31 Oktober 2012


PENDAHULUAN

Manusia adalah makhluk Allah SWT yang paling mulia diantara semua makhluk. Kelebihan manusia dengan makhluk yang lain nya terletak pada jasmani dan rohaninya. salah satu perbedaan terbesar terletak pada akal pikiran manusia.Dengan akal pikiran itu, manusia dapat membedakan antara perbuatan baik dan buruk, antara yang halal dan haram. Dengan akal pikirannya, manusia akan sadar sebagai hamba Allah SWT yang harus melaksanakan kewajiban menyembah kepada-Nya. Manusia juga harus dapat menjalin hubungan kemasyarakatan. Yang terpenting manusia harus dapat bersyukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang di berikannya.

Manusia diciptakan oleh Allah SWT di muka bumi adalah sebagai khalifah. Khalifah artinya seseorang yang dijadikan pengganti atau sesesorang yang diberi wewenang untuk bertindak sebagai pengatur atau wakil Allah SWT. Namun demikian, tugas khalifah tidak hanya bertumpu pada yang bersifat intelektual belaka, tetapi juga moral. Kekuasaan manusia di muka bumi tidak mutlak, karena dibatasi oleh hukum-hukum Allah SWT yang akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan-Nya. Hal ini di jelaskan oleh Allah SWT dalam al-Qur'an surat al-Baqarah ayat 30:

" Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang 
tidak kamu ketahui."

Masyarakat modern yang serba kompleks, sebagai produk dari kemajuan teknologi, mekanisasi, industrialisasi dan urbanisasi, memunculkan banyak masalah sosial. Maka adaptasi atau penyesuaian diri terhadap masyarakat modern yang hyperkompleks itu menjadi tidak mudah. Kesulitan mengadakan  adaptasi dan adjustment menyebabkan kebingungan, kecemasan dan konflik-konflik, baik yang terbuka dan eksternal sifatnya, maupun yang tersembunyi dan internal dalam batin sendiri, sehingga banyak orang yang mengembangkan pola tingkah laku menyimpang dari norma-norma umum, atau berbuat semau sendiri, demi kepentingan sendiri dan mengganggu atau merugikan orang lain.

Hal yang demikian itu dapat dikatakan dengan Patologi Sosial, yaitu ilmu yang menyangkut tentang gejala-gejala sosial, dan dapat juga disebut dengan ilmu tentang penyakit masyarakat. Penyakit masyarakat itu adalah segala tingkah laku manusia yang tidak sesuai dengan norma dan aturan umum dan adat istiadat serta agama yang tidak terintegrasi dengan tingkah laku umum. 

Perubahan sosial merupakan salah satu cabang kajian dari ilmu sosial. Perubahan sosial ini menurut para sosiolog ada dua yaitu perubahan sosial ke arah positif dan perubahan sosial kearah negatif. Perubahan sosial  kearah positif bisa dilihat dari berkembangnya ilmu pengetahuan, adanya pembaharuan yang ada di masyarakat yang tidak merugikan berbagai pihak  dan lain sebagainya.

Adapun perubahan sosial kearah negatif bisa dilihat dari segi bentuk masalah yang terjadi di masyarakat dan itupun  sangat merugikan dan membahayakan masyarakat lainnnya. Perubahan sosial ke arah negatif ini juga disebut dengan patologi sosial atau penyakit masyarakat, berbagai macam patologi sosial ini adalah seperti kemiskinan perampokan dan sejenisnya, meminum minuman keras, gelandangan, anak jalanan, judi dan lain sebagainya.

Mengkaji keadaan dan peta sosial dan budaya suatu masyarakat adalah penting, karena ia akan menerangkan kepada kita tata cara, pandangan hidup, dan organisasi sosialnya yang mempengaruhi pola perilaku kehidupan anggota masyarakat dalam aspek-aspek sosial, ekonomi, politik, hukum, seni, adat istiadat, tata susila, agama dan keyakinan.[1]

Agar lebih jelasnya pada makalah ini penulis akan membahas tentang Pengertian Patologi Sosial, Ruang Lingkup Patologi Sosial, Masalah-masalah Sosial yang menimbulkan Patologis serta bagaimana dampaknya dalam kehidupan masyarakat.


[1] J. Suyuthi Pulungan, Prinsip-prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah Ditinjau dari Pandangan Al-Qur’an, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996),h. 25

0 Comment