31 Oktober 2012


                                                                                                                 
A.     PENDAHULUAN

Al-Qur’an memandang manusia adalah makhluk biologis, psikologis dan sosial. Manusia sebagai basyar tunduk pada takdir Allah, sama dengan makhluk lain. Manusia sebagai insan dan al-nas bertalian dengan hembusan ilahi atau roh Allah yang memiliki kebebasan dalam memilih untuk tunduk atau menentang takdir Allah.[1]
Manusia adalah sosok makhluk yang sangat sulit untuk dipahamai. Tidak sedikit ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang manusia, bahkan wahyu yang pertama turun di Gua Hira’ manusia merupakan makhluk pertama yang disebut sebanyak dua kali. Namun manusia tetap Man the Uknown. Mengetahui hakikat manusia bukanlah pekerjaan yang mudah. Kita tidak mengetahui manusia secara utuh, yang kita ketahui hanyalah bahwa manusia terdiri dari bagian-bagian tertentu, akan tetapi perlu kita ketahui manusia tidak sesederhana itu. Manusia banyak mempunyai keistimewaan di banding makhluk lainnya, diantaranya adalah potensi untuk menerima dan mengembangkan ilmu dan ajaran Islam.
Upaya untuk mengetahui hakikat manusia secara utuh telah banyak pendapat para pakar, baik dikalangan filosof, ilmuan, pakar agama mereka kesulitan untuk mengungkapkannya. Kesulitan mengungkap hakikat manusia tersebut terungkap dalam temuan Alexis Carrel, bahwa manusia adalah makhluk unik dan misterius yang tak mampu ditelusuri secara keseluruhan.[2]
Menurut Quraish Shihab[3] keterbatasan manusia dalam substansi dirinya secara sempurna disebabkan oleh tiga faktor pertama manusia itu lebih tertarik meneliti tentang alam materi yang kongkrit dibanding hal-hal yang bersifat immateri, kedua keterbatasan akal manusia yang hanya mampu memikirkan hal-hal yang bersifat instrument dan ketiga manusia tidak mampu memikirkan yang bersifat subsantsial dan komplek, Ketika multi komplek dan uniknya masalah manusia artinya banyaknya masalah manusia tersebut. Manusia juga terdiri dari jiwa dan raga. Apa yang dituntut oleh raga dan apa yang dituntut oleh jiwa, dua-duanya harus dipenuhi agar manusia dapat hidup selamat di dunia ini.
Dalam memahami hakikat manusia sebagai pemberi dan penerima ajaran Islam, itu berbeda di pandang dari berbagai aspek, oleh karena itu lebih lanjutnya pada makalah ini akan dibahas bagaimana hakikat manusia sebagai subjek dan objek dakwah yaitu hakikat manusia dalam perspektif filosof dan Al-Qur’an.

B.     Manusia Dalam Perspektif Filosof
Manusia dalam jagad raya ini adalah makhluk yang unik. Keunikannya sangat menarik dimata manusia sendiri, sehingga banyak kajian-kajian tentang manusia terus berkembang karena memang pengetahuan manusia tentang dirinya terbatas.
Beberapa pendapat para filosof tentang manusia diantaranya[4]:
1.      Protagoras (481-411 SM)
Manusia adalah ukuran segala-galanya, baik dan buruk, benar dan salah ditentukan oleh manusia itu sendiri (man is measure of all things), artinya segala sesuatu untuk menuju kebaikan dan keburukan ditentukan oleh manusia sendiri, oleh karena konsep kebenaran baginya bersifat sama, bahkan cendrung tidak ada yakni bersifat relatif.
2.      Socrates (w. 399 SM)
Socrates berpendapat bahwa manusia terdiri dari dua unsur yaitu unsur materi yakni badan kasar dan non materi disebut juga jiwa sebagai jati diri dari kepribadian manusia. Dapat di pahami bahwa manusia itu terdiri dari jasmani dan rohani. Yang mana tujuan hidup manusia adalah untuk mencari kebahagiaan, kebahagiaan itu dapat dicapai dengan mempotensikan jiwa dengan sifat-sifat utama, keutamaan tersebut terletak pada pengetahuan.
3.      Plato (428-348 SM)
Pemikiran Plato bersifat dualistis, dimana ia membagi seluruh yang realitas ini kepada dua bagian, yaitu jasmani (dunia realitas) dan bentuk abstrak (dunia ide). Ide yang dimaksudkan tidak sama dengan “pemahaman” atau “pandangan”, akan tetapi sebagai bentuk riil dan merupakan hakikat dari segala yang ada. Kemudian Plato membagi manusia kepada tiga bagian yaitu:
-          Bagian rasional (mere logistikon)
-          Bagian keberanian (mere thymoeidos)
-          Bagian keinginan (mere apithymetikon).[5]
Dari tiga komponen diatas saling berkaitan satu sama lainnya. Rasioanal adalah digunakan sebagai alat untuk membedakan yang benar dan yang salah. Keberanian merupakan hal untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan sedangkan keinginan merupakan nafsu untuk mendapatkan segala-galanya.
4.      Aristoteles
Manusia adalah hewan yang berbicara. Dia membagi jiwa kepada tiga golongan menurut kenyataan yang ada pada makhluk hidup di alam wujud ini yakni jiwa tumbuh-tumbuhan, jiwa kehewanan dan jiwa berakal.[6]
Para ahli pikir filsafat mencoba memaknai hakikat manusia. Mereka mencoba manamai manusia sesuai dengan potensi yang ada pada manusia itu.  Berdasarkan potensi yang ada, para ahli pikir dan ahli filsafat tersebut memberi nama pada diri manusia di muka bumi ini, yaitu dengan sebutan-sebutan sebagai berikut:
a.       Homo Sapiens, artinya makhluk yang mempunyai budi.
b.      Animal Rational, artinya binatang yang berpikir.
c.       Homo Laquen, artinya makhluk yang pandai menciptakan bahasa dan menjelmakan pikiran manusia dan perasaan dalam kata-kata yang tersusun.
d.      Homo Faber, yaitu makhluk yang terampil, pandai membuat perkakas, atau disebut juga tool making animal, yaitu binatang yang pandai membuat alat.
e.       Aoon Politicon, yaitu makhluk yang pandai bekerjasama, bergaul dengan orang lain dan mengorganisasi diri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
f.       Homo Economicus, yaitu makhluk yang tunduk pada prinsip-prinsip ekonomi dan bersifat ekonomis.
g.       Homo Religius, yaitu makhluk yang beragama.
Dalam perspektif filsafat, konsep manusia menurut Jalaluddin juga mencakup ruang lingkup kosmologi (bagian dari alam semester), antologi (pengabdi penciptanya), philosophy of mind (potensi), epistemology (proses pertumbuhan dan perkembangan potensi) dan aksiologi (terikat nilai-nilai).[7]
Berbicara mengenai pandangan filsafat tentang hakikat manusia, ada 4 aliran yang ditawarkan oleh para ahli filsafat. Adapun keempat aliran tersebut, seperti yang dikutip Jalaluddin dan Abdullah (1997:107-108) dan Zuhairini (1995:71-74) adalah sebagai berikut:
-          Aliran Serba Zat
Aliran ini menyatakan bahwa yang sungguh-sunguh ada hanyalah zat atau materi. Zat atau materi itulah hakikat sesuatu. Alam ini adalah zat atau materi, dan manusia adalah unsur alam. Oleh karena itu, hakikat manusia adalah zat atau materi.
-          Aliran Serba Ruh
Aliran ini berpandangan bahwa hakikat segala sesuatu yang ada di dunia ini ialah ruh, termasuk juga hakikat manusia. Adapun zat atau materi adalah manifestasi ruh di atas dunia ini. Dengan demikian, jasad atau badan manusia hanyalah manifestasi atau penjelmaan ruh.
-          Aliran Dualisme
Aliran ini menggabungkan pendapat kedua aliran di atas. Aliran ini berpandangan bahwa hakikatnya manusia terdiri dari dua substansi, yaitu jasmani dan rohani. Kedua substansi ini merupakan unsur asal, tidak tergantung satu sama lain. Jadi, badan tidak berasal dari ruh, dan sebaliknya, ruh tidak berasal dari badan. Dalam perwujudannya, manusia tidak serba dua, melainkan jadi hubungan sebab akibat yang keduanya saling mempengaruhi.
-          Aliran Eksistensialisme
Aliran ini memandang manusia dari segi eksistensinya. Menurut aliran ini, hakikat manusia merupakan eksistensi atau perwujudan sesungguhnya dari manusia. intinya, hakikat manusia adalah apa yang menguasai manusia secara menyeluruh.[8]
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam perspektif filsafat, manusia dinamai berdasarkan fungsi dan potensinya. Dan manusia juga dipandang dalam bentuk aliran-aliran oleh para ahli filsafat.
           
C.     Manusia dalam Perspektif Al-Qur’an
Berbicara tentang manusia berarti kita berbicara tentang dan pada diri kita sendiri makhluk yang paling unik di bumi ini. Banyak di antara ciptaan Allah yang telah disampaikan lewat wahyu yaitu kitab suci. Manusia merupakan makhluk yang paling istimewa dibandingkan dengan makhluk yang lain.
Menurur M. Quraish Shihab dalam bukunya Wawasan  Al-Qur’an dijelaskan bahwa ada tiga kata istilah manusia dalam Al-Qur’an yakni:
1.      Kata yang terdiri dari huruf alif, nun dan sin seperti insan, ins,nas atau unas.
2.      Kata Basyar
3.      Kata Bani Adam dan Zuriyat Adam.[9] Adapun istilah Bani Adam dan Zuriyah Adam maksudnya ialah manusia itu turunan Adam.
Sementara  menurut Salamadanis bahwasanya secara garis besar dalam Al-Qur’an makna manusia itu adalah Al-Basyar, Al-Insan dan Annas.  Walaupun demikian secara khsus mempunyai penekanan makna yang berbeda. Kata Al-Basyar di ungkapkan dalam Al-Qur’an sebanyak 38 kali yang terdapat dalam 26 surat, yang menurut bahasa berarti kepala wajah dan tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya rambut. Indikasinya menunjukan bahwa secara biologis yang dominan pada manusia adalah kulitnya dibanding rambut atau bulunya. Kata Al-Basyar juga dapat diartikan persentuhan kulit laki-laki dengan perempuan. Artinya manusia mempunya sifat makhluk biologis yang memiliki segala sifat kemanusiaan seperti makan, minum dan seks.
Menurut Quraish Shihab, kata basyar terambil dari akar kata yang pada mulanya berarti penampakan sesuatu dengan baik dan indah. Dari akar kata yang sama muncul kata basyarah yang berarti kulit. Manusia dinamai basyar karena kulitnya tampak jelas dan berbeda dengan kulit binatang. Di bagian lain dari Al Qur’an disebutkan bahwa kata basyar digunakan untuk menunjukkan proses kejadian manusia sebagai basyar melalui tahap-tahap sehingga mencapai kedewasaan. Disini tampak bahwa kata basyar dikaitkan dengan kedewasaan dalam kehidupan manusia yang menjadikannya mampu memikul tanggung jawab, sebab itu pula tugas kekhalifahan dipikulkan kepada basyar seperti dijelaskan dalam Al Qur’an surat Al Hijr ayat 28.
 Ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang kata Al-Basyar  adalah:
1.      Al-Qur’an surat Al-Kahfi : 110
قُل إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَن كَانَ
يَرْجُو لِقَاء رَبِّهِ فَليَعْمَل عَمَلاً صَالِحاً وَلاَ يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَداً
Artinya: Dan kamu mengira mereka itu bangun, padahal mereka tidur; Dan kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua. Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan diri dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi oleh ketakutan terhadap mereka. (Q.S Al-Kahfi : 110) [10]
2.      Surat Al-Hijir : 28
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلمَلاَئِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَراً مِّن صَلصَالٍ مِّنْ حَمَإٍ مَّسْنُونٍ
Artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. (Q.S Al-Hijir :28)[11]
3.      Surat Ar-Rum : 20
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَكُم مِّن تُرَابٍ ثُمَّ إِذَا أَنتُم بَشَرٌ تَنتَشِرُون
Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak.(QS. Ar-Rum : 20)[12]
            Kata al-Insan/al ins,  diungkapkan dalam Al-Qur’an oleh Allah sebanyak 88 kali yang terdapat pada 43 surat. Secara bahasa arti al-Insan adalah harmonis, jinak (lemah lembut), tampak atau pelupa. Kata ini dijelaskan oleh Tuhan bahwasanya manusia terdiri dari unsur jasmani dan rohani. Kedua unsur tersebut menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk istimewa, sempurna dan memiliki ketergantungan antara individual antara satu dengan yang lainnya. Perpaduan aspek fisik dan psikis menjadikan manusia menjadi makhluk yang berbudaya, yang memiliki kemampuan bicara dan akal untuk dapat mengetahui antara yang benar dengan yang salah dan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan.
Kata Al-Insan  juga digunakan untuk menunjukkan proses kejadian manusia setelah Adam As dalam rahim yang mempunyai pengertian yaitu proses biologis yang berasal dari saripati tanah melalui makanan. Maknanya bahwa proses kehidupan manusia itu tidak terlepas dari alam dan isinya seperti tumbuhan yang diberikan oleh Allah sebagai kebutuhan untuk kelangsungan hidup manusia. Kemudian juga mempunyai arti psikologis (spiritual) yakni proses ditiupkannya ruh pada diri manusia. Maknanya mengisyaratkan bahwa selain kebutuhan materi, ia juga tak lepas dari kebutuhan immateri yang senantiasa tunduk dan patuh kepada Allah SWT tanpa ada batasnya, tanpa ilat dan tanpa akhir. Sikap tersebut berhubungan dengan kebaikan dan kesetiaannya terhadap sang Khaliknya.[13]
Istilah insan terambil dari kata uns yang berarti jinak, harmonis, dan tampak. Istilah ini , menurut Quraish Shihab lebih tepat dibandingkan dengan pendapat yang mengatakan bahwa insan terambil dari kata nasiya yang berarti lupa atau nasa yang berarti guncang.  Dalam Al Qur’an kata insan sering juga dihadapkan dengan kata jin atau jan, yaitu makhluk yang tidak tampak. Kata insan, demikian Quraish Shihab, dalam Al Qur’an digunakan untuk menunjuk manusia sebagi totalitas (jiwa dan raga).
Selanjutnya kata insan bila dilihat asal kata al-nas, berarti melihat, mengetahui, dan minta izin. Atas dasar ini, kata tersebut mengandung petunjuk adanya kaitan substansial antara manusia dengan kemampuan penalarannya. Manusia dapat mengambil pelajaran dari hal-hal yang dilihatnya, dapat mengetahui apa yang benar dan apa yang salah, serta dapat meminta izin ketika akan menggunakan sesuatu yang bukan miliknya. Berdasarkan pengertian ini, tampak bahwa manusia mampunyai potensi untuk memberi dan diberi pengajaran yang baik.
Dalam kitab Ta’rifat bahwa manusia itu adalahالاثسان هو الحيوان ا النا   طق artinya “manusia adalah hewan yang berfikir”.[14] Manusia adalah maujud yang memiliki dua sisi , berada diantara alam fisik dan metafisik, memiliki ruh dan jasad. Dari satu sisi ia sangatlah tinggi, tangannya menggapai langit. Di sisi lain ia menukik ke bawah meraih bumi.[15] Artinya setelah Al-Qur’an menyifati jenjang-jenjang penciptaan manusia, sejak periode janin,spritualitas membawanya ketempat yang jauh lebih tinggi dari alam materi, saat itu di tiupkan roh yang sangat mulia kepadanya.
 Jadi dapat disimpulkan bahwa potensi manusia menurut konsep al-Insan diarahkan pada upaya mendorong manusia untuk berkreasi dan berinovasi. Jelas sekali bahwa dari kreativitasnya, manusia dapat menghasilkan sejumlah kegiatan berupa pemikiran (ilmu pengetahuan), kesenian, ataupun benda-benda ciptaan. Kemudian melalui kemampuan berinovasi, manusia mampu merekayasa temuan-temuan baru dalam berbagai bidang. Dengan demikian manusia dapat menjadikan dirinya makhluk yang berbudaya dan berperadaban.                                 

Ayat menjelaskan tentang kata Al-Insan adalah
1.      Q.S At-Thariq : 5-7
فَليَنظُرِ الإِنسَانُ مِمَّ خُلِقَ خُلِقَ مِن مَّاء دَافِقٍ يَخْرُجُ مِن بَيْنِ الصُّلبِ وَالتَّرَائِ
Artinya: Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan?  Dia diciptakan dari air yang dipancarkan, yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan (Q.S Ath-Thariq:5-7)[16]
2.      Q.S An-Nahl :78
وَاللّهُ أَخْرَجَكُم مِّن بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لاَ تَعْلَمُونَ شَيْئاً وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأَبْصَارَ وَالأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (Q.S An-Nahl : 78)
3.      Q.S Al-Mu’minun: 12-14
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإِنسَانَ مِن سُلاَلَةٍ مِّن طِينٍز. ثُمَّ جَعَلنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَّكِينٍ
ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا العَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا المُضْغَةَ عِظَاماً فَكَسَوْنَا العِظَامَ لَحْماً ثُمَّ أَنشَأْنَاهُ خَلقاً آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الخَالِقِينَ
Artinya: Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).  Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. (Q.S Al-Mukminun : 12-14)[17]
          Menurut Ismail Rajfi manusia adalah makhluk kosmis yang sangat penting, karena dilengkapi dengan semua pembawaan dan syarat-syarat yang diperlukan. Manusia mempunyai kelebihan yang luar biasa. Kelebihan itu adalah dikaruniainya akal. Dengan dikarunia akal, manusia dapat mengembangkan bakat dan potensi yang dimilikinya serta mengatur dan mengelola alam semesta ciptaan Allah adalah sebagai amanah.Selain itu manusia juga dilengakapi unsur lain yaitu qolbu (hati)[18]. Dengan qolbunya manusia dapat menjadikan dirinya sebagai makhluk bermoral, merasakan keindahan, kenikmatan beriman dan kehadiran Ilahi secara spiritual sesuai dengan konsep  dalam Al-Qur’an.            Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia dibandingkan dengan makhluk yang lain, dengan memiliki potensi akal, qolbu dan potensi-potensi lain untuk digunakan sebagai modal mengembangkan kehidupan. Agaknya perlu kita mengetahui (untuk keperluan pendidikan) bahwa manusia  itu, menurut Tuhan memiliki kelebihan dan kekurangan.     Diantara kelebihan manusia ialah :                  
1. .Dijadikan Allah sebagai khalifah (wakil) di bumi (Surat 2:30; surat 6:122). Tentu penunjukkan ini menjelaskan bahwa manusia itu memiliki kelebihan yang banyak. Surat Al-Baqarah : 30

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلمَلاَئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُواْ أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاء وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لاَ تَعْلَمُونَ.
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
z menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."                                                                                                     
2.      Dimuliakan Allah dan diberi kelebihan yang tidak dimiliki oleh makhluk lain (Surat 17:70).
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلنَاهُمْ فِي البَرِّ وَالبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلاً
Artinya: Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan[862], Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.                 
3.      Diberi alat indera dan akal (Surat 16:78; surat 30:8). Karena diberi akal itulah maka manusia harus mempertanggungjawabkan segala keputusannya. Firman allah SWT Q.S An-Nahl: 78
وَاللّهُ أَخْرَجَكُم مِّن بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لاَ تَعْلَمُونَ شَيْئاً وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأَبْصَارَ وَالأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.
  1. Tempat tinggal yang lebih baik dibandingkan dengan makhluk lain dan diberi rezeki (Surat 70:10). Firman Allah Q.S Al-Ma’arij : 10
وَلاَ يَسْأَلُ حَمِيمٌ حَمِيما
. Dan tidak ada seorang teman akrabpun menanyakan temannya,
  1. Memiliki proses regenerasi yang teratur melalui perkawinan. Lembaga perkawinan tidak diberikan kepada selain manusia.
  2. Diberi daya berusaha dan usahanya dihargai (Surat 53:79).[19]
Adapun kelemahan manusia ialah :
1.    Manusia adalah makhluk yang lemah (Surat 4:28). HAMKA menambahkan bahwa kelemahan manusia itu terutama ialah lemah dalam mengendalikan hawa nafsu syahwat dan oleh karena itu Allah memberikan jalan keluar boleh poligami sampai empat asal sanggup adil. Firman Allah Q.S An-Nisa’: 28
يُرِيدُ اللّهُ أَن يُخَفِّفَ عَنكُمْ وَخُلِقَ الإِنسَانُ ضَعِيفاً
Artinya: Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.
2.      Manusia memiliki kecenderungan nakal. Allah melukiskan kenakalan manusia itu di dalam Al Qur’an. Apabila manusia ditimpa bahaya maka ia berdo’a kepada Allah, tetapi bila ia lepas dari bahaya itu ia kembali ke jalan sesat seolah-oleah dia tidak pernah berdo’a kepada Allah (Surat 10:12; surat 39:8) dan bila manusia memperoleh nikmat ia berkata bahwa nikmat itu berasal dari usaha dan kepintarannya sendiri (Surat 39:49). Firman Allah SWT Q.S Yunus : 10
عَنْهُ ضُرَّهُ مَرَّ كَأَن لَّمْ يَدْعُنَا إِلَى ضُرٍّ مَّسَّهُ كَذَلِكَ زُيِّنَ لِلمُسْرِفِينَ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ وَإِذَا مَسَّ الإِنسَانَ الضُّرُّ دَعَانَا لِجَنبِهِ أَوْ قَاعِداً أَوْ قَآئِماً فَلَمَّا كَشَفْنَا
Artinya:  Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan.
3.    Manusia itu sombong, tidak mau berterima kasih dan mudah putus asa. Tatkala manusia itu memperoleh nikmat dari Allah, ia berpaling dari Allah dengan sikap sombong, bila ditimpa kesusahan ia mudah putus asa (Surat 17:67; surat 22:66; surat 100:06; surat 11:09, surat 41:51). Sifat ini akan mempersulit mendidik manusia. Firman Allah SWT Q.S Al-Isra’: 67
وَإِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فِي البَحْرِ ضَلَّ مَن تَدْعُونَ إِلاَّ إِيَّاهُ فَلَمَّا نَجَّاكُمْ إِلَى البَرِّ أَعْرَضْتُمْ وَكَانَ الإِنْسَانُ كَفُوراً
Artinya: Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia, Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. Dan manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih.
4.      Manusia itu senang membantah (Surat 16:4; surat 18:54).
خَلَقَ الإِنسَانَ مِن نُّطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُّبِينٌ
Artinya: Dia telah menciptakan manusia dari mani, tiba-tiba ia menjadi pembantah yang nyata.
5.      Manusia itu bersifat tergesa-gesa. Ini sering membahayakan dirinya. Bila ia berdo’a kepada Allah ia ingin segera dijabah (Surat 21:37; surat 17:11). Allah mengingatkan agar manusia tidak tergesa-gesa dalam menyelesaikan urusannya (Surat 75:20). Banyak kegagalan dan penyesalan disebabkan oleh ketergesaan manusia. Firman allah SWT Q.S Al-Anbiya’ : 37
خُلِقَ الإِنسَانُ مِنْ عَجَلٍ سَأُرِيكُمْ آيَاتِي فَلاَ تَسْتَعْجِلُونِ
Artinya: Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan Aku perIihatkan kepadamu tanda-tanda azab-Ku. Maka janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera.
6.      Manusia itu pelit. Allah melukiskan sifat pelit atau kikir manusia bahwa seandainya seluruh dunia dan isinya diberikan kepada manusia, manusia tetap akan pelit membelanjakan hartanya, manusia itu kikir (Surat 17:100). Firman Allah SWT Q.S Al-Isra’: 100
قُل لَّوْ أَنتُمْ تَمْلِكُونَ خَزَآئِنَ رَحْمَةِ رَبِّي إِذاً لَّأَمْسَكْتُمْ خَشْيَةَ الإِنفَاقِ وَكَانَ الإنسَانُ قَتُوراً
Artinya: Katakanlah: "Kalau seandainya kamu menguasai perbendaharaan-perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya perbendaharaan itu kamu tahan, karena takut membelanjakannya." Dan adalah manusia itu sangat kikir.
7.    Manusia itu adalah makhluk suka mengeluh. Mengeluh itu adalah sifat negative dari pandangan psikologi dan permasalahannya tidak pernah terselesaikan dengan mengeluh bahkan seringkali mengeluh itu menambah rumitnya masalah yang dihadapi. Al Qur’an menjelaskan bahwa manusia suka mengeluh (Surat 70:20), Firman Allah SWT Q.S Al-Ma’aarij: 20
إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعاً                                                             
Artinya:  Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah
8.      Manusia mempunyai kecenderungan untuk berbuat maksiat terus menerus dan bertindak melampaui batas (Surat 75:05). Ia memilki nafsu, nafsu itu mudah dipengaruhi hawa. Nafsu yang dikendalikan hawa, yang disebut hawa nafsu, akan selalu mengajak manusia melakukan kejahatan (Surat 12:35). Bila ia melihat dirinya serba cukup maka manusia itu cenderung berbuat melampaui batas (Surat 96:6~7).[20]
D.     Kesimpulan
Kajian mengenai manusia sangat luar biasa sekali uniknya. Sangatlah pantas manusia itu dikatakan makhluk yang paling mulia. Dilihat dari proses penciptaan sampai kepada fungsinya, sudah menunjukkan bahwa manusia merupakan makhluk yang terpilih oleh Allah.
Dalam uraian singkat makalah di atas, terdapat beberapa hal yang perlu digaris bawahi berkaitan tentang manusia, yaitu:
1.      Hakikat manusia itu sangat beragam sekali, mulai dari hakikatnya sebagai makhluk Allah SWT dan hakikatnya sebagai makhluk social
2.       Pandangan tentang manusia itu dapat dilihat dari dua perspektif.












           
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah,(Jakarta:Darus Sunnah, 2002)
Assegaf Rahman Abd.,Studi Islam Kontekstual, (Yokyakarta: gama Media, 2005)
Al-Ahwani Fuad Ahmad, Filsafat Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus,1997)
Hanafi Jarjani Husaini Ali bin Muhammad bin Ali Hasan Abu, Kitab Ta’arif,     (Beirut : Darul Kutub, 2002)
Http, Internet
Ma’rifat Adi. M, Sejarah lengkap Al-Qur’an, (Jakarta: Al-Huda, 2010)
Salmadanis, Filsafat Dakwah, (Jakarta: Surau, 2003)
Shihab Quraish.M, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1997)


[1] Abd. Rachman Assegaf,Studi Islam Kontekstual, (Yokyakarta:Gama Media, 2005), hal 57
[2] Salmadanis, Filsafat Dakwah, (Jakarta: Surau, 2003),hal. 62
[3] M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1997), hal 277-278

[5] Salmadanis, Ibid, hal.62-63
[6] Ahmad Fuad Al-Ahwani, Filsafat Islam, (Jakarta:Pustaka Firdaus, 1997),hal.158
[7] Http, Internet,
[8] Http, Internet
[9]M. Quraish Shihab, Ibid, hal. 278-280
[10] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah,(Jakarta:Darus Sunnah, 2002), hal. 305
[11] Ibid, hal. 264
[12] Ibid, hal, 407
[13] Salmadanis,Ibid, hal.65
[14] Abu Hasan Ali bin Muhammad bin Ali Husaini Jarjani hanafi, Kitab Ta’rifat, (Beirut:Darul Kutub, 2002), hal.41
[15] M. Adi Ma’rifat, Sejarah Lengkap Al-Qur’an, (Jakarta:Al-Huda, 2010), hal. 17
[16] Departemen Agama RI, Ibid, hal. 592
[17] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, 2000), hal.273
[18] Http Internet
[19] Http, Internet
[20] Ibid

0 Comment