupakan salah satu 
syari’at Islam yang hanya dapat diwujudkan melalui pernikahan yang syah 
menurut agama serta undang-undang, keluarga yang diliputi rasa cinta 
kasih (mawaddah) dan kasih sayang (rahmah) kedua pasangan.Demikainlah 
janji Allah sebagai salah satu kekuasaan-Nya menciptakan pasangan 
(laki-laki dan perempuan) dari jenis yang sama agar masing-masing dapat 
berkomunikasi agar tercipta ketenteraman, serta Dia jadikan kasih sayang
 di antara kita.
ومن ايته ان خلق لكم من انفسكم ازواجا لتسكنوا اليها وجعل بينكم مودة
ورحمة …(سورة الروم : 21)
Artinya :  Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
 untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan 
mersa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu kasih dan 
sayang.
Keluarga dalam bentuk yang paling umum dan sederhana terdiri dari 
ayah, ibu dan anak (keluarga batih).Ayah dan Ibu, keduanya merupakan 
komponen yang sangat menentukan kehidupan anak, terutama ketika masih 
kecil.Secara biologis dan psikologis ayah dan ibu merupakan pendidik 
pertama dan yang utama bagi anak dalam lingkungan keluarga.
Anak bagi keluarga merupakan anugrah yang diberikan Allah SWT yang 
memiliki dua potensi yakni baik dan buruk. Hal tersebut tergantung 
bagaimana pendidikan yang diberikan oleh kedua orng tuanya. Orang tua 
memiliki peran yang  tidak dapat diremehkan bagi masa depan anak. Anak, 
memiliki fitrah yang dibawanya, tergantung bagaimana perkembangannya 
yang banyak tergantung kepada usaha pendidikan dan bimbingan yang 
dilakukan kedua orang tuanya. Oleh karena itu diharapkan orang tua 
menyadari kewajiban serta tanggung jawabnya terhadap anak-anaknya. Dalam
 sebuah hadits dikatakan bahwa semua anak dilahirkan dalam keadaan suci,
 maka kedua orang tuanyalah yang membuat anak menjadi Yahudi, Nasrani 
atau Majusi (HR. Bukhari).
مامن مولود الا يولد على الفطرة فأبواه يهودانه او ينصرانه او يمجسانه
(رواه البخاري)
Prinsip-prinsip pendidikan Lukman Al Hakim merupakan salah satu teori 
yang sangat diperlukan bagi orang tua dalam interaksi edukatif dalam 
keluarga.Peranan orang tua sebagai pendidik merupakan kemampuan penting 
dalam satuan pendidikan kehidupan keluarga (family life education). 
Karakteristik pendidik yang dicontohkan Lukmanul Hakim di antaranya 
adalah bertauhid dan bertakwa kepada Allah SWT. Tauhid merupakan isi 
pokok yang harus dikuasai oleh orang tua, sebagai teladan dalam keluarga
 orang tua harus mengamalkannya sebelum ia sampaikan kepada 
anak-anaknya. Dalam interaksi edukatif orang tua dan anak memiliki 
peranan masing-masing yang saling mendukung interaksi edukatif tersebut.
واذ قال لقمن لابنه وهو يعظه يبني لاتشرك بالله ان الشرك لظلم عظيم
(سورة لقمن :13)
Allah juga berfirman :
وليخش الذين لو تركوا من خلفهم ذرية ضعفا خافوا عليهم فليتقوا الله وليقولوا
قولا سديدا ( النساء:9)
Artinya : Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya 
meninggalkan  di belakang mereka anak-anak yang lemah,yang mereka 
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah 
mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan 
yang benar.
Melahirkan keturunan yang berkualitas serta shalih dan shalihah 
merupakan tujuan hidup dalm berkeluarga bagi seorang muslim.Agar tujuan 
tersebut tercapai anak harus didik secara baik dan benar, karena anak 
yang sehat fisiknya dan psikisnya merupakan dambaan dan kebanggaan bagi 
setiap orang tua atau keluarga. Anak juga merupakan rahmat Allah yang 
bernilai tinggi serta memiliki manfaat yang sangat besar di dunia dan 
akhirat. Anak juga sebagai amanat Allah  yang harus disyukuri dan Allah 
akan meminta pertanggungjawaban kelak di hari kiamat kepada para orang 
tuanya.
Anak merupakan salah satu bagian dalam keluarga. Anak akan mengalami 
pertumbuhan dan perkembangan selama ia masih hidup.Anak dalam skripsi 
ini adalah anak yang berusia 0-12 tahun oleh Zakiah Daradjat masa ini 
disebut masa anak. Perkembangan agamanya akan sangat ditentukan oleh 
pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya.
Perkembangan agama pada anak ada tiga tahap yakni :
1. Tingkat dongeng yakni ketika anak berusia 3-6 tahun.
2.  Masa kenyataan yakni ketika anak memasuki sekolah dasar. Anak sudah 
dapat melahirkan konsep Tuhan yang formalis, ia akan senang dan tertarik
 pada lembaga agama yang mereka lihat dikelola oleh rang dewasa. Segala 
tindakan (amal) keagamaan mereka ikuti dan mempelajarinya dengan penuh 
minat.
3.  Tingkat Individu. Seiring dengan perkembangan usianya, anak telah 
memiliki kepekaan emosi yang tinggi. Tahap ini dibagi menjadi tiga :
a. Konsep ke-Tuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi sedkit fantasi.
b. Konsep ke-Tuhanan yang lebih murni, meskipun anak sering menggunakan pandangan dan argumen yang ia ketahui.
c. Konsep ke-Tuhanan humanistik. Agama telah menajadi etos humanis dalam
 diri anak. Hal ini disebabkan bertambahnya usia dan pengaruh luar dari 
lingkungannya.
Seharusnya agama masuk ke dalam pribadi anak sejak dini, yakni sejak 
anak dilahirkan. Ia mengenal Tuhan melalui orang tuanya. Perkembangan 
agama anak sangat dipengaruhi oleh kata-kata, sikap, tindakan, dan 
perbuatan orang tuanya. Apa saja yang dikatakan orang tua akan diterima 
anak, meskipun belum mempunyai kemampuan memikirkan kata-kata dan 
informasi yang ia terima. Orang tua bagi anak adalah benar, berkuasa, 
pandai, dan menentukan. Oleh sebab itu hubungan antara orang tua dan 
anak mempunyai pengaruh signifikan bagi perkembangan agama anak.
Tauhid akan membuat jiwa tenteram, dan menyelamatkan manusia dari 
kesesatan dan kemusyrikan. Selain  itu, tauhid juga berpengaruh untuk 
membentuk sikap dan perilaku anak. Jika tauhid tertanam dengan kuat, ia 
akan menjadi sebuah kekuatan batin yang tangguh. Sehingga melahirkan 
sikap positif. Optimisme akan lahir menyingkirkan rasa kekhawatiran dan 
ketakutan kepada selain Allah. Sikap yang positif dan perilaku positif 
akan bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain.
Rasul bersabda :
قال صلى الله عليه وسلم : اجتنبوا السبع الموبقات, قيل يارسول الله
وما هن ؟. قال : الشرك بالله…( متفق عليه )
Artinya :  Rasulullah SAW bersabda :” Jauhilah olehmu tujuh dosa-dosa 
besar!”, Dikatakan, wahai Rasulullah apa sajakah dosa-dosa besar itu ?, 
Rasul menjawab :”Syirik kepada Allah…” (HR. Bukhari-Muslim)
Hadits di atas menjelaskan bahwa ada tujuh dosa besar yang sangat 
berbahaya. Syirik adalah salah satunya. Ada beberapa hal yang berkaitan 
dengan syirik antara lain :
1). Syirik merupakan salah satu hal yang dapat membinasakan manusia karena :
a). Syirik dapat menghancurkan ketauhidan dan keimanan.
b). Syirik menjerumuskan seseorang ke neraka.
2). Syirik berada pada urutan pertama pada hadits di atas karena :
a). Syirik merupakan masalah serius bagi seluruh kaum muslimin sehingga memerlukan perhatian serta tindakan nyata.
b). Dosa syirik tidak akan akan mendapat ampunan Allah SWT.
Maka pengertian pendidikan tauhid dalam keluarga adalah usaha-usaha 
pendidikan tauhid yang dilakukan oleh para orang tua terhadap 
anak-anaknya dengan menyampaikan materi-materi ketauhidan dengan metode 
kalimat tauhid, keteladanan, pembiasaan, nasehat, dan pengawasan. Metode
 ini disesuaikan dengan materi yang akan diberikan dan juga kemampuan 
anak. Sehingga diharapkan anak menjadi seorang muslim sejati dengan 
ketauhidan yang utuh, sebagai jalan untuk menjadi hamba Allah yang 
bertakwa.
B. Dasar Dan Tujuan Pendidikan Tauhid Dalam Keluarga
Al-Quranul Karim , Sunnah Nabi Muhammad saw, serta penalaran serta 
perenungan yang sehat terhadapnya merupakan asas atau sumber pokok 
akidah islamiyah, demikian penjelasan Prof. Dr. Ali Abdul Halim Mahmud.
Karena membicarakan dasar pendidikan Islam berarti membicarakan dasar syari’at  Islam yakni Al Quran dan Sunnah Nabi.
Dasar-dasar pendidikan tauhid dalam keluarga dalam Al Quran antara lain :
1.  Surat At Tahrim ayat 6 :
يأيها الذين امنوا قوا انفسكم واهليكم نارا … (سورة التحريم :6)
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…”.
2. Surat Luqman ayat 13 :
واذ قال لقمن لابنه وهو يعظه يبني لاتشرك بالله ان الشرك لظلم عظيم
(سورة لقمن :13)
Artinya : Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu 
ia memberi pelajaran kepadanya : “ Hai anakku, janganlah kamu 
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah 
benar-benar kezaliman yang besar.
3.  Surat Al Baqarah ayat 132-133 :
ووصى بها ابراهيم بنيه ويعقوب يبني ان الله اصطفى لكم الدين فلا تموتن
الا وانتم مسلمون , ام كنتم شهداء اذ حضر يعقوب الموت اذ قال لبنيه
ماتعبدون من بعدي قالوا نعبد الهك واله أبائك ابراهيم واسمعيل واسحق
الها واحدا ونحن له مسلمون (سورة البقرة : 132-133)
Artinya : Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada 
anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata) :” Hai 
anak-anakku, Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka 
janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam. Adakah kamu hadir
 ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada 
anak-anaknya : “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?”. Mereka menajwab : “
 Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Isma’il,
 dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh 
kepada-Nya.
Sedangkan landasannya dari hadis antara lain sabda Nabi :
مامن مولود الا يولد على الفطرة فأبواه يهودانه او ينصرانه او يمجسانه
(رواه البخاري)
Artinya : Tidak seorang anakpun yang dilahirkan kecuali ia dilahirkan 
menetapi fitroh, Maka kedua orang tuanyalah yang menyebabkan dia menjadi
 Yahudi, Nashrani, atau Majusi.(HR. Bukhori).
Setelah mengetahui dasar pendidikan tauhid dalam keluarga, dapat kita 
lihat bahwa Al Quran dan Al Hadit ternyata memberikan statemen yang 
jelas dan tegas tentang pendidikan perlunya pendidikan tauhid dalam 
keluarga.
Selanjutnya ialah tentang tujuan pendidikan tauhid dalam keluarga. 
Membicarakan tujuan pendidikan tauhid dalam keluarga tidak terlepas dari
 tujuan pendidikan Islam karena pendidikan tauhid dalam keluarga bagian 
dari pendidikan Islam itu sendiri. Oleh sebab itu sebelum kita 
membicarakan tujuan pendidikan tauhid dalam keluarga kita perlu 
mengetahui tujuan pendidikan Islam terlebih dahulu.
Tujuan pendidikan Islam akan terlihat jelas jika kita melihat 
defenisinya kembali. Tujuan adalah salah satu faktor yang harus ada 
dalam setiap kegiatan begitu pun dalam kegiatan pendidikan, termasuk 
aktivitas pendidikan Islam.Tentunya tujuan tersebut terwujud setelah 
seseorang mengalami proses pendidikan Islam secara keseluruhan.
Sayid Sabiq, menurutnya tujuan pendidikan Islam ialah untuk menyiapkan 
manusia yang bermanfaat, baik bagi dirinya sendiri maupun untuk 
masyarakat. Sedangkan Muhammad Athiyah Al Abrosyi memiliki konsep yang 
berbeda yakni mempersiapkan individu agar dapat hidup dalam kehidupan 
yang sempurna sebagai sosok yang berkepribadian “al-fadhilah” atau 
“insan kamil”.An war jundi, memiliki bahasa konsep yang lain, menurutnya
 tujuan pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang berpribadi 
muslim.
Prof.Dr. H.M. Mahmud Yunus menyatakan bahwa tujuan pendidikan  dalam bidang keimanan ialah :
1. Agar memiliki keimanan yang teguh kepada Allah, Rasul-rasul, Malaikat, hari akhir, dan lain sebagainya.
2. Agar memiliki keimanan berdasarkan kepada kesadaran dan ilmu 
pengetahuan, bukan sebagai “pengikut buta” atau taklid semata-mata.
3. Agar keimanan itu tidak mudah rusak apalagi diragukan oleh orang-orang yang beriman.
Menurut Al Ghazali tujuan pendidikan keimanan adalah agar anak didik 
menjadikan akhirat sebagai orientasi utama dalam hidupnya. Melatih diri 
untuk mendekatkan diri (bertakarrub) kepada Allah, membentuk kepribadian
 yang sempurna dengan bimbingan taufik serta nur ilahi agar terbuka 
jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
Menurut Abdullah Nashih Ulwan tujuan pendidikan keimanan adalah agar 
anak mempunyai tanggungjawab, jujur, jiwa kemanusiaan yang tinggi, 
berakhlak mulia, dan membebaskan diri dari sifat-sifat kebinatangan.
Menurut M. Saleh tujuan pendidikan ketauhidan adalah :
1. Menanamkan rasa cinta kepada Allah.
2. Bersyukur kepada Allah.
3. Mengenal kebesaran dan kekuasaan Allah.
4. Mencintai para Rasul-Nya.
5. Meyakini hal-hal gaib.
Abdurrahman An-Nahlawi merumuskan tujuan pendidikan ketauhidan agar :
1. Ikhlas beribadah kepada Allah.
2. Mengetahui makna dan maksud beribadah kepada Allah.
3. Menjauhi yang dilarang Allah, seperti syirik dan segala hal yang 
dapat mengalihkan ketauhidan dan mengaburkan tujuan pendidikan.
Konsep pendidikan tauhid dalam keluarga dalam skripsi ini bertujuan :
1. Agar menanamkan kesadaran kepada anak untuk bersyahadat berdasarkan dorongan dalam dirinya sendiri.
2. Pembentukan sikap muslim yang beriman dan bertakwa.
3. Agar anak mengetahui makna dan tujuan beribadah kepada Allah.
4. Mengarahkan perkembangan keagamaan anak.
5. Agar anak selalu berpikirdan berperilaku positif
C.  Fungsi Pendidikan Tauhid Dalam Keluarga
Fungsi merupakan bentuk operasional dari sebuah tujuan, sehingga kita 
dapat melihat fungsi pendidikan tauhid dalam keluarga dengan 
menganalisis tujuan dari pendidikan tauhid dalam keluarga. Yusron Asmuni
 menyebutkan bahwa pendidikan tauhid dalam keluarga adalah berfungsi
untuk :
1. Memberikan ketentraman dalam hati anak.
2. Menyelamatkan anak dari dari kesesatan dan kemusyrikan.
3. Membentuk perilaku dan kepribadian anak, sehingga menjadi falsafah dalam kehidupannya.
Dari penjelasan yang diuraikan oleh Abdurrahman An-Nahlawi,  dapat 
dilihat bahwa pendidikan tauhid dalam keluarga memiliki beberapa fungsi 
agar :
1. Anak dapat beribadah kepada Allah secara ikhlas.
2. Anak dapat mengetahui makna dan maksud beribadah kepada Allah.
3. Anak dapat menjauhi hal-hal yang dilarang Allah seperti syirik dan semua hal yang dapat menghancurkan ketauhidan.
Keluarga merupakan tempat pertama kali anak menerima pendidikan tauhid. 
Dengan menanamkan kepada anak bahwa dirinya selalu berada dalam 
perlindungan dan kekuasaan Allah yang Maha Esa. Sehingga dengan proses 
yang panjang anak akan selalu mengingat Allah SWT. Allah berfirman :
…ألا بذكر الله تطمئن القلوب (الرعد : 28)
Artinya : “… Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.
Pendidikan tauhid dalam keluarga juga membuat anak mampu memiliki 
keimanan berdasarkan kepada pengetahuan yang benar, sehingga anak tidak 
hanya mengikuti saja atau “taklid buta”. Dengan mengajarkan ketauhidan 
yang bersumber dari Al Quran dan Al Hadits, maka ketauhidan yang 
terbentuk dalam jiwa anak disertai dengan ilmu pengetahuan yang 
berdasarkan kepada argumen-argumen dan bukti-bukti yang benar, serta 
dapat dipertanggungjawabkan.
Keyakinan yang disertai ilmu pengetahuan akan membuat keyakinan itu 
semakin kokoh, sehingga akan terpancar melalui amal perbuatan 
sehari-hari. Maka benar jika keimanan itu tidak hanya diucapkan, 
kemudian diyakini namun juga harus tercermin dalam perilaku seorang 
muslim. Ketauhidan yang telah terbentuk menjadi pandangan hidup seorang 
anak akan melahirkan perilaku yang positif  baik ketika sendirian maupun
 ada orang lain, karena ada atau tidak ada yang melihat, anak yang 
memiliki ketuhidan yang benar akan merasakan bahwa dirinya selalu berada
 dalam penglihatan dan pengawasan Allah, sehingga amal dan perilaku 
positif yang dilakukan benar-benar karena mencari ridho Allah SWT.
Akhirnya, dapat dilihat bahwa pendidikan tauhid dalam keluarga 
sangatlah penting dan harus segera dilakukan oleh para orang tua, karena
 fungsinya yang sangat besar dalam membentuk pribadi muslim yang benar, 
dan bertakwa kepada Allah SWT, yang dihiasai dengan akhlak dan perilaku 
positif, sehingga anak-anak yang bertauhid juga akan melakukan hal-hal 
yang positif. Hal-hal yang dapat bermanfaat baik untuk dirinya, 
keluarganya, masyarakatnya, agamanya, bahkan dunia. Aktivitas yang 
timbul dari anak yang bertauhid hanyalah mencari ridho Allah SWT, bukan 
mencari sesuatu yang bersifat duniawi.
BAB III
KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA
A. Materi Pendidikan Tauhid dalam Keluarga
Menurut ulama salafiyah, pembahasan materi ketauhidan terbagi menjadi 
dua bagian yakni tentang tauhid Rububiyah dan tauhid Uluhiyah.  Dari 
kedua ketauhidan tersebut melahirkan ketauhidan ketiga yakni tauhid 
Ubudiyah.  Menurut Abdullah Nashih Ulwan anak harus diajarkan ketauhidan
 sejak dini, sejak anak mulai dapat memahami lingkungannya. Ketauhidan 
yang dimaksud ialah meliputi dasar-dasar ketauhidan merupakan segala 
sesuatu yang ditetapkan dengan jalan berita (khabar) yang diperoleh 
secara benar, berupa hakekat ketauhidan, masalah-masalah gaib, beriman 
kepada Malaikat, Kitab-kitab samawi, Nabi dan Rasul Allah, sikasa kubur,
 surga, neraka, dan seluruh perkara gaib.
Al Ghazali menjelaskan bahwa pembinaan ketauhidan diperlukan 4 hal pokok yakni :
1. Makrifat kepada dzat-Nya.
2. Makrifat kepada sifat-sifat-Nya.
3. Makrifat kepada af’al-Nya.
4. Makrifat kepada syari’at-Nya.
Jika kita menggunakan pengertian yang sama antara ketauhidan, akidah, 
dengan keimanan, maka materi ketauhidan sama dengan materi keimanan. 
Konsep yang penyusun gunakan ialah konsep Yunahar Ilyas yang membagi 
materi ketauhidan menjadi empat, selain beliau juga membagi ruang 
lingkup ketauhidan kepada rukun iman, yang memiliki 6 unsur.
Materi pendidikan tauhid dalam keluarga terbagi menjadi empat yakni
1.  Ilahiyat
2.  Nubuwat
3.  Ruhaniyat
4.  Sam’iyyat
Berikut ini adalah penjelasan keempat materi di atas :
1. Ilahiyat
Pembahasan materi ini dibagi menjadi tiga hal yakni :
a. Zat Allah SWT.
Tauhid zat berarti bahwa zat Allah Swt ialah satu, tidak ada sekutu 
dalam wujud-Nya, tidak ada kemajemukan, serta tidak ada tuhan lain di 
luar Diri-Nya. Bersifat sederhana, tidak terdiri dari bagian-bagian  
ataupun organ-organ, intinya Allah adalah satu dan tidak ada sekutu 
baginya, demikianlah pandangan para teolog dan filosof tentang tauhid 
zat Allah Swt.
Muhammad Taqi Mishbah Yadzi menjelaskan bahwa tauhid zat maerupakan 
tauhid tahap terakhir yang hanya mampu dicapai oleh orang-orang yang 
arif.  Dijelaskannya bahwa pada tahap ini mereka mempercayai bahwa yang 
hakiki terbatas pada Allah Swt. Saja. Alam adalah manifestasi dan 
cerminan dari Wujud-Nya. Mereka mengatakan bahwa Allah Swt. Adalah Zat 
yang bersifat nonmateri (immaterial).
Menurut Prof. Drs. H. Masjfuk Zuhdi bahwa kebenaran mutlak (absolut) 
tentang Zat Allah tidak memerlukan bukti, namun yang harus dipercaya 
adanya Zat-Nya itu mempunyai bekas-bekas, akibat-akibat, gejala-gejala 
yang dapat memperkuat bukti kebenaran adanya Zat-Nya itu. Sehingga 
adanya Tuhan adanya kebenaran mutlak yag tidak perlu dibuktikan adanya 
Zat Tuhan, kehati-hatian ini dilandaskana atas satu hadis yang 
diriwayatkan  oleh Ibnu Abbas :
تفكروا في خلق الله ولاتفكروا في الله فانكم لن تقدروا قدراه (الحديث )
Artinya : Pikirkanlah tentang ciptaan/makhuk Allah, dan janganlah kamu 
memikirkan tentang Allah (zatnya), karena sesungguhnya kamu tidak 
sekali-kali akan mampu mencapai-Nya. (Hadis).
Akal manusia tidak akan mampu menjangkau Zat Allah  disebabkan oleh 
keterbatasannya. Oleh sebab itu kita tidak boleh memikirkan Zat Allah , 
tetapi marilah memikirkan makhluk-makhluk ciptaan-Nya.
b. Nama-nama Allah SWT.
Rasululullah saw. Bersabda :
لله تسعة وتسعون اسما مائة الا واحدا لايحفظها احد الا دخل الجنة,
وهو وتر يحب الوتر.
Artinya :  Allah memiliki 99 nama, yakni seratus kurang satu. Tiada 
seseorangpun yang menghafalnya (dengan menghayati dan merenungkan 
kandungannya) melainkan akan masuk surga. Dan Dia itu ganjil (Maha Esa) 
menyukai yang ganjil.
Nama-nama Allah yang sesuai dengan  keagungan keluhuran-Nya Ia 
gunakan untuk memperkenalkan diri-Nya kepada makhluk.Selain 99 nama 
Allah, juga terdapat nama-nama lain yang tersebut dalam hadis Rasul saw.
 Seperti al-Hannan (yang Maha Pengasih), al-Mannan (Yang memberi 
nikmat), al-Kafiil ( Yang Maha Pelindung/Penjamin), Dzu ath-Thaul (Yang 
Memiliki Keutamaan), Dzu al-Ma’arij (Yang memiliki Jalan-jalan Naik), 
Dzu al-Fadhl (Yang Memiliki Karunia), al-Khallaq (Yang Maha 
Pencipta).Nama-nama Allah haruslah merujuk kepada Syara’. Dari seluruh 
nama-nama itu yang merupakan lambang  ketuhanan ialah”Allah”.
c. Sifat-sifat Allah
Menurut para teolog dan filosof, tauhid sifat-sifat Allah berarti kita 
menisbatkan sifat-sifat kepada Allah Swt. tak lain adalah Zat-Nya 
sendiri. Sifat-sifat itu bukan sesuatu yang ditambahkan atau hal-hal 
yang lain dari Diri-Nya. Mereka mengungkapkan bahwa Sifat-Sifat Tuhan 
tak lain adalah Zat Allah Swt. itu sendiri, mereka menyebutnya sebagai 
“Tauhid dalam sifat”. Karena Allah tidak memiliki sifat-sifat diluar 
Diri-Nya.
Sedangkan menurut Sang arif, tauhid sifat merupakan tahap kedua. Pada 
tahap ini manusia memandang setiap sifat kesempurnaan pada asalnya 
adalah milik Allah Swt., sedangkan sifat kesempurnaan yang ada pada 
manusia serta makhluk hanyalah bayangan atau cerminan atau manifestasi 
dari Sifat-Sifat Tuhan. Bahwa Sifat-Sifat Allah Swt. bukanlah tambahan 
pada Zat-Nya
Muhammad Taqi Mishbah Yazdi sangat cenderung kepada tauhid yang dimiliki
 oleh orang-orang ahli ma’rifat, yang mampu mencapai taraf melihat, 
merasakan, mendengar  yang tidak bisa dilakukan oleh orang-orang awam, 
mereka malakukan riyadah ibadah untuk membersihkan hati serta jiwa 
mereka dan benar-benar mendekatkan diri mencari ridho Allah Swt.
Drs. Yunahar, Lc. Menjelaskan bahwa ada dua metode dalam tauhid Nama dan
 Sifat-Sifat Allah Swt. Pertama Itsbat, yakni mempercayai bahwa Nama dan
 Sifat yang dimiliki Allah merupakan menunjukkan ke-Maha Sempurnaan 
Allah Swt.Kedua adalah Nafyu yakni menafikan atau menolak nama serta 
sifat yang menunjukkan ketidak sempurnaan Allah Swt.Selanjutnya beliau 
menyebutkan ada beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan 
Nama-Nama dan Sifat Allah Swt. antara lain :
1) Nama-Nama Allah hanyalah yang disebutkan di dalam Al-Quran dan 
Sunnah. Oleh sebab itu tidak boleh memberi nama kepada Allah yang tidak 
disebutkan dalam Al-Quran dan Sunnah.
2) Allah tidak bisa disamakan, atau mirip Zat-Nya, sifat-sifat serta perbuatan-Nya dengan makhluk.
3) Percaya Nama dan Sifat Allah Swt. haruslah apa adanya tanpa menanyakan atau mempertanyakannya.
4) Selain nama dan sifat-sifat Allah ada istilah ”ismul-lah al-a’zham” yakni nama-nama Allah Swt. yang dirangkai di dalam do’a.
Sifat wajib dan mustahil bagi Allah Swt ada dua puluh sifat yakni  :
1) al Wujud artinya ada, sedangkan yang mustahil bagi Allah adalah al ‘Adam yang artinya tdak ada.
2) al Qidam artinya yang tidak ada awal bagi wujud-Nya, lawannya adalah al-Huduts artinya yang ada awalnya.
3) al Baqa artinya kekal atau tidak ada akhir akan wujud-Nya, sedangkan mustahuil Allah bersifat al Fana artinya tidak kekal.
4) Tidak akan pernah sama dengan makhluk maksudnya Allah berbeda dengan 
segala sesuatu yang ada di alam semesta ini. Sedangkan Allah mustahil 
bersifat menyerupai atau sama dengan makhluk.
5) Berdiri sendiri, maksudnya Allah Swt. Maha kaya dan tidak memerlukan 
bantuan siapapun, oleh sebab itu membutuhkan kepada sesuatu makhluk 
adalah kemustahilan bagi Allah.
6) Esa, maksudnya Allah itu satu, tunggal dan mustahil bagi Allah Berbilang, lebih dari satu.
7) Maha Kuasa, Allah mustahil memiliki sifat lemah.
 9) Maha Berilmu, mustahil bagi Allah memiliki sifat bodoh.
10) Maha Hidup, Allah mustahil mati.
11) Maha Mendengar, sehingga mustahil Allah bersifat tuli.
12) Maha Melihat, Allah mustahil bersifat buta.
13) Maha berbicara, mustahil Allah bersifat bisu.
14)Yang Maha Kuasa, mustahil Allah bersifat yang keadaan-Nya lemah.
15)Yang Maha Berkehendak,  Allah mustahil keadaan-Nya terpaksa.
16)Yang Maha Berilmu, mustahil Allah dalam keadaan bodoh.
17)Yang Maha Hidup, Allah mustahil keadaan-Nya mati.
18)Yang Maha Mendengar, mustahil keadaan Allah itu tuli.
19)Yang Maha Melihat, sehingga mustahil Allah dalam keadaan buta.
20)Yang Maha Berkata-kata, mustahil Allah dalam keadaan bisu.
Sedangkan sifat jaiz bagi Allah, kita dapat menggunakan penjelasan 
Muhammad Taqi Mishbah Yazdi ketika menjelaskan hubungan antara kemampuan
 dan kehendak Allah Swt. karena sifat Jaiznya Allah berhubungan dengan 
dua hal tersebut.Jika kita mengatakan Allah dapat melakukan segala 
sesuatu, yang kita maksudkan jika Allah menghendakinya, Dia akan 
melakukannya, dan jika tidak , Dia tidak akan melakukannya, dan 
kemampuannya tidak akan berkurang karenanya. Sebagai contoh ketika Anda 
memilih berbicara atau tetap diam pada suatu saat, maksudnya anda 
memiliki kemampuan untuk melakukan keduanya. Jika ingin berbicara maka 
Anda akan berbicara, dan ketika Anda tidak ingin berbicara maka Anda 
akan diam. Jadi kekuatan Anda meliputi keduanya. Manakah yang Anda 
pilih?.Jadi kekuatan atau kemampuannya lebih luas dari kehendak Anda., 
karena kemampuan meliputi aksi maupun non aksi, sementara kehendak hanya
 meluiputi salah satu dari keduanya.
Muhammad Taqi Mishbah Yazdi melanjutkan pembagian tauhid kepada tauhid 
perbuatan. Bagi para teolog dan filosof tauhid perbuatan berarati  dalam
 melakukan perbuatan-perbuatan-Nya Allah tidak memerlukann bantuan 
siapapun. Jika perbuatan tersebut membutuhkan sarana, Dia menciptakan 
dan menggunakan sarana tersebut. Hal ini berbeda dengan Allah 
membutuhkan orang lain di luar Diri-Nya dalam melaksanakan 
perbuatan-perbuatan-Nya.
Para kaum arif memiliki konsep yang berbeda dengan para teolog dan 
filosof. Bagi para teolog dan filosof secara berurutan terlebih dahulu 
harus memulai tauhid pada Zat Allah, selanjutnya sifat-sifat, terakhir 
ialah tauhid perbuatan. Namun para kaum arif memulainya dengan tauhid 
perbuatan, lalu tahap kedua tauhid sifat dan tahap terakhir adalah 
tauhid Zat. Tauhid perbuatan berarti bahwa, setiap perbuatan yang ada 
adalah perbuatan Allah, yang lain hanyalah alat-alat dan sarana-sarana, 
inilah yang dilihat oleh orang-orang yang telah menyucikan jiwanya, 
yakni para kaum arif.
2. Nubuwat
Nabi menurut bahasa berasal dari bahasa Arab na-ba bermakna yang 
ditinggikan, atau dari kata na-ba-a yang berarti berita. Jadi Nabi 
adalah seseorang yang derajatnya ditinggikan Allah Swt. dengan 
memberikan berita atau wahyu kepadanya.Sedangkan Rasul dari kata 
ar-sa-la berarti mengutus, namun setelah dijadikan kata Rasul artinya 
berubah menjadi yang diutus. Maka Rasul adalah orang yang diutus Allah 
Swt. untuk menyampaikan misi pesan (ar-risalah).Perbedaan antara Nabi 
dan Rasul adalah ada tidaknya kewajiban untuk menyampaikan misi atau 
risalahnya kepada orang lain.Jika tidak ada kewajiban untuk menyampaikan
 maka disebut Nabi dan jika ada kewajiban untuk menyampaikan risalah 
yang diterima dari Allah kepada orang lain (umat) ia disebut Rasul.
Jumlah Nabi dan Rasul tidak dapat diketahui secara pasti, Namun yang 
wajib diketahui ada 25 orang yang disebutkan di dalam Al Quran yalni 18 
orang disebutkan dalam surat Al- An’am ayat 83-86 dan 7 orang lagi di 
sebutkan dalam ayat-ayat yang terpisah yakni :
a. Nabi Hud as. dalam surat Hud ayat 50;
b. Nabi Soleh as.  dalam surat Hud ayat 61;
c. Nabi Syu’aib as. dalam surat Hud ayat 84;
d. Nabi Adam as. dalam surat Ali ‘Imran ayat 33;
e. Nabi Idris as. Dan Nabi Zulkifli as. dalam surat Al-Anbiya’ ayat 85;
f. Dan Nabi Muhammad saw. Dalam surat Al-Fath ayat 29.
Jika  nama-nama Nabi dan Rasul diurutkan secara kronologis  adalah sebagai berikut :
a. Adam as.
b. Idris as.
c. Nuh as.
d. Hud as.
e. Shaleh as.
f. Ibrahim as.
g. Isma’il as.
h. Ishaq as.
i. Ya’qub as.
j. Yusuf as.
k. Luth as.
l. Ayyub as.
m. Syu’aib as.
n. Musa as.
o. Harun as.
p. Zulkifli as.
q. Daud as.
r. Sulaiman as.
s. Ilyas as.
t. Ilyasa as.
u. Yunus as.
v. Zakaria as.
w. Yahya as.
x. Isa as.
y. Muhammad SAW.
Nabi dan Rasul yang disebutkan dalam Al Quran pun tidak seluruhnya 
diceritakan secara mendetail, karena Allah Swt. sendiri berfirman :
ولقد ارسلنا رسلا من قبلك منهم من قصصنا عليك ومنهم من لم نقصص
عليك… (المؤمن 78)
Artinya : Dan sesungguhnya kami telah kami utus beberapa rasul sebelum 
kamu, di antara mereka ada yang kami ceritakan kepadamu, dan  di antara 
 mereka ada (pula) yang tidak kami ceritakan kepadamu.
Di antara nabi dan rasul-rasul di atas ada 5 orang yang disebut 
dengan “ulul azmi” yakni Nabi Muhammad saw., Nabi Ibrahim as., Nabi Musa
 as., Nabi Isa as., dan Nabi Nuh as.
Allah berfirman :
واذ اخذنا من النبين ميثقهم ومنك ومن نوح وابرهيم وموسى وعيسىابن مريم
واخذنا منهم ميثقا غليظا (الحزاب : 7)
Artinya :  Dan (ingatlah) ketika kami mengambil perjanjian dari 
nabi-nabi dan dari kamu (sendiri), dari Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa 
putra Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh
 (QS. Al-Ahzab : 7).
Disebut dengan ulul azmi karena kesabaran mereka dalam mengemban 
kewajiban untuk menyampaikan risalah Allah Swt. kepada umatnya.Demikian 
keterangan Syeikh Muhammad Nawawi dalam kitabnya Fathu al Majid.
Firman Allah :
فاصبر كما صبر اولوا العزم من الرسل… (ِالاحقاف : 35)
Artinya : Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul.
Allah memberikan para nabi dan rasul mukjizat atau kejadian luar biasa 
untuk membuktikan kebenaran risalah yang mereka bawa. Namun ada empat 
orang Nabi yang juga menerima kitab dari dari Allah  yakni : kitab 
Taurat untuk nabi Musa as., Zabur untuk nabi Daud as., Injil untuk nabi 
Isa as. dan Al quran kepada Nabi Muhammad saw sebagai penutup para nabi 
dan rasul.
Sebagai contoh Nabi Ibrahim yang tidak terbakar oleh api, tongkat Nabi 
Musa yang bisa berubah menjadi ular dan dapat pula membelah lautan, Nabi
 Isa yang dapat menghidupkan orang yang sudah mati, namun Nabi Muhammad 
selain dibekali dengan mukjizat hissiyah (inderawi) juga dibekali dengan
 mukjizat abadi yakni Al Quran. Semua mukjizat yang ditunjukkan para 
nabi merupakan pertolongan Allah sebagai bukti kenabian serta menolong 
mereka dari situasi-situasi tertentu yang mereka alami.
Berikut ini adalah beberapa keistimewaan atau mukjizat beberapa nabi :
Nama Nabi Mukjizat Sumber
Muhammad saw.  Al Quran sebagai mukjizat terbesar yang akan abadi sepanjang zaman.
Mengeluarkan air dari sela-sela jarinya QS. Al Hijr ayat 9.
Isa as. Menghidupkan orang mati;
Membuat burung dari segumpal tanah liat
Menyembuhkan orang buta sejak lahir; mengetahui apa yang dimakan dan 
disimpan oleh orang lain; dan lain sebagainya.  Salah satu sumbernya 
dapat dibaca di surat Ali ‘Imran ayat 49
Ibrahim as. Tidak mati dibakar api Surat al Anbiya’ ayat 68-69
Daud as. Membuat baju besi untuk perang. Surat al Anbiya’ ayat 80.
Sulaiman as. Menguasai angin, jin, dan dapat berbicara dengan binatang. 
Surat al Anbiya’ ayat 82, juga dalam surat an Naml ayat 17.
Yunus as. Di dalam perut ikan paus Surat al Anbiya’ ayat 87.
Nuh as. Membuat bahtera raksasa Surat Hud ayat 37-41
Shaleh as. Membuat unta betina dari ukiran batu gunung. Surat Hud ayat 63-64
Yusuf as. Menafsirkan mimpi Surat Yusuf ayat 36-41, 43-49
Musa as. Tongkatnya berubah menjadi ular dan dapat membelah lautan, 
tangannya dapat bercahaya seperti mentari.,. Surat al A’raf ayat 
106-108, dan ada juga dalam surat Thaha ayat 19-22.
Para nabi dan rasul ini diutus untuk kaum dan bangsa masing-masing 
seperti Nabi Hud as. dikirim untuk kaum ‘Ad, Nabi Sholeh kepada kaum 
Tsamud, Nabi Syu’aib kepada kaum Madyan. Namun Nabi Muhammad diutus 
untuk seluruh umat  tidak hanya untuk kaum Arab saja di mana Nabi 
Muhammad Lahir dan dibesarkan.Hal ini ditunjukkan dengan firman Allah 
Swt.
ماكان محمد ابا احد من رجالكم ولكن رسول الله وخاتم النبين وكان الله
بكل شيء عليما( الاحزاب : 40)
Artinya : Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki
 di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup Nabi. Dan 
adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Sebagai seorang manusia pilihan Allah Swt. tentulah harus memiliki 
sifat-sifat yang mendukung agar terlaksananya tugas kenabian dan 
kerasulan. Sehingga nabi dan rasul pun memiliki sifat yang harus ada 
dalam dirinya (sifat wajib), serta sifat yang tidak mungkin dimiliki 
(sifat mustahil), dan sifat yang boleh dimiliki nya (sifat jaiz).
Seseorang yang akan membawa risalah untuk masyarakat yang membutuhkan 
bimbingan karena kehidupan mereka sudah sangat jauh menyimpang dari 
fitrah kemanusiaan memerlukan prasyarat kepribadian,  oleh Abu Bakar 
Al-Jazairy sebagaimana dikutip Yunahar Ilyas disebut “Muahalat An 
Nubuwah”, yakni ada tiga hal inti :
a. Al-Mitsaliyah atau keteladanan, sehingga Allah akan mempersiapkan 
hamba-Nya yang akan ia jadikan pembawa risalah sejak kecil, kehidupan 
calon Nabi akan selalu dipelihara dan dijaga oleh Robbul ‘Izzati.
b. Syaraf An-Nasab yakni berasal dari keturunan yang mulia. Mulia 
maksudnya memiliki akhlak dan perilaku yang baik, serta dihormati oleh 
kaumnya.
c. ‘Amil Az-Zaman maksudnya dibutuhkan oleh zaman, bahwa kehadirannya 
memang sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang menyimpang agar kembali 
kepada fitrah penciptaannya.
Sifat yang wajib bagi rasul ada empat :
a. As-Shidqu. Yakni berkata benar dalam keadaan bagaimanapun.
b. Al-Amanah, Seorang rasul akan selalu menjaga dan melaksanakan amanah yang telah ia terima, kapan dan di manapun.
c. At-Tabligh, risalah aatau wahyu yang disampaikan Allah pasti akan disampaikan tanpa ada yang disembunyikan.
d. Al-Fathanah, rasul adalah seseorang yang dapat menyelesaikan masalah 
yang paling sulit tanpa harus meninggalkan kejujuran dan kebenaran, 
karena memiliki kecerdasan yang tinggi, pikiran yang jernih, penuh 
kearifan, dan kebijaksanaan.
Sifat  mustahil bagi rasul juga ada empat :
a. al-Kadzib artinya berdusta.
b. al-Khianat artinya khianat atau mengingkari.
c. al-Kitman maksudnya menyembunyikan risalah Allah Swt.
d. al-Baladah artinya bodoh atau dungu.
Sifat-sifat mustahil merupakan sifat-sifat yang tidak mungkin ada dalam 
diri seorang nabi atau rasul, karena jika ada tugas kenabian tidak 
mungkin dapat dilaksanakan.
Nabi dan rasul adalah manusia biasa, tentu juga memiliki fitrah seorang
 manusia. Oleh sebab itu boleh ada dalam diri nabi dan rasul sifat-sifat
 kemanusiaan yang sifat-sifat tersebut tidak akan mengurangi derajatnya 
yang tinggi, yakni sebagai utusan Allah Yang Maha Tinggi. Seperti makan,
 minum, ingin menikah adalah sifat-sifat fitrah seorang manusia yang 
tidak akan mengurangi derajat kemanusiaan, inilah yang dimaksud sifat 
Jaiz bagi rasul.
Beriman kepada seluruh rasul wajib bagi seorang muslim, baik rasul yang 
disebutkan (dalam Al Quran dan Sunnah) kisahnya maupun tidak. Semua 
rasul membawa satu risalah yakni Tauhid, “Tidak ada Tuhan yang disembah 
kecuali Allah Swt.”. Muslim sejati harus mengimani pula bahwa Nabi 
Muhammad saw. Adalah nabi terakhir. Tidak ada lagi nabi setelah Muhammad
 saw. Walaupun mempercayai seluruh nabi tanpa terkecuali, namun syari’at
 yang wajib diikuti adalah syari’at yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.,
 karena syari’at nabi-nabi terdahulu hanyalah untuk umat mereka 
masing-masing, kecuali yang disyaria’tkan kembali oleh Muhammad saw. 
Syari’at Nabi Muhammad saw. adalah untuk seluruh umat manusia sampai 
hari kiamat nanti. Rasul bersabda :
لايؤمن احدكم حتى اكون احب اليه من والده وولده والناس اجمعين (متفق عليه )
Artinya : Tidak beriman salah seorang di antara kamu sebelum aku 
(Muhammad) lebih dia cintai dari pada orang tuanya, anak-anaknya serta 
manusia lain keseluruhannya (Hadits Muttafaqun’ alaihi).
Mencintai hanya dapat dilakukan ketika seseorang sudah kenal dengan baik orang yang akan ia cintai. Allah juga berfirman :
قل ان كنتم تحبون الله فاتبعوني يحببكم الله ويغفرلكم ذنوبكم
والله غفور رحيم (ال عمران : 31)
Artinya : Katakanlah :” Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, 
ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah
 Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Mengikuti Nabi salah satu caranya dapat diketahui dengan belajar tentang
 Nabi siapa Nabi Muhammad saw. pribadinya, keluarganya, perjuangannya 
sampai kepada syari’at yang dibawanya. Membaca adalah salah cara untuk 
membuka wawasan dan ilmu pengetahuan tentang Nabi Muhammad saw., tentang
 agama Islam. Sehingga dalam skripsi yang singkat ini penyusun memang 
tidak akan menuliskan tentang sejarah Nabi Muhammad, meskipun itu 
termasuk kedalam materi dalam skripsi ini, karena lebih banyak buku 
tentang nabi Muhammad saw. yang lebih layak dan valid, dibandingkan jika
 dimasukkan ke dalam salah satu unsur skripsi yang pendek dan singkat 
ini.
3. Ruhaniyat.
Pada masalah ruhaniyat ini yang menjadi materi pendidikan tauhid dalam 
keluarga ialah malaikat, Jin, Iblis dan syaitan, serta ruh. Agar sejak 
dini anak mempercayai adanya makhluk lain yang harus diyakini 
keberadaanya, namun hanya sebatas percaya akan adanya, tanpa perlu ada 
rasa takut dan khawatir, karena hanya Allah yang mampu mendatangkan 
kemanfaatan dan kemudaratan.
Makhluk secara garis besar dibagi dua yakni : pertama ghaib (al-ghaib)  
yakni yang tidak bisa dijangkau oleh salah satu pancaindera manusia. 
Kedua nyata (as-syahadah) yakni makhluk yang dapat dijangkau oleh salah 
satu pancaindera manusia. Mempercayai keberadaan makhluk ghaib dapat 
ditempuh dengan dua cara. Pertama melalui informasi yang disampaikan Al 
quran dan Sunnah.Kedua melalui bukti-bukti nyata yang ada di alam 
semesta.
a.  Malaikat
Malaikat adalah makhluk Allah yang diciptakan-Nya dari cahaya yang 
memiliki wujud dan sifat-sifat tertentu.Tidak ada penjelasan kapan 
malaikat diciptakan, tapi yag pasti ia diciptakan sebelum diciptakannya 
manusia pertama yakni Nabi Adam as.Hal ini dibuktikan dengan firman 
Allah :
واذ قال ربك للملئكة اني جاعل في الارض خليفة… (البقرة : 30)
Artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat :” 
Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”.
Malaikat merupakan makhluk ciptaan Allah yang tidak memiliki nafsu. Oleh
 sebab itu mereka tidak makan, minum, menikah, serta keinginan-keinginan
 lain seperti yang dimiliki manusia. Mereka juga bukan laki-laki, bukan 
perempuan dan bukan pula banci. Malaikat adalah salah satu makhluk ghaib
 karena ia tidak dapat dijangkau oleh salah satu pancaindera manusia, 
kecuali malaikat tersebut menampilkan diri dalam bentuk tertentu, 
seperti bentuk manusia.
Contohnya ialah ketika salah satu malaikat diutus Allah untuk menjumpai 
hamba Allah yang bernama Maryam, malaikat tersebut menyerupai bentuk 
seorang manusia (QS. Maryam 17).
فاتخذ ت من دونهم حجابا فأرسلنا اليها روحنا فتمثل لها بشرا سويا
(سورة مريم :17)
Artinya : Maka ia mengadakan tabir (yang melindunginua) dari mereka, 
lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya 
(dalam bentuk) manusia yang sempurna.
Malaikat jumlahnya sangat banyak, namun tidak bisa diperkirakan 
karena tidak ada disebutkan dalam Al Quran dan Sunnah. Mereka memiliki 
perbedaan tingkatan, tugas, pangkat dan kedudukan. Ada yang memiliki 
sayap dua, tiga dan empat sebagaimana dijelaskan Allah dalam surat al 
Fathir ayat 1.
…جاعل الملئكة رسلا اولي اجنحة مثنى وثلث وربع…(سورة فاطر : 1)
Artinya : …Yang menjadi malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus 
berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) 
dua, tiga dan empat.
kita tidak perlu mengkaji lebih jauh tentang wujud malaikat, karena ia 
adalah makhluk immaterial, hanya Allah-lah yang mengetahui hakekatnya.
Hanya ada sepuluh malaikat yang nama dan tugasnya didapatkan dalam Al Quran dan Sunnah , mereka adalah :
1) Malaikat Jibril, disebut juga Ruh Al-Qudus, Ar-Ruh Al-Amin, dan 
An-Namus. Tugasnya adalah menyampaikan wahyu kepada para nabi dan rasul.
2) Malaikat Mikail tugasnya adalah melepaskan angin, menurunkan hujan, 
menumbuhkan tumbuh-tumbuhan serta hal-hal lainnya yang berkaitan dengan 
alam.
3) Malaikat Israfil, meniup terompet di hari kiamat dan hari berbangkit adalah tugasnya.
4) Malaikat Maut, mencabut nyawa manusia dan makhluk hidup merupakan tugasnya.
5) Malaikat Raqib;
6) Malaikat Atid, tugasnya sama dengan malaikat Raqib yakni mencatat amal perbuatan manusia.
7) Malaikat Ridwan, memimpin para malaikat pelayan surga dan juga bertugas menjaga surga.
 9) Malaikat nakir, bersama-sama malaikat Munkar tugasnya adalah menanyai
 mayat dalam kubur tentang siapa tuhannya, apa agamanya, serta siapa 
nabinya.
10)Malaikat Malik, bersama-sama para malaikat lain menyiksa penghuni neraka dan menjaga neraka.
Demikianlah nama-nama dan tugas malaikat yang ada dalam nash Al Quran 
dan Hadis. Meskipun Allah menciptakan malaikat, sama sekali ia tidak 
membutuhkan bantuan mereka dalam mengelola alam semesta ini. Jika 
manusia mau beramal dan beribadah mendekatkan diri kepada Allah manusia 
akan menjadi lebih mulia dari pada malaikat. Wallahu a’lam. Maha Suci 
Allah, tidak ada tuhan selain Allah dan tidak ada sekutu bagi-Nya.
b.  Jin
Al Jin bermakna tersembunyi dari pandangan manusia, janna asal katanya. 
Sedangkan akar kata janna antara alain junnah yang berarti perisai. 
Dinamakan demikian karena melindungi kepala prajurit yang memakainya.  
Kata yang digunakan Al Quran dan orang Arab dahulu sering menggunakan 
kata jiniy yakni makhluk berakal yang tersembunyi dari pandangan 
manusia, yang hidup bersama-sama.  Namun demikian kita wajib mempercayai
 adanya mereka, meskipun kita tidak dapat melihatnya. Karena hal ini 
sudah diberitahukan Allah swt. dalam firman-Nya :
…انه يركم هو وقبيله من حيث لاترونهم… (الاعراف : 27)
Artinya : Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak dapat melihat mereka.
Jin diciptakan sebelum manusia diciptakan Allah dengan bahan dari api, hal ini dapat dilihat dalam surat al-Hijr ayat 26-27 :
ولقد خلقنا الانسان من صلصال من حماء مسنون. والجان خلقنه من قبل
من نار السموم (الحجر : 26-27)
Artinya : Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari 
tanah liat kering (yang berasal ) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. 
Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (adam) dari api yang sangat 
panas.
Meskipun diciptakan dari bahan yang berbeda tapi dihadpan Allah 
memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama yakni beribadah menyembah 
Allah Swt. :
وما خلقت الجن والانس الا ليعبدون (الذاريات : 56)
Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.
Sehingga jin dan manusia sama-sama mukallaf yakni dibebani hukum-hukum 
Allah Swt. Tidak berbeda dengan manusia, jin sebagian ada yang beriman 
dan sekelompok yang lain ingkar atau tidak beriman kepada Allah :
وانا منا الصلحون ومنا دون ذلك كنا طرائق قددا (الجن : 11)
Artinya : Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang yang 
saleh dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Adalah 
kami menempuh jalan yang berbeda-beda.
Maka oleh sebab itu yang bertakwa akan mendapatkan surga dan yang 
ingkar, serta berdosa akan masuk ke dalam neraka jahanam, meskipun jin 
diciptakan dari api, tidak sama dengan api neraka jahanam, siapapun yang
 durhaka kepada Allah maka akan memperoleh balasannya baik manusia 
maupun jin :
قال ادخلوا في امم قد خلت من قبلكم من الجن والانس في النار…
(الاعراف : 38)
Artinya : Allah berfirman : “ Masuklah kamu sekalian ke dalam neraka 
bersama-sama uamt-umat jin dan manusia yang telah terdahulu sebelum 
kamu.
Sehingga sangat menyalahi tauhid jika manusia minta pertolongan kepada 
jin dan juga sebaliknya, karena sesama makhluk Allah yang diciptakan 
dengan maksud dan tujuan yang sama, meskipun hidup di alam yang berbeda.
 Namun Allah mencipatakan manusia sebagai khalifah di muka bumi ini, 
sehingga nabi dan rasul diangkat dari golongan manusia, yang wajib 
diikuti baik oleh manusia maupun jin.
Marilah kita selalu menjaga ketauhidan dengan menjadikan makhluk-makhluk
 ciptaan Allah untuk menambah nilai ketauhidan. Sehingga sangat tidak 
pantas jika kita takut dan khawatir terhadap  yang selain Allah Swt. 
Kita beribadah dan minta tolong hanya kepada-Nya (al Fatihah :5), 
berlindung dari kejahatan makhluk-Nya (al Falaq : 2) baik kejahatan yang
 ditimbulkan oleh jin dan manusia (an Naas :6).
c.  Iblis dan Syaitan
Allah berfirman :
واذ قلنا للملئكة اسجدوا لادام فسجدوا الا ابليس ابى واستكبر وكان
من الكافرين (البقرة : 34)
Artinya : Dan (ingatlah ) ketika Kami berfirman kepada para malaikat 
:”Sujudlah kamu kepada Adam”. Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia 
enggan dan takabbur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang 
kafir(al Baqarah : 34).
Perintah “Sujud “ dalam ayat adalah sebagai penghargaan dan 
penghormatan untuk memuliakan Adam, bukan sujud memperhambakan diri, 
karena itu hanyalah milik Allah Swt. Iblis yang merasa dirinya lebih 
mulia karena diciptakan dari api serta menganggap rendah Adam karena 
diciptakan dari tanah yang hitam enggan dan tidak mau menghormati Adam.
Sebagian ahli bahasa mengatakan bahwa asal kata Iblis dari kata ablasa 
artinya putus asa, sehingga dinamakan Iblis karena ia berputus asa dari 
rahmat Allah. Demikian penjelasan Sayid Sabiq yang dikutip Yunahar 
Ilyas.  Sedangkan Syaitan  berasal dari kata Syatana yang artinya 
menjauh, maka Syaitan ialah menjauh dari kebenaran.
Nenek moyang syaitan adalah Iblis, mereka akan menggoda umat manusia 
dari jalan Allah Swt.  Hal yang serupa juga dijelaskan oleh Muhammad Isa
 Dawud, bahwa Iblis adalah nenek moyang Syaitan bukan nenek moyang jin, 
tidak semua jin itu syaitan.
Setelah Iblis tidak mau sujud kepada Adam, lantas Allah murka dan 
mengutuknya, Iblis bertekad akan menggoda manusia dan 
menghalangi-halangi umat manusia dari jalan Allah yang lurus. Oleh 
karena itu, Iblis meminta kepada Allah agar kematiannya ditangguhkan 
sampai hari pembangkitan, permintaan Iblis dikabulkan Allah Swt. maka 
jadilah Iblis termasuk mereka yang kematiannya ditangguhkan Allah Swt. 
(al A’raf : 11-16).
Iblis dan syaitan menggunakan dua cara untuk dapat menguasai dan membuat
 manusia lupa akan perintah Allah Swt., yakni dengan cara tadhil atau 
menyesatkan dan takhwif atau menakut-nakuti.Untuk cara yang pertama 
(tadhil / menyesatkan ) syaitan mempunyai delapan langkah antara lain : 
waswasah (bisikan); nisyan (lupa), tamani (angan-angan kosong), tazyin 
(memandang baik perbuatan maksiat), wa’dun (janji palsu), kaidun (tipu 
daya), shaddun (hambatan), ‘adawah (permusuhan). Sedang cara kedua 
digunakan jika cara yang pertama belum berhasil, maka langkah syaitan 
selanjutnya ialah dengan menakut-nakuti manusia, di antara rasa takut 
yang dibuat-buat syaitan adalah takut untuk menegakkan kebenaran, takut 
amar ma’ruf nahi munkar, takut menegakkan hukum Allah dan lain 
sebagainya.Sehingga jika langkah ini berhasil, maka akan lahir 
generasi-generasi yang gemar menyembunyikan kebenaran (kitman). Tidak 
hanya syaitan yang melakukan cara-cara serta langkah-langkah tersebut, 
tetapi juga oleh para manusia yang mengikuti jejak dan langkah-langkah 
Iblis dan syaitan : “ Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi 
itu musuh, yaitu Syaitan-syaitan dari jenis manusia dan jenis jin (QS. 
Al An’am : 112).
وكذلك جعلنا لكل نبي عدوا شيطين الانس والجن (سورة الأنعام : 112)
Yunahar Ilyas menuliskan bahwa ada beberapa cara untuk melawan syaitan yang dapat kita lakukan :
1) Masuk Islam secara utuh (kaffah) yakni berusaha melaksanakan perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya.
2) Menjadikan syaitan sebagai musuh utama dan memperlakukannya sebagai musuh.
3) Rasulullah mengajarkan beberapa hal yang dapat dilakukan, beberapa hal praktis tersebut ialah :
a) membaca al-Istiadzah yakni bacaan اعوذ بالله من الشيطان الرجيم, 
artinya : “Aku berlindung kepada Allah dari kejahatan syaitan yang 
terkutuk”.
b) Membaca surat Al-falaq dan An-Nas.
c) Membaca ayat kursi.
d) Membaca dzikir sebanyak 100 kali setiap hari.
e) Mengingat Allah Swt.
f) Berwudhu ketika sedang marah .
Memohon perlindungan kepada Allah Swt. sudah cukup untuk memelihara diri
 dari gangguan syaitan, namun permohonan itu haruslah dilakukan dengan 
sungguh-sungguh dan penuh keyakinan. Karena Allah merupakan sandaran 
yang Maha kuat.
Rasulullah saw. telah memberikan contoh kepada kita, agar kita berdoa 
sebelum melakukan semua aktivitas sehari-hari apapun dan di manapun, 
keika di dalam rumah ataupun di luar rumah. Agar diri kita selamat dari 
gangguan makhluk-Nya dan ahar aktivitas kita mendapat ridho dari Allah 
dan dihitung sebagai “ibadah”. Doa merupakan salah satu bentuk dzikir 
untuk mendekatkan diri kepada Allah, karena itu dzikir merupakan benteng
 yang paling kuat yang tidak akan bisa ditembus oleh jin dan syaitan.
4.  Sam’iyyat
Untuk mendukung ketauhidan materi tentang sam’iyat juga sangat 
diperlukan, sehingga masalah-masalah yang berada di luar pengalaman 
manusia haruslah berdasarkan sumber naqli yakni berdasarkan kepada Al 
Quran dan Al Hadits. Seperti masalah hidup setelah hidup di dunia ini 
yakni alam barzakh, surga dan neraka, kiamat dan lain sebagainya. Namun 
pendidikan tauhid dalam keluarga sebagai langkah awal dalam pendidikan 
anak sebelum anak menempuh pendidikan formal. Maka masalah adanya 
kehidupan setelah mati perlu ditanamkan kedalam diri anak. Bahwasanya 
ada balasan untuk setiap amal perbuatan yang dilakukan setiap manusia, 
tidak ada seorang pun yang dapat lari dari tanggung  jawab amal 
perbuatannya ketiaka hidup di dunia ini. Bagi yang baik ada surga yang 
berhiaskan kenikmatan dan limpahan karunia ridho Allah, dan ada neraka 
yang penuh dengan siksaan dan kemurkaan Allah untuk pada pendosa.
Allah berfirman :
كيف تكفرون بالله وكنتم امواتا فاحيكم ثم يميتكم ثم يحييكم ثم اليه ترجعون
(البقرة : 28)
Artinya :  Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, 
lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya
 kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.
Tidaklah sulit bagi Allah untuk menghidupkan lagi manusia yang pernah
 hidup, meskipun telah menjadi tulang-belulang yang hancur, ingatlah 
kekuasaan Allah yang telah menciptakan manusia dari ketidaan sebagai 
awal (QS. Yaa sin 78-79).
وضرب لنا مثلا ونسي خلقه قال من يحي العظام وهي وميم {78}
قل يحييها الذي انشأها اول مرة …{79} (سورة يس : 78-79)
Artinya : Dan Dia membuat perumpamaan bagi kami; dan dia lupa kepada 
kejadiannya; ia berkata : “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang 
belulang, yang telah hancur luluh (68) Katakanlah :” Ia akan dihidupkan 
oelh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama…(79).
Pada hari yang pasti akan datang, manusia akan ditutup mulutnya  
maka tangan-tangan, kali-kaki mereka kan bersaksi atas semua yang amal 
perbuatan mereka (QS. Yaa sin : 65).
Bahwa kiamat pasti akan datang, ketika itu manusia akan beterbangan 
seperti debu-debu, gunung-gunung akan dihamburkan seperti bulu-bulu, dan
 bagi siapa yang berat timbangan kebaikannya maka akan mendapatkan 
kehidupan yang memuaskan, tetapi jika ringan timbangan kebaikannya maka 
akan dimasukkan ke dalam neraka hawiyah, yakni neraka yang apinya sangat
 panas (QS Al Qori’ah : 3-11). Pasti manusia akan bertanya kapan kiamat 
akan datang, Hanya Allah-lah yang mengetahui karena ilmu tentang kiamat 
hanya milik Allah, mungkin saja kiamat sudah sangat dekat (QS. Al Ahzab :
 63).
يسئلك الناس عن الساعة قل انما علمها عند الله وما يدريك لعل الساعة تكون
قريبا (سورة : الاحزاب : 63)
Kepada Allah-lah ketentuan tentang kapan kiamat itu akan datang (QS. An Nazi’at : 44).
الى ربك منتهها (النازعات : 44)
Oleh sebab itu manusia harus waspada dalam setiap aktivitas dan amal 
perbuatannya karena ada yang selalu mengawasi dan mencatat semuanya (Al 
Infithaar : 10-11). Sehingga jika seorang anak manusia merasakan 
hidupnya berada dalam penglihatan dan pengawasan Allah niscaya seluruh 
amal perbuatannya akan selalu baik dan terpelihara dengan tututan Al 
Quran da Al Hadits, bahwa ada kehidupan lagi setelah kehidupan dunia 
yang sementara, keyakinan akan adanya kehidupan yang abadi setelah 
kehidupan dunia akan memotivasi manusia untuk melakukan amal perbuatan 
yang dapat membawa kebahagiaan untuk kehidupan abadi tersebut.
Karena amal sekecil apapun pasti akan memperoleh balasannya, jika baik 
maka balasan Allah akan lebih baik lagi, namun jika jelek pasti juga 
akan dibalas dengan balasan yang setimpal meskipun sebesar dzarrah (QS. 
Az Zalzalah :7-8).
Oleh sebab itu semua masalah yang berkaitan dengan kehidupan setelah 
mati, surga neraka, kiamat, haruslah dilihat sumbernya di dalam Al Quran
 dan Sunnah, bukan melalui mitos, cerita dari mulut ke mulut yang tidak 
jelas sumbernya yang hanya akan membawa manusia kepada kesesatan dari 
jalan Allah jalan Al Quran dan Sunnah Nabi Muhammad saw.
B.  Metode Pendidikan Tauhid Dalam Keluarga
Metode mempunyai peran yang sangat penting dalam sebuah proses 
pendidikan Islam. Karena seni dalam mentransfer ilmu pengetahuan sebagai
 materi pengajaran dari pendidik kepada peserta didik adalah melalui 
sebuah  metode. Ada sebuah adigum yang berbunyi :
الطريقة اهم من المادة
Bahwa metode itu lebih penting daripada materi. Merupakan sebuah realita
 bahwa metode penyampaian yang komunikatif akan lebih disenangi meskipun
 materi yang disampaikan biasa-biasa saja, jika dibandingkan dengan 
materi yang menarik tetapi metode yang disampaikan dengan tidak menarik 
maka materi tersebut tidak dapat diterima dengan baik pula oleh peserta 
didik. Sehingga penggunaan metode yang tepat sangat mempengaruhi 
keberhasilan dalam proses mendidik.
Metode berasal dari bahasa Greek atau Yunani “metodos” , selanjutnya 
kata ini terdiri dari dua suku kata yakni “meta” yang artinya melalui 
atau melewati dan “hodos” yang memiliki makna jalan atau cara. Sehingga 
metode adalah jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan.
Para ahli pendidikan Islam lebih sering menggunakan kata الطريقة  atau 
الطرق   sebagai bentuk jamaknya. Memiliki makna yang sama dengan metode 
yakni jalan atau cara yang harus ditempuh. Metode merupakan hubungan 
sebab akibat dengan tujuan pendidikan, sehingga tidak dapat diabaikan. 
Karena rasul sudah memberikan isyarat dalam salah satu haditsnya :
لكل شيئ طريق وطريقة الجنة العلم (رواه الديلمي)
Artinya : Bagi segala sesuatu itu ada caranya (metodenya) dan metode masuk surga adalah ilmu (HR. Dailami).
Demikian pula dalam menyampaikan pendidikan tauhid dalam keluarga harus 
pula menggunakan metode atau cara yang dapat dilakukan oleh para orang 
tua, dan dapat dengan mudah dikondisikan dalam lingkungan keluarga. 
Sehingga suasana dan lingkungan keluarga yang kondusif akan lebih 
membantu cara dan tehnik penyampaian pendidikan tauhid bagi anak-anak.
Maka yang dimaksud metode pendidikan tauhid dalam keluarga adalah cara 
yang dapat ditempuh dalam memudahkan tujuan pendidikan tauhid dalam 
keluarga. Metode-metode yang digunakan untuk pendidikan tauhid dalam 
keluarga antara lain :
1. Kalimat tauhid
Dikatakan bahwa bayi yang baru lahir pendengarannya sudah berfungsi, 
sehingga ia akan langsung mengadakan reaksi terhadap suara. Telinga akan
 segera berfungsi segera setelah ia lahir,meskipun ada perbedaan antara 
bayi yang satu dengan yang lain. Lebih jauh lagi Wertheimer dapat 
membuktikan bahwa bayi juga akan memalingkan pandangannya ke arah suara 
yang ia dengar, setelah 10 menit ia dilahirkan. Gerakan ini disebut 
sebagai reaksi orientasi. Fungsi auditif bayi akan bereaksi terhadap 
irama dan lama waktu berlangsungnya.
Maka sangat benarlah metode pendidikan yang diajarkan Rasulullah saw. 
untuk mengumandangkan adzan dan iqomat kepada bayi yang baru lahir. 
Adzan dan iqomat merupakan panggilan bagi seorang muslim untuk shalat 
sujud beribadah mengakui keesaan Allah, bertauhid bahwa Bersaksi Tidak 
Ada Tuhan Selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah SWT.
Sehingga suara yang didengar oleh sang bayi adalah suara ketauhidan, 
telinganya yang akan bereaksi terhadap suara yang berirama, sehingga 
lembut dan merdunya kumandang adzan dan iqomah dapat dijadikan awal 
pendidikan untuknya. Inilah metode awal bagi orang tua untuk menanamkan 
ketauhidan kepada anaknya dengan kalimat yang sempurna kalimat Laa 
Ilaaha Illallah yang terdapat pada rangkaian adzan dan iqomat.
Sunnah Muakkad hukumnya untuk mengumandangkan azan dan iqomat kepada 
bayi yang baru lahir. Dalam sebuah hadits diriwayatkan oleh Hasan bin 
Ali r.a. mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “ Bagi setiap anak 
yang dilahirkan hendaknya diserukan suara adzan di telinga kanan dan 
iqomat di telinga kirinya. Maka ia tidak akan terkena bahaya penyakit”.
Ibnu Qoyyim mengatakan bahwa tidak dapat dipungkiri jika adzan dan 
iqomah membawa pengaruh dan kesan dalam hati. Mendidik anak dengan 
kalimat tauhid, yang akan mengikat jiwanya dan akan berpengaruh bagi 
perkembangan anak di masa yang akan datang. Sehingga diharapkan kepada 
setiap orang tua tidak melupakan metode ini ketika anak-anak mereka 
lahir.
2. Keteladanan
Al Quran sebagai sumber pendidikan Islam, juga pendidikan tauhid dalam 
keluarga telah memberikan statemen tentang keteladanan sebanyak tiga 
kali yakni dalam surat Al Mumtahanah ayat  4, ayat 6, dan surat Al Ahzab
 ayat 21. Ibrahim dan Nabi Muhammad saw dijadikan sebagai profil 
keteladanan. Keteladanan merupakan sesuatu yang patut untuk ditiru atau 
dijadikan contoh teladan dalam berbuat, bersikap dan berkepribadian.
Dalam bahasa Arab “keteladanan”  berasal dari kata “uswah” yang berarti 
pengobatan dan perbaikan. Menurut Al Ashfahani al uswah dan al iswah 
sama dengan kata al qudwah dan al qidwah merupakan sesuatu yang keadaan 
jika seseoarng mengikuti orang lain, berupa kebaikannya, kejelekannya, 
atau kemurtadannya. Pendapat ini senada dengan pendapat Ibn Zakaria.
Namun dari ketiga ayat yang dijadikan sumber teori awal tentang 
keteladanan, al uswah selalu bergandengan dengan kata hasanah. Sehingga 
keteladanan yang dijadikan contoh ialah dalam hal kebaikan. Jika kita 
melihat sejarah, maka salah satu sebab utama keberhasilan dakwah Nabi 
Ibrahim dan Nabi Muhammad saw. adalah ketedanan mereka dalam memberikan 
pelajaran langsung kepada umatnya. Perkataan dan perbuatan selalu 
beriringan, bahkan Nabi Muhammad saw. lebih dahulu melakukan suatu 
perintah sebelum perintah tersebut ia sampaikan kepada kaum muslimin.
Di era yang modern ini, metode keteladanan masih sangat diperlukan dalam
 dunia pendidikan, terlebih lagi pendidikan dalam keluarga. Keteladanan 
akan memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi tercapainya tujuan 
pendidikan dalam keluarga, begitu pula dalam hal pendidikan tauhid. 
Orang tua merupakan contoh tauladan utama sebagai panutan bagi 
anak-anaknya, memegang teguh ketauhidan dan menjaganya, serta 
mengamalkan nilai-nilai ketauhidan dalam keluarga.
Allah telah berfirman :
اتأمرون الناس بالبر وتنسون انفسكم وانتم تتلون الكتب افلا تعقلون
(البقرة : 44)
Artinya : Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang 
kamu melupakkan diri (kewajiban) sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab 
(Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir (QS. Al Baqarah : 44).
Meskipun demikian metode keteladanan memiliki kelebihan. Di antara kelebihan metode keteladanan adalah :
a. Anak akan lebih mudah menerapkan ilmu yang telah diketahui.
b. Orang tua akan mudah mengevaluasi hasil belajar anaknya.
c. Tujuan pendidikan akan lebih terarah dan tercapai dengan baik.
d. Akan menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif.
e. Terjalin hubungan harmonis antara anak dengan orang tua.
f. Orang tua dapat menerapkan pengetahuannya kepada anak.
g. Mendorong orang tua agar selalu berbuat baik karena akan dicontoh oleh anak-anaknya.
Uyainah bin Abi Sufyan pernah berpesan kepada guru yang mendidik anaknya sebagai berikut:
“Hendaklah yang pertama-tama kamu lakukan di dalam memperbaiki anakku, 
adalah perbaiki dulu dirimu sendiri. Karena sesungguhnya mata anak-anak 
itu hanya tertuju kepadamu. Maka apa yang baik menurut mereka adalah apa
 yang kamu perbuat, dan apa yang jelek menurut mereka adalah apa yang 
kamu tinggalkan”.
Pendidikan praktis menunjukkan bukti bahwa anak secara psikologis 
cenderung meneladani orang tuanya, karena adanya dorongan naluriah untuk
 meniru. Kualitas agama anak serta ketauhidannya sangat tergantung 
kepada orang yang terdekat dengan mereka yakni orang tua. Kepribadian 
anak akan terbentuk dan terpola dari teladan yang ia tiru sejak awal 
kehidupannya dalam keluarga. Islam telah memberikan contoh kepada para 
orang tua kepada sosok bernama Lukman Al Hakim, yang mengajarkan 
bagaimana seharusnya seorang ayah menuntun dan menanamkan ketauhidan 
kepada anak-anaknya, contoh ini tidak hanya melalui perintah tetapi 
keteladanan Lukman Al Hakim sendiri sebagai orang tua.
Orang tua merupakan sentral figur bagi anak dalam keluarga, sehingga 
jika kita meminjam konsep yang ada dalam Quantum teaching disebutkan 
bahwa semuanya berbicara, semua yang dilakukan orang tua, bahkan mimik 
wajahpun semunya menyampaikan informasi bagi anak. Semuanya menjadi 
sumber anak untuk belajar, sehingga jiwa ketauhidan harus selalu 
terpancar dari setiap wajah orang tua. Kepribadian yang menunjukkan 
bahwa orang tua hanya takut dan tunduk kepada Allah SWT, muncul dalam 
setiap aktivitas yang ada dalam keluarga. Metode keteladanan merupakan 
satu tehnik pendidikan yang efektif dan sukses dalam pendidikan Islam.
Anwar Jundi menpernah menuliskan dalam sebuah kitabnya, agar para otang 
tua dan guru agar memberikan tauladan yang baik kepada anak-anak. Sebab 
melalui cara ikut-ikutan dan menirulah anak kecil belajar, dibandingkan 
dengan nasehat-nasehat dan petunjuk-petunjuk melalui lisan.
Nashih Ulwan menegaskan bahwa keteladanan merupakan tiang penyangga 
dalam meluruskan perilaku anak, juga sebagai dasar untuk meningkatkan 
kualitas anak menuju pribadi yang mulia. Sebenarnya metode keteladanan 
ini tidak dapat dilepaskan dari metode pembiasaan sebagai dua metode 
yang sinergis, insyaallah metode ini akan dijelaskan pada pembahasan 
selanjutnya.
Salah tauladan dalam keluarga akan berakibat fatal, oleh sebab itu para 
orang tua haruslah mempersiapkan diri mereka sebelum memiliki anak 
dengan ketauhidan yang didukung dengan pengetahuan tentang tauhid yang 
melingkupi materi dan ruang lingkupnya. Sehingga melalui tauladanisasi 
para orang tua insyaallah akan melahirkan generasi-generasi muslim yang 
sejati dengan kepribadian tauhid yang mantap.
Islam telah memberikan contoh kepada kita semua seorang figur yang 
memiliki akhlak yang sempurna. Ketauhidan beliau sangat mantap, sehingga
 andaikata bulan dan matahari diletakkan dipangkuannya ia tidak akan 
melepas ketauhidannya kepada Allah SWT, ialah Nabi Muhammad saw.  
Sehingga bagi para orang tua tidak hanya cukup menjadikan dirinya sebagi
 teladan anak-anaknya, namun juga harus mengarahkan dirinya serta 
anak-anaknya untuk meneladani keteladanan Nabi Muhammad SAW. dan para 
sahabat beliau yang memiliki kepribadian tauhid yang mantap dan sudah 
terbukti.
3. Pembiasaan.
Pembiasaan adalah proses untuk membuat orang menjadi biasa. Jika 
dikaitkan dengan metode pendidikan Islam maka metode pembiasaan 
merupakan cara yang dapat digunakan untuk membiasakan anak berpikir, 
bersikap dan berperilaku sesuai dengan ajaran agama Islam. Metode ini 
sangat efektif untuk anak-anak, karena daya rekam dan ingatan anak yang 
masih kuat sehingga pendidikan penanaman nilai moral, terutama 
ketauhidan ke dalam jiwanya sangat efektif  untuk dilakukan. Potensi 
dasar yang dimiliki anak serta adanya potensi lingkungan untuk membentuk
 dan mengembangkan potensi dasar tersebut melalui pembiasan-pembiasan 
agar potensi dasar anak menuju kepada tujuan pendidikan Islam, hal ini 
tentunya memerlukan proses serta waktu yang panjang.
Kebiasaan seseorang, jika dilihat dari ilmu psikologi ternyata berkaitan
 erat dengan orang yang ia jadikan figur dan panutan. Nashih Ulwan 
menjelaskan bahwa landasan awal dalam metode pembiasaan adalah “fitrah” 
atau potensi yang dimiliki oleh setiap anak yang baru lahir, yang 
diistilahkan oleh beliau dengan “keadaan suci dan bertauhid murni”. 
Sehingga dengan pembiasaan diharapkan dapat berperan untuk menggiring 
anak kembali kepada tauhid yang murni tersebut.
Pendapat Imam Ghazali yang dikutip oleh Nashih Ulwan menjelaskan bahwa 
bayi mempunyai hati yang bersih dan suci, ia merupakan amanat bagi para 
orang tuanya. Oleh sebab itu hati yang bersih dan suci tersebut harus 
selalu dibiasakan dengan kebiasaan yang baik, sehingga ia akan tumbuh 
dengan kebiasaan-kebiasaan baik tersebut, Sehingga diharapkan kelak akan
 memperoleh kebahagiaan dunia-akhirat.
Ada beberapa syarat yang harus dilakukan untuk menerapkan metode pembiasan ini antara lain :
a. Proses pembiasan dimulai sejak anak masih bayi, karena kemampuannya 
untuk mengingat dan merekam sangat baik. Sehingga pengaruh lingkungan 
keluarga secara langsung akan membentuk kepribadiannya. Baik ataupun 
buruk kebiasannya akan muncul sesuai dengan kebiasan yang berlangsung di
 dalam lingkungannya.
b. Metode ini harus dilakukan secara terus menerus dan tidak terputus, 
teratur dan terencana. Oleh sebab itu faktor pengawasan sangat 
menentukan. Dengan demikian diharapkan pada akhirnya anak akan terbentuk
 dengan kebiasaan yang utuh, permanen dan konsisten.
c. Meningkatkan pengawasan, serta melakukan teguran ketika anak melanggar kebiasaan yang telah ditanamkan.
d. Pembiasan akan terus berproses, sehingga pada akhirnya anak melakukan
 semua kebiasaan tanpa adanya dorongan orang tuanya baik ucapan maupun 
pengawasan. Namun akan melakukannya karena dorongan dan keinginan dari 
dalam dirinya sendiri.
Dr. Ahmad Amin menulis dalam kitabnya “Kitabul Akhlak” beliau mengatakan
 bahwa metode pembiasaan ini sangat penting karena seluruh aktivitas 
manusia terbentuk karena latihan dan pembiasaan. Lebih jauh lagi menurut
 beliau ada dua hal yang menyangkut kebiasaan baik dan buruk yakni :
a. Faktor interen dengan adanya minat, yakni dorongan yang berasal dari 
dalam diri manusia yang cenderung untuk melakukan aktivitas tertentu.
b. Faktor eksteren yakni adanya usaha agar anak cenderung melakukan kebiasaan-kebiasaan melalui latihan-latihan.
Begitu pula dalam pendidikan tauhid dalam keluarga dapat dilakukan 
dengan pembiasaan atau latihan-latihan agar nilai-nilai ketauhidan 
tertanam dalam diri anak. Meskipun tidak dapat dipungkiri pendidikan 
tauhid sangat membutuhkan dan berkaitan erat dengan materi-materi 
pendidikan lain seperti akhlak, fiqih, dan sebagainya. Namun bagaimana 
seluruh materi pelajaran tersebut dapat mendukung kepada pendidikan 
tauhid sebab tauhidlah sebagai dasar dari seluruh materi tersebut.
Ketauhidan anak akan tumbuh melalui latihan-latihan dan pembiasaan yang 
diterimanya. Biasanya konsepsi-konsepsi yang nyata, tentang Tuhan, 
malaikat, jin, surga, neraka, bentuk dan gambarannya berdasarkan 
informasi yang pernah ia dengar dan dilihatnya.
Di antara pembiasan-pembiasan yang dapat dilakukan sebagai latihan untuk
 menyampaikan materi-materi ketauhidan dalam keluarga ialah :
1)  Latihan Kalimat Tauhid.
Metode ini berkaitan dengan metode pertama yakni kalimat tauhid, 
perbedaannya adalah bahwa metode pertama hanyalah memperdengarkan 
kalimat tauhid yang ada dalam rangkaian adzan dan iqomah kepada bayi 
yang baru lahir. Selanjutnya didukung oleh keteladanan orang tua dengan 
selalu memperdengarkan kalimat-kalimat tauhid kepada anak di setiap ada 
kesempatan dan waktu yang cocok, sehingga anak tidak lagi asing 
mendengar kalimat tauhid meskipun anak belum bisa mengucapkannya.
Setelah membuka pengetahuan pendengaran anak dengan kalimat tauhid maka 
langkah selanjutnya ialah mengajak anak untuk mengucapkannya, manfaat 
lain ialah sebagai pendidikan anak untuk mengenalkan kata-kata yang baik
 sebagai awal alat untuk berkomunikasi. Karena bahasa merupakan 
kemampuan yang terus berkembang seiring dengan informasi yang diperoleh 
sang bayi/anak.
Bayi memerlukan dorongan atau keinginan untuk berkomunikasi. Artinya 
anak harus memiliki kemauan atau keinginan untuk berbicara. Ketika 
mengeluarkan suara-suara ia merasa senang. Dari situ bayi akan merasakan
 bahwa berceloteh itu sangat menyenangkan dan tentu saja ia ingin 
mengulanginya lagi.
Melalui bahasalah anak-anak mengenal Tuhan, mulai umur 3 tahun dan 4 
tahun anak sering mempertanyakan tentang Tuhan. Kata-kata dan sikap 
orang tuanya tentang Tuhan akan direkam dan mulai menarik perhatiannya. 
Kata Allah pada awalnya tidak mempunyai arti, namun dari apa yang ia 
lhat dari orang tuanya anak mulai memahami siapa Allah. Selanjutnya 
semakin banyak inforamsi yang ia peroleh dari orang tuanya akan 
membentuk sikapnya tentang Tuhan.
Mungkin awalnya bayi hanya bisa menangis dan kita mengucapkan kalimat 
Laa Ilaha Illallah, ada apa sayang?, mungkin anak belum tahu apa 
maksudnya namun anak sudah menangkap dan ingin mengucapkannya namun 
belum bisa, sehingga kita perlu terus menerus mengulangi kata-kata 
tersebut. Kalimat-kalimat tauhid kita rangkaian dengan teguran manis dan
 sapaan, sehingga
anak akan termotivasi untuk ikut mengucapkannya.
Ada beberapa prinsip kebaikan yang perlu diajarkan dan dibiasakan kepada
 anak-anak oleh para orang tua yang ditawarkan oleh Nashih Ulwan. Urutan
 pertama yang ditawarkannya ialah agar para orang tua mengajarkan dan 
melatih anak-anaknya kalimat “Laa ilaaha illallah” (Tidak ada Tuhan 
selain Allah). Sabda Rasul yang diriwayatkan oleh Al-Hakim dari Ibnu 
Abbas yang maknanya agar setiap anak diawali dengan kalimat tauhid “Laa 
Ilaaha Illallaah”.
Kalau kalimat tauhid terus menerus dan berulang kali didengar maka anak 
akan mencoba mengucapkannya meskipun belum sempurna pengucapannya dan 
mengerti maknanya. Setelah anak cukup besar dan mampu mengucapkannya 
dengan sempurna, maka tidak akan sulit lagi untuk mengajarkannya 
kepadanya tentang arti dan maksudnya. Untuk membantu pemahaman anak 
dapat dibantu dengan fenomena dan benda-benda yang ada disekitarnya yang
 langsung dilihat atau diperlihatkan. Seperti bunga, langit, bintang, 
binatang-binatang, bahwa semuanya termasuk dirinya adalah ciptaan Allah 
SWT. Dengan demikian akal pikirannya akan merekam dan mulailah tertanam 
ketauhidan di dalam jiwanya bahwa semua yang ada merupakan bukti akan 
keberadaan Allah.
2)  Latihan Beribadah
Ibadah merupakan kebutuhan setiap muslim, sehingga dengan ibadah pun 
kita dapat mendidik dan menanamkan ketauhidan anak. Secara umum seluruh 
kegiatan yang bertujuan mencari ridho Allah adalah ibadah. Namun sebelum
 kita memperkenalkan terlalu jauh akan apa itu ibadah, kita harus 
mengajarkan ibadah-ibadah yang pokok dahulu kepada anak. Salah satu 
ibadah pokok yang kita lakukan adalah shalat.
Melibatkan si kecil beribadah adalah sangat penting, kita harus mendidik
 anak bahwa ketika datangnya waktu shalat, anak tidak boleh rewel, anak 
dapat merasakan kegembiraan orang tuanya untuk menegakkan shalat. 
Mungkin anak akan rewel ketika ditinggal orang tuanya shalat karena 
tidak ada yang memperhatikannya, ia akan merasa dicuekin. Metode yang 
digunakan adalah ketika orang tua berwudhu, anak juga dibasuh wajah, 
tangan, kakinya. Jika anak tidak tidur maka anak dapat digendong ketika 
shalat, orang tua membaca dengan keras agar anak mendengarnya. Kalau 
kita membiarkan si kecil menangis sendirian dan kita cuek menunaikan 
shalat maka akan tertanam ketidak sukaan si kecil terhadap suasana 
ketika datangnya waktu shalat, sebab ia akan sendirian dan dicuekin. 
Oleh sebab itu sangat baik mengajak anak ikut serta dalam shalat. Jika 
hal ini secara kontinyu dilakukan maka anak akan tahu bahwa waktu shalat
 telah tiba dengan terdengarnya suara adzan. Orang tua dapat mencoba 
menidurkan anak ketika hendak shalat, tetapi jika anak tidak tidur, maka
 dengan berbasah basi untuk mengajak anak ikut serta. Anak akan terbiasa
 bahwa ketika shalat wajah, tangan, dan kakinya akan dibasuh meskipun ia
 belum tahu apa maksud dan tujuannya. Ibunya akan memakai pakaian 
khusus.
Seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan anak maka orang tua dapat 
dengan mudah mengajarkan ibadah shalat dan wudhu karena anak telah 
terbiasa dengan rutinitas shalat dan wudhu sejak ia kecil bersama orang 
tuanya. Orang tua tinggal menyempurnakannya dengan gerakan, bacaan, 
maksud, dan tujuan dari pada shalat. Juga tentunya mengajarkan wudhu 
pula yang sempurna. Jadi mendidik anak bukan hanya dengan teori saja 
tetapi langsung anak dan orang tua mempraktekkan aktivitas ibadah.
Setelah anak berusia tujuh tahun, merupakan kewajiban bagi orang tua 
memerintahkan anaknya untuk menunaikan shalat. Hal ini berdasarkan sabda
 Rasulullah :
مروا اولادكم بالصلاة وهم ابناء سبع سنين واضربوهم عليها وهم ابناء
عشرين سنين …(رواه الحاكم وابو داود )
Artinya :  Perintahlah anak-anakmu untuk melaksanakan shalat ketika usia
 mereka sudah mencapai tujuh tahun, dan pukullah mereka (jika tidak mau 
melaksanakan shalat) ketika sudah berusia 10 tahun.
Namun sangat baik jika pendidikan shalat diawali sejak bayi karena ia 
akan terus berproses dan semakin lama anak akan tahu makna shalat serta 
fungsinya, sehingga ia akan mengerjakannya dengan kesadaran dari dalam 
dirinya sendiri. Dengan demikian anak akan berlatih untuk mencintai 
ibadah. Meskipun demikian orang tua harus memberikan penjelasan maksud 
dan tujuan dari shalat dan ibadah-ibadah yang lain.
Selain shalat ada baiknya setiap kegiatan ibadah, seperti puasa, dan 
ibadah yang lain anak sangat baik diikutsertakan. Sehingga melalui 
interaksi dan komunikasi yang baik akan terjalin ikatan yang erat antara
 orang tua-anak. Terjalinnya hubungan yang harmonis antara anak-anak 
dengan orang tuanya akan memudahkan pendidikan ketauhidan tahap 
selanjutnya karena kepercayaan dan keyakinan para anak terhadap orang 
tuanya. Waktu setelah shalat dapat dimanfaatkan orang tua untuk mendidik
 anak dengan metode nasehat yakni melalui dialog dan cerita-cerita yang 
insyaallah akan dijelaskan pada pembahasan selanjutnya.
3)  Latihan  Berdoa Di setiap Aktivitas.
Metode pembiasaan bertujuan mengembangkan potensi dan kemampuan daya 
tangkap dan daya ingat anak yang masih kuat, sehingga semua yang 
didengar dan dilihat dapat direkam untuk selanjutnya dipraktekkan anak 
berupa ucapan dan perbuatan. Oleh sebab itu diperlukan kesabaran dan 
ketekunan orang tua untuk terus mengulang-ulang ucapan atau perbuatan 
baik ketika ucapan dan perbuatannya didengar atau dilihat oleh anaknya.
Pada masa perkembangan pertama yakni antara 0-2 tahun, anak dapat 
dilatih dengan kebiasaan-kebiasaan seperti membaca bismillah ketika mau 
makan dan minum, dan membaca alhamdulillah ketika selesai atau ketika 
diberi sesuatu oleh orang lain. Meskipun kata yang diucapkan belum 
sempurna, bismillah diucapkan anak milah atau alhamdulillah dengan 
duilah.
Latihan ini pada awalnya harus dimulai oleh orang tua setiap akan 
melakukan aktivitas. Sebelum orang tua melatih anaknya, maka ia harus 
melatih dan membiasakan dirinya mengucapkan doa atau kalimat-kalimat 
toyyibah. Ketika bersin mengucapkan alhamduulillah, ada yang jatuh atau 
menguap mengucapkan astaghfirullah. Metode ini mengharuskan orang tua 
untuk menghafal doa sehari-hari dan membiasakan diri mengamalkannya. 
Sehingga sejak bayi anak terbiasa mendengar dan diperdengarkan doa-doa 
dan kalimat-kalimat toyyibah, sehingga ketika kemampuan bahasa anak 
berkembang ia akan mencoba mengucapkannya. Ketika anak sudah dapat 
mengucapkannya dengan sempurna, tinggal orang tua memberikan penjelasan 
tentang maksud dan makna doa-doa dan kalimat toyyibah yang selama ini 
dilatih dan dibiasakan kepadanya.
Doa merupakan landasan dan pegangan setiap muslim ketika akan 
beraktivitas, dengan tujuan menyerahkan dirinya dan hasil dari aktivitas
 tersebut kepada Allah SWT, dan tujuan akhir yang ingin diperoleh ialah 
ridho Allah SWT. Melalui doa akan mengajarkan kepada anak bahwa dirinya 
selalu berada dalam kondisi lemah sehingga memerlukan bantuan dan 
pertolongan kepada yang Maha Kuasa. Melalui doa, juga anak akan merasa 
dirinya selalu dalam pengawasan Allah SWT, sehingga akan mengarahkan 
dirinya kepada hal-hal yang baik serta menghindarkan dirinya dari 
hal-hal yang dibenci dan dilarang Allah SWT. latihan dan membiasakan 
diri berdoa merupakan sarana untuk menguatkan dan mengokohkan ketauhidan
 dalam diri anak.
Jika jiwa anak selalu berzikir kepada Allah hatinya akan kokoh dan dekat
 kepada-Nya. Anak akan menjadi ahli ibadah, berakhlak mulia, terhindar 
dari perbuatan maksiat, lebih-lebih dari dosa dan kemungkaran. Ini 
adalah harapan para orang tua, yakni memperoleh anak yang penuh 
ketauhidan dan ketakwaan.
4. Nasehat.
Seluruh metode pendidikan tauhid dalam keluarga yang penyusun jelaskan, 
semuanya saling berkaitan dan saling mendukung. Sehingga dalam mendidik 
ketauhidan anak tidak hanya menggunakan satu metode saja, namun harus 
menggunakan metode-metode yang lain, seperti metode kalimat tauhid; 
metode keteladanan; metode pembiasaan, dan sekarang metode nasehat. 
Metode-metode inipun, seperti yang sudah penyusun sampaikan membutuhkan 
materi-materi lain di luar materi ketauhidan.
Salah satu potensi yang ada di dalam jiwa manusia adalah potensi untuk 
dapat dipengaruhi dengan suara yang didengar atau sengaja 
diperdengarkan. Potensi ini tidak sama dalam diri seseorang, serta tidak
 tetap. Sehingga untuk dapat terpengaruh secara, suara yang didengar 
atau diperdengarkan haruslah diulang terus. Permanen atau tidak pengaruh
 yang dihasilkan tergantung kepada intensitas dan banyaknya pengulangan 
suara yang dilakukan.  Nasehat yang dapat melekat dalam diri anak jika 
diulang secara terus menerus. Namun nasehat saja tidaklah cukup ia harus
 didukung oleh keteladanan yang baik dari orang yang memberi nasehat. 
Jika orang tua mampu menjadi teladan maka nasehat yang ia sampaikan akan
 sangat berpengaruh terhadap jiwa anak.
Nasehat merupakan aspek dari teori-teori yang disampaikan orang tua 
kepada anak. Metode ini memiliki peran sebagai sarana untuk menjelaskan 
tentang semua hakekat.  Termasuk dalam menyampaikan dan menjelaskan 
materi-materi pendidikan tauhid adalam keluarga. Sehingga orang tua 
dituntut memiliki kemampuan bahasa yang baik agar anak dapat menangkap 
dan memahami semua penjelasan yang disampaikannya.
Nasehat ini harus dimulai juga sejak anak masih kecil, selain sebagai 
sarana pendidikan tauhid juga sebagai dorongan dan motivasi anak untuk 
belajar berbicara. Kemampuan bahasa anak akan diiringi oleh kemampuan 
otaknya juga. Maksudnya ketika ia mendengarkan sebuah nasehat ia akan 
merekam setiap kosa kata yang ia dengar dalam memorinya, serta akalnya 
juga mencoba memahami setiap kosa kata sampai kalimat yang ia dengar. 
Oleh karena itu bahasa yang digunakan orang tua haruslah sederhana dan 
jelas.
Nasehat dapat diberikan di setiap waktu jika ada kesempatan. Nasehat 
dapat juga berbentuk cerita, atau dialog untuk anak yang sudah bisa 
berbicara. Orang tua harus menerangkan tentang kalimat tauhid, tentang 
adanya Allah serta bukti kauniahnya, serta materi-materi lain yang telah
 penyusun terangkan pada bab sebelumnya.
Dalam memberikan nasehat orang tua janganlah bersifat otoriter terhadap 
pembicaraan, anak harus benar-benar dilibatkan dalam berbicara. Berilah 
anak kesempatan untuk berbicara, bahkan tanggapannya atau ada sesuatu 
yang ia tanyakan. Metode ini jangan dibuat kaku oleh orang tua, jika 
anak bertanya atau memberikan tanggapan tidak sesuai dengan materi yang 
dijelaskan orang tua harus berbesar hati, jangan sampai melihatkan wajah
 kekecewaan. Bahkan sebaliknya, orang tua harus memberikan penghargaan 
terhadap apapun respon dan reaksi yang diberikan anaknay terhadap 
nasehat-nasehatnya. Agar anak merasa enak dan nyaman dalam belajar.
Jika kita menggunakan asas yang ada dalam Quantum Teaching  yakni
“Bawalah Dunia Mereka Ke Dunia Kita , dan Antarkan Dunia Kita Ke Dunia 
Mereka”, inilah asas dalam tehnik mengajar Quantum Teaching.  Orang tua 
harus mampu masuk ke dunia anak-anaknya, apa keinginan mereka. Ilmu 
psikologi akan sangat membantu orang tua, sehingga orang tua mengetahui 
pertumbuhan dan perkembangan anak-anaknya. Orang tua harus mendapatkan 
hak untuk mendidik dari anak-anaknya. Jika keteladanan orang tua baik 
niscaya hak mendidik akan diberikan oleh anak-anaknya. Orang tua harus 
berusaha mendapatkan haknya untuk mendidik, sehingga harus berjuang 
menjadi teladan terbaik untuk anak-anaknya. Setelah orang tua berhasil 
masuk ke dunia anak-anaknya, maka ia akan memperoleh hak untuk memimpin,
 hak untuk mendidik. Langkah selanjutnya ialah membawa dunia kita ke 
dunia mereka, caranya ialah berusaha memberikan pengalaman setiap materi
 nasehat yang diberikan. Tehnik yang dipakai ialah dengan mengaitkan 
materi yang diajarkan dengan suatu peristiwa atau kejadian.
Orang tua dapat memanfaatkan media pendidikan yang telah ada seperti 
buku-buku cerita para rasul atau cerita-cerita teladan. Vcd-vcd yang 
memuat cerita para rasul juga dapat dimanfaatkan. Sehingga pendidikan 
nasehat yang disampaikan meliputi seluruh potensi yang dimiliki anak 
mulai pendengaran dan penglihatan. Metode ini akan lebih berhasil jika 
anak memperoleh pengalaman sendiri. Oleh sebab itu memerlukan 
latihan-latihan agar menjadi kebiasaan.
Orang tua harus menjadi jendela informasi anak-anaknya. Sehingga 
dibutuhkan pengetahuan dan wawasan yang luas agar dapat memberikan 
informasi secara baik dan benar. Kemampuan yang terintegral sangat 
diperlukan untuk menjadi orang tua yang menjadi top figur dan teladan 
anak-anaknya.
Metode ini digunakan untukmenyampaiakn materi-materi ketauhidan 
ilahiyat, nubuwat, ruhaniyat, dan sam’iyat. Metode ini dapat 
dikembangkan dengan tehnik cerita, dongeng, atau dialog. Metode ini 
diterapkan untuk anak berusia 3 tahun ke atas, karena pada usia ini anak
 sudah dapat diajak dialog dan memiliki ketertarikan, termasuk kepada 
materi-materi ketauhidan, Namun harus tetap dikemas dalam bentuk yang 
menarik perhatian anak tentunya.
5. Pengawasan.
Nashih Ulwan menjelaskan bahwa dalam membentuk akidah anak memerlukan 
pengawasan, sehingga keadaan anak selalu terpantau. Secara universal 
prisip-prinsip Islam mengajarkan kepada orang tua untuk selalu mengawasi
 dan mengontrol anak-anaknya. Hal ini dilandaskan pada nash Al Quran 
dalam surat At-Tahrim ayat 6. Fungsi seorang pendidik harus mampu 
melindungi diri, keluarga dan anak-anaknya dari ancaman api neraka. 
Fungsi tersebut dapat dilaksanakan dengan baik jika pendidik melakukan 
tiga hal yakni memerintahkan, mencegah dan mengawasi.  Bukan 
anak-anaknya saja yang ia awasi tetapi juga dirinya agar tidak melakukan
 kesalahan yang menyebabkan dirinya terancam api neraka. Bagaimana ia 
melindungi keluarganya dari api neraka jika ia tidak mampu menjaga 
dirinya sendiri!.
Maksud dari pengawasan ialah orang tua memberikan teguran jika anaknya 
melakukan kesalahan atau perbuatan yang dapat mengarahkannya kepada 
pengingkaran ketauhidan. Pengawasan juga bermakna bahwa orang tua siap 
memberikan bantuan jika anak memerlukan penjelasan serta bantuan untuk 
memahami dan melatih dirinya dengan kebiasaan-kebiasaan yang diajarkan 
kepadanya.
Metode ini dipakai orang tua untuk anak tanpa ada batasan usia. 
Metode-metode yang telah dijelaskan di atas harus ber- تدرج, yakni 
bertahap sesuai dengan usia anak, dan materi yang akan disampaikan. 
Faktor lain yang yang penting ialah bahwa semua metode tersebut saling 
terkait dan saling membantu, dan pendidikan tauhid juga sebagai sebuah 
proses. Oleh sebab itu hasil dari pendidikan tauhid dalam keluarga tidak
 dapat dilihat langsung hasilnya. Namun berkembang secara terus menerus 
sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Pendidikan tauhid dalam
 keluarga harus dilakukan secara terus menerus dan tidak terputus. Para 
orang tua tidak boleh putus asa dan menyerah, apalagi sampai 
menghentikan pendidikan ini. Jika berhenti maka prosespun akan berhenti.
 Mengutip penjelasan Muhammad Zein, bahwa orang tua harus memiliki rasa 
tanggung jawab yang tinggi atas pendidikan tauhid anak. Rasa 
tanggungjawab akan menjadi motor penggerak untuk memperhatikan dan 
memikirkan pendidikan tauhid untuk anak-anaknya.
BAB IV
PENUTUP
Setelah melakukan penelitian akhirnya mendapatkan hasil sebagaimana diuraikan dalam kesimpulan berikut.
A. Kesimpulan
1.  Urgensi pendidikan tauhid dalam keluarga, dapat diukur dengan melihat dasar, tujuan, dan fungsinya.
Dasar pendidikan tauhid dalam keluarga adalah Al quran dan Al Hadits, di antaranya :
a. Dari Al Quran :
1) Surat At Tahrim ayat 6.
2) Surat Luqman ayat 13.
3) Surat Al Baqarah ayat 132-133.
b. Dari hadis :
مامن مولود الا يولد على الفطرة فأبواه يهودانه او ينصرانه او يمجسانه
(رواه البخاري)
Artinya : Tidak seorang anakpun yang dilahirkan kecuali ia dilahirkan 
menetapi fitroh, Maka kedua orang tuanyalah yang menyebabkan dia menjadi
 Yahudi, Nashrani, atau Majusi.(HR. Bukhori).
Sedangkan tujuan pendidikan tauhid dalam keluarga adalah :
a. Agar menanamkan kesadaran kepada anak untuk bersyahadat berdasarkan dorongan dalam dirinya sendiri.
b. Pembentukan sikap muslim yang beriman dan bertakwa.
c. Agar anak mengetahui makna dan tujuan beribadah kepada Allah.
d. Mengarahkan perkembangan keagamaan anak.
e. Agar anak selalu berpikirdan berperilaku positif
Fungsi Pendidikan tauhid dalam keluarga di antaranya adalah :
a. Untuk memberikan ketentraman dalam hati anak.
b. Untuk menyelamatkan anak dari dari kesesatan dan kemusyrikan.
c. Agar anak dapat beribadah kepada Allah secara ikhlas.
d. Agar anak dapat mengetahui makna dan maksud beribadah kepada Allah.
e. Agar anak dapat menjauhi hal-hal yang dilarang Allah seperti syirik dan semua hal yang dapat menghancurkan ketauhidan.
f. Membentuk perilaku dan kepribadian anak, sehingga menjadikan tauhid sebagai falsafah dalam kehidupannya.
2.  Konsep pendidikan tauhid dalam keluarga yang dimaksud dalam skripsi 
ini adalah kerangka konseptual yang berisi ide, gambaran, pengertian, 
serta pemikiran tentang materi dan metode pendidikan tauhid dalam 
keluarga yang dapat diterapkan oleh para orang tua untuk menumbuhkan 
kodrat anak. Agar mereka menjadi manusia muslim yang benar-benar 
meyakini keesaan Allah SWT, serta dapat mengamalkan ketauhidan yang ia 
miliki dalam rangka mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Materi pendidikan tauhid dalam keluarga ada empat  yakni :
1. Ilahiyat..
2. Nubuwat.
3. Ruhaniyat.
4. Sam’iyyat.
Metode Pendidikan tauhid dalam keluarga adalah :
1. Kalimat tauhid
2. Keteladanan
3. Pembiasaan
a. Latihan kalimat tauhid
b. Latihan beribadah.
c. Latihan berdoa di setiap aktivitas.
4.  Nasehat.
5. Pengawasan.
Metode yang digunakan selain berfungsi sebagai sarana untuk menyampaikan
 materi pendidikan tauhid juga membantu pertumbuhan dan perkembangan 
anak. Metode kalimat tauhid sebagai contoh, digunakan untuk menanamkan 
ketauhidan anak serta untuk mengawali getaran-getaran perdana pada 
auditif anak yang telah berfungsi sesaat setelah dilahirkan. Kemudian 
metode keteladanan, metode pembiasaan, metode nasehat dan terakhir 
metode pengawasan. Secara garis besar metode  tersebut terbagi dua yakni
 metode teoritis dan praktis.
Pendidikan tauhid dalam keluarga menuntut kemampuan pengetahuan dan 
wawasan orang tua yang luas. Karena orang tualah sebagai pendidik utama 
dalam konsep ini. Orang tua harus memiliki pengetahuan Islam yang 
terintegral untuk melaksanakan konsep pendidikan tauhid dalam 
keluarganya, selain penguasaan terhadap materi-materi ketauhidan dan 
metodenya.Selain itu metode yang digunakan harus bertahap, sehingga 
sesuai antara metode, materi, dan kemampuan anak.
Pendidikan tauhid dalam keluarga menempati posisi terpenting dalam 
pendidikan keluarga sebagai landasan dan tujuan dari pendidikan lain 
yang terintegral di dalamnya. Seperti pendidikan akhlak dan pendidikan 
ibadah. Pendidikan tauhid sebagai ruh dari pendidikan-pendidikan lain, 
namun pendidikan tauhid memerlukan bantuan materi-materi pendidikan lain
 untuk mengantarkan ruh dan tujuan tauhid. Sehingga anak akan melakukan 
seluruh aktivitas kehidupannya dengan landasan ketauhidan yang mantap.
B. Saran-Saran
Dari kesimpulan di atas dapat ditarik sebuah implikasi, bahwa :
1. Konsep pendidikan tauhid dalam keluarga dalam perspektif pendidikan 
Islam ternyata membutuhkan sosok orang tua ideal. Orang tua merupakan 
top figur dalam keluarganya, yang berperan sebagai orang tua sekaligus 
pendidik anak-anaknya. Oleh sebab itu ada beberapa hal yang harus ada 
dalam diri orang tua sebagai pelaksana utama konsep pendidikan tauhid 
dalam keluarganya :
a. Mampu menjadi teladan bagi anak-anaknya.
b. Memiliki pengetahuan Islam secara integral yang meliputi materi ketauhidan, akhlak dan ibadah.
c. Memiliki wawasan tentang pertumbuhan dan perkembangan anak.
d. Memiliki wawasan tentang metode-metode pendidikan/pengajaran.
2. Karena sulitnya untuk menjadi orang tua ideal diharapkan kepada 
lembaga perkawinan memberikan pendidikan atau pembekalan kepada setiap 
calon orang tua yang akan menikah. Lembaga perkawinan (KUA) harus 
memberikan gambaran tentang tanggungjawab orang tua terutama dalam 
mendidik anak-anaknya, karena anak-anak mereka adalah penerus kehidupan 
bagi bangsa dan agama. Terutama pendidikan tauhid setiap calon orang 
tua, meskipun selama ini telah ada pembekalan bagi setiap calon 
pengantin yang akan menikah namun hanya sebatas formalitas saja.
3. Kepada rekan-rekan mahasiswa masih banyak peluang untuk meneliti 
kembali masalah pendidikan tauhid dalam keluarga, karena yang dibahas 
dalam skripsi ini masih pada materi dan metode. Masih banyak 
masalah-masalah lain yang belum dan perlu dibahas, seperti strateginya, 
dan lain sebagainya.
C.  Kata Penutup
Sebagai kata penutup, penyusun ingin mengucapkan alhamdulillah kehadirat
 Allah, yang telah memberikan semangat kepada penyusun untuk 
menyelesaikan skripsi ini, juga kepada pembimbing yang selalu memberikan
 dorongan dan motivasi.
Namun demikian penyusun sangat menyadari bahwa skripsi ini masih 
memerlukan masukan dan kritikan. Semoga apa yang penyusun tulis dalam 
skripsi ini bermanfaat, khususnya bagi para orang tua. Marilah 
bersama-sama kita bentuk keluarga-keluarga muslim yang bertauhid, 
sebagai modal untuk membagun bangsa Indonesia tercinta.
Yogyakarta, 21 Desember 2004
Sucipto.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku, Kamus, Ensiklopedi, dan Skripsi.
Abdullah, Abdurrahman, Aktualisasi Konssep Dasar Pendidikan Islam, 
Rekonstruksi Pemikiran Dalam Tinjauan Filosofis Pendidikan Islam. UII 
Press. Yogyakarta, 2002.
Al-Bustani, Fuad Iqrami, Munjid Ath-Thullab, Dar Al-Masyriqi, Beirut, 1986.
Al Faruqi, Isma’il Raji, Tauhid, Terjemahan Rahmani Astuti, Pustaka, Bandung, 1988.
Al Hasan, Yusuf Muhammad, Pendidikan Anak Dalam Islam, Terjemahan Muhammad Yusuf Harun, Yayasan Al Sofwa, Jakarta, 1997.
Al Quran Al Karim, S.P. Diponegoro, Bandung, t.t.
Arif, Armai, Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam. Ciputat Pers, Jakarta, 2002.
Asmuni, Yusron, Ilmu Tauhid, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 1993.
Basmalah, Yahya Saleh, Manusia Dan Alam Gaib, Terjemahan Ahmad Rais Sinar, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1993.
Bastian, Aulia Reza, Reformasi Pendidikan, Lappera Pustaka Utama, Yogyakarta, 2002.
Daradjat, Zakiah, Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, Jakarta, 1970.
Dawud, Muhammad Isa, Dialog Dengan Jin Muslim, Terjemahan: Afif Muhammad dan H. Abdul Adhiem, Pustaka Hidayah, Bandung, 1997.
DEPAG RI, Al Quran  Dan Terjemahannya, Komplek Percetakan Al Quran Al
 Quran, Khadim ak Haramain asy Syarifain Raja Fahd, Madinah , t.t.
Deporter, Bobbi., Reardon, Mark., Nourie, Sarah Singer., Quantum 
Teaching : Mempraktikkan Quantum Learning Di Ruang-Ruang Kelas. 
terjemahan Ary Nilandari,Kaifa, Bandung, 2001,
Dinas P & K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2003.
Hadi, Sutrisno, Metodologi Research I. Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta, 1984.
Harini, Sri, dan Al-Halwani, Aba Firdaus, Mendidik Anak Sejak Dini. Kreasi Wacana,Yogyakarta, 2003.
Hasyim, Umar, Anak Saleh 2 : Cara Mendidik Anak Dalam Islam, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1983.
Hunainin, Pendidikan Keimanan Bagi Anak Menurut Pemikiran Abdullah 
Nashih Ulwan, Dalam Kitab Tarbiyah Al-Aulad Fi Al Islam : Tujuan , 
Materi, Dan Metode, Skripsi Sarjana Pendidikan Islam Perpustakaan UIN 
Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Ihsan, Hamdani dan Hasan, A. Fuad, Filsafat Pendidikan Islam. Pustaka Setia, Bandung, 1998.
Ilyas, Yunahar, Kuliah Aqidah Islam. LPPI, Yogyakarta, 1995.
Jalaluddin, Psikologi Agama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001,
, Teologi Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001.
Jalaluddin, dan Said, Usman, Filsafat Pendidikan Islam : Konsep Dan 
Perkembangan Pemikirannya, Pt. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994.
Karsana, Konsep Pendidikan Jasmani Dalam Pendidikan Islam.Skripsi 
Sarjana Pendidikan Islam, Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Kayati, Yuni Nur, Anakku Sayang Ibumu Ingin Bicara, Mitra Pustaka, Yogyakarta, 1999.
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Gramedia, Jakarta, 1979.
Kuswandi, Wawan, Komunikasi Massa, sebuah Analisa Media Televisi. Rineka Cipta, Jakarta, 1996.
Madjid, Nurcholish, Islam Doktrin Dan Peradaban, Yayasan Wakaf Paramadina, Jakarta, 2000.
Mahmud, Ali Abdul Halim, Karakteristik Umat Terbaik Telaah Manhaj, Akidah, Serta Harakah, Gema Insani Press, Jakarta, 1996.
Mas’ud, Jubaran, Raid Ath-Thullab, Dar Al-‘ilmi Lilmalayyini, Beirut, 1967.
Ma’arif, A. Syafi’I, Pendidikan Islam Di Indonesia Antara Cita Dan Fakta, Tiara Wacana, Yogykarta, 1991.
Monks, F.J (et al), Psikologi Prekembangan Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2001.
Muhaimin dan Mujib, Abdul, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian 
Filosofis Dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya, Trigenda Karya, 
Bandung, 1993.
Muhsin, Abdullah bin Abdul, Kajian Komprehensif Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah, Titian Ilahi Press, Yogyakarta, 1995.
Mulkhan, Abdul Munir, Paradigma Intelektual Muslim Pengantar Filsafat Pendidikan  Islam Dan Dakwah, SI Press, Yogyakarta, 1993.
Nasution, S., dan Thomas, M., Buku Penuntun Membuat Tesis, Skripsi, Disertasi, Makalah,. Bumi Aksara, Jakarta, 1996.
Nawawi, Syeikh muhammad, Fath Al Majid. Dar Ihy’ al Kutub al ‘Arabiyah, t.k., t.t.
Olgar, Maulana Musa Ahmad, Mendidik Anak Secara Islami, Terjemahan Supriyanto Abdullah Hidayat, Ash-Shaff, Yogyakarta, 2000.
Partanto, Pius A. dan Al Barry, M.Dahlan, Kamus Ilmiah Populer, Arkola,Surabaya, 1994.
Rahmat, Jalaludidin (ed), Keluarga Muslim Dalam Masyarakat Modern, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1994.
Rasyid, Daud Rasyid, Islam Dalam Berbagai Dimensi, Gema Insani Press, Jakarta, 2000.
Sabiq, Sayid, Aqidah Islam : Pola Hidup Manusia Beriman, Terjemahan Moh. Abdai Rathomy, Diponegoro, Bandung, t.t.
Santhut, Khatib Ahmad, Menumbuhkan Sikap Sosial, Moral Dan Spiritual 
Anak Dalam Keluarga Muslim, Terjemahan Ibnu Burdah, Mitra Pustaka, 
Yogyakarta, 1998.
Shihab, Muhammad Quraish, Membumikan Al Quran, Mizan, Bandung, 2002.
Silahuddin, Pendidikan Keimanan Pada Usia Anak : Tinjauan Psikologis, 
Skripsi Sarjana Pendidikan Islam Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga 
Yogyakarta,
Syahid, Syah Ismail, Menjadi Mukmin Sejati, Terjemahan Shohif, Mitra Pustaka, Yogyakarta, 2001.
Tafsir, Ahmad, Metodologi Pengajaran Agama Islam, PT. Remaja RosdaKarya, Bandung, 1997.
Tauhid, Abu, Beberapa Aspek Pendidikan Islam. Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga.Yogyakarta, 1990.
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia. Djambatan, Jakarta, 1992.
Turkamani, Husain ‘Ali, Bimbingan Keluarga Dan Wanita Islam, Terjemahan M.S. Nasrulloh, Pustaka Hidayah, Jakarta, 1992.
Ulwan, Abdullah Nashih, Pendidikan Anak Menurut Islam : Kaidah Kaidah
 Dasar. Terjemahan Khalilullah Ahmas Masjkur Hakim, PT. RosdaKarya, 
Bandung,1992.
Ulwan, Firyal, Misteri Alam Jin, Pustaka Hidayah, t.k., 1996.
Yazdi, Muhammad Taqi Mishbah, Filsafat Tauhid : Mengenal Tuhan Melalui 
Nalar dan Firman, Terjemahan M. Habib Wijaksana, Arasyi, Bandung, 2003.
Yunus, Mahmud, Kamus Arab-Indonesia, Pt. Hidakarya Agung, Jakarta, 1989.
, Metodik Khusus Pendidikan Agama, PT. Hidakarya Agung, Jakarta, t.t.
Zainuddin, Ilmu tauhid Lengkap, Rineka Cipta, Jakarta, 1992.
Zein, Muhammad,  Methodologi Pengajaran Agama, Sumbangsih Offset Papringan, Yogyakarta, 1991.
Zuhairini (et al), Methodik Khusus Pendidikan Agama, IAIN Sunan Ampel, Malang,1983.
Zuhdi, Masjfuk, Masa’il Fiqhiyah, Haji Mas Agung, Jakarta, 1993
, Studi Islam, Jilid I : Akidah, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1993.
Zurayk, Ma’ruf, Aku Dan Anak-anakku, Bimbingan Praktis Mendidik Anak 
Menuju Remaja, Terjemahan M. Syaifuddin Dkk, Al Bayan, Bandung, 1994.
B. Akses Internet.
Tabloid Kuntum. Juli, 2003
Majalah Tabligh.Vol.01/No.12/Juli 2003.
Suara Merdeka, 22 Februari 2003.
Gatra. No.17, 10 Maret 2003.
Citra 57/XIV,  24 September-30 September 2003.

.jpeg) 
 
 
 
 
 
0 Comment