14 November 2012

Oleh: Zilfaroni

A.    PENDAHULUAN

Al-Qur'an merupakan firman Allah yang selanjutnya dijadikan pedoman hidup (way of life) kaum muslim yang tidak ada lagi keraguan di dalamnya. Di dalamnya terkandung ajaran-ajaran pokok (prinsip dasar) menyangkut segala aspek kehidupan manusia yang selanjutnya dapat dikembangkan sesuai dengan nalar masing-masing bangsa dan kapanpun masanya dan hadir secara fungsional memecahkan problem kemanusiaan. Salah satu permasalah yang tidak sepi dari perbincangan umat adalah masalah pendidikan.

Dalam al-Qur'an sendiri telah memberi isyarat bahwa permasalahan pendidikan sangat penting, jika al-Qur'an dikaji lebih mendalam maka kita akan menemukan beberapa prinsip dasar pendidikan, yang selanjutnya bisa kita jadikan inspirasi untuk dikembangkan dalam rangka membangun pendidikan yang bermutu. Ada beberapa indikasi yang terdapat dalam al-Qur'an yang berkaitan dengan pendidikan antara lain; Menghormati akal manusia, bimbingan ilmiah, fitrah manusia, penggunaan cerita (kisah).
Analisis pengantar tulisan pada bab empat ini mengupas tentang pengertian pendidikan, istilah-istilah pendidikan dalam al-Qur'an, hakikat dan prinsip dasar, serta analisis problem di dunia pendidikan Islam.

B.    PENGERTIAN PENDIDIKAN

Istilah pendidikan bisa ditemukan dalam al-Qur'an dengan istilah ‘at-Tarbiyah’, ‘at-Ta’lim’, dan ‘at-Tadhib’, tetapi lebih banyak kita temukan dengan ungkapan kata ‘rabbi’, kata at-Tarbiyah adalah bentuk masdar dari fi’il madhi rabba , yang mempunyai pengertian yang sama dengan kata ‘rabb’ yang berarti nama Allah. Dalam al-Qur'an tidak ditemukan kata ‘at-Tarbiyah’, tetapi ada istilah yang senada dengan itu yaitu; ar-rabb, rabbayani, murabbi, rabbiyun, rabbani. Sebaiknya dalam hadis digunakan istilah rabbani. Semua fonem tersebut mempunyai konotasi makna yang berbeda-beda.

Secara umum kata tarbiyat dapat dikembalikan kepada tiga kata kerja yang berbeda. Pertama, kata raba-yarbu ( ربا-يربو ) yang berarti nama-yanmu (berkembang). Kedua rabiya-yarba ( ربي-يربي ) yang bermakna nasyaa, tara’ra’a (tumbuh). Ketiga, rabba-yarubbu ( ربٌ- يربٌ ) yang berarti aslahahu, tawalla amrahu, wa qama ‘alaihi, wa ra’aahu yang berarti memperbaiki, mengurus,memimpin, menjaga, dan memeliharanya atau mendidik .

Secara etimologis, kata tarbiyat berasal dari kata:
ربا – يربو – ربوا -  رباء
kemudian lafal ini dirubah ke dalam tsulatsi mazid pola:
فعٌل-  يفعٌل- تفعيلا
maka kata itu menjadi :
ربٌي – يربٌي – تربية

Beberapa ahli tafsir berbeda pendapat dalam mengartikan kat-kata di atas. Sebagaimana dikutip dari Ahmad Tafsir  bahwa pendidikan merupakan arti dari kata ‘Tarbiyah’ kata tersebut berasal dari tiga kata yaitu; rabba-yarbu yang bertambah, tumbuh, dan ‘rabbiya- yarbaa’ berarti menjadi besar, serta ‘rabba-yarubbu’ yang berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga, memelihara. 

Konferensi pendidikan Islam yang pertama  tahun 1977 ternyata tidak berhasil menyusun definisi pendidikan yang dapat disepakati, hal ini dikarenakan; 1) banyaknya jenis kegiatan yang dapat disebut sebagai kegiatan pendidikan, 2) luasnya aspek yang dikaji oleh pendidikan. Para ahli memberikan definisi at-Tarbiyah, bila diidentikan dengan ‘arrab’ sebagai berikut;

Pertama,  Menurut al-Qurtubi, bahwa; arti ‘ar-rabb adalah pemilik, tuan, maha memperbaiki, yang maha pengatur, yang maha mengubah, dan yang maha menunaikan.
Kedua, Menurut Louis al-Ma’luf, ar-rabb berarti tuan, pemilik, memperbaiki, perawatan, tambah dan mengumpulkan.

Ketiga, Menurut Fahrur Razi, ar-rabb merupakan fonem yang seakar dengan al-Tarbiyah, yang mempunyai arti at-Tanwiyah yang berarti (pertumbuhan dan perkembangan).

Keempat, al-Jauhari yang dikutip oleh al-Abrasy memberi arti kata at-Tarbiyah dengan rabban dan rabba dengan memberi makan, memelihara dan mengasuh. 

Dari pandangan beberapa pakar tafsir ini maka kata dasar ar-rabb, yang mempunyai arti yang luas antara lain; memilki, menguasai, mengatur, memelihara, memberi makan, menumbuhkan, mengembangkan dan berarti pula mendidik. 

Apabila pendidikan Islam diidentikkan dengan at-ta’lim, para ahli memberikan pengertian sebagai berikut;

Pertama, Abdul Fattah Jalal, mendefinisikan at-ta’lim sebagai proses pemberian pengetahuan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab, dan penanaman amanah, sehingga penyucian atau pembersihan manusia dari segala kotoran dan menjadikan diri manusia berada dalam kondisi yang memungkinkan untuk menerima al-hikmah serta mempelajari apa yang bermanfaat baginya dan yang tidak diketahuinya . At-ta’lim menyangkut aspek pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan seseorang dalam hidup serta pedoman prilaku yang baik. At-ta’lim merupakan proses yang terus menerus diusahakan semenjak dilahirkan, sebab menusia dilahirkan tidak mengetahui apa-apa, tetapi dia dibekali dengan berbagai potensi yang mempersiapkannya untuk meraih dan memahami ilmu pengetahuan serta memanfaatkanya dalam kehidupan.

Kedua, Munurut Rasyid Ridha, at-ta’lim adalah proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu . Definisi ini berpijak pada firman Allah al-Baqarah: 31

“Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya,Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"

Rasyid Ridha memahami kata ‘allama’ Allah kepada nabi Adam as, sebagai proses tranmisi yang dilakukan secara bertahap sebagaimana Adam menyaksikan dan menganalisis asma-asma yang diajarkan Allah kepadanya. Dari penjelasan ini disimpulkan bahwa pengertian al-ta’lim lebih luas atau lebih umum sifatnya dari pada istilah al-tarbiyah yang khusus berlaku pada anak-anak. Hal ini karena al-ta’lim mencakup fase bayi, anak-anak, remaja, dan orang dewasa, sedangkan al tarbiyah, khusus pendidikan dan pengajaran fase bayi dan anak-anak.  

Ketiga, Sayed Muhammad al Naquid al-Atas, mengartikan al-ta’lim disinonimkan dengan pengajaran tanpa adanya pengenalan secara mendasar, namun bila al-ta’lim disinonimkan dengan at-tarbiyah, al-ta’lim mempunyai arti pengenalan tempat segala sesuatu dalam sebuah sistem.
 
Menurutnya ada hal yang membedakan antara al-tarbiyah dengan al-ta’lim, yaitu ruang lingkup al-ta’lim lebih umum daripada al-tarbiyah, karena al-tarbiyah tidak mencakup segi pengetahuan dan hanya mengacu pada kondisi eksistensial dan juga al-tarbiyah merupakan terjemahan dari bahasa latin education, yang keduanya mengacu kepada segala sesuatu yang bersifat fisik-mental, tetapi sumbernya bukan dari wahyu.

Pengunaan at-ta’dib, menurut Naquib al-Attas lebih cocok untuk digunakan dalam pendidikan Islam, konsep inilah yang diajarkan oleh Rasul. At-ta’dib berarti pengenalan, pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu dalam tatanan penciptaan sedimikian rupa, sehingga membimbing kearah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan dalam tatanan wujud dan keberadaanya .

Kata ‘addaba’ yang juga berarti mendidik dan kata ‘ta’dib’ yang berarti pendidikan adalah diambil dari hadits Nabi

أدبني ربي فأحسن تأديبي

“Tuhanku telah mendidikku dan dengan demikian menjadikan pendidikanku yang terbaik”.

Keempat, Menurut Muhammad Athiyah al-Abrasy, pengertian al-ta’lim berbeda dengan pendapat diatas, beliau mengatakan bahwa; al-ta’lim lebih khusus dibandingkan dengan al-tarbiyah, karena al-ta’lim hanya merupakan upaya menyiapkan individu dengan mengacu pada aspek-aspek tertentu saja, sedangkan al-tarbiyah mencakuip keseluruhan aspek-aspek pendidikan. 

C.    PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN

Al-Quran sebagai kalamullah memiliki berbagai macam rahasia serta keistimewaan baik dalam isinya maupun dari segi kebahasaannya yang tidak terdapat dalam kitab suci agama lain. Begitu juga kosa kata yang ada kaitannya dengan istilah tarbiyat, al-Quran menginformasikan kepada kita banyak kosa kata baik yang berhubungan langsung maupun tidak lansung yang erat kaitannya dengan istilah tarbiyat. Dengan kata lain akar kata dari istilah tarbiyat peneliti temukan, baik yang berkaitan makna dengan ihwal tarbiyat maupun kosa kata dan derivasinya berhubungan erat dengan istilah ihwal tarbiyat.

Al-Baqi  menjelaskan kepada kita sejumlah kosa kata baik yang berhubungan langsung dengan ihwal pendidikan maupun yang tidak langsung. Kosa kata tersebut ada dalam bentuk fi’il maupun dalam bentuk isim.

Kata-kata yang termasuk kategori fi’il terdapat pada 6 (enam) ayat yang berbeda, lafal-lafal itu adalah :

 ربٌت ، يربو ، ربٌياني ، نربٌك ، يربي ، أربي

sedangkan kosa kata yang termasuk kelompok isim penulis temukan ada 12 (dua belas) lafal. Lafal itu :

 ربٌ ، أرباب ، أربابا ، ربٌيون ، ربٌانيٌون ، ربٌانيٌين ، ربائبكم . رابيا ، رابية ، الربا ، ربا ، ربوة

Kalau kita pilah-pilah sesuai dengan kepentingan penelitian ini, maka kedelapan belas kosa kata tersebut peneliti kelompokkan ke dalam 1) kelompok yang memiliki hubungan makna dengan ihwal/istilah tarbiyat, dan 2) kelompok yang erat hubungannya dengan hal ihwal pendidikan, baik tujuan, proses, cara atau strategi, prosedur, cakupan pendidikan dan sejenisnya.

Dari data hasil penelitian tentang kosa kata ‘tarbiyat’ yang ada hubungannya langsung dengan ihwal pendidikan kelompok fi’il dari al-Quran dapat dijelaskan beberapa hal berikut;


“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".

Dari data Q.S.Al-Isra: 24 dapat difahami bahwa tarbiyat berarti menumbuhkembangkan fisik, mental, dan akal anak yang memerlukan proses dengan disertai kasih sayang yang penuh serta kelembutan hati sampai anak itu bisa mandiri dan bisa mempertahankan diri / hidupnya di tengah masyarakat yang heterogen. Hal ini didukung oleh al-Kasysyaf, yang menyatakan bahwa anak harus mengasihani kedua orang tuanya dan berdo’a agar Allah memberikan rahmat yang kekal karena mereka telah mendidiknya sejak kecil tanpa batas. Al-Thabari menjelaskan ربياني semakna dengan نمياني artinya menumbuhkembangkan . Dengan kata lain setiap orang tua senantiasa mendidik anaknya di waktu kecil serta dengan penuh kasih sayang hingga anak tersebut mencapai usia dewasa hingga bisa mandiri dan mencukupi.

Ahli tafsir lain, al-Maraghi  menjelaskan bahwa ني ربّيا berarti, orang tua itu senantiasa dalam mendidik anaknya penuh kasih sayang yang sempurna, telaten dan bertanggungjawab. Selanjutnya al-Maraghi (1988, I: 30) menjelaskan bahwa / تنمية تربية   itu ada 3 (tiga) macam;

1.     تربية الأجسام (pendidikan fisik/jasmani),
2.     تربية العقل (pendidikan akal/mental),
3.     تربية قوى النفس (pendidikan ruh/kejiwaan).

 Hal ini diperkuat oleh ahli tafsir lain, al-Wadhih  bahwa kedua orang tua itu telah mendidik anak di waktu kecil. Dilihat dari konteksnya, lafal ربياني dihubungkan dengan صغيرا , ini menunjukkan bahwa tarbiyat di sini digunakan bagi anak kecil.

Secara struktur (morfologi dan sintaksis), mashdar dari ربّي adalah ,تربية begitu juga mashdar نمّي adalah تنمية keduanya mengikuti pola تفعيل . Lafal di atas menunjukkan satu objek, yaitu ‘aku’. Ini menunjukkan bahwa tarbiyat penekannnya pada pengembangan individu dan yang dikembangkan bersifat kompleks.

“ Fir'aun menjawab: "Bukankah Kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) Kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama Kami beberapa tahun dari umurmu [Nabi Musa a.s. tinggal bersama Fir'aun kurang lebih 18 tahun, sejak kecil].

Berdasarkan data Q.S. Asyu’ara: 18 bahwa tarbiyat Fir’aun kepada Musa itu terjadi dalam pengurusan dan pengembangan fisiknya saja, tidak mendidik mental dan hati nuraninya, karena Fir’aun membesarkan Musa tidak dengan imannya. Di samping itu, bahwa dalam konsep Islam, proses dan pelaksanaan tarbiyat itu terjadi dan berlaku pada masa dini / kanak-kanak dan juga terjadi pada masa usia dewasa. Hal ini didukung oleh al-Shawi yang menjelaskan bahwa Fir’aun memberikan kesenangan dengan mengurus Musa sejak kecil dengan pendidikan. Hal ini diperkuat oleh tafsir al-Jauzi, bahwa Fir’aun mengasuh Musa sejak ia kecil. Adapun lamanya proses pendidikan yang dilakukan Fir’aun, para sahabat/tabi’in menginformasikannya dengan bervariasi, namun pada intinya sama yaitu sampai usia baligh. Ibnu Abbas berpendapat bahwa usia Musa sampai pada saat ini 18 tahun, menurut Ibn as-Saib Musa berumur 40 tahun, sedangkan menurut Muqatil, hingga usia Musa mencapai 30 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa Musa didik oleh Fir’aun sejak kecil hingga usia dewasa. Artinya, bahwa proses tarbiyat itu tidak hanya untuk usia dini / kecil saja, namun berlaku juga bagi usia dewasa.

Al-Wadhih menjelaskan, bahwa ayat di atas menjelaskan tentang jawaban Musa kepada Fir’aun yang intinya : “bagaimana mungkin engkau (Fir’aun) merasa mendidik Musa di rumahnya padahal Fir’aun telah menyiksa Bani Israil dengan siksa pedih” ? Hal ini menunjukkan bahwa Musa tidak berarti dididik oleh Fir’aun sekalipun Fir’aun mengakunya. Dengan kata lain, bahwa hakikatnya Fir’aun mendidik dan membesarkan Musa itu dalam hal fisiknya saja tidak mendidik mental dan hati nuraninya.

Dari kedua data fi’il tentang ihwal tarbiyat itu maka dapat disimpulkan bahwa akar kata tarbiyat itu adalah ربى - يربى yang berarti نما - ينمى artinya mengembangkan, menumbuhkan. Tarbiyat itu meliputi jasadnya, ruh dan akalnya. Caranya harus dengan lemah lembut penuh kasih sayang. Tarbiyat itu berlangsung sejak usia dini / kanak-kanak sampai usia dewasa, yakni setelah ihtilam dan setelah melewati masa syabb.

Dari data hasil penelitian tentang kosa kata ‘tarbiyat’ yang berhubungan baik langsung maupun tidak dengan ihwal pendidikan kelompok isim dari al-Quran dapat dijelaskan antara lain beberapa hal berikut.;

“segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam”

Kata Rabb pada Q.S. Al-Fatihah: 2, berarti mengembangkan, memimpin, mendidik, mengatur, membantu, dan memiliki. Hal ini sesuai dengan al-Maraghi yang mengartikan pemimpin, tuan yang mendidik, yang mengurus yang dididiknya dan mengatur urusannya. Dan al-Wadhih, rabb adalah raja dan tuan, pada kata itu mengandung makna ketuhanan, pendidikan, dan bimbingan/bantuan. Ibnu al-Jauzi berpendapat, bahwa rabb adalah raja. Nama itu tidak digunakan bagi makhluk-Nya kecuali didhafatkan dengan kata lain, seperti: رب الدار = pemilik rumah, =رب العبد tuan hamba, dan dikatakan bahwa kata رب diambil dari tarbiyat. Selanjutnya al-Kasysyaf menjelaskan bahwa tarbiyat itu bagi yang memiliki ilmu seperti manusia, jin dan malaikat; dan yang diketahui sang pencipta, seperti tumbuhan dan binatang.

Al-Maraghi menjelaskan tarbiyat Allah kepada manusia itu ada 2, yaitu 1) Tarbiyat Khalqiyat, pembinaan dan pengembangan jasad, jiwa, dan akal dengan berbagai bentuk; dan 2) Tarbiyat Diniyat Tahdzibiyat, yakni pembinaan jiwa dengan wahyu untuk kesempurnaan akal dan kesucian jiwa. Kata عالمين, yang dimaksud adalah semua apa yang ada. Biasanya lafal عالم tidak umum dijamakan, mereka biasa mengatakan: alam manusia, alam binatang, alam tumbuhan, dan tidak biasa dikatakan alam batu, alam tanah. Alam-alam di sini yang mengandung makna tarbiyat (pengembangan) yang didisyaratkan oleh lafaz رب . Jadi, yang ada/tampak padanya, kehidupan, makan, dan berkembang biak.

Secara konteks, kata رب dihubungkan pada عالمين , ini menunjukkan makna tarbiyat itu digunakan bersifat umum: bagi malaikat, manusia, jin, binatang, tumbuhan dll. Dan jenis tarbiyat bagi manusia meliputi: pengembangan dan pembinaan fisik, mental, dan akal dengan berbagai petunjuk dan wahyu.
Secara struktur, رب mashdar dari lafal رب – يرب yaitu mashdar yang digunakan dalam makna fa’il; dan bermakna mubalaghah, العالمين : jamak عالم , dia itu banyak macamnya, selain alam Allah, seperti alam malaikat, manusia, jin, binatang, tumbuhan, dll.

“Dan Itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha mengetahui.”

Dari ayat Q.S. Al-An’am: 83, al-Maraghi menerangkan ungkapan ‘rabb’ di sini memberi isyarat bahwa hal tersebut bersumber dari yang Maha Pengatur / pendidik yang mengembangkan fisik dan mental. Dalam ayat lain al-Maraghi menjelaskan bahwa dimuali dengan kalimat ‘rabbi’ menunjukkan akan permohonan dan pertolongan sebagai hamba Allah dan permohonan akan pendidikan akal dan jiwa. Dan al-Maraghi menjelaskan bahwa tarbiyat itu berarti mendidik, mengajar, dan menunjukkan/membimbing atau memberi petunjuk, dengan ungkapan lain bahwa tujuan tarbiyat itu menyempurnakan fitrah kemanusiaan.

D.    KESIMPULAN

Dari kesembilan tafsir di atas dapat disimpulkan bahwa tarbiyat itu ada 2 macam, 1) tarbiyat khalqiyah, yang meliputi pembinaan, pengembangan jasad, jiwa, akal dengan berbagai petunjuk, dan 2) tarbiyat diniyah tahdzibiyah, pembimbing jiwa dengan wahyu untuk kesempurnaan akal dan kesucian jiwa.
Tarbiyat itu dapat terjadi secara umum bagi manusia dalam berbagai tingkat usia; terjadi juga bagi binantang, dalam arti mengurus, melatih, memberi makan, dan menjaga; terjadi juga bagi tumbuhan, dalam arti mengurus, memelihara, dan menjaga.

Tarbiyat itu hendaknya berproses, jelas cakupannya, memiliki tujuan yang spesifik, segalanya bersumber dari Allah swt dengan mengacu kepada hal-hal yang bersifat mendidik, mengajar, membimbing dan mengembangkan potensi anak didik agar kelak bisa hidup mandiri dan berguna bagi lingkumgan sekitarnya.


DAFTAR KEPUSTAKAAN

--------------Al Quranul Karim.
Al-Attas An Naquib, . Konsep Pendidikan Dalam Islam.  (Bandung, Mizan, 1988)
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. (Bandung, Rosda Karya., 1992)
Marimba,  Ahmad D. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. (Bandung, Al-Ma’arif.1989)
al-Qurtubi, Ibnu Abdillah Muahammad bin Ahmad al-Ansari,  Tafsir al-Qurtubi. (Cairo, Durusy. Tt)
Ma’luf,  Louis. 1960. Al-Munjid fi Lughah.(Beirut, Dar al-Masyriq. 1960)
Razi. Fathur. tt Tafsir Fathur Razi. (Teheran, Dar al-Kutub al-Ilmiyah. tt)
Zuhairini. 1950. Metodik pendidikan Islam. (Malang, IAIN Tarbiyah Sunan Ampel Press. 1950)

 Jalal,  Abdul Fattah. .Min al-Usuli al-Tarbawiyah fi al-Islam. (Mesir, Darul Kutub Misriyah. 1977),
Ridho, Rasyid. Tafsir al-Manar. (Mesir, Dar al-Manar, 1373 H)
al-Abrasy M. Athiyah. At-Tarbiyah al-Islamiyah (terj; Bustami A.Goni, dan Djohar Bakry) (Jakarta, Bulan Bintang. 1968)

Hamzah, Umar Yusuf.Ma’alimut Tarbiyah fil Quran was Sunnah,Dar Usama: Yordania (1996)
 al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh al-Quran al-Karim(1992)
Hijazy, Mas’ad. (1992). Tafsirul Wadih, Darul Jael : Beirut.
Konsep Tarbiyat (Pendidikan) Dalam Al-Quran (Sebuah Kajian Semantis Berdasar Ayat-ayat Quran) Taftazani,Shofjan, dan Abdurrahman,Maman

0 Comment