14 November 2012

Makna Khalifah Dalam Al Quran

Berbicara tentang kata Khalifah maka secara otomatis seseorang akan segera membuka lembaran al-qur’an yaitu surat al-Baqarah ayat 30
Artinya:    Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang Khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

Ayat di atas termasuk dari sekian firman Allah Ta’ala yang senantiasa segar dibahas dan dikaji. Hingga saat ini para ulama, khususnya Mufassirin, tidak henti-hentinya mengungkap dan mengeksplorasi sedalam-dalamnya maksud dari ayat tersebut, untuk mendapat kebenaran darinya. Alasannya jelas dan sederhananya adalah karena ayat ini menyangkut eksistensi manusia yang sebenarnya.

Dengan memahami ayat tersebut secara baik dan benar, maka akan terpecahkan sebuah problema yang maha besar, yaitu hakikat manusia. Memahami hakikat manusia  sebagai Khalifah yang sangat menentukan pandangan dunia, ideologi, sikap, perjalanan dan nasib manusia setelah mati.

Untuk itu dalam makalah ini penulis akan memberikan beberapa penjelasan tentang ayat-ayat yang berkaitan dengan Khalifah, arti Khalifah dan siapa saja yang dimaksud Allah dengan Khalifah  dalam al-Qur’an, untuk memudahkan penulisan makalah ini penulis menggunakan metode tafsir tematik dengan judul “ Makna Khalifah”

A.    Makna Khalifah
Keseluruhan kata tersebut berakar dari kata khulafa' yang pada mulanya berarti "di belakang". Dari sini, kata Khalifah seringkali diartikan sebagai "pengganti" (karena yang menggantikan selalu berada atau datang di belakang, sesudah yang digantikannya).

Al-Raghib Al-Isfahani, dalam Mufradat fi Gharib Al-Qur'an, menjelaskan bahwa menggantikan yang lain berarti melaksanakan sesuatu atas nama yang digantikan, baik bersama yang digantikannya maupun sesudahnya. Lebih lanjut, Al-Isfahani menjelaskan bahwa kekhalifahan tersebut dapat terlaksana akibat ketiadaan di tempat, kematian, atau ketidak mampuan orang yang digantikan, dan dapat juga akibat penghormatan yang diberikan kepada yang menggantikan.

Tidak dapat disangkal oleh para mufasir bahwa perbedaan bentuk-bentuk kata di atas (khalifah, khalaif, khulafa') masing-masing mempunyai konteks makna tersendiri, yang sedikit atau banyak berbeda degan yang lain.

Kalau kita bermaksud merujuk kepada Al-Quran untuk mengetahui kandungan makna kata Khalifah (karena ayat Al-Quran berfungsi pula sebagai penjelas terhadap ayat-ayat lainnya), maka dari kata Khalifah yang hanya terulang dua kali itu serta konteks-konteks pembicaraannya, kita dapat menarik beberapa kesimpulan makna sebagai mana yang akan penulis jelaskan pada pembahasan berikut ini.

B.    Ayat-ayat tentang Khalifah
Kata Khalifah dalam bentuk tunggal terulang dua kali dalam Al-Quran, yaitu dalam Al-Baqarah ayat 30 dan Shad ayat 26. Ada dua bentuk plural yang digunakan oleh Al-Quran,  Khalaif yang terulang sebanyak empat kali, yakni pada surah Al-An'am ayat 165, Yunus ayat 14 dan 73, dan Fathir ayat 39. Kemudian dengan kata Khulafa' terulang sebanyak tiga kali pada surah-surah. Al-A'raf ayat  69 dan 74, dan Al-Naml ayat 62.

1.    Dengan Menggunakan Kata 
a.    Surat al-Baqarah ayat 30 (Madaniyyah)

Artinya:    Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang Khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

b.    Surat Shad ayat 26 (Makkiyyah)

Artinya: Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu Khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.

2.    Dengan Menggunakan Kata
a.    Surat al-An’am ayat 165 (Makkiyyah)

Artinya: Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

b.    Surat Yunus ayat 14 dan 73 (Makkiyyah)

Artinya: Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat.

Artinya: Lalu mereka mendustakan Nuh, Maka Kami selamatkan Dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami jadikan mereka itu pemegang kekuasaan dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka perhatikanlah bagaimana kesesudahan orang-orang yang diberi peringatan itu.

c.    Surat al- Fathir ayat 39 (Makkiyyah)

Artinya:    Dia-lah yang menjadikan kamu Khalifah-khalifah di muka bumi. Barangsiapa yang kafir, Maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka.

3.    Dengan Menggunakan Kata 
a.    Surat al-A’raf ayat 69 dan 74 (Makkiyyah)

Artinya: Apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepadamu peringatan dari Tuhanmu yang dibawa oleh seorang laki-laki di antaramu untuk memberi peringatan kepadamu? dan ingatlah oleh kamu sekalian di waktu Allah menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah lenyapnya kaum Nuh, dan Tuhan telah melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu (daripada kaum Nuh itu). Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.

Artinya: Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikam kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum 'Aad dan memberikan tempat bagimu di bumi. kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan.

b.    Surat al-Naml 62 (Makkiyyah)
 
Artinya: atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai Khalifah di bumi? Apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya).

C.    Pemahaman ayat tentang Khalifah
Setelah penulis menampilkan ayat-ayat yang mengandung kata Khalifah, maka pada bagian ini penulis akan menjelaskan beberapa penafsiran ulama tentang kata tersebut sebagai mana yang terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 30

Artinya:    Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang Khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

Dalam menafsirkan ayat ini para mufassir memiliki pemahaman yang beragam, Imam al-Maraghi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ayat ini menjelaskan kepada kaum muslim tentang perbincangan Allah SWT dengan para Malaikat, berkaitan dengan penciptaan Khalifah dipermukaan bumi. Yang mana al-Maraghi menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Khalifah disini adalah Adam As sebagai jenis lain dari makhluk Allah yang pernah ada di bumi setelah terjadinya kerusakan dan pertumpahan darah sehingga jenis tersebut punah dan Adam AS menggantikan posisi mereka. Keadaan tersebut dipertegas oleh Allah SWT dalam surat Yunus ayat 14


Artinya: Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat.
    Maka permasalahan diataslah kiranya yang menjadikan kelompok Malaikat melontarkan pernyataan

Sebagai pengkiasan kerusakan yang dilakukan makhluq sebelum Adam kepadanya. Dan Imam Maraghi juga menyatakn bahwa dengan demikian maka berarti Adam bukanlah golongan makhluk pertama yang memiliki akal di permukaan bumi ini.

Muhammad bin Yusuf (Abu Hayyan al-Andalusy) dalam kitab tafsir al-Bahru al-Muhith  menyatakan
1. bahwa ungkapan pada ayat di atas dilontarkan oleh Malaikat karena adanya pemberitahuan dari Allah
2.Mereka melihat catatan-catatan kejadian di Lauhilmahfuz.
3.Malaikat mengkiaskan terhadap makhluk yang pernah tinggal dan merusak di bumi sebelum Malaikat
4.Mereka membuat suatu kesimpulan dari kata Khalifah itu sendiri.
5.Ungkapan di atas memang hanya sekeder istifham

Sebagian mufassir menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan Khalifah disini adalah Khalifah (pengganti) dari Allah SWT dalam merealisasikan perintah-Nya dalam kehidupan antara manusia, oleh karena itu terkenallah manusia sebagai Khalifah Allah dipermukaan bumi. Hal ini dipertegas dengan adanya firman Allah SWT Surat al- Fathir ayat 39

Artinya:    Dia-lah yang menjadikan kamu Khalifah-khalifah di muka bumi. Barangsiapa yang kafir, Maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka.

Dengan memahami ayat ini maka akan makin jelas bahwa yang dimaksud dengan Khalifah disini adalah manusia dan Adam sebagai manusia yang pertamakali menjabat sebagai Khalifah dipermukaan bumi. Selanjutnya, secara lebihnyata Allah juga menyatakan bahwa nabi Daud AS juga sebagai Khalifah Allah sebagai mana yang terdapat dalam surat Shad ayat 26

Artinya: Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu Khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan

Dalam surat Al-Baqarah ayat 30 dinyatakan Sesungguhnya Aku (Allah) akan mengangkat di bumi Khalifah” Kata Khalifah dalam bentuk  tunggal  terulang  dalam  Al-Quran sebanyak  dua  kali,  yakni ayat di atas, dan surat Shad (38): 26:  Wahai Daud Kami telah menjadikan engkau Khalifah di bumi. Bentuk jamak dari kata tersebut ada  dua  macam  khulafa'  dan khalaif.   Masing-masing   mempunyai   makna   sesuai   dengan konteksnya.

Seperti terbaca di  atas,  ayat-ayat  yang  berbicara  tentang pengangkatan  Khalifah  dalam  Al-Quran  ditujukan kepada Nabi Adam dan Nabi Daud. Khalifah pertama  adalah  manusia  pertama (Adam)  dan  ketika  itu belum ada masyarakat manusia, berbeda dengan keadaan pada masa Nabi Daud.  Beliau  menjadi  Khalifah setelah  berhasil  membunuh  Jalut.  Al-Quran  dalam  hal  ini menginformasikan bahwa, dalam surat al-baqarah ayat 251 dinyatakan

Artinya:     Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah[157] (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian umat manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam.

Mufassir mengatakan bahwa kekhalifahan yang dianugerahkan kepada Daud a.s. bertalian dengan kekuasaan mengelola wilayah tertentu. Hal ini diperolehnya berkat anugerah Ilahi yang mengajarkan kepadanya al-hikmah dan ilmu pengetahuan.

Makna "pengelolaan wilayah tertentu", atau katakanlah bahwa pengelolaan tersebut berkaitan dengan kekuasaan politik, dipahami pula pada ayat-ayat yang menggunakan bentuk khulafa : (Perhatikan ketiga ayat yang ditunjuk di atas). Ini, berbeda dengan kata khala'if, yang tidak mengesankan adanya kekuasaan semacam itu, sehingga pada akhirnya kita dapat berkata bahwa sejumlah orang yang tidak memiliki kekuasaan politik dinamai oleh Al-Quran khala'if; tanpa menggunakan bentuk mufrad (tunggal). 

Tidak digunakannya bentuk mufrad untuk makna tersebut agaknya mengisyaratkan bahwa kekhalifahan yang diemban oleh setiap orang tidak dapat terlaksana tanpa bantuan orang lain, berbeda dengan khalifah yang bermakna penguasa dalam bidang politik itu. Hal ini dapat mewujud dalam diri pribadi seseorang atau diwujudkannya dalam bentuk otoriter atau diktator.

Kalau kita kembali kepada ayat Al-Baqarah 30, yang menggunakan kata khalifah untuk Adam as., maka ditemukan persamaan-persamaan dengan ayat yang membicarakan Daud a.s., baik persamaan dalam redaksi maupun dalam makna dan konteks uraian.

1.    Kriteria-Kriteria Khalifatullah
Pada dasarnya manusia diciptakan Allah sebagai Khalifah-Nya. Namun hal itu masih berupa potensi, seperti yang telah dijelaskan terdahulu. Nah, agar potensi itu berkembang dan mewujud secara nyata, maka terdapat seperangkat kriteria yang harus dipenuhi sehingga manusia benar-benar menjadi Khalifah Allah Ta’ala. Kriteria-kriteria Khalifah Allah itu ialah :

1.    Ilmu
Kriteria pertama adalah ilmu. Dalam surat al-Baqarah ayat 31 sebagai lanjutan dari ayat 30 yang bercerita tentang khalifah dijelaskan :

Artinya: dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"

Para mufasir berbeda pendapat tentang pengertian asma yang tercantum pada ayat di atas. Walaupun mereka berbeda pendapat tentang makna asma, tetapi yang pasti (al-qadru al-mutayaqqan) dan yang tidak diperselisihkan lagi adalah, bahwa Adam as. dibekali pengetahuan dan ilmu yang tidak dimiliki oleh para malaikat.

Sebagaimana telah kami kutipkan komentar Allamah Thabathaba’i tentang pengertian asma pada surat Al-Baqarah ayat 31 tersebut, beliau menjelaskan bahwa Allah telah menyimpan dalam diri manusia sebuah potensi ilmu, yang akan nyata dengan mengikuti petunjuk-Nya. Jadi untuk menjadi khalifatullah, hendaknya manusia berilmu. Manusia yang tidak berilmu, tidak bisa dikatakan sebagai Khalifah Allah Ta’ala.

2.    Iman dan Amal
Pada ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman tentang kriteria Khalifah-Nya yaitu dalam surat an-Nur ayat 55

Artinya: dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan aku. dan Barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik.

Pada ayat tersebut, jelas sekali Allah berjanji akan menjadikan hamba-hamba-Nya sebagai Khalifah yang akan menguasai dan memimpin dunia. Tetapi janji itu akan ditepati-Nya bagi manusia yang beriman dan beramal kebaikan. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa kriteria lain dari seorang khalifatullah adalah iman dan amal shaleh.

3. Memberi keputusan dengan benar (haqq) dan tidak mengikuti hawa nafsu
Allah Ta’ala berfirman dalam Shad ayat 26,

"Wahai Dawud, Kami jadikan engkau sebagai Khalifah di bumi, maka berilah keputusan dengan benar dan janganlah mengikuti hawa nafsu, karena hawa nafsu akan menyesatkanmu dari jalan Allah." (QS.).
Allamah Thabathaba’i berkata, “Maksud Khalifah di sini secara lahiriah adalah khalifatullah, sama dengan maksud dari firman Allah (pada surat Al-Baqarah ayat 30). Dan seorang Khalifah seharusnya menyerupai Yang mengangkat dirinya sebagai Khalifah dalam sifat-sifat-Nya dan perbuatan-perbuatan-Nya. Oleh karena itu khalifatullah di bumi hendaknya berakhlak dengan akhlak-akhlak Allah, berkehendak, bertindak sebagaimana yang Allah kehendaki dan memberi keputusan dengan keputusan Allah serta berjalan di jalan Allah.”

Selanjutnya ketika menafsirkan ayat : "Dan janganlah mengikuti hawa nafsu, karena hawa nafsu akan menyesatkanmu dari jalan Allah."

Beliau berkata, “Makna ayat tersebut adalah, bahwa engkau dalam memutuskan (sesuatu) janganlah mengikuti hawa nafsu, maka engkau akan disesatkan olehnya dari kebenaran, yaitu jalan Allah.” 

4.    Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar
Di atas telah diuraikan bahwa seorang Khalifah adalah siapa yang diberi kekuasaan mengelola suatu wilayah, baik besar atau kecil. Cukup banyak ayat yang menggambarkan tugas-tugas seorang Khalifah. Namun, ada suatu ayat yang bersifat umum dan dianggap dapat mewakili sebagian besar ayat lain yang berbicara tentang hal di atas, yaitu dalam surat al-Haj ayat 41 :

Artinya: (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.

Mendirikan shalat merupakan gambaran dari hubungan yang baik dengan Allah, sedangkan menunaikan zakat merupakan gambaran dari keharmonisan hubungan dengan sesama manusia. Ma'ruf adalah suatu istilah yang berkaitan dengan segala sesuatu yang dianggap baik oleh agama, akal dan budaya, dan sebaliknya dari munkar.
Dari gabungan itu semua, seseorang yang diberi kedudukan oleh Allah untuk mengelola suatu wilayah, ia berkewajiban untuk menciptakan suatu masyarakat yang hubungannya baik dengan Allah, kehidupan masyarakatnya harmonis, agama, akal dan budayanya terpelihara.

A.    Kesimpulan
Dari penjelasan tentang ayat-ayat khalifah diatas maka dapat ditarik kesimpulan, yang dimaksud denga khalifah dalam surat al-Baqaraah ayat 30 adalah nabi Adam As, khitab selanjutnya baru kepada nabi Daud As dan lebih luas lagi ditujukan kepada seluruh seluruh manusia.
Pada dasarnya setiap manusia memiliki potensi untuk menjalani fungsinya sebagai khalifah yang sempurna yaitu dengan beberapa aspek pendukung yaitu memiliki ilmu yang mendalam, menghiasi diri dengan keimanan dan amalan shaleh, mampu mengendalikan hawa nafsu serta bersifat adil dan mampu untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar

B.    Saran
Dalam penulisan makalah ini sangat banyak terdapat kesalahan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi lebih sempurnanya kajian ini, sehingga bisa memberikan sumbangan terhadap khazanah ilmu pengetahuan. Semoga penelitian ini dapat menimbulkan semangat-semangat baru untuk meneliti dan memperdalam keilmuan terutama dalam bidang tafsir al-Qur’an.



DAFTAR KEPUSTAKAAN


al-Andalusy, Abu Hayyan, Tafsir al-Bahru al-Muhith, Libanon: Dar al-Kutub, 1993
Baqiy, Muhammad Fuad abd, Mu’jam al-Mufahras fi al-Fadz al-Qur’an al-Karim, Bairut:Dar al-Fikr, 1992
Departemen Haji dan Waqaf Saudi Arabia, al-Qur’an dan Terjemahnya, Madinah al-Munawwarah: Percetakan al-Quran Khadim al-Haramain al-Syarifain Raja Fadh, 1410 H
al-Maraghi, Ahmad Mustafa  , Tafsir al-Maraghi Jil I, Bairut:Dar al-Ihya’ al-Turats al-Arabi, 1974
Shihab, Muhammad Quraish, Wawasan Al-Quran Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat, Jakarta: Penerbit Mizan, Pustaka al-Kautsar, 2005
al-Tsa’labi, Abdurrahman al-Makhluf abu Yazid, Jawahir al-Hisan fi tafsir al-Qur’an, Beirut: Dar al-Ihya’ al-Turats, 1997


0 Comment