08 Oktober 2012


A.      Pendahuluan
Kitab bulughu al-maram merupakan kitab yang menghimpun hadist-hadist Rasulullah Saw berdasarkan pembahasan fiqh. Kitab ini dikarang oleh Imam Ibnu Hajar al-‘Astqalaniy, ia merupakan seorang ahli hadist yang diakui pada zamanya serta menjadi rujukan bagi generasi setelahnya. Kitab ini banyak mendapat respon bagi generasi setelahnya yaitu dengan men-syarah-nya. Diantara ulama yang men-syarah kitab tersebut adalah Imam al-Shan’aniy, ia merupakan ulama terkemuka yang banyak memberikan sumbangsih keilmuan kepada umat Islam.
Makalah ini membahas tentang fiqh hadist Imam al-Shan’aniy dalam men-syarah kitab bulughu al-maram. Disamping itu, makalah ini juga membahas biografi singkat Imam al-Shan’aniy. Meskipun masih banyak kekurangan dalam makalah ini, akan tetapi penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
 B.       Biografi Singkat Imam al-Shan’ani
1.         Nama dan Nasab Imam al-Shan’ani
  Nama lengkapnya adalah al-Imam al-Mutqin al-Muhaddisth al-Hafiz Abu Ibrahim Muhammad bin Isma’il bin Shaleh bin Muhammad bin ‘Ali, dikenal dengan nama al-‘Amir al-Hasani al-Yamani al-Kahlani al-Shan’ani.[1]
2.         Kelahiran dan Wafatnya
Imam al-Shan’ani dilahirkan  malam jum’at bertepatan pada pertengahan Jumadil Akhir tahun  1099 H di kota Kahlan yaitu sebuah kota yang berada tiga hari perjalanan dari kota al-Shan’an. Ia wafat pada umur 83 tahun bertepatan  pada malam Selasa tanggal 3 Sya’ban tahun  1182 di kota al-Shan’ani.[2]
3.         Riwayat Hidup Imam al-Shan’ani
Pada usia kecilnya, Imam al-Shan’ani tumbuh besar di kota Kahlan, kemudian pada tahun 1110 H,[3] kemudian pada umur sebelas tahun bapaknya pindah ke kota al-Shan’ani. Di kota tersebut imam al-Shan’ani tumbuh berkembang, bapaknya memerintahkannya untuk belajar dan menuntut ilmu, ia menyerahkannya kepada ulama-ulama Najjar untuk diberikan pengetahuan tentang ilmu agama, sampai ia menjadi seorang ulama yang diakui pada masanya. Imam al-Shan’ani mempunyai banyak guru dalam menuntut ilmu sebagaimana yang dinukil oleh imam al-Syawkani dalam kitab al-badru al-thali’ adapun guru-gurunya adalah sebagai berikut:[4]
a.       Al-Sa’id al-‘Alamah Zaid bin Muhammad bin al-Hasan bin al-Qasim bin Muhammad, seorang ulama besar di kota al-Shan’an pada masa itu. Ia dilahirkan pada tahun 1075 H dan wafat pada tahun 1123 H.
b.      Al-Sa’id al-‘Alamah Shalah bin al-Husain al-Akhfasy al-Shan’ani. Ia merupakan ulama yang zuhud, berani terhadap kemungkaran, tidak makan kecuali dengan usaha tangannya sendiri, tidak takut kepada siapa pun kecuali Allah Swt. Ia wafat pada tahun 1142 H.
c.       Al-Said al-‘Alamah Abdullah bin ‘Ali bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad bin Ibrahim, seorang ulama terkenal dalam tafsir al-Qur’an. Ia dilahirkan pada tahun 1074 H dan wafat pada tahun 1147 H, dalam riwayat lain ia wafat pada tahun 1144 H.
d.      Al-Qhadhi al-‘Alamah ‘Ali bin Muhammad bin Muhammad al-Shan’ani, seorang ulama terkenal dalam ilmu nahwu, balaghah serta manthiq. Ia wafat pada tahun 1139 H.
Sementara dalam kitab Dhaw’u al-Nahar disedutkan bahwasanya Imam al-Shan’ani mempunyai guru selain yang disebutkan oleh Imam al-Syawkani diantaranya adalah sebagai berikut:[5]
a.       Al-Sayid Shalah bin Husain, yang mana ia belajar darinya kitab Syarhu al-Azhar sebelum pindah ke kota al-Shan’an.
b.      Ia belajar bermacam ilmu dari Syeikh Zaid bin Muhammad bin al-Husain.
c.       Al-Said al-Hafiz Hasyim bin Yahya bin Ahmad al-Syami, ia merupakan salah seorang sastrawan terkenal. Ia dilahirkan pada tahun 1104 H dan meninggal pada tahun 1157 H.
d.      Al-Sayid Abdu al-Khaliq al-Zain al-Zujajial-Hanafi al-Zubaidi. Disamping itu, ia juag melakukan perjalanan ke  Makkah, Madinah, serta negara lain, disana ia belajar dari beberapa guru diantaranya: Abdurrahman bin Abdu al-Ghaist seorang imam dan khatib di mesjid al-Nabawi, Thahir bin Ibrahim bin al-Husain al-Kurdi al-Madini, Muhammad bin Abdu Al-hadi al-Sanadi, Muhammad bin Ahmad al-Asadi, serta Salim bin Abdullah al-Bashri seorang ulama al-Haramain, yang wafat pada tahun 1134 H.
Setelah Imam al-Shan’ani menjadi seorang ulama terkenal maka banyak penuntut ilmu yang datang kepadanya untuk mempelajari ilmu-ilmu agama diantaranya adalah sebagai berikut:[6]
a.       Abdu al-Qdir bin Muhammad bin Abdul al-Qadir bin al-Nashir seorang Imam Al-Hafiz al-Mujtahid Muthlak. Ia dilahirkan pada tahun 1135 H dan wafat pada tahun 1207 H.
b.      Ahmad bin Muhammad bin Abdu al-Hadi bin Shalih bin Abdullah bin Ahmad Qathin seorang Mujtahid dan ulama hadist, ia dilahirkan pada tahun 1118 H dan wafat pada tahun 1199 H.
c.       Ahmad bin Shalih bin Abi al-Rijal, ia lahir pada tahun 1140 H dan wafat pada tahu 1191 H.
d.      Al-Hasan bin Ishaq bin al-Mahdi, ia dilahirkan pada tahun 1093 H dan wafat pada tahun 1160 H.
e.       Muhammad bin Ishaq bin al-Imam al-Mahdi Ahmad bin al-Hasan seorang ulama terkenal dalam berbagai macam ilmu-ilmu ijtihad, ia dilahirkan pada tahun 1090
f.       Al-Husain bin Abdu al-Qadir bin al-Nashir bin al-Nashir bin Abdu al-Rabbi bin ‘Ali seorang sastrawan terkenal, ia wafat pada tahun 1112 H.
g.      Ibrahim bin Muhammad bin Ismail seorang ulama terkenal dalam berbagai ilmu terlebih lagi ilmu tafsir dan hadist, ia dilahirkan pada tahun 1141 H dan wafat pada tahun 1213 H.
h.      Abdullah bin Muhammad bin Isma’il seorang ulama terkenal dalam ilmu nahwu, saraf, bayan, ma’ani, ushul, tafsir dan hadist. Ia dilahirkan pada tahun 1160 H.
i.        Al-Qasim bin Muhammad bin Ismail, seorang ulama yang ahli dalam bidang ilmu ijtihad dan keilmuan lainnya. Ia dilahirkan pada tahun 1166 H dan wafat pada tahun 1246 H.
C.       Fiqh Hadist Imam al-Shan’ani
Dalam memahami hadist-hadist yang terdapat dalam kitab bulughu al-maram, Imam al-Shan’ani menggunakan metode tahliliy, yaitu suatu metode dengan cara memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam hadist-hadist yang dipahami serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan pen-syarah yang memahami hadist-hadist tersebut.[7] Dalam memahami hadist secara tahliliy, Imam al-Sha’aniy menggunakan bermacam metode dan pendekatan diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Pendekatan secara bahasa (lughawi) yaitu dengan cara menerangkan makna hadist yang susah dipahami oleh orang awam, sebagai contoh adalah hadist dibawah ini:
وَعَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ - رضي الله عنه - قَالَ : - إِنَّ رَسُولَ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - كَانَ يَتَعَوَّذُ بِهِنَّ دُبُرَ اَلصَّلَاةِ : " اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ اَلْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ اَلْجُبْنِ , وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ أُرَدَّ إِلَى أَرْذَلِ اَلْعُمُرِ , وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ اَلدُّنْيَا , وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ اَلْقَبْرِ - رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ .[8]        
Dalam hadist ini Imam al-Shan’ani menerangkan makna “الجبن  untuk memudahkan pembaca dalam memahami maknanya. Ia berkata:
والجبن: هو المهابة للأشياء و التأخر عن فعلها, يقال منه: جبان كسحاب, لمن قام به, و المتعوذ منه هو المتأخر عن الإقدام بالنفس إلي الجهاد الواجب, و التأخر عن الأمر بالمعروف و النهي عن المنكر, و نحو ذلك. [9]
2.      Menjelaskan hal-hal yang berkenaan dengan rawi hadist, dengan cara menyebutkan terjemahan singkat perawi hadist, serta menyebutkan komentar ulama terhadap kualitas hadist tersebut. Sebagai contoh adalah hadist dibawah ini:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - فِي اَلْبَحْرِ: - هُوَ اَلطُّهُورُ مَاؤُهُ, اَلْحِلُّ مَيْتَتُهُ - أَخْرَجَهُ اَلْأَرْبَعَةُ, وَابْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَاللَّفْظُ لَهُ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ وَاَلتِّرْمِذِيُّ[10]
Dalam mensyarah hadist ini, Imam al-Shan’ani menyebutkan terjemahan singkat tentang Abu Hurairah yang mana ia berkata:
وأبو هريرة هو الصحابي الجليل الحافط المكثر, و اختُلف في اسمه و اسم أبيه علي نحو من ثلاثين قولا. قال ابن عبد البر: الذي تسكن النفس إليه من الأقوال أنه عبد الرحمن بن الصخر, ربه قال ابن إسحق, وقال الحاكم أبو أحمد: ذكر لأبي هريرة في مسند بقي بن مخلد جمسة الاف حديث وثلاثمائة وأربعة وسبعون حديثا, وهو أكثر الصحابة حديثا, فليس لأحد من الصحابة هذا القدر ولا يقاربه.[11]
Setelah Imam al-Shan’ani menyebutkan biografi singkat perawi hadist ini, maka Imam al-Shan’ani menyebutkan penilaian ulama terhadap hadist tersebut, yang mana ia berkata:
قال الذهبي: .... وصححه الترمذي أيضا: فقال عقب سرده: هذا حديث حسن صحيح, وسألت محمد بن إسماعيل البخاري عن هذا الحديث فقال: حديث صحيح. [12]
3.      Dalam mensyarah hadist Imam al-shan’aniy menyebutkan madlul hadist tersebut dan hukum yang terdapat dalam hadist tersebut, sebagai contoh adalah hadist berikut ini:
وَعَنْ جَابِرٍ - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - - إِذَا تَغَوَّطَ اَلرَّجُلَانِ فَلْيَتَوَارَ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا عَنْ صَاحِبِهِ, وَلَا يَتَحَدَّثَا. فَإِنَّ اَللَّهَ يَمْقُتُ عَلَى ذَلِكَ - رَوَاهُ .وَصَحَّحَهُ اِبْنُ اَلسَّكَنِ, وَابْنُ اَلْقَطَّانِ, وَهُوَ مَعْلُول[13]
Imam al-Shan’niy berkata:
والحديث دليل علي وجوب ستر العورة, والنهي عن التحدث حال قضاء الحاجة, والأصل فيه التحريم, وتعليله بمقت الله عليه, أي شدة بغصه لفاعل ذلك زيادة في بيان التحريم
Disamping itu Imam al-Shan’aniy juga mengambil faidah atau pembelajaran dari suatu hadist, sebagai contoh adalah hadist dibawah ini:
وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ - رضي الله عنه - قَالَ: - جَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي طَائِفَةِ اَلْمَسْجِدِ, فَزَجَرَهُ اَلنَّاسُ, فَنَهَاهُمْ اَلنَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم - فَلَمَّا قَضَى بَوْلَهُ أَمَرَ اَلنَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم - بِذَنُوبٍ مِنْ مَاءٍ; فَأُهْرِيقَ عَلَيْهِ. - مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dalam men-syarah-kan hadist ini, Imam al-Shan’aniy menyebutkan beberapa faidah serta pelajaran yang dapat diambil dari hadist tersebut. Imam al-Shan’aniy berkata:
وفي الحديث فوائد منها: احترام المساجد ( فإنه ص م لما فرغ الأعرابي من بوله دعاه ثم قال له إن هذه المساجد لا تصلح لشيء من هذا البول و لا الفذر إنما هي لذكرالله غز وجل وقرءاة القران, ومنها الرفق بالجاهل وعدم التعنيف, ومنها حسن خلقه ص.م ولطفه بالمتعلم, ومنها أن الإبعاد عند قضاء الحاجة إنما هو لمن يريد الغائط لاالبول, فإنه كان عرف العرب عدم ذلك, وأقره الشارع, (وقد بال النبي ص. م وجعل رجلا عند عقبه يستره)
4.      Dalam menjelaskan hadist Imam al-Shan’aniy banyak mengutip pendapat ulama dari kalangan ahli hadist dan fiqh. Ketika menyebutkan pendapat ulama tersebut Imam al-Shan’aniy banyak membantah pendapat yang tidak sesuai dengannya atau bertentangan dengan pendapat jumhur ‘ulama sebagai contah adalah ketika men-syarah-kan hadist dibawah ini:
وَعَنْ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ - رضي الله عنه - قَالَ : - صَلَّيْتُ مَعَ اَلنَّبِيِّ - صلى الله عليه وسلم - فَكَانَ يُسَلِّمُ عَنْ يَمِينِهِ : " اَلسَّلَام عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اَللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ " وَعَنْ شِمَالِهِ : " اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اَللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ - رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ بِسَنَدٍ صَحِيحٍ .[14]
Pada hadist ini, Imam al-Shan’ani berpendapat bahwasanya hadist ini menunjukkan kewajiban membaca salam kekiri dan kekanan setelah selesai sholat. Pendapatnya ini berbeda dengan pendapat al-Syafi’iyah, al-Hanafiyah, dan al-Malikiyah. Untuk lebih rincinya dapat dilihat pada uraian berikut ini:
وقد ذهب إلي القول بوجوبه : الهادوية و الشافعية, وقال النووي: إنه قول جمهور العلماء من الصحابة والتابعين ومن بعدهم. وذهب الحنفية و أخرون إلي أنه سنة, مستدلين علي ذلك بقوله ص.م  في حديث ابن عمر ( إذا رفع الإمام رأسه من السجدة وقعد ثم أحدث قبل التسليم فقد تمت صلاته ) فدل علي أن التسليم ليس بركن واجب, و إ لا لوجبت الإعادة, و لحديث المسيئ صلاته, فإنه ص.م لم يأمره بالسلام.
وأجيب عنه بأن حديث ابن عمر ضعيف باتفاق الحفاظ, فإنه أخرجه الترمذي, رقال هذا حديث إسناده ليس بذالك القوي, وقد اضطربوا في إسناده, وحديث المسيئ الصلاة لا ينافي الوجوب, فإن هذه الزيادة وهي مقبولة....... ودل الحديث علي وجوب التسليم علي اليمين و اليسار, وإليه ذهبت الهادوية و جماعة. وذهب الشافعية إلي أن الواجب تسليمة واحدة والثانية مسنونة........ وعند مالك: أن المسنون تسليمة واحدة, وقد بين ابن عبد البر ضعف الأدلة هذا القول من الأحاديث. واستدل المالكية على كفاية التسليم الواحدة بعمل أهل المدينة..... وأجيب عنه : بأنه قد تقرر في الأصول أن عملهم ليس بحجة. [15]
Dalam men-syarah hadist diatas Imam al-Shan’aniy banyak mengkomentari pendapat ulama yang tidak sesuai dengan pendapatnya, bahkan ia sendiri tidak memilih dari pendapat mereka. Hal ini terlihat pada contoh diatas yang mana ia tidak memilih satupun dari pendapat yang ia kemukakan bahkan ia mengemukakan pendapatnya sendiri.
D.      Sikap Imam al-Shan’aniy Terhadap Taqlid Mazhabiy
Imam al-Shan’aniy merupakan seorang ulama yang selalu teliti dalam menentukan hukum yang diambil dari al-Qur’an dan hadist. Ia adalah seorang ulama yang selalu berpegang teguh kepada dalil yang kuat serta menjauhi penakwilan hadist yang jauh dari makna hadist tersebut. Sebagai contoh adalah ketika mensyarah hadis dibawah ini:[16]

Dalam mensyarah hadist diats Imam al-Shan’aniy menolak pendapat al-Hadawiyah serta pendapat ulama yang lainnya karena pendapat tersebut dipandang tidak sesuai dengan makna hadist tersebut.  Disamping itu, ia juga menjauhi taqlid mazhabiy yang tidak berdasarkan kepada dalil yang kuat. Ketidak berpegangannya kepada satu mazhab terlihat sekali dalam dalam misinya yang selalu disampaikannya kepada umat Islam.Adapun misi tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Menghimbau umat Islam untuk tidak membabi buta dalam mengikuti suatu mazhab.
2.      Menghimbau umat Islam untuk tidak fanatik terhadap suatu mazhab, serta menjadikan mazhab sebagai metode atau jalan untuk memahami hukum-hukum yang diambil dari al-Qur’an dan hadist.[17]
Dari penjelasan diatas dapatlah kita ketahui bahwasanya Imam al-Shan’aniy merupakan seorang ulama yang tidak berpegangkan kapada satu mazhab, akan tetapi ia memilih mazhab yang mempunyai dalil-dalil yang kuat untuk dijadikan sebagai rujukan dalam beramal. Maka dari itu, kita tidak bisa mengetahui kecenderungan Imam al-Shan’aniy dalam mazhab fiqh.
E.       Penutup
Dari penjelasan diatas dapat kita ambil kesimpulan sebagai berikut:
1.      Metode pemahaman Imam al-Shan’aniy dalam kitab subu al-salam adalah metode tahliliy, yaitu suatu metode dengan cara memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam hadist-hadist yang dipahami serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan pen-syarah yang memahami hadist-hadist tersebut.
2.      Imam al-Shna’aniy merupakan seorang ulama yang berpegang teguh kepada dalil serta menjauhi taqlid yang tidak berlandasan kepada dalil-dalil yang kuat.
Demikianlah makalah ini penulis sampaiakan, meskipun masih banyak kekurangan dalam penulisannya, akan tetapi penulis tidak lupa meminta masukan, saran dari teman-teman serta bimbingan dari dosen pembimbing. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dalam menambah kazanah keilmuan kita dalam memahami hadist-hadist Rasulullah Saw.

Daftar Pustaka

Al-Azdiy, Abu Daud Mumammad bin al-Asy’ast al-Sajistaniy, Sunan Abi Dawud, (Beirut: Daru Ibnu Hazm, 1997)
Al-Bukhariy,  Muhammad bin Isma’il, al-Jami’al-Shahih, (Kairo: Mathba’ah Salafiyah, 1400 H)
Al-Shan’ani, al-‘alamah al-Bari’ al-Hujjah al-Mutqin Muhammad bin ‘Ismail al-‘Amir al-Hasani, Tawdhihu al-Afkar li Ma’ani Tankihu al-Andhzar, (Beirut: Darul Fikr, t.th)
-----------------, Subulu al-Salam, Syarh Bulughu al-Maram, (Mansyhurah: Daru al-Yaqin, 2008)
Al-Tirmiziy Abu ‘Isa Muahammad bin ‘Isa, al-Jami’al-Kabir, (Beirut: Daru al-Gharab al-Islamiy, 1996)
Bukhari, Metode Pemahaman Hadist, Sebuah Kajian Hermeneutik, (Jakarta: Nuansa Madani, 1999)



[1]. Al-Shan’ani, al-‘alamah al-Bari’ al-Hujjah al-Mutqin Muhammad bin ‘Ismail al-‘Amir al-Hasani, Tawdhihu al-Afkar li Ma’ani Tankihu al-Andhzar, (Beirut: Darul Fikr, t.th), h. 73
[2] . Ibid, h. 75
[3] . Menurut Imam al-Syawkani dalam kitab “al-Badru Thali’” Bapaknya pindah ke kota al-Shan’ani pada tahun 1108 H.
[4]. Muhammad bin ‘Isma’il al-Shan’ani, Subulu al-Salam almawshilatu ila Bulughu al-Maram, (Riyad: Dru Ibnu al-Jauzi, 2001), jil. 1, h. 22
[5] . Muhammad bin ‘Isma’il al-Shan’ani,.op.cit, h. 23
[6] . Al-Shan’ani, Muhammad bin ‘Isma’il, op.cit, h. 24-25
[7] Bukhari, Metode Pemahaman Hadist, Sebuah Kajian Hermeneutik, (Jakarta: Nuansa Madani, 1999), hal. 26
[8] Muhammad bin Isma’il al-Bukhariy, al-Jami’al-Shahih, (Kairo: Mathba’ah Salafiyah, 1400 H), jil. 2, hal. 312
[9] Muhammad Isma’il al-Amir al-Yamani al-Shan’ani, Subulu al-Salam, Syarh Bulughu al-Maram, (Mansyhurah: Daru al-Yaqin, 2008), jil. 1, hal. 341
[10] Abu ‘Isa Muahammad bin ‘Isa al-Tirmiziy, al-Jami’al-Kabir, (Beirut: Daru al-Gharab al-Islamiy, 1996), Jil. 1, hal. 111
[11] Muhammad Isma’il al-Amir al-Yamani al-Shan’ani,.op.cit, jil. 1, hal. 15
[12] Ibid., hal 15-16
[13] Ibid., hal. 120--121
[14]Abu Daud Mumammad bin al-Asy’ast al-Sajistaniy al-Azdiy, Sunan Abi Dawud, (Beirut: Daru Ibnu Hazm, 1997), jil. 1, hal. 424
[15] Muhammad Isma’il al-Amir al-Yamani al-Shan’ani,.op.cit, jil. 1, hal. 338-339
[16] Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dalam kitab subulu al-Salam jilid 4 hal 228-230
[17] Muhammad Isma’il al-Amir al-Yamani al-Shan’ani,.op.cit, jil. 1, hal. 27

0 Comment