29 Oktober 2012

KEMISKINAN TANTANGAN BARU DAKWAH 

Kemiskinan merupakan problem kebangsaan dan keumatan yang sangat serius di Indonesia. Dengan standar kemiskinan yang hanya Rp. 7.060 pendapatan perkapita perhari saja, Jumlah penduduk miskin di indonesia pada tahun 2010 mencapai 13,3% atau sekitar 31 juta jiwa. Jika standar pendapatan tersebut dinaikkan berdasarkan standar Asian Development Bank (ADB), yakni sebesar Rp. 7.800 perkapita perhari, maka jumlah penduduk miskin di Indonesia melonjak naik menjadi 43,1 juta jiwa. Jumlah ini yang paling parah dikawasan ASEAN. Kondisi ini tentu saja ironis karena paradox dengan kondisi alam Indonesia yang sangat kaya dengan berbagai sumber daya kehidupan. Melihat kemiskinan tidak bisa dilepaskan dari penyebabnya, karena dengan memahami penyebabnya, upaya penanggulangan kemiskinan dapat diurai

Secara umum, kemiskinan dapat disebabkan oleh tiga factor yakni cultural, structrural dan natural. Kemiskinan cultural disebabkan oleh adanya budaya negative yang terbangun dimasyarakat serta pemahaman keagamaan yang salah, seperti sikap malas, etos kerja rendah, tidak disiplin, pemahaman soal takdir, dll. Seseorang dapat menyatakan kemiskinan sebagai sebuah takdir, karenanya harus diterima apa adanya dan tidak perlu dirubah. Keyakinan ini sangat menyulitkan pihak manapun yang mencoba menyelesaikannya. Karena tantangannya justru berasal dari diri orang miskin itu sendiri. Kemiskinan structural lebih disebabkan karena factor kebijakan politik yang timpang. 

Ketimpangan ini bisa terjadi antar daerah, bidang pembangunan bahkan konstituen politik. Ketimpangan pembangunan berdampak pada ketidakadilan dalam distribusi pendapatan dan pemerataan. Akibatnya banyak masyarakat yang tidak tersentuh oleh program pembangunan. Sedangkan kemiskinan natural lebih disebabkan oleh adanya factor bawaan sejak lahir. Artinya mereka terlahir dalam kondisi yang penuh keterbatasan fisik apalagi mental. Itulah tiga hal utama yang dapat menyebabkan kemiskinan. Theology Al Maun Muhammadiyah sebagai organisasi islam modern terbesar di Indonesia, bahkan dunia, memiliki tanggungjawab yang besar dalam menyelesaikan problem kemiskinan tersebut. Dilahirkan oleh KH. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhizah 1330 H atau 18 November 1912 M, Muhammadiyah telah tumbuh dan berkembang menjadi organisasi yang modern dan terbesar. Visionernya sang pendiri sejak 102 tahun (dalam hitungan hijriyah) yang lalu, telah banyak mempengaruhi dinamika perkembangan masyarakat Indonesia. Kebesaran muhammadiyah dapat dilihat dari berbagai amal usaha yang tersebar luas dari Sabang sampai Meraoke bahkan diluar negeri. Amal usaha tersebut meliputi bidang pendidikan, kesehatan, sosial keagamaan serta ekonomi. Ribuan sekolah dan rumah sakit menjadi bukti kebesaran ormas ini. Dibidang ekonomi, amal usaha muhammadiyah sesungguhnya juga telah mulai berkembang, sebut saja missal 17 BPR/BPRS, 400 an BMT/BTM menjadi bukti gerakan ekonomi muhammadiyah. Namun jika dibanding dengan amal usaha yang lain, bidang ekonomi memang masih jauh tertinggal. Berbagai amal usaha muhammadiyah tersebut sesungguhnya bagian dari upaya da’wah amar ma’ruf nahi munkar, yang selama ini telah menjadi ikon muhammadiyah.

Dalam perspektif da’wah, gerakan muhammadiyah merupakan gerakan da’wah sosial, karena lebih banyak menyentuh ranah sosial keagamaan. Inilah yang disebut dengan theology al maun. Namun demikian, al maun memiliki ranah gerakan yang sangat luas, seluas problem yang dihadapi oleh masyarakat miskin. Al maun hadir tidak hanya untuk pendidikan, kesehatan, tetapi juga pada aspek sosial, agama, ekonomi bahkan kebudayaan. Istilah al maun berangkat dari ajaran Al Qur’an Surat Al Maun. Surat ini mengajarkan kepada kita untuk membangun kepedulian social, seperti peduli dengan nasib orang lain seperti memelihara anak yatim dan mengentaskan kemiskinan yang disejajrkan dengan perintah sholat. Theology al maun tentu menjadi tantangan baru bagi muhammadiyah dan ormas islam yang lain, mengingat problem kemiskinan sesungguhnya masih sangat serius. Dakwah untuk Pemberdayaan Dakwah dapat berarti menyeru atau mengajak, tetapi penulis lebih setuju memaknai dakwah dengan gerakan penyadaran untuk pembebasan. Penyadaran akan tanggungjawab individu dan sosial, penyadaran akan pentingnya perubahan nasib dan penyadaran pentingnya membangun relasi sosial secara mutual. Makna ini lebih relevan, karena perubahan hanya akan efektif jika telah terbangun kesadaran. Tujuan dari dakwah itu adalah pembebasan, yakni pembebasan dari ketergantungan dengan makhluk lain, pembebasan dari katakutan duniawi, penindasan dan ketidak adilan. 

 Dakwah akan lebih efektif jika berangkat dari kebutuhan riil yang dihadapi oleh umat dan bukan keinginan sepihak dari para mubaligh. Oleh karena itu dakwah hanya menyangkut aspek ibadah ritualistic tetapi juga menyangkut aspek muamalah secara umum. Ranah ini agaknya masih kurang difahami oleh para mubaligh/dai. Akibatnya problematika umat seperti persoalan kemiskinan dan pemberdayaan kurang mendapat perhatian. Masyarakat lebih sering mendapatkan indoktrinasi seputar fikiyah yang penuh dengan khilafiah,sehingga kehidupan umat cenderung terkotak-kotak. Persoalan besar yang mereka hadapi bersama justru sering luput dari perhatian. Perlu perubahan paradigma bagi seluruh komponen umat islam dalam rangka mengembangkan dakwah amar ma’ruf nahi munkar. Artinya dakwah harus didesain sedemikian rupa sehingga mampu menyentuh ranah kebutuhan riil umat seperti kemiskinan. 

Perhatian Nabi Muhammad SAW tentang anjuran makan malam dahulu sebelum sholat menjadi isyarat bahwa mencukupi kebutuhan kehidupan harus diutamakan dari pada menyuruh mereka untuk beribadah lainnya. Karena persoalan kemiskinan juga menyangkut budaya dan faham keagamaan, maka diperlukan waktu yang panjang dengan proses yang berkesinambungan untuk merubahnya. Dari sini peran para mubaligh muhammadiyah dipertaruhkan. Theology Al Maun yang telah berkembang kedalam berbagai amal usaha dibidang pendidikan dan kesehatan harus lebih diperluas sampai kepersoalan pemberdayaan ekonomi jamaah. Memasuki abad ke II, visi baru gerakan Muhammadiyah dalam pemberdayaan ekonomi umat terus dinanti oleh jutaan rakyat miskin di Indonesia. Semoga Muhammadiyah mampu menjawab harapan tersebut

0 Comment