31 Oktober 2012


Segala puji hanya milik Allah Rabbul ‘aalamiin, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya dan para shahabatnya.
‘Amma ba’du:
Ikhwani fillah… Pada uraian yang lalu telah dibahas tentang macam-macam orang mukmin yang selamat, yaitu orang yang terang-terangan dalam mendakwahkan tauhid ini, dan ini adalah yang paling utama, kemudian orang yang mengurung diri dengan keluarganya menjauhkannya dari segala sarana kemungkaran dan kemusyrikan, dan ini adalah maksud hadits:
“Orang mu’min yang berbaur di tengah manusia dan dia sabar terhadap sikap buruk (penindasan) mereka adalah lebih baik daripada orang mu’min yang tidak berbaur dengan manusia dan tidak sabar terhadap sikap buruk mereka” (HR. Ibnu Majah, Ahmad dan lain-lain.)

Kemudian orang yang ‘uzlah ke lereng-lereng gunung sebagaimana dalam hadits:
“Hampir saja harta orang muslim paling baik adalah kambing-kambing yang dia bawa pergi ke lereng-lereng gunung, dia lari mempertahankan diennya”. (HR. Abu Dawud)
Juga wasiat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam :
“Bagaimana engkau wahai Abdullah ibn Amr bila engkau berada di tengah manusia-manusia hina yang janji-janji serta amanah mereka kacau dan mereka berselisih sehingga menjadi seperti ini –seraya beliau menyilangkan jari-jarinya-“ dia berkata: “Saya berkata: “Wahai Rasulullah, apa yang engkau perintahkan kepada saya ?”” Beliau berkata: “Urusilah keluarga kamu dan tinggalkanlah urusan orang umum”” (Dikeluarkan oleh Ibnu Hibban dan yang lainnya, shahih)
Dan materi kali ini adalah sekitar fenomena kitman, talbis dan tawalliydalam dakwah. Atau masalah-masalah yang berkaitan dengan tiga golongan manusia yang binasa. Materi ini adalah kebalikan dari macam-macam golongan orang mu’min yang selamat pada materi yang lalu.
  1. I. Orang yang menyembunyikan Al Haq (Kitman)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyatakan:
“Janganlah kamu mengkaburkan al haq dengan al bathil, dan janganlah kamu menyembunyikan al haq sedangkan kamu mengetahuinya” (Al Baqarah: 42)
Dan firman-nya Subhanahu Wa Ta’ala:
“Hai ahli kitab, kenapa kalian mencampurkan al haq dengan al bathil, dan kalian menyembunyikan al haq sedangkan kalian mengetahuinya?” (Ali Imran: 71)
Dan firman-nya Subhanahu Wa Ta’ala:
“Dan ingatlah tatkala Allah mengambil janji dari orang-orang yang diberi (ilmu) dari kitab Allah, kamu akan menjelaskannya kepada manusia dan kamu tidak menyembunyikannya, namun mereka mencampakkannya ke belakang dan mereka menjualnya dengan harga yang murah, sungguh sangat buruk sekali jual-beli yang mereka lakukan” (Ali Imran: 187)
Dan firman-nya Subhanahu Wa Ta’ala:
¨bÎ) tûïÏ%©!$# tbqßJçFõ3tƒ !$tB $uZø9t“Rr& z`ÏB ÏM»uZÉit7ø9$# 3“y‰çlù;$#ur .`ÏB ω÷èt/ $tB çm»¨Y¨t/ Ĩ$¨Z=Ï9 ’Îû É=»tGÅ3ø9$#   y7Í´¯»s9′ré& ãNåkß]yèù=tƒ ª!$# ãNåkß]yèù=tƒur šcqãZÏ軯=9$# ÇÊÎÒÈ
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah kami turunkan kepada kamu berupa bukti-bukti yang nyata tentang kebenaran dan petunjuk setelah Kami jelaskan hal itu kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itulah orang-orang yang dilaknat oleh Allah dan dilaknat (pula) oleh setiap makhluk yang dapat melaknati” (Al Baqarah: 159)
Dan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang ditanya tentang ilmu terus dia menyembunyikannya maka dia diikat dengan kendali dari api neraka” (HR. Abu Dawud)
Dalil-dalil di atas berbicara tentang kitman dan talbis. Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah mengambil perjanjian kepada orang yang berilmu untuk menyampaikan al haq kepada manusia.
Ketika seseorang tampil sebagai du’at di atas forum, maka dia ada dalam posisi yang memberikan bayaan (penjelasan) di hadapan masyarakat. Karena yang namanya orang tampil di atas forum, berarti dia siap menjelaskan al haq. Sebab itu Rasullullah Shalallahu ‘alaihi wa sallammengatakan : “Barangsiapa yang ditanya tentang ilmu terus dia menyembunyikannya maka dia diikat dengan kendali dari api neraka”,dan yang harus dipahami adalah yang namanya pertanyaan tidak mesti harus terlontar dari mulut, tapi permasalahan yang ada di depan mata yang mana semua orang mengalaminya dan semua orang membutuhkan jawabannya sedang kita hidup di dalamnya, maka itu adalah pertanyaan yang perlu cepat di jawab dan tidak bias ditangguhkan, pertanyaan ini adalah apa yang disebut pertanyaan al hal (kondisi real).
Di dalam Al Qur’an, orang yang menyembunyikan al haq atau kebenaran atau pertunjuk-petunjuk setelah jelas Allah jabarkan di dalamnya, maka orang-orang seperti itu “yang dilaknat oleh Allah dan dilaknat (pula) oleh setiap makhluk yang dapat melaknati”. Dan hal yang paling dibutuhkan oleh manusia kapanpun di manapun adalah yang berkaitan dengan kandungan Laa ilaaha illallaah serta hal-hal yang bisa menggugurkannya, yaitu syirik dan rinciannya.
Dan ketika kita hidup di negeri seperti ini, di mana kemusyrikan sudah menjalar ke setiap lapisan masyrakat, di sekeliling dan di atas kita bertengger kemusyrikan, maka kewajiban du’at yang paling pertama dan yang paling harus didahulukan adalah menjelaskan hakikat Laa ilaaha illallaah dan menjelaskan tentang masalah syirik serta status orang-orang yang ada di sekitar kita. Terutama yang berkaitan dengan masalah status manusia-manusia yang telah menjajah kaum muslimin yaitu masalah thaghut dan ansharnya.
Oleh karena itu, kewajiban du’at yang tampil di hadapan masayarakat umum, yang mana dia memposisikan dirinya sebagai orang yang memberikan bayaan (penjelasan) kepada manusia, adalah menjelaskan tentang tauhid dan syirik serta menjelaskan status penguasa ini beserta ansharnya sebelum menjelaskan tentang tatacara atau fiqh berbagai ibadah atau akhlaq hubungan antar manusia, sehingga kaum muslimin mengetahui bagaimana mereka berbuat dan bersikap terhadap penguasa ini.
Jika orang yang memposisikan dirinya sebagai du’at yang memberikan bayaan di tengah masyarakat dan ia tidak terikat oleh instansi manapun atau tidak berada di bawah kendali siapa-siapa dan tidak ada kaitannya dengan thaghut, maka yang paling wajib dan yang paling pertama dia harus jelaskan adalah tentang tauhid dan syirik juga status penguasa dan bagaimana kaum muslimin harus bersikap kepadanya. Akan tetapi jika si du’at yang tampil di forum ini tidak mandahulukan untuk menjelaskan tauhid dan syirik serta rincian-rinciannya, tapi dia malah menjelaskan masalah-masalah fadlail yang bersifat furu’ (cabang), maka dia sudah menyembunyikan al haq (kitman).
Orang yang terjatuh ke dalam fenomena kitman ini telah di ancam oleh firman Allah:
“Mereka itu adalah orang-orang yang dilaknat oleh Allah dan dilaknat oleh setiap makhluk yang dapat melaknat” (QS Al-Baqarah: 159)
Jika kita menelusuri ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah kitman, maka kita akan mengetahui bahwa orang-orang yang menyembunyikan al haq ini takut kedudukannya di tengah masyarakat atau dunianya hilang, mereka mencari selamat dan kemudahan untuk kepentingan dunianya, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Dan ingatlah tatkala Allah mengambil janji dari orang-orang yang diberi (ilmu) dari kitab Allah, kamu akan menjelaskannya kepada manusia dan kamu tidak menyembunyikannya, namun mereka mencampakkannya ke belakang dan mereka menjualnya dengan harga yang murah, sungguh sangat buruk sekali jual-beli yang mereka lakukan” (Ali Imran: 187)
Seorang du’at yang paham akan tauhid serta konsekuensi-konsekuensinya, akan tetapi dia tidak menyampaikan masalah tauhid dan syirik, karena takut masyarakat lari dari dirinya, atau dia takut kehilangan jama’ah yang mana nantinya dia akan kehilangan lahannya untuk mendapatkan ‘materi’ atau dia takut disorot oleh thaghut, sehingga akhirnya dia lebih cenderung menyembunyikan al haq supaya kedudukannya tetap aman dan tetap dipakai oleh jama’ahnya atau masyarakatnya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“…mereka memakan harta manusia dengan jalan yang bathil dan mereka menghalang-halangi dari jalan Allah.” (QS. At-Taubah: 34)
Menyembunyikan al haq sama dengan menghalang-halangi manusia dari jalan Allah. Ketika tidak menjelaskan kebenaran, maka ini artinya menghalangi orang untuk tahu jalan Allah yang sebenarnya.
Jadi, semua ayat yang berkaitan dengan larangan untuk kitman atau talbis, maka pasti disertai dengan pernyataan “jangan menjual ayat Allah dengan harga murah”, ini artinya adalah jika ada orang yang kitman atau ada orang yang talbis pasti karena dia lebih mengutamakan dunia.
Lebih baik menjadi orang biasa daripada menjadi du’at tapi menyembunyikan al haq. Lebih baik tidak tampil di hadapan manusia atau mengurus diri sendiri dan menjauhkan keluarga dari sarana-sarana kemungkaran dan kemusyrikan. Lebih baik seperti itu daripada tampil di hadapan masyarakat tapi tidak menyampaikan al haq. Karena dengan begitu berarti dia telah menyembunyikan al haq dan menghalang-halangi manusia dari jalan Allah, dan yang lebih parah adalah dia akan menimbulkan kerusakan pada dien dan bagi ummat ini.
Dengan semakin bercokolnya thaghut di tengah masyarakat adalah karena ulah dari para du’at atau ulama yang tampil ditengah masyarakat namun dia tidak menjelaskan tentang tauhid dan syirik, serta status pemerintahan thaghut ini dan juga tidak menjelaskan bagaimana seharusnya sikap kaum muslimin terhadap pemerintahan thaghut ini.
Jadi kitman ini terjadi pada du’at yang bebas, tidak terikat oleh lembaga manapun dan tidak berada dibawah kendali siapapun, akan tetapi ketika tampil dia sama sekali tidak menyinggung masalah hal yang berkaitan dengan fenomena yang sebenarnya harus dia jelaskan terlebih dahulu sebelum menjelaskan yang lainnya… ini adalah du’at yang terjatuh ke dalam kitman.
  1. 2. Talbis (pengkaburan al haq)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Hai ahli kitab, kenapa kalian mencampurkan al haq dengan al bathil, dan kalian menyembunyikan al haq sedangkan kalian mengetahuinya?” (Ali Imran: 71)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Janganlah kamu mengkaburkan al haq dengan al bathil, dan janganlah kamu menyembunyikan al haq sedangkan kamu mengetahuinya” (Al Baqarah: 42)
Ketika orang melakukan talbis maka sudah pasti dia melakukan kitman, oleh karena itu talbis lebih parah daripada kitman. Jika yang kitman saja Allah katakan: “mereka itu adalah orang-orang yang dilaknat oleh Allah dan dilaknat oleh setiap makhluk yang dapat melaknat”, maka yang talbis lebih parah lagi ancamannya.
Fenomena talbis adalah seperti du’at yang masuk ke Departemen Agama. Ketika dia berbicara di hadapan masyarakat, meskipun -seandainya- yang dia sampaikan itu adalah al haq, maka masyarakat akan menilai bahwa seandainya pemerintahan ini kafir, maka tidak mungkin si ustadz ini mau berdakwah melalui lembaga milik thaghut, ini membuat masyarakat menilai bahwa pemerintah ini bukan pemerintah kafir atau pemerintah thaghut.  Dan si thaghutnya sendiri akan merasa bahwa dirinya bukan orang kafir atau merasa dirinya adalah muslim.
Dan akan banyak hal-hal pokok dalam Islam ini yang ditinggalkan ketika si du’at berada di bawah kendali pemerintah thaghut ini, di antaranya; keberadaan dirinya sendiri merupakan talbis (pengkaburan) di hadapan masyarakat meskipun dia tidak berbicara dan hanya hadir dalam suatu majelis atau forum. Sehingga masyarakat akan menilai bahwa seandainya sistem negara ini kafir maka tidak mungkin si ustadz mau membantu sistem mereka.
Sedangkan tauhid dan syirik adalah dua hal yang berbeda yang tidak dapat bersatu, orang yang memperjuangkan tauhid tidak mungkin bisa bergandeng tangan dengan orang yang memperjuangkan syirik. Dan tidak mungkin thaghut yang memperjuangkan syirik bisa memberikan fasilitas-fasilitas atau berbagai kemudahan kepada du’at yang memperjuangkan tauhid.
Ketika kita mufashalah (berlepas diri secara total) dari thaghut, maka di antara keuntungannya adalah dakwah tauhid akan tampak di hadapan thaghut dan di hadapan masyarakat, dan bahwa kita itu tidak sejalan dengan mereka, meskipun kita tidak berbicara tapi tindakan kita dengan tidak bergabung dengan mereka, maka itu sudah menjadi dakwah bahwa kita itu bara’ dari mereka, masyarakat akan tahu dan thaghut pun akan mengetahuinya. Selain itu, dengan cara seperti itu maka ketika ada orang yang belajar atau bertanya kepada kita, maka orang tersebut kemungkinan besar adalah orang yang benar-benar mau belajar, bukan karena sebab ingin mencari muka di hadapan thaghut.
Jadi, bila du’at larut di dalam sistem mereka, maka ini akan mengkaburkan al haq di hadapan masyarakat. Dengan bertambah jauhnya masyarakat dari kebenaran Islam zaman sekarang, hal itu adalah karena keberadaan departemen agama dan instansi-instansi semacam ini. Orang-orang Depag itu lebih berbahaya dan lebih besar kerusakan yang ditimbulkannya terhadap dien ini daripada keberadaan orang-orang di departemen yang lainnya, karena Depag atau departemen yang sejenisnya mengatasnamakan agama sedangkan departemen yang lain tujuannya adalah dunia. Maka ini adalah talbis di hadapan ummat.
Imam Sufyan Ats Tsauriy mengatakan: “Janganlah kamu duduk bersama ahlu bid’ah, karena akan melahirkan tiga hal…” dan salah satunya adalah “Kamu akan menjadi fitnah bagi orang lain” karena ketika seorang du’at duduk-duduk bersama ahli bid’ah, maka kebid’ahan yang dilakukan ahli bid’ah itu akan terkaburkan di hadapan masyarakat karena sebab kehadirannya, atau bahkan masyarakat tidak akan menganggap itu bid’ah.
Syaikh Muhammad ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata seraya melanjutkan ucapan Sufyan Ats Tsauriy di atas, beliau berkata: “Bila ini ucapan salaf tentang pentahdziran (penghati-hatian) duduk-duduk bersama dengan ahli bid’ah —karena bisa melahirkan hal-hal yang tadi—, maka bagaimana dengan orang yang duduk-duduk (mujalasah) dengan orang-orang kuffar dan murtaddun dari kalangan ‘Ubadul Qubur?”
Dan Syaikh Ali Khudlair mengatakan di dalam Kitab Ath Thabaqat tentang ‘Ubadul Qubur: “Di antara ‘Ubadul Qubur adalah para pengusung undang-undang buatan manusia”. Sedangkan anshar thaghut; mereka bekerja dalam rangka menegakkan hukum thaghut ini. Jadi, bagaimana bisa du’at yang berdakwah berjuang di jalan Allah untuk menegakkan hukum Allah dapat bekerjasama dan bergandeng tangan dengan orang-orang yang memerangi hukum Allah dan wali-wali-Nya. Ini adalah sesuatu yang mengherankan…
Syaikh Abdul Lathif Ibnu Abdurrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad Ibnu Abdil Wahhab di dalam Kitab Minhajut Ta-sis dan ayahnya Syaikh Abdurramhan Ibnu Hasan di dalam Syarhu Ashli Dienil Islam menyatakan “bahwa Syirik dan tauhid adalah dua hal yang kontradiktif yang tidak bisa menyatu…” dan jika dua hal ini bisa menyatu, maka berarti ada satu prinsip yang dikorbankan dari salah satunya.
  1. 3. Tawalliy
Dia larut dan menyatu dalam sistem yang ada, menyetujui, merestui dan mengikuti kekafiran, seperti para du’at yang masuk partai atau masuk parlemen dan masuk ke dalam sistem demokrasi, bahkan mengajak manusia untuk masuk ke dalam demokrasi. Dan ini sudah jelas kafirnya.
Ini adalah seperti apa yang dianut oleh kelompok-kelompok jama’ah irja, seperti orang-orang PKS dan yang serupa dengannya. Mereka tawalliykarena masuk ke dalam sistem kafir demokrasi, dan ini lebih parah daripada sekedar  talbis dan kitman.
Yang menyebabkan mereka jatuh ke dalam keterpurukan ini adalah seperti apa yang Allah firmankan dalam Al Qur’an:
“Seandainya mereka beriman kepada Allah, kepada Nabi, dan kitab yang diturunkan kepadanya, tentulah mereka tidak akan menjadikan orang-orang kafir sebagai auliya, akan tetapi kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang fasiq” (QS. Al Maidah: 81)
Syaikh Sulaiman Ibnu Abdillah Ibnu Muhammad Ibnu Abdil Wahhabrahimahullah manyatakan ketika menjelaskan ayat ini di dalam Kitab Ad Dalaail bahwa yang menyebabkan mereka jatuh ke dalam tawalliy ini adalah karena keberadaan mereka sebelumnya sebagai orang-orang fasiq, keadaan ini telah menghantarkan mereka jatuh ke dalam tawalliykepada orang-orang kafir.
Sedangkan salah satu bentuk ke-fasiq-an yang sangat parah adalah keyakinan Irja (orang yang meyakini “iman itu di hati”).
Irja ini memiliki pemahaman bahwa bila hati meyakini kebenaran walaupun dhahir mengikuti kekafiran, maka itu bukan merupakan kekafiran. Banyaknya para du’at yang masuk sistem demokrasi karena sebelumnya mereka memiliki pemahaman yang seperti ini, yang mana ini merupakan bid’ah i’tiqad yang minimal pelakunya adalah orang fasiq. Pemahaman yang seperti ini adalah pemahaman yang menghantarkan mereka ke dalam tawalliy, sehingga ketika telah tawalliy kepada orang-orang kafir maka mereka divonis kafir.
Orang yang beriman kepada Allah, kepada Nabi, dan kitab yang diturunkan kepadanya tidak mungkin tawalliy kepada orang kafir, berarti jika ada orang yang tawalliy kepada orang kafir, maka dia bukan orang yang beriman kepada Allah, kepada Nabi dan kepada kitab walaupun dia mengklaim iman kepada Allah, Nabi, dan Al Kitab. Sebagaimana Allah menafikan orang yang mengaku beriman Al Qur’an dan kitab yang diturunkan sebelumnya, akan tetapi mereka ingin berhakim kepada thaghut, AllahSubhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk  mengingkari Thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya”. (An Nisa: 60)
Orang yang tawalliy kepada orang kafir adalah layak untuk dikafirkan apapun keyakinannya, baik itu dia mengaku berkeyakinan Ahlus Sunnah Wal jama’ah atau tidak.
Dan yang diinginkan oleh thaghut yang kafir itu adalah bukan kaum muslimin merubah keyakinannya, akan tapi yang diinginkan oleh mereka adalah orang yang asalnya Islam ini mengikuti sistem mereka, sebagaimana firman-Nya :
“Orang Yahudi dan Nashrani tidak akan rela kepada kamu sampai kamumengikuti millah mereka, mereka ingin agar kalian kafir sama seperti mereka” (QS. Al-Baqara : 120)
Yang diingingkan mereka dari manusia adalah apa yang terlihat oleh mereka, yaitu keadaan dhahir dan ucapan yang mengikti keinginan system mereka tanpa peduli terhadap keyakinan di hatinya. Karena soal keyakinan di dalam hati mereka tidak mengetahui dan tidak perduli dengannya.
Ini adalah tiga macam sikap para du’at yang bertentangan dengan al haq, yaitu kitman, talbis dan tawalliy. Kita harus menghindari diri darinya supaya tidak diancam Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan ayat-ayat dan hadits Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam tadi.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya, para shahabat dan para pengikutnya sampai hari kiamat. Alhamdulillahirabbil’alamin[2]

0 Comment