14 November 2012

MANHAJ MUHAMMAD THAHIR IBN ‘ASYUR

Dalam thahir al-ma’na al-sadîd wa tanwir al-‘aql
Al-jadid fiy tafsir al-kitab al-majid
(Al-Tahrîr wa Al-Tanwir Fiy Al-Tafsir)


Salah satu jalan untuk memudahkan orang dalam mempelajari Alquran dan memahami makna hukum yang ada di dalamnya, ialah dengan jalan menafsirkan atau menjelaskan isi kandungan dari Al-Qu’ran itu sendiri, tentunya orang yang dapat menafsirkan Al-Qur’an itu adalah orang yang mempunyai pengetahuan yang tinggi serta pemahaman yang banyak tentang Al-Qur’an. Banyak ulama-ulama terkenal yang telah menafsirkan Al-Qur’an dengan kemampuan yang mereka miliki, diantara ulama-ulama yang terkenal itu adalah Ibnu ‘Asyur yang nama aslinya Muhammad Thahîr Ibnu Asyur dan dengan tafsirnya yang berjudul al-Tahwir wa al-Tanwir beliau adalah ulama kontemporer yang berasal dari Tunisia.

Untuk lebih jelas tentang siapa sesungguhnya Muhammad al-Thâhir ibn ‘Âsyûr dan bagaimana manhaj-nya dalam menyusun kitab tafsirnya ini penulis paparkan dalam pembahasan berikut ini .

B.    Mengenal Muhammad al-Thâhir ibn ‘Âsyûr

1.    Nasab dan kelahiran

Di tengah berkembangnya ilmu pengetahuan, muncullah sebuah suku yang bernama suku ‘Âsyûriyah. Mereka hidup di sebuah kawasan Andalusia. Suku ini masih menggunakan budaya nomaden. Sekitar tahun 1620 M. mereka pindah ke kawasan Maghrib dan tahun 1648 M mereka pindah ke Tunisia. Di antara nenek moyang suku ini adalah Syeikh Shâleh Syarif Abdullah, Muhammad ibn ‘Âsyûr al-Husniy. Dari suku  ‘Âsyûriyah ini, muncul seorang ulama yang menjadi tokoh di bidang ushûl fiqh dan bidang tafsîr yang bernama Muhammad al-Thâhir ibn ‘Âsyûr.

Nama lengkapnya adalah Muhammad al-Thâhir ibn Muhammad ibn Muhammad al-Thâhir ibn Muhammad ibn Muhammad al-Syâdzuliy ibn Abd al-Qadîr‘ibn Muhammad ibn ‘Âsyûr. Ayah nya bernama Muhammad ibn ‘Âsyûr dan ibunya bernama Fathimah binti al-Syeikh al-Wazir Muhammad al-‘Aziz ibn Muhammad al-Habib ibn Muhammad al-Thaib ibn Muhammad ibn Muhammad Bu’atûr. Muhammad al-Thâhir ibn Âsyûr dikenal dengan Ibn ‘Âsyûr. Ia lahir di Mursi pada Jumâdil Awal tahun 1296 H atau pada September tahun 1879 M. 

2.    Pencarian ilmu, guru-guru, dan murid-muridnya

Ibn ‘Âsyûr sejak kecil sudah dipelihara oleh kakeknya yang merupakan salah seorang Syaikh di Bu’atûr. Kakek Ibn ‘Âsyûr sangat sayang dan perhatian kepadanya. Dari kakeknya, Ibn ‘Âsyûr memperoleh berbagai ilmu agama, seperti hadîts dan balâghah. Di antara karya bidang ini yang dipelajarinya adalah kitab karya al-Bukhâriy dan kitab Miftâh karya al-Sakâkiy. Kakeknya juga mengajarkan berbagai buku sastra, kata-kata hikmah, dan badi’ seperti buku sastra karya al-Bahtariy. Selain itu, Ibn ‘Âsyûr juga diajarkan bahasa Perancis.

Ibn ‘Âsyûr memiliki keluarga yang hidup dengan nuansa ilmiah. Ia juga seorang yang jenius dan cinta kepada ilmu. Kejeniusannya sudah nampak sejak ia kecil.  Pada usia enam tahun ia sudah mulai belajar di masjid Sayyidi  al-Mujawar di Tunis. Di sana ia mulai menghafal dan mempelajari al-Qur’ân kepada Syeikh Muhammad al-Khiyariy, dan mempelajari kitab Syarh al-Syeikh Khâlid al-Azhariy’Ala al-Jurmiyah. Selain itu, ia diajarkan juga untuk menghafal kumpulan matan-matan ilmiah seperti matan ilmiah ibn ‘Âsyir, al-Risâlah dan al-Qathar. Agaknya, ini merupakan kebiasaan ulama terdahulu untuk menghafal matan-matan ilmiah agar mereka punya pegangan ilmu yang jelas.

Pada tahun 1310 H dalam usia yang masih relatif muda Ibn ‘Âsyûr melanjutkan pendidikannya ke al-Jami’ah al-Zaitunah. Di Jami’ah ini Ibn ‘Âsyûr memperoleh berbagai ilmu agama, baik ilmu yang berkaitan dengan tujuan syarî’ah (maqâshid) seperti tafsîr al-Qur’ân, qirâ’at, hadîts, mushthalâh hadîts, ‘ilmu al-kalâm, ushul al-fiqh, fiqh dan lain-lain, maupun ilmu-ilmu yang berfungsi sebagai sarana (wasîlah) seperti ‘ilmu al-nahwu, sharf, balâghah, dan manthiq.

Ibn ‘Âsyûr belajar di Jami’ah ini selama enam tahun, dan selama itu ia masih aktif ikut bersama kakeknya dalam majlis-majlis ilmiah. Di antara guru Ibn ‘Âsyûr adalah:

a. Syeikh Abd al-Qâdir al-Taimimiy, dari gurunya ini Ibn ‘Âsyûr mempelajari tentang tajwîd al-Qur’ân dan ‘ilmu al-qirâ’at.

b. Muhammad al-Nakhliy, dari gurunya ini Ibn ‘Âsyûr mempelajari ‘ilmu al-nahwi menggunakan kitab Muqaddimah al-I’râb, balâghah yang membahas kitab Mukhtashâr al-Su’ûd, manthiq dengan membahas kitab al-Tahdzîd, ushul al-fiqh dengan mempelajari al-Hithâb ‘Ala al-Waraqah, dan fiqh Malikiy dengan membahas kitab Muyârah ‘ala al-Mursyid, dan kitab Kifâyah al-Thâlib ‘ala al-Risâlah 
.
c. Syeikh Muhammad Shâlih, dari gurunya ini Ibn ‘Âsyûr mempelajari  kitab al-Makwidiy ‘ala al-Khulâshah tentang ‘ilmu al-nahwi, manthiq dengan membahas kitab al-Sulam, ‘ilmu maqâshid dengan membahas kitab Mukhtashâr al-Su’ûd, dan fiqh dengan membahas kitab al-Tawâdiy ‘ala al-Tuhfah.
d.Amru ibn ‘Âsyûr dari gurunya ini Ibn ‘Âsyûr mempelajari kitab Ta’lîq al-Dimâmainiy ‘ala al-Mughniy karya Ibn Hisyâm tentang ilmu nahwu, kitab Mukhtashâr al-Su’ûsd tentang balâgah,  fiqh, dan ilmu farâidh.

e. Syeikh Muhammad al-Najar, dari gurunya ini Ibn ‘Âsyûr mempelajari  kitab al-Makwidiy ‘ala al-Khulâshah, kitab Mukhtashâr al-Su’ûd, al-Muwâqif tentang ilmu al-Kalâm, dan kitab al-Baiquniyah tentang musthalah al-hadîts.

f. Syeikh Muhammad Thâhir Ja’far, dari gurunya ini Ibn ‘Âsyûr mempelajari  kitab Syarh al-Mahalli ‘ala Jam’u al-Jawâmi’ tentang ushul al-fiqh, dan kitab al-Syihâb al-Khafâjiy ‘ala al-Syifa’ karya Qhadi ‘Iyâdh tentang sîrah Nabawiyâh.

g.Syeik Muhammad al-‘Arabiy al-Dur’iy, dari gurunya ini Ibn ‘Âsyûr mempelari ilmu fiqh dengan membahas kitab Kafâyah al-Thâlib ‘ala al-Risâlah.

Dari nama-nama guru Ibn ‘Âsyûr di atas, dipahami bahwa Ibn ‘Âsyûr memiliki karakter jika mempelajari suatu materi ilmu tidak pernah puas dengan satu orang guru saja, tapi ia senantiasa mempelajarinya kepada beberapa orang guru, sehingga tidak salah Ibn ‘Âsyûr menjadi seorang yang pintar. Ia menjadi tempat bertanya bagi teman-temannya. Ia sering unggul dalam ujian-ujian dan penelitian dalam kehidupan ilmiah dan tugas-tugas yang diembankan kepadanya. Di antara buktinya ia memperoleh  syahâdah al-thathwi’ pada tahun1899 M.

Setelah memperoleh syahâdah al-thathwi’, Ibn ‘Âsyûr kembali belajar dengan gurunya Muhammad al-Nakhliy pada tahun 1318 H. Selain itu, Ibn ‘Âsyûr dalam menuntut ilmu, juga sering mendapat ijâzah dari para gurunya. Pemberian ijâzah itu masih menjadi tradisi pada waktu itu. Di antara ulama-ulama yang memberikan ijazah kepada Ibn ‘Âsyûr adalah Syeikh Muhammad al-‘Azîz Bû’âsyûr, Syeikh Mahmud ibn al-Khaujah, Syeikh Sâlim Bûhâjîb dan ‘Amru ibn al-Syeikh.

Ibn ‘Âsyûr juga memiliki murid yang mengambil ilmu darinya. Di antara murid-murid Ibn ‘Âsyûr adalah: 

a. Syeikh Abd al-Hamîd, dari Ibn ‘Âsyûr dia mempelajari tentang sastra, bahasa Arab, dan lain-lain.
b. Muhammad al-Fâdhil ibn ‘Âsyûr, dari Ibn ‘Âsyûr dia mempelajari berbagai kitab tafsir seperti tafsir al-Baidhâwiy, al-Muwatha’, dan lain-lain.

3.    Karya-karya Ibn ‘Âsyûr

Ibn ‘Âsyûr memiliki banyak karya-karya tulis, baik berupa kitab-kitab maupun berbentuk makalah-makalah. Karyanya juga mencakup berbagai bidang seperti bidang tafsir, sejarah, sunnah, ushul fiqh, fatwa-fatwa dan maqâshid. Tulisan-tulisan Ibn ‘Âsyûr ini banyak muncul dalam majalah yang terbitkan oleh al-Jami’ah al-Zaitunah.

Di antara karya-karya Ibn ‘Âsyûr adalah:

1)    Kitab tafsir al-Tahrîr wa al-Tanwîr
Pembahasan Ibn ‘Asyûr tentang tafsir selalu dimunculkan dalam majalah yang diterbitkan oleh al-Jamiah al-Zaitunah. Penerbitannya mencapai 90 edisi. Kemudian kitab al-Tahrîr wa al-Tanwîr diterbitkan secara lengkap di Tunisia  pada tahun 1969 M. Kitab ini terdiri dari 15 jilid yang berisi penafsiran 30 juz dari al-Qur’ân al-Karîm.

2)    Maqâshid al-Syarî’ah al-Islâmiyyah
3)    Ushûl al-Nizhâm al-Ijtima’iy fiy al-Islâm
4)    Al-Waqfu wa Atsâruhu Fiy al-Islam
5)    Ushûl al-Insyâ’ wa al-Khithâbah
C.    Mengenal Tafsir al-Tahrîr wa al-Tanwîr
1.    Latar belakang penyusunannya
 
Ibn ‘Âsyûr - sebelum karyanya ini muncul - sudah sejak lama bercita-cita untuk menafsirkan al-Qur’ân. Ibn ‘Âsyûr ingin menjelaskan kepada masyarakat apa yang akan membawa mereka kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat, menjelaskan kebenaran, akhlak mulia, kandungan balâghah yang dimiliki al-Qur’ân, ilmu-ilmu syari’at, serta pendapat-pendapat-pendapat para mufasir terhadap makna ungkapan al-Qur’ân.

Cita-cita Ibn ‘Âsyûr tersebut sering diungkapkannya kepada sahabat-sahabatnya, sembari meminta pertimbangan dari mereka. Sehingga pada akhirnya cita-cita tersebut makin lama makin menjadi kuat. Demikianlah, kemudian Ibn ‘Âsyûr menguatkan ‘azam-nya untuk menafsirkan al-Qur’ân, dan meminta pertolongan dari Allah semoga dalam ijtihadnya ini ia terhindar dari kesalahan.
Dari uraian di atas, dapat dipahami Ibn ‘Âsyûr menulis kitab tafsir dengan latar belakang kecintaan kepada Islam dan umat Islam. Agaknya, Ibn ‘Âsyûr menginginkan ajaran Islam itu berkembang. Ibn ‘Âsyûr menafsirkan al-Qur’ân dengan harapan kitab tafsirnya tersebut mampu memberi pengaruh kepada masyarakat, seperti dari segi akhlak, pemahaman keagamaan serta wawasan mereka.

2. Nama kitab
Dalam pengantar tafsirnya Ibn ‘Âsyûr menjelaskan bahwa kitab tafsirnya dinamakan dengan “Tahrîr al-Ma’na al-Sadîd, wa Tanwîr al-‘Aqlu al-Jadîd, min Tafsîr al-Kitâb al-Majîd”. Nama tersebut kemudian diringkas menjadi “ al-Tahrîr wa al-Tanwîr min al-Tafsîr’.
Dari penamaan ini agaknya dapat dilihat bahwa misi Ibn ‘Âsyûr dalam kitab tafsirnya ada dua, yaitu pertama: mengungkap makna al-Qur’ân, kedua: mengemukakan ide-ide baru terhadap pemahaman al-Qur’ân.

3.Gambaran umum isi tafsir al-Tahrîr wa al-Tanwîr
Kitab tafsir al-Tahrîr wa al-Tanwîr diawali dengan pengantar yang ditulis sendiri oleh Ibn ‘Âsyûr. Pengantar ini berisikan penjelasan dari Ibn ‘Âsyûr, tentang apa yang menjadi motivasinya dalam menyusun kitab tafsirnya, menjelaskan persoalan apa saja yang akan diungkapkan dalam kitab tafsirnya, serta nama yang diberikan kepada kitab tafsirnya.

Pada bagian selanjutnya, kitab tafsir al-Tahrîr wa al-Tanwîr berisikan muqaddimah. Gamal al-Banna dalam kitabnya Tafsîr al-Qur’ân al-Karîm baina al-Qudama’ wa al-Muhadditsîn berkomentar bahwa keistimewaan tafsir ini terletak pada muqaddimah-nya yang memaparkan kepada pembaca wawasan umum tentang dasar-dasar penafsiran, dan bagaimana seorang penafsir berinteraksi dengan kosa kata, makna, struktur, dan sistem al-Qur’ân. Pengantar ini ditampilkan dengan bahasa yang mudah, walaupun pada beberapa aspek masih menggunakan gaya bahasa lama. Metode yang digunakan oleh Ibn ‘Âsyûr adalah metode yang moderat. Gamal al-Banna menegaskan muqaddimah ini merupakan bagian yang terbaik dalam karya tafsir ini, bahkan sebagai pengganti tafsir itu sendiri. Posisi penting muqaddimah tafsir ini dari pada tafsirnya sama halnya dengan posisi pengantar sejarah karya Ibn Khaldun dalam buku al-Muqaddimah. 

Tafsir al-Tahrîr wa al-Tanwîr berisikan sepuluh muqaddimah, yaitu:
1.    Berbicara tentang tafsir, takwil  dan posisi tafsir sebagai ilmu.. 
2.    berbicara tentang referensi atau alat bantu (istimdâd) ilmu tafsir. 
3.  Ibn ‘Âsyûr berbicara tentang keabsahan tafsir tanpa nukilan (ma’tsur) dan makna tafsir yang berdasarkan nalar (bi al-ra’yi). 

4.    Menjelaskan tentang maksud dari seorang mufasir. 
5.    Khusus membicarakan soal konteks turunnya ayat (asbâb al-nuzûl).
6.    Berisikan tentang soal aneka ragam bacaan (al-qirâ’ât). 
7.    Ibn ‘Âsyûr berbicara tentang kisah-kisah al-Qur’ân.
8.    Berbicara tentang nama, jumlah ayat dan surah, susunan, dan nama-nama al-Qur’ân. 
9.    Berisikan tentang makna-makna yang dikandung oleh kalimat-kalimat al-Qur’ân.  
10.  Dijelaskan tentang i’jâz al-Qur’ân. 

Setelah menjelaskan tentang persoalan-persoalan penting tentang ilmu tafsir dalam sepuluhnya tersebut, Ibn ‘Âsyûr melanjutkannya dengan menafsirkan surat al-fâtihah. Dalam penafsiran surat al-Fatihah ini Ibn ‘Âsyûr mengkhususkan penjelasan tentang lafal “ Basmalah”. Pada bagian ini Ibn ‘Âsyûr mengungkapkan tentang makna yang dikandung lafal ini dan pendapat ulama tentang ayat ini apakah ia bagian dari ayat al-Qur’ân atau tidak. Setelah itu baru masuk ke dalam penafsiran ayat-ayat al-Qur’ân dengan urutan sesuai dengan urutan surat dalam mushaf al-Qur’ân yang dikenal dengan metode tahliliy.

4.    Manhâj Ibn ‘Âsyûr dalam kitab tafsirnya
Adapun metode yang digunakan oleh Ibn ‘Âsyûr dalam karyanya kitab tafsir al-Tahrîr wa al-Tanwîr diantaranya adalah:

1.    Memulai pembahasan dengan menyebutkan nama surat
2.    Menjelaskan keutamaannya dan keutamaan membacanya
3.    Menjelaskan susunan turunnya
4.    Menjelaskan surat yang sebelum dan sesudahnya
5.    Menjelaskan tujuan atau maksud surat
6.    Menjelaskan jumlah ayat
7.    Menyebutkan kandungan surat
8.    Mulai menyebutkan tafsiran ayat yang terpilih lalu menafsirkannya sepotong-sepotong. 
9.  Menjelaskan kajian kebahasaan. Kata perkata dari lafal al-Qur’ân tersebut diungkap oleh Ibn ‘Âsyûr, dan bagaimana munâsabah  kata tersebut dengan kata lainnya., seperti ia membahas dalam surat al Baqarah ayat 2 berikut:

 ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ (2)
و ( الكتاب ) فِعال بمعنى المكتوب إما مصدر كاتَب المصوغ للمبالغة في الكتابة ، فإن المصدر يجىء بمعنى المفعول كالخَلق ، وإما فعال بمعنى مَفعول كلِباس بمعنى ملبوس وعِماد بمعنى مَعمود به . واشتقاقه من كَتَب بمعنى جمع وضم لأن الكتاب تجمع أوراقه وحروفه ، فإن النبيء صلى الله عليه وسلم أمر بكتابة كل ما ينزل من الوحي وجعل للوحي كتاباً ، وتسمية القرآن كتاباً إشارة إلى وجوب كتابته لحفظه . وكتابة القرآن فرض كفاية على المسلمين .

10.    Menjelaskan hukum fiqih yang terkandung dalam ayat tersebut (jika ada), tanpa membahasnya panjang lebar serta member kebebasan yang sempurna dan kesempatan berijtihad, seperti tafsirannya ketika menafsirkan surat al-Baqarah ayat 103

)يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ( قال في حكم السحر....
وقد حذر الإسلام من عمل السحر وذمه في مواضع وليس ذلك بمقتضى إثبات حقيقة وجودية للسحر على الإطلاق ولكنه تحذير من فساد العقائد وخلع قيود الديانة ومن سخيف الأخلاق.
وقد اختلف علماء الإسلام في إثبات حقيقة السحر وإنكارها وهو اختلاف في الأحوال فيما أراه فكل فريق نظر إلى صنف من أصناف ما يُدعَى بالسحر . وحكى عياض في «إكمال المعلم» أن جمهور أهل السنة ذهبوا إلى إثبات حقيقته . قلت وليس في كلامهم وصف كيفية السحر الذي أثبتوا حقيقته فإنما أثبتوه على الجملة . وذهب عامة المعتزلة إلى أن السحر لا حقيقة له وإنما هو تمويه وتخييل وأنه ضرب من الخفة والشعوذة ووافقهم على ذلك بعض أهل السنة كما اقتضته حكاية عياض في «الإكمال» ، قلت وممن سُمِّي منهم أبو إسحاق الاسترابادي من الشافعية . والمسألة بحذافرها من مسائل الفروع الفقهية تدخل في عقاب المرتدين والقاتلين والمتحيلين على الأموال ، ولا تدخل في أصول الدين 

Dalam muqaddimah tafsirnya Ibn ‘Âsyûr menjelaskan bahwa ia sangat tertarik dengan makna-makna mufradat dalam bahasa Arab, ia ingin memberikan perhatian kepada mufradât yang tidak begitu jadi perhatian oleh kamus-kamus bahasa. Ibn ‘Âsyûr banyak juga mengungkapkan koreksian-koreksian pemahaman suatu makna. 

Selain itu,  Ibn ‘Âsyûr juga sangat perhatian dengan persoalan ilmiah, karena ayat-ayat al-Qur’ân banyak mengandung isyarat-isyarat ilmiah. Penafsiran dengan corak seperti ini dinamakan corak ‘ilmî. Dalam uraian Ibn ‘Âsyûr biasanya memulai penjelasan dengan menampilkan ayat yang akan ditafsirkan, kemudian pembahasannya dengan kajian kebahasaan, dan setelah itu Ibn ‘Âsyûr menjelaskan tentang persoalan ilmiah yang dikandung oleh ayat tersebut. Penafsiran Ibn ‘Âsyûr tidak selalu diiringi dengan keterangan dari ayat-ayat al-Qur’ân, walau masih ada tapi hal itu tidak mendominasi.

Jadi, melihat kepada cara dan uraian Ibn ‘Âsyûr maka dapat dikatakan bahwa manhâj yang digunakan oleh Ibn ‘Âsyûr dalam kitab tafsirnya adalah tafsîr bi al-ra’yi, yaitu penafsiran al-Qur’ân yang sumber penafsirannya didominasi oleh ijtihad mufasir dan meskipun juga menyertakan keterangan dengan ayat-ayat al-Qur’ân lainnya ataupun keterangan hadîts Nabi Saw. Sedangkan, tharîqah yang digunakan adalah tahliliy, yaitu dalam menjelaskan makna kata dalam al-Qur’ân Ibn ‘Âsyûr mengikuti urutan mushaf al-Qur’ân.

Adapun corak penafsiran (laun al-tafsîr) yang digunakan Ibn ‘Âsyûr adalah corak kebahasaan (laun al-lughâwiy) dan corak ilmiah (laun al-‘ilmî). Karena kedua hal ini – penjelasan sisi kebahasaan dan ilmiah- menjadi keterangan atau penjelasan terhadap makna yang dikandung oleh ayat al-Qur’ân al-Karîm. Kitab tafsir Ibn Âsyûr, agaknya tidak dipengaruhi oleh semua cabang ilmu yang dipelajarinya. Tapi, cabang ilmu bahasa yang banyak mempengaruhinya.

D.    Penutup

Dari pembahasan di atas dapat kami simpulkan bahwa kitab tafsir at-Tahwir wa at-Tanwir adalah tafsir kontemporer yang dikarang oleh Muhammad Thahir Ibnu Asyur ulama dari tunisia ini memiliki metode penafsiran bil lughah. Adapun tafsir buillughah muggunakan bahasa lain tapi juga dengan berbahasa Arab dan juga munggunakan mantiq, tapi di sisi lain walaupun tafsir ibnu Asyur tersebut terkenal dengan menggunakan tafsir billungah maka di sisi lain juga menggunakan tafsir al-Quran dengan Qur’an, al-Qur’an dan hadits, dan al-Qur’an dengan perkataan sahabat.
Wallahu a’lam bish shawab


………………..
ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ (2)

{ ذلك الكتاب } .
مبدأ كلام لا اتصال له في الإعراب بحروف { الم } [ البقرة : 1 ] كما علمتَ مما تقدم على جميع الاحتمالات كما هو الأظهر . وقد جوز صاحب «الكشاف» علَى احتمال أن تكون حروف { ألم } مسوقة مساق التهجي لإظهار عجز المشركين عن الإتيان بمثل بعض القرآن ، أَن يكون اسمُ الإشارة مشاراً به إلى { الم } باعتباره حرفاً مقصوداً للتعجيز ، أي ذلك المعنى الحاصل من التهجي أي ذلك الحروف باعتبارها من جنس حروفكم هي الكتابُ أي منها تراكيبه فما أَعجزَكم عن معارضته ، فيكون { الم } جملة مستقلة مسوقة للتعريض.
واسم الإشارة مبتدأ و ( الكتابُ ) خبراً . وعلى الأظهر تكون الإشارة إلى القرآن المعروف لَدَيْهم يومئذٍ واسم الإشارة مبتدأ و ( الكتاب ) بدل وخبرُه ما بعده ، فالإشارة إلى ( الكتاب ) النازِل بالفعل وهي السور المتقدمة على سورة البقرة؛ لأن كل ما نزل من القرآن فهو المعبر عنه بأنه القرآن وينضم إليه ما يلحق به ، فيكون ( الكتاب ) على هذا الوجه أطلق حقيقة على ما كُتب بالفعل ، ويكون قوله ( الكتاب ) على هذا الوجه خبراً عن اسم الإشارة ، ويجوز أن تكون الإشارة إلى جميع القرآن ما نزل منه وما سينزل لأن نزوله مترقَّب فهو حاضر في الأذهان فشبه بالحاضر في العيان ، فالتعريف فيه للعهد التقديري والإشارة إليه للحضور التقديري فيكون قوله ( الكتاب ) حينئذٍ بدلاً أو بياناً من { ذلك } والخبر هو { لا ريب فيه } .

DAFTAR PUSTAKA

al-Banna, Gamal, Tafsîr al-Qur’ân al-Karîm baina al-Qudama’ wa al-Muhadditsîn, (Penerjemah: Novriantoni Kahar), (Jakarta: Qisthi Press, 2004)

al-Dzahabiy, Muhammad Husain, Al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, ( Beirut: [t.p.], 1976)

al-Khaujah, Muhammad al-Jaib ibn, Syeikh al-Islâm al-Imâm al-Akbar Muhammad al-Thâhir Ibn ‘Âsyûr, (Beirut: Dâr Muassasah Manbu’ li al-Tauzi’, 2004)

Badr al-Dîn Muhammad ibn ‘Abd Allah al-Zarkasyiy, al-Burhân fiy Ulûm al-Qur’ân, (Beirut: Dâr al-Fikr, 2001)

Iyazi, Muhammad Ali, al-Mufassirun: Hayatuhum wa manahijuhum, (Teheran: Muassasah al-Thiba’ah wa al-Nasyr, 1212 H

ibnu ‘Âsyûr, Muhammad al-Thâhir, Tafsîr al-Tahrîr wa  al-Tanwîr, (Tunisia: Dâr Shuhnûn li al-Nasyr wa al-Tauzi’, 1997)

Yaldi, Andri, Al-Ara’ al-Ushûliyah ‘Inda al-Imâm Muhammad al-Thâhir ibn ‘Âsyûr wa Atsaruha fiy Intinbâthihi al-Fiqhiyah min Khilâl Tafsîrihi al-Tahrîr wa al-Tanwîr (Sûrah al-Baqarah Namûdzaja)


0 Comment