31 Oktober 2012


                                                                        
A.    Pengertian

Manusia diciptakan oleh Allah SWT di muka bumi adalah sebagai khalifah. Khalifah artinya seseorang yang dijadikan pengganti atau sesesorang yang diberi wewenang untuk bertindak sebagai pengatur atau wakil Allah SWT. Namun demikian, tugas khalifah tidak hanya bertumpu pada yang bersifat intelektual belaka, tetapi juga moral. Kekuasaan manusia di muka bumi tidak mutlak, karena dibatasi oleh hukum-hukum Allah SWT yang akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan-Nya. Hal ini di jelaskan oleh Allah SWT dalam al-Qur'an surat al-Baqarah ayat 30;

" Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan tidak sucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak diketahui''  

 Manusia diciptakan oleh Allah sejak lahir sudah ada masalah ini dibuktikan oleh Allah dengan adanya sifat halu'an ( keluh kesah/tidak stabil ), dhu'afan ( lemah) dan jadu'an 
  ( keluh kesah ). Hal tersebut diatas dijelaskan oleh Allah SWT dalam al-Qur'an seperti 
1.      Surat Al-Ma'arij ayat 19-21

" Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. Dan apabila ia mendapat kebaikan ia Amat kikir".

2.      Surat An-Nisa' ayat 9

|   
"Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar."

3.      Surat Ar-Rum ayat : 54

      "Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari Keadaan lemah, kemudian Dia menjadika (kamu) sesudah Keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah yang Maha mengetahui lagi Maha Kuasa."

Patologi berasal dari kata pathos, yaitu penderitaan, penyakit[1], sedangkan logos artinya ilmu, jadi patologi berarti ilmu tentang penyakit. Patologi sosial berarti ilmu yang membahas tentang penyakit sosial, atau juga ilmu yang membahas tentang penyakit masyarakat.

Secara bahasa, patologi sosial adalah semua tingkah laku yang bertentangan dengan  norma kebaikan, stabilitas lokal, pola kesederhanaan, moral, hak milik, solidaritas keluarga, hidup rukun bertetsangga, disiplin, kebaikan dan hukum formal.[2]

Penyakit masyarakat atau disebut juga dengan patologi sosial merupakan fenomena yang sangat penting di perhatikan oleh siapapun. Patologi sosial adalah semua tingkah laku yang bertentangan dengan norma kebaikan, stabilitas lokal, pola kesederhanaan, moral, hak milik, solidaritas kekeluargaan, hidup rukun bertetangga, disiplin, kebaikan dan hukum formal.[3]

Berbagai macam kerugian termasuk terancamnya jiwa seseorang merupakan salah satu dampak patologi sosial. .Jadi Patologi Sosial Adalah ilmu tentang gejala-gejala sosial yang dianggap sakit. Disebabkan oleh faktor-faktor sosial. Berasal dari kata Phatos (Yunani) : penderitaan, penyakit.

Hassan Shadily mengatakan bahwa beberapa gangguan masyarakat ini adalah kejahatan, Kenakalan anak-anak, kemikinan dan lain sebagainya merupakan suatu hal yang harus dicarikan solusinya[4].
 Gilin dan Gilin sebagaimana yang diungkapkan oleh Salmadanis, memberikan batasan tentang paologi sosial, yaitu pertama, patologi sosial adalah salah satu kajian tentang disorganisasi sosial atau maladjustment yang dibahas dalam arti luas, sebab hasil dan usaha-usaha perbaikan atau faktor-faktor yang dapat mengganggu dan mengurangi penyesuaian sosial, seperti kemiskinan, pengangguran, lanjut usia, penyakit rakyat, atau lemah ingatan / pikiran, kegilaan, kejahatan, perceraian, pelacuran ketegangan-ketegangan dalam keluarga dan lain sebagainya. Kedua, Patologi sosial berarti penyakit-penyakit masyarakat atau keadaan abnormal pada  suatu masyarakat [5].

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya penyakit masyarakat, hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian bahwa gangguan jiwa cukup besar kontribusinya terhadap waktu produktif dan ekonomi.[6]

Menurut Vembrianto, patologi sosial mempunyai dua arti, pertama, patologi sosial berarti suatu penyelidikan disiplin ilmu pengetahuan tentang disiplin ilmu pengetahuan tentang disorganisasi sosial dan sosial malajustment, yang di dalamnya membahas tentang arti, ekstensi, sebab-sebab, hasil-hasil dan tindakan perbaikan (treatment) terhadap faktor-faktor yang mengganggu atau mengurangi penyesuaian sosial (sosial adjustment).  Kedua, patologi sosial berarti keadaan sosial yang sakit atau abnormal pada suatu masyarakat.[7]

Patologi sosial juga merupakan suatu ilmu tentang gejala-gejala sosial yang disebabkan oleh   faktor-faktor sosial atau Ilmu tentang asal usul dan sifat-sifatnya, penyakit yang berhubungan dengan hakekat adanya mnusia dalam hidup masyarakat. Patologi sosial ini juga disebut pula sebagai masalah-masalah yang timbul dalam suatu masyarakat, yang mana kehadirannya tidak diharapkan. Masalah-masalah sosial ini pada hakikatnya juga merupakan fungsi-fungsi struktural dari totalitas sistem sosial.

B. Konsep Islam Terhadap Patologi Sosial

       Patologi sosial merupakan salah satu masalah yang diperhatikan oleh Islam, berbagai macam persoalan telah dijelaskan dalam al-Quran untuk memecahkan masalah ini, misalnya memberikan hukuman bagi orang melakukan pencurian, mabuk - mabukan, membunuh, dan lain sebaginya merupakan ganjaran bagi orang yang melakukan suatu masalah yang bertentangan dengan hukum Islam.
Konsep Islam mengenai patologi sosial, sebagaimana yang dijelaskan di dalam al-Qur’an, al-Qur’an menjelaskan tiap-tiap perbuatan yang berkenaan dengan masalah patologi sosial dan memberikan ancaman serta peringatan bagi orang yang melakukan patologi sosial.

Secara jelas, al-Qur’an telah memberikan peringatan-peringatan yang jelas mengenai masalah-masalah yang berhubungan dengan patologi soisial, misalnya; mengenai yang memabukkan seperti narkoba dan minuman keras terdapat dalam surat al-Baqarah: 219, an-Nisa’: 43, al-Maidah: 90,91, dan al-Jasiyah: 15. Mengenai perzinaan yang nantinya terdapat masalah homoseksual, lesbian, pornografi dan pornoaksi telah dijalaskan dalam surat an-Nisa’: 16, 24-25, al-Maidah; 5, an-Nur; 26, 33, al-A’raf; 80-82, mengenai masalah perjudian, terdapat dalam surat al-Baqarah; 219, al-Maidah; 90-91. Mengenai maslalah korupsi, terdapat dalam surat; al-Maidah; 38, al-Mumtahanah; 12 [8]

Disisi lain, Islam adalah agama dakwah sehingga Allah menciptakan manusia dengan tugas utamanya adalah untuk selalu mengadakan hubungan (interaksi), yatu hubungan dengan Allah SWT sebagai  sang pencipta dan hubungan dengan sesama makhluk yang satu dengan yang lainnya, mengenai masalah interkasi antara manusia dengan manusia laiannya, berbagai mancam persoalan dapat diselesaikan karena manusia sebagai makhluk sosial yang mana mereka saling membutuhkan antara yang satu dengan yang lainnya.

Persoalan yang menyangkut kehidupan manusia di dunia ini tidak terhitung banyaknya. Kalau dilihat dari segi kebutuhan manusia dengan manusia lainnya telah tertuang dalam firman Allah yaitu:

Ï…. (#öq|¹#uqs?ur Èd,ysø9$$Î/ (#öq|¹#uqs?ur ÎŽö9¢Á9$$Î/ ÇÌÈ 

"Nasehat menasehati supaya menguikuti kebenaran”

(Al-Qur’an  dan Terjemahannya / 2006 / 602
Saling sehat menasehati sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Qur’an, Melihat problematika dakwah,  dapat dilihat dari sudut unsur dakwah, yaitu subjek, materi metode dan media (Awis Karni, 2004 / 142) Dari segi objek dapat dilihat permasalahan yang paling tampak adalah subjek dakwah kurang memperhatikan kondisi psikologi mad’unya maupun dari segi penguasaan materi dakwah yang akan  disampaikan Muhammad Sayyid al-Wakil mengungkapkan bahwa kaum muslimin telah jauh dari sember-sember keagungan dan menjauh dari pedoman mereka, sehingga mereka terhina dan tersesat. Mereka tidak lagi menfungsikan akalnya dan berpaling dari nilai-nilai rohani sehingga kehilangan seluruh kebaikan dan kemuliaan.[9]

Dalam kegiatan keagamaan, para pamuda yang menjadi generasi yang menjadi tumpuan bangsa terbentur untuk tidak melaksanakan bahkan mengabaikan shalat, sedangkan kehidupan di luar telah membudaya, pergaulan bebas, mabuk-mabukan, maraknya perjudian, perkosaan, pembunuhan dan sebagainya merupakan suau hal yang sangat bertentang dengan Islam.
Rafiuddin  dan Maman  abd Jalil menjelaskan bahwa penyebab dari permasalahan ini adalah:[10]

1.       Problema akidah akhlak serta syariah, dengan banyaknya penyimpangan akidah dan syariah akan melahirkan gerakan kelompok-kelompok  (firkah-firkah)  yang sangat mengganggu umat Islam lainnya, karena itu sumber Islam yang aslinya yaitu al-Qur’an harus benar-benar dipelihara secara sunggguh-sungguh agar terlepas dari belengggu kesulitan.

2.       Problematika ukuwah Islamiyyah. Persaudaraan Islam sangat membantu dalam kehidupan bermasyarakat supaya kehidupan mereka menjadi aman,  tentram bahkan keadilan  dan kemakmuran akan terjalin dengan adanya persaudaraan. Namun karena dipengaruhi oleh sedikit perbedaan faham dalam dan masalah keagamaan, maka timbulah aliran-aliran sehingga timbul ketimpangan diantara mereka. Hal ini mennyebabkan anntara satu aliran dengan aliran lainnya timbul perpecahan bahkan permusuhan diantara mereka.

3.       Problematika generasi. Generasi muda adalah penerus estafet perjuangan bangsa serta agama. Dalam perkembanganya, dan  bahkan sampai saat sekarang ini generasi muda adalah harapan serta tumpuan untuk meneruskan cita-cita bangsa dan agama. Di sini dibutuhkan peranan orang tua serta bimbingan seorang guru untuk melanjutkan  cita-cita tersebut, namun kurangnya peranan orang tua sebagai guru pertama bagi mereka, akan menyebabkan mereka berjalan ke jalan yang sebenarnya tidak mereka tempuh, sehingga timbul kejahatan-kejahatan yang ditimbulkan oleh generasi muda.

Permasalahan pennyakit masyarakat sekarang ini yang menjadi-jadi seperti yang telah dijelaskan diatas, yang bukan hanya dilakoni oleh orang-orang dewasa, orang miskin, orang kaya, dan bahkan pejabat sekalipun, namun anak-anak sangat banyak sekali ikut meresahkan masyarakat.
Penanaman nilai Islam ke jiwa anak-anak di usia dini merupakan salah satu yang dianjurkan oleh agama. Allah juga telah memberikan isyarat bahwa ;Hai Orang-orang yang bebriman, jagalah diri kamu dan keluargamu dari api neraka”
Apabila Setiap orang tua mampu menafsirkan dan melaksanakan apa yang telah menjadi perintah Allah tersebut di atas, maka sampai kapanpun sehingga si anak menjadi dewasa perilaku dan sikapnya akan teratur dan sesuai dengan syariat Islam.

Namun pada kenyataannya, masih banyak para orang tua tidak mampu melaksanakan perintah Allah untuk dapat melindungi serta memelihara anak yang merupakan titipan dari Allah, hal ini terjadi karena kebanyakan orang tua belum memahami tanggung jawabnya serta kurangnya pemahaman orang tua terhadap  nilai-nilai agama yang dianutnya, karena kurangnya  pemahaman orang tua terhadap nilai-nilai agama yang dianutnya, maka dalam kehidupannyapun orang tua tidak berpatokan kepada ajaran-ajaran agama yang dianutnya.[11]

Al-Qur’an sebagai kunci pokok ajaran Islam banyak sekali memberikan arahan dan petunjuk yang baik supaya patologi sosial tidak lagi terjadi di tengah-tengah masyarakat, apabila nilai-nilai Islam yang telah di jelaskan dalam al-Qur’an, maka setiap individu manusia akan mengalami goncangan jiwa dan memungkinkan mereka akan menyeleweng dari ajaran agama.

Kasus-kasus patologi sosial pada umumnya merupakan permasalahan umat haruslah menjadi pembicaraan utama, kenyaman dan ketentraman masyarakat merupakan tujuan utama hidup bermasyarakat, namun hal ini tidak diperhatikan secara cermat.

C. Ruang Lingkup Patologi Sosial

Semua tingkah laku yang bertentangan dengan norma kebaikan, stabilitas lokal. Pola kesederhanaan, moral, hak milik, solidariatas kekeluargaan, hidup rukun bertetangga, disiplin, kebaikan dan hukum formal. Kondisi ekonomi yang morat marit dan harga barang yang selalu membumbung tinggi merupakan ruanglingkup patplogi sosial dan juga merupakan salah satu penyebab dari timbunya masalah penyakit masyarakat.

Namun dalam perkembangannya, masalah penyakit masyarakat sekarang ini sudah semakin menjadi-jadi, yang mana berbagai macam bentuk perbuatan yang bertentangan dengan hukum dan norma agama serta adat sudah menjadi kebiasaan masyarakat.

Di era globalisasi dan informasi ini, perubahan masyarakat lebih cepat jika dibandingkan dengan pemecahan permasalahan masyarakat. Manusia sekarang ini tengah disibukkan dengan kesibukan oleh kebutuhan yang semakin kompetitif bersaing dengan aneka ragam tantangan bahkan bekorban raga serta jiwa, dan juga termasuk perkembangan ilmu pengetahuan yang akan melahirkan berbagai macam penemuan dan pembahurau dibidang teknologi sampai dengan imformasi yang nantinya akan mengajak manusia berubah untuk mengikuti kepentingan diri sendiri.

Dalam ilmu sosial, perubahan yang terjadi dalam masyarakat inilah yang disebut dengan perubahan sosial, perubahan sosial dapat berupa perubahan sosial ke arah positif dan perubahan sosial yang mengarah kepada negatif. Kedua bentuk perubahan ini sangat rentan terjadi di masyarakat, perubahan sosial yang cenderung ke positif adalah suatu hal yang harus di miliki oleh setiap masyarakat, namun perubahan sosial yang mengarah ke negatif seperti penyakit masyarakat adalah suatu masalah yang harus dihindarkan. 

Dalam hal ini Simuh mengatakan bahwa perubahan sosial yang bersifat negatif ini timbul dari kenyataan akan adanya unsur-unsur yang saling bertentangan di dalam kehidupan bermasyarakat.[12]

Semakin meningkatnya gejala patologi sosial di suatu masyarakat, akan menyebabkan kondisi masyarakat semakin  tidak stabil, berbagai macam permasalahan sosial yang kita baca media cetak  dan disaksikan di media elekrtonik, seakan-akan semua permasalahn ini seperti mengancam ketentaram kita bersama.

Indonesia sedang mengalami perubahan sosial yang sangat cepat akibat pertemuan dua kebudayaan masyarakat dunia. Hal ini memungkinkan karena perkembangan tknoogi yang begitu cepat. Hakikat perubahan dari percepatan itu mempunyai konsekwensi-konsekwensi pribadi, psikologis dan sosial.

Hakikat perubahan adalah faktor kekuatan yang dapat menjadi integrasi dan disorganisasi. Pertntanggan dua kekuatan ini perlu dicermati. Sementara itu dalam konvensi kesehatan jiwa nasional II di Jakarta membahas tentang kekamisn dan kekitaan[13]

Menurut pembukaan UUD 1945, dijelaskan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar di pelihara oleh negara. Namun, bentuk pelaksanan dan penerapan Undang-Undang ini tidak begitu jelas adanya sehingga orang-orang yang di jelaskan dalam kalimat dalam pembukaan UUD 1945 ini masih banyak telihat dengan kehidupan mereka yang sangat menyedihkan.

D.  Masalah Sosial yang Dapat Menimbulkan Patologis

Masalah social berbeda dengan problema-problema social yang ada dalam masyarakat karena masalah social tersebut berhubungan erat dengan nilai-nilai social dan lembaga-lembaga kemasyarakatan. Masalah tersebut bersifat social karena bersangkut paut dengan hubungan antar manusia dan di dalam kerangka bagian-bagian kebudayaan yang normative. Hal ini dinamakan masalah karena bersangkut paut dengan gejala-gejala yang mengganggu kelanggengan dalam masyarakat. Dan adakalanyabmasalah social tersebut bisa dapat menimbulkan patologis.

Setiap masyarakat tentunya mempunyai ukuran yang berbeda mengenai hal ini misalnya soal gelandangan merupakan masalah social nyata yang dihadapi kota-kota besar di Indonesia. Akan tetapi, belum tentu masalah tersebut dianggap sebagai masalah social di tempat lainnya. Hal ini juga tergantung dari factor waktu. Mungkin pada waktu lampau permainan judi dianggap sebagai masalah social yang penting, tetapi dewasa ini tidak. 

Selain itu, ada juga masalah-masalah yang tidak bersumber pada penyimpangan norma-norma masyarakat, tetapi lbih banyak mengenai susunannya, seperti masalah penduduk, pengangguran dan disorganisasi keluarga serta desa.[14] 

Dari uraian tersebut dapat di lihat  bahwa masalah sosial yang ada itu diantaranya masalah penduduk dan pengangguran. Masalah penduduk, sebagai cntoh penulis lihat penduduk Indonesia khususnya pada saat ini  semakin padat apalagi di daerah perkotaan seperti Jakarta. Penduduk yang ada di Jakarta semakin hari semakin bertambah dan terjadi padat kota, sehingga ada penduduk yang tidur di bawah kolong jembatan. Penyebab itu semua karena terjadinya perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi). Sehingga daerah perkotaan menjadi macet seperti kita lihat juga kota Jakarta. Mereka yang berasal dari desa beranggapan bahwa di kota-kota besar seperti Jakarta sangat mudah untuk mendapatkan pekerjaan.
 
Begitu padatnya penduduk di kota-kota besar tersebut, menyebabkan terjadinya pengangguran, karena tidak ada lagi perusahaan-perusahaan yang bisa menampung tenaga kerja. Kemudian banyaknya pengangguran juga bisa mengakibatkan terjadinya perampokan dan narkoba dan sebagainya. Dan akhirnya bisa juga menyebabkan kemiskinan di Indonesia.

Pernahkah kita menemukan suatu masyarakat yang tidak pernah berhadapan dengan masalah sosial? Masyarakat dimana seluruh anggotanya mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Masyarakat di mana seluruh individu di dalamnya berfungsi sosial secara kuat. Masyarakat dimana seluruh kelompok-kelompok sosial di dalamnya memiliki akses dan kesmpatan yang sama untuk menjangkau sumber-sumber ekonomi, pendidikan , kesehatan dan pelayanan sosial secara adil dan merata. Jawabannya adalah tentu tidak ada masyarakat yang sedemikian itu, tidak ada manusia yang sempurna . Masalah sosial datang silih berganti. Beragam kebutuhan manusia senantiasa hadir setiap saat. Masalah sosial membutuhkan pemecahan dan kebutuhan sosial memerlukan pemenuhan.

Masalah sosial di sebuah negara memang pasti selalu ada. Terlebih ketika terjadi sebuah gejolak / krisis di beberapa hal. Masalah sosial itu sendiri, menurut Soerjono Soekanto adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika terjadi bentrokan antara unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan sosial seperti kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau masyarakat.

Dan untuk memudahkan mengamati masalah-masalah sosial, Stark (1975) membagi masalah sosial menjadi 3 macam yaitu :

a.       Konflik dan kesenjangan, seperti : kemiskinan, kesenjangan, konflik antar    kelompok, pelecehan seksual dan masalah lingkungan.

b.       Perilaku menyimpang, seperti : kecanduan obat terlarang, gangguan mental, kejahatan, kenakalan remaja dan kekerasan pergaulan.

c.       Perkembangan manusia, seperti : masalah keluarga, usia lanjut, kependudukan seperti urbanisasi dan kesehatan seksual.

Masalah sosial merupakan masalah yang erat hubungan dengan manusia baik dari segi factor ekonomi, kekerasan, kemiskinan, kenakalan remaja. , KKN, terorisme dan sebagai. Semua masalah sosial belum tentu menjadi masalah patologi, akan tetapi sebaliknya masalah patologi sudah tentu menjadi masalah sosial. Diantara masalah social yang penulis bahas adalah:  
        
1.      Krisis ekonomi

Krisis ekonomi tahun 1998 lalu. Masalah sosial menjadi isu yang sangat hebat saat itu. Lonjakan harga kebutuhan pokok, bahan bakar, hingga nilai rupiah yang hampir menyentuh angka Rp 19,000 per dolar US nya, membuat masalah sosial menjadi tidak terkendali. Masalah sosial pun sebenarnya adalah sebuah rangkaian permasalahan yang akan menyebabkan keburukan lainnya. Seperti efek domino.

Perusahaan-perusahaan yang bisnisnya rugi dan mengalami kesulitan melakukan pemecatan terhadap ratusan, bahkan ribuan karyawannya. Lalu muncul masalah sosial selanjutnya. Pengangguran menjadi banyak. Banyak orang yang stres karena tidak mampu menghidupi anak istrinya, bahkan menghidupi diri sendiri. Lalu, masalah sosial itu bercabang menjadi tingkat bunuh diri yang tinggi. Bagi sebagian orang yang kurang kuat keyakinan terhadap tangan Tuhan, bunuh diri adalah solusi cepat dan tepat untuk menyelesaikan permasalahannya.

Akibat dari krisis ekonomi tersebut terjadinya kerusuhan di Indonesia. Kerusuhan masa sebagai tindakan agresif tidak sekonyong-konyong terjadi, tetapi biasanya secara bertahap diawali dengan berkumpulnya/bergerombolnya masa di suatu tempat, apakah karena ada aksi unjuk rasa yang turun ke jalan yang ingin menyampaikan suatu aspirasi seperti halnya pada saat ini, melakukan tuntutan menentang perubahan RUU penanggulangan keadaan bahaya, dimana aparat keamanan bersikap represif terhadap para pengunjuk rasa sehingga menimbulkan perlawanan dan terjadi bentrokan dan apabila ada pengaruh (rangsangan) dari luar atau ada yang mendahului/memulai untuk melakukan tindakan kekerasan maka akan menimbulkan aksi kerusuhan sebagaimana telah terjadi pada bulan Mei 1998 silam.

Pada saat terjadinya kerusuhan, masa terpecah belah dan cenderung bersikap tidak menuruti aturan/nilai yang berlaku di masyarakat (hukum diabaikan) dan akan terjadi berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh individu maupun kelompok berupa berbagai tindakan kekerasan, penjarahan, perkosaan, pencurian, terorisme dan sebagainya yang kesemuanya merupakan perilaku menyimpang dalam kehidupan sosial masyarakat.

2.      Masalah tindakan kekerasan

Masalah tindakan kekerasan ini menurut penulis juga termasuk masalah sosial, karena dilihat dari penyebab terjadinya tindakan kekerasan itu sendiri. Seperti kekerasan dalam rumah tangga. Yang dimaksud dengan tindakan kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan , yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Sedangkan dalam pasal 49 dan pasal 9 ayat 1 dan 2 UU no. 23/2004, menyebutkan bahwa “Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap orang yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut.”Setiap warga Negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah pancasila dan UUD 1945. 

Segala bentuk kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga, merupakan pelanggaran hak azasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus di hapus, sehingga korban kekerasan dalam rumah tangga yang kebanyakan adalah perempuan , ada pula anak-anak dan sebagainya. Semuanya itu harus mendapatkan perlindungan dari Negara dan masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan, ancaman kekerasan, penyiksaan, perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan.

Sebagian orang yang lain memilih cara kekerasan untuk bertahan hidup. Tingkat tindak kekerasan, pemerkosaan, perampokan, hingga pembunuhan menjadi tinggi sekali. Mereka berpikir pendek untuk menyelesaikan masalah sosialnya. Coba perhatikan, di setiap acara televisi yang menayangkan wawancara dengan pelaku perampokan, pemerkosaan, pembunuhan, atau tindak kejahatan lainnya, hanya ada satu alasan yang mereka ucapkan, " ya, habis gimana mas...untuk bertahan hidup.."

Penyebab retaknya rumah tangga salah satunya adalah kekerasan. Sehingga dengan kekerasan tersebut menimbulkan retaknya rumah tangga bahkan mencapai kepada tingkat perceraian.

Kemudian ada lagi namanya kekerasan politik, kekerasan ini tidak hanya dilakukan oleh pejabat Negara dan pengendali capital swasta. Kekerasan yang dilakukan oleh pejabat Negara atau pengendali capital biasanya dalam bentuk yang sistmatik didukung oleh birokrasi kekuasaan dan dengan cakupan yang luas.

Pertimbangan antar tingkat partisipasi masyarakat dan dan responsiveness (Negara) akan menentukn tingkat akomodasi . Dalam konteks demikian kesediaan unruk kompromi merupakan kata kunci. Tetapi kenyataan menunjukan bahwa kompromi atau akomodasi tidak selalu dapat diwujudkan sehingga menimbulkan kekecewaan bahkan frustasi yang berujung pada munculnya tindak kekerasan yang ole Ted Rurr disebut sebagai psychological factor in civil violence. (Effendy, 216-218).

Dalam kasus Indonesia berbagai kekecewaan yang menjadi factor psikologis pemicu berbagai kekerasan rakyat(umat Islam) diantaranya adalah pertama, pencoretan tujuh kata dalam piagam Jakarta yang dipandang merupakan kekalahan umat Islam. Alasannya setelah pencoretan itu umat Islam kehilangan legitimas yuridis untuk mewujudkan hukum Islam di Indonesia. (Anwar, 1999). Kedua, Kekalahan yang dialami oleh partai-partai Islam sepanjang sejarah pemilu di Indonesia menyebabkan timbulnya reaksi yang emosional dalam menanggapi berbagai isu yang muncul. Karena perjuangan lewat partai ternyata kurang memuaskan maka kemudian aspirasi umat Islam bayak disalurkan melalui apa yang kemudian dikenal dengan parlemen jalanan yang sangat rawan terhadap tindakan kekerasan.

Pada dasarnya perlawanan umat Islam untuk pendirian Negara Islam atau pemberlakuan syariat Islam adalah merupakan reaksi terhadap perilaku penguasa yang zhalim dan juga kemungkaran yang terjadi dalam realitas yang tidak bisa diselesaikan oleh pemerintah. Jika cita-cita Islam yang diidamkan oleh kelompok muslim itu belum terakomodasi dalam peraturan pemerintah maka radikalisasi akan selalu muncul dan tumbuh dengan subur.  
    
3.      Masalah kemiskinan

Indonesia merupakan negara yang kaya. Kaya akan Sumber Daya Alam (SDA), serta keanekaragaman budayanya. Tetapi tanah-tanah yang subur dan laut dengan ikan yang berlimpah itu hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang yang berkuasa dengan uang. Mereka yang mempunyai uang berlimpahlah selama ini yang menikmatinya.

Hal tersebut dikuatkan oleh fakta yang membuktikan bahwa sebagian besar para petani dan nelayan hidup di bawah garis kemiskinan. Mereka perlu bekerja keras untuk menafkahi keluarga mereka dengan mencari ikan, itupun dengan hasil yang sangat sedikit. Berbeda jauh dengan para konglomerat yang bekerja sebagai pengusaha besar dalam bidang pengeboran minyak bumi di lepas pantai. Para pengusaha besaritu hanya duduk santai dan bisa menghasilkan banyak uang dalam waktu sekejap dengan cara menguras isi perut bumi sebanyak mungkin.

Kesenjangan sosial seperti inilah yang harusnya lebih diperhatikan oleh pemerintah. Mereka harusnya memperhatikan nasib para nelayan yang menggantungkan hidupnya dari laut. Nasib serupa juga dialami para petani, disaat pemerintah mengambil kebijakan untuk mengimpor beras. Dengan dalih untuk menstabilkan harga beras di pasar, tetapi dampak pengimporan beras terhadap petani sangatlah besar. Karena masyarakat sudah pasti memilih beras yang diimpor oleh pemerintah daripada membeli beras lokal.

Menurut Soejono Soekanto kemiskinan adalah sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup untuk memelihara dirinya sendiri yang sesuai dengan taraf kehidupan kelomponya dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut.[15]

Di lihat lagi kasus kemiskinan , Kemiskinan juga merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir ditengah-tengah masyrakat, khususnya di Negara-negara berkembang. Kemiskinan senantiasa menarik perhatian berbagai kalangan, baik para akademisi maupun praktisi.
Di Indonesia, masalah kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa relevan untuk dikaji terus menerus. Karena kemiskinan merupakan isu sentral di Tanah Air terutama setelah Indonesia dilanda krisis multidimensional yang memuncak pada periode 1997-1999. Dilihat dari kurun waktu 1976-1996 tingkat kemiskinan menurun dari 40,1 persen menjadi 11,3 persen, kemudian jumlah kemiskinan meningkat kembali dengan tajam, terutama selama krisis ekonomi. Studi yang dilakukan BPS, UNDP dan UNSFIR menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin pada periode 1996-1998, meningkat dengan tajam dari 22,5 juta jiwa (11,3%) menjadi 49,5 juta jiwa (24,2%) atau bertambah sebanyak 27,0 juta jiwa (BPS, 1999). Sementara itu, International Labour Organisation (ILO) memperkirakan jumlah orang miskin di Indonesia pada akhir tahun 1999 mencapai 129,6 juta atau sekitar 66,3 persen dari seluruh jumlah penduduk.[16]

4.      Masalah kenakalan remaja

Kenakalan remaja, dalam bahasa lain dikenal dengan, Juvenile Delinquency adalah perilaku jahat (dursila), atau kejahatan/ kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara social pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh pengabaian social, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang.[17]

Lebih jauh Kartini Kartono mengemukakn bahwa, Juvenile delinquency berasal dari bahasa latin yang terdiri dari dua suku kata yaitu, Juvenile artinya anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat khas pada masa remaja. Dan Delinquency yang artinya terabaikan, mengabaikan yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, a-sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat rebut, pengacau, penteror, tidak dapat diperbaiki lagi, dursila, durjana dan lain-lain.[18]

Jadi kenakalan remaja itu adalah tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh anak-anak usia remaja yang menimbulkan citra negative terhadap mereka kerana meresahkan orang yang berada disekitarnya. Menurut penulis kenakalan remaja ini juga termasuk issu social yang ada di Indonesia. Kita lihat pada media baik media cetak maupun media elektronik banyak sekali bentuk kenakalan remaja yang di tayangkan, diantaranya penyalah gunaan narkoba, pergaulan bebas (free sex), ugal-ugalan dijalan raya, tawuran antar kelompok, membolos dari sekolah dan lain-lain.

5.      Masalah KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme)

KKN adalah Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Di antara pengertian korupsi adalah: The Encyclopedia Americana mendefenisikan korupsi sebagai “a general term form for the misuse of public position of trust for private gain. Its specific definition and application vary according to time, place and culture…political corruption concerns the illegal pursuit or misuse of public office.[19] 
Sedangkan The Herper Collin Dictionary of Sociology mendefenisikan korupsi sebagai “the abandonment of expected standards of behavior by those in authority for the sake of unsanctional personal advantage.”[20]

Dari paparan tersebut di atas dapat ditarik benang merah yang jelas, bahwa dalam korupsi terdapat dua unsur utama  yaitu (1) Penyalahgunaan kekuasaan yang melampaui batas kewajaran hokum oleh oleh para pejabat atau aparatur Negara, (2) Mengutamakan kepentingan pribadi atau klien di atas kepentingan public oleh para pejabat atau aparatur Negara yang bersangkutan. Dengan demikian, korupsi merupakan suatu tindakan penghianatan terhadap amanah. Dalam konteks ini termasuklah perilaku penyogokan atau penyuapan, memberi upah tertentu untuk melindungi diri dari hokum, nepotisme dan lain-lain.[21]

Berikutnya kolusi adalah sikap dan perbuatan yang tidak jujur secara hukum dengan membuat kesepakatan secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian yang diwarnai dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala urusan menjadi lancar. Sedangkan nepotisme adalah kece.ndrungan untuk mengutamakan (menguntungkan) sanak saudara sendiri terutama dalam jabatan, pangkat dilingkungan pemerintah.[22]

  Akhir-akhir ini banyak kita lihat hampir semua bentuk media menginformasikan masalah KKN di Indonesia. Pada ummnya pelaku dari KKN tersebut adalah para pejabat, anggota dewan, dan juga konglomerat. Karena ulah perbuatan mereka mengakibatkan dampak negatif terhadap Negara.  Menurut david Baily dalam tulisannya yang berjudul The effect of Corruption in a Developing Nations (dalam Western Political Quarterly, 1960) adalah: (a) Korupsi merupakan kegagalan pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan,  misalnya jika lisensi untuk perusahaan-perusahaan dalam negeri direncanakan untuk menjamin agar sumber-sumber yang langka dimanfaatkan untuk proyek-proyek yang mendapat perioritas utama dalam segi pembinaan pembangunan  ekonomi jangka panjang, maka korupsi menyebabkan  kerugian karena menghalangi pembangunan ekonomi secara keseluruhan, (b) Korupsi dapat menyebabkan kenaikan biaya administrasi (c) Jika korupsi terjadi dalam bentuk komisi, akan mengakibatkan berkurangnya jumlah dana yang seharusnya dipakai untuk keperluan masyarakat umum, ini merupakan pengalihan sumber-sumber kepentingan umum untuk keperluan perorangan, (d) Korupsi mempunyai pengaruh buruk pada pejabat-pejabat lain dari aparat pemerintahan. Korupsi dalam hal ini menyebabkan merosotnya moral dan akhlak, karena setiap orang berfikir, mengapa hanya ia saja yang harus menjunjung akhlak yang tinggi, (e) menurunkan martabat penguasa dalam pandangan khalayak umum, serta mengurangi kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, (f) Korupsi menyebabkan keputusan publik dipertimbangkan berdasarkan uang dan bukan berdasarkan kebutuhan manusia.[23]

Penulis setuju dengan efek KKN tersebut, karena semuanya itu sesuai dengan realita yang ada. Menurut penulis akibat dari KKN itu berdampak  terhadap masyarakat dan individu, terhadap generasi muda, terhadap politik, terhadap ekonomi dan terhadap pembangunan serta juga berakibat terhadap birokrasi.

6.      Masalah Terorisme

Tidak diragukan lagi, bahwa tragedi teror pada saat ini menajdi topik bahasan yang terpenting. Banyak Negara yang dijadikan mabuk kepayang (oleh isu gerakan teror ini) tak luput pula Negara kita Indonesia ini serta masyarakat  manusia dengan berbagai lapisan dan tata kehidupannya disibukkan. Demikian juga Negara-negara Islam, seperti halnya Negara lain mendapat bagian dari teror selaras dengan tingkatannya masing-masing.

Seperti kita ketahui bersama, dalam kurun enam tahun belakangan ini, negeri kita diguncang sejumlah aksi teroris. Yang paling akhir (semoga memang yang terakhir), adalah bom di Hotel JW Mariott dan Ritz Carlton beberapa waktu lalu, disusul dengan peristiwa-peristiwa yang membuntutinya. Peristiwa-peristiwa itu menyisakan banyak efek negatif yang menyedihkan bagi kaum muslimin. Betapa tidak. kaum muslimin yang merupakan umat yang cinta damai kemudian tercitrakan menjadi kaum yang suka melakukan kekerasan.

Kondisi ini diperparah dengan munculnya narasumber-narasumber dadakan. Di antara mereka ada yang membenarkan “aksi heroik” para teroris ini. Sedangkan yang lain beranggapan bahwa semua orang yang berpenampilan mengikuti sunnah sebagai orang yang sekomplotan dengan para teroris tersebut. Tak ayal, sebagian orang yang bercelana di atas mata kaki pun jadi sasaran kecurigaan, ditambah dengan cambangnya yang lebat dan istrinya yang bercadar. Padahal, bisa jadi hati kecil orang yang berpenampilan mengikuti sunnah tersebut mengutuk perbuatan para teroris yang biadab itu dengan dasar dalil-dalil yang telah sahih dalam syariat.

Teror dalam bahasa arab disebut dengan Al-Irhab adalah sebuah kalimat yang terbangun di dalamnya makna yang mempunyai bentuk (modus) beraneka ragam yang intinya adalah gerakan intimidasi atau terror atau gerakan yang menebarkan rasa takut kepada individu ataupun masyarakat yang sudah dalam keadaan aman dan tentram. Dan gerakan intimidasi/terror ini telah mencapai pada tingkat pelenyapan jiwa seseorang yang tak bersalah, merampas harta orang lain bahkan mengagahi kehormatan yang dilindungi, serta memecah persatuan, terutama merubah kenikmatan menjadi kesengsaraan serta berbagai macam fitnah. Dan juga membuat kerusakan dimuka bumi dan mewariskan kepada penduduk bumi bau busuk serta memperluas rasa takut yang mencekam.[24]

Dialektika terorisme, secara faktual disebabkan oleh dua hal. Pertama, adanya kekerasan durjana dan durhaka yang hendak menaklukkan masyarakat tertindas (mustadh'afin) agar tidak berani melawan kekuatan sang penindas (mustakbirin). Kedua, terorisme yang dimotivasi oleh perlawanan rakyat tertindas terhadap penguasa zalim, sementara mereka yang tertindas itu tidak mampu melawan atas penindasan yang dideritanya kecuali dengan melakukan teror. Tujuannya, tentu saja untuk menekan si penindas yang kejam itu agar tidak melestarikan kejahatannya terus menerus.

E.  Masalah Psikolologis yang Dapat Menimbulkan Patologis

                Psikologi adalah ilmu yang mengkaji tentang masalah kejiwaan. Menurut penulis masalah psikologis yang dapat menimbulkan patologis adalah: Gangguan kejiwaan seperti stress dan depresi. Penyakit ini  merupakan salah satu penyakit pada psikis seseorang. Ini dikatakan dapat menimbulkan patologis apabila sesorang yang kena jiwanya atau abnormal tersebut dapat meresahkan dan mengganggu masyarakat banyak.

F.  Dampak Terhadap Kehidupan Masyarakat
                 Dampak patologi ini bisa pada diri sendiri, orang tua dan masyarakat. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan di bawah ini:

1.      Dampak yang terjadi pada diri sendiri
Seseorang yang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan masyarakat akan dapat merugikan dirinya sendiri, seperti merusak fisik, akan di kucilkan dari masyarakat, dan tidak akan merasakan masa depan yang lebih cerah.

2.      Dampak pada orang tua
Dapat menimbulkan rasa cemas dan khawatir bagi orang tua, karena bagaimanapun orang tua bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup anak-anaknya dimasa yang akan datang, sehingga orang tua memformat bagaimana si anak bisa atau sama seperti mereka.[25] Agar berhasil dikemudian hari. Bahkan tidak sedikit orang tua yang menderita karena tingkah laku anaknya yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku. Contoh kenakalan remaja.

3.      Dampak tehadap masyarakat
Pada umumnya patologis ini berdampak negative terhadap masyarakat dan lingkungan sekitarnya, paling tidak orang-orang yang berada dan menyaksikan langsung terhadap peristiwa tersebut, sehingga masyarakat merasa ketakutan, kecemasandan kegelisahan dan kegoncangan bahkan dapat mengganggu ketertiban dan keamanan lingkungan.  Kemudian ditambahkan lagi dampak yang diakibatkan oleh patologis tersebut adalah:

-       Rusaknya hubungan silaturrahmi antar tetangga
-       Rusaknya hubungan sosial dalam masyarakat
-       Tetangga dan warga sekitar akan terkontaminasi terhadap perbuatan yang telah diperbuat
-       Rusaknya norma-norma adat, Agama dan sebagainya
-       Rusaknya hubungan komunikasi dan sosial dalam masyarakat.

                 Kemudian menurut penulis patologis juga akan berdampak terhadap agama, budaya dan adat, stabilitas Negara serta kepemimpinan:

a.       Dampak patologis terhadap agama
Agama merupakan pondasi yang mendasar untuk menjalani hidup dan kehidupan ini, tanpa adanya dasar agama seseorang tidak akan ada pedoman hidupnya. Manusia akan bias mencampurkan antara hak dan yang bathil, yang halal dan yang haram, yang benar dengan salah serta mana yang akan merusak orang banyak dengan yang tidak.

b.      Dampak terhadap budaya dan adat
Seseorang yang tidak mengenal budaya dan adat maka manusia tersebut tidak kurang mempunyai rasa malu, tidak beretika, tidak kenal dengan lagi dengan rasa untuk segan menyegani. Sehingga setiap apa yang diperbuat tidak tahu lagi mana yang pantas dikerjakan dan mana yang tidak. Seperti terjadinya sengketa tanah antara mamak dengan kemponakan. Karena seorang keponakan tidak tahu dengan posisinya maka terjadi keributan dan mengakibatkan terjadinya kerusuhan.

c.       Dampak terhadap stabilitas Negara dan kepemimpinan

Patologis ini juga akan berdampak terhadap stabilitas Negara. Seperti banyaknya terjadi kekacauan, demonstrasi, pemimpin banyak yang KKN, serta pemerintah yang selalu membuat system-sistem baru dan perubahan-perubahan baru untuk Negara, sehingga mengakibatkan rakyat yang tidak setuju terhadap kebijakan-kebijakan yang dibuat tersebut. Dan akhirnya berdampak terganggunya stabilitas Negara.







PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat di ambil beberapa kesimpulan :
1.      Patologis adalah ilmu yang membahas tentang penyakit masyarakat atau dapat juga dikatakan dengan ilmu yang bertentangan dengan norma-norama adat, agama dan social kemasyarakatan.
2.      Diantara masalah patologi yaitu  masalah ekonomi, tindakan kekerasan, KKN, kenakalan remaja, tindakan kekerasan, gangguan kejiwaan terorisme dan sebagainya.
Dampak yang ditimbulkan oleh patologis tersebut: dapat merugikan masyarakat banyak, Rusaknya silaturrahmi, rusakanya hubungan social kemasyarakatan, serta rusaknya norma-norma adat agama dan sebagainya


[1] Departemen Pendidkan Nasional, (2002), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, h. 837
[2] Kartini Kartono, (1992), Patologi Sosial, Jakarta: Rajawali Press, h. 1
[3] Ibid.
[4] Hasan Shadily, 1984, Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia, Jakarta: PT Bina Aksara, h. 363
[5] Salmadanis, tt, Patologo  Sosial dalam Perspektif Dakwah Islam (Studi Kasus di KODI DKI), h. 17
[6] Ascobat  Gani, URL, saurce, http; www.kompas.co.id
[7] St. Vebrianto, (1984), Patologi Sosial, Yogyakata: Yayasan Pendidikan Pratama, h. 1
[8] Lihat indeks al-Qur’an 
[9] Muhammad Sayyid al – Wakil, 2002, Ususu ad – Da’wah wa Adabu ad-Duad, (Prinsip-Prinsip dan Kode Etik Dakwah), Jakarta: Akademi Pressindo, h. 10-11
[10] Rafiuddin, Maman Abd Jalil, tt, Prinsip-Prinsip dan Strategi Dakwah, Semarang: Pustaka Setia, h. 53-54
[11] Lisna Sandora, 2006, Fenomena Berlaku Salah (Chil Abuse) Pada Anak Jalanan di Kota Padang, Padang: Hayfa Press, h. 63
[12] Simuh, 2002, Islam dan Hegemoni Sosial: Islam Tradisional dan Perubahan Sosial, Jakarta: Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam, Depag RI, h. 6
[13]Fuad Hasan, (2003), dalam seminar ”Mencari Akar Persoalan Untuk Menemukan Jalan Keluar”, dilaksanakan di Jakarta 9-11 Oktober 2003 di Hotel Borobudur, h. 81 
[14] Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hal. 309-310
[15] Soejono Soekanto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1986),h. 349
[16] Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial (Bandung: PT Refika Aditama, 2009), hal. 135-136,
[17] Kartini Kartono, Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rajawali Press, 1986), h. 6
[18] Ibid
[19] David. M. Chalmers, The encyclopedia Americana, Vol 8 (International Edition, USA: Grolie Incorporated, 1990), h. 22
[20] David Jary and Julia Jary, The Harper Collin Dictionary of Sociology, (USA: Harper Collins Publishers, 1991), h. 88
[21] J.S. Nye, “ Corruption and Political Development: A Cost Benefit Analysis”, dalam Arnold J. Heidenheimer (ed). Political Corruption Reading in Comparative Analysis, ed 2 (New Jersey:Transaction books, 1978),h. 566-567
[22] Kamus besar Bahasa Indonesia, dinas Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), h. 687
[23] Tri widodo, Korupsi di Negara Berkembang, (Suatu Kajian Terhadap Permasalahan dan Penanggulangan Korupsi di Indonesia), h. 7
[24] Asy-Syikh Zaid bin Muhammad bin Hadi al-Madkhaly, Terorisme Dalam Tinjauan Islam, (Tegal: Maktabah Salafy Press, 2002), h. 1-2
[25] Yusuf Sabig Zaenuddin,  Mengenal Jati diri Remaja, (Bandung: Mauhid Press, 2004), hal. 146

0 Comment