31 Oktober 2012

DAKWAH DAN MASALAH PENGANGGURAN,  GELANDANGAN DAN PENGEMIS PENDAHULUAN

A. Pengertian

           Pengangguran adalah orang yang masuk dalam angkatan kerja (15 sampai 64 tahun) yang sedang mencari pekerjaan dan belum mendapatkannya. Orang yang tidak sedang mencari kerja contohnya seperti ibu rumah tangga, siswa sekolan smp, sma, mahasiswa perguruan tinggi, dan lain sebagainya yang karena sesuatu hal tidak/belum membutuhkan pekerjaan. Rumus Menghitung Tingkat Pengangguran, Untuk mengukur tingkat pengangguran pada suatu wilayah bisa didapat dar prosentase membagi jumlah pengangguran dengan jumlah angkaran kerja. Tingkat Pengangguran = Jml Yang Nganggur / Jml Angkatan Kerja x 100%.

        Sedangkan Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum. Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan pelbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain.

              Kalau kita mau jujur tentu kita akan mengakui bahwa pengangguran di negeri kita dari tahun ke tahun bertambah besar. Belum lagi apa yang sudah sejak lama kita kenal dengan istilah “disguised unemployement”. Pengangguran jenis ini pada dewasa ini memang perlu di definisi ulang Setiap hari di kantor kantor pemerintah tidak nampak karyawan yang sibuk. Bahkan para boss mereka dengan baik hati telah melengkapi kantor mereka dengan perangkat televisi yang boleh ditonton pada jam kerja. Belum lagi penggunaan komputer yang acapkali kalau diperhatikan lebih banyak digunakan untuk bermain “game” atau bahkan yang lebih canggih lagi untuk menelusuri situs-situs internet yang tidak ada relevansinya dengan pekerjaan. Jadi dapat dibayangkan biaya besar yang dikeluarkan oleh pemerintah lewat APBN dan APBD yang begitu besar baik untuk membeli peralatan, membayar listrik dan telepon serta penyediaan ruang kerja nyaman telah membuat pengangguran tidak kentara di sektor pemerintahan ini menjadi jauh lebih mahal dibandingkan dengan yang terjadi di sektor pertanian di pedesaan.

                     Salah satu media ibukota melaporkan bahwa diantara para pemulung di TPA Bantar Gebang itu ada yang sarjana. Sebuah ironi yang sangat memilukan. Kita tidak tahu apakah ini ukuran kemajuan atau sebuah kemunduran besar bangsa yang dialami bangsa Indonesia. Pemerintah dan sektor swasta (mestinya termasuk koperasi) tidak mampu menciptakan lapangan kerja yang layak bagi penghidupan anak bangsa. Bisa kita bayangkan betapa akan lebih hebatnya kondisi pengangguran di Indonesia manakala tidak ada kesempatan bagi TKI untuk mencari pekerjaan di luar negeri. Tentu sebagian besar mereka adalah wanita yang lebih terampil dan fleksibel dibandingakan para pria. Tidak mengherankan manakala disana sini terjadi ekses karena begitu banyak wanita (yang sebagian besar datang dari pedesaan) dengan pendidikan minim harus bekerja di manca negara dengan aturan, adat dan budaya yang berbeda.

B. Penyebab dan akibat yang ditimbulkan

            Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan perubahan besar secara sosial dalam ekonomi. Di negara-negara berkembang, upaya-upaya pembangunan diarahkan pada perbaikan tingkat hidup, harga diri dan kebebasan, dengan dimensi pembangunan yang berorientasi pada pengentasan keterbelakangan dalam bentuk kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan (Suryana, 2000). Dari total jumlah penduduk hanya sebagian yang bekerja, dan sebagian lainnya tidak bekerja. Mereka yang bekerja adalah mereka yang berminat untuk bekerja, telah berusaha mencari atau menciptakan pekerjaan, dan berhasil mendapatkan atau mengembangkan pekerjaan. Sedangkan mereka yang tidak bekerja adalah mereka yang sedang berusaha mendapatkan atau mengembangkan pekerjaan tetapi belum berhasil, dan mereka yang berniat untuk tidak bekerja. Mereka yang ingin bekerja, sedang berusaha mendapatkan (mengembangkan) pekerjaan tetapi belum berhasil mendapatkannya (menemukannya) disebut pengangguran. Istilah pengangguran (unemployment) tidak berkaitan dengan mereka yang berniat untuk tidak bekerja seperti siswa atau mahasiswa (sekalipun ada yang sambil bekerja atau berusaha mencari pekerjaan sambil sekolah atau kuliah, mereka diasumsikan tidak mencari pekerjaan), ibu rumah tangga yang sengaja memfokuskan diri untuk mengurus keluarga, atau penduduk usia kerja yang karena kondisi fisik mereka tidak dapat bekerja sehingga tidak mencari kerja (Djohanputro, 2006), Pengangguran merupakan salah satu persoalan dalam pembangunan.

            Menurut Syeikh Muhammad Al Ghazali, pernah berkatan "Dalam suasana pengangguran,
Akan :

a. Terlahir ribuan keburukan
b. Menetas berbagai bacteria yang membinasakan

Jika kerja merupakan denyutan kehidupan, maka para penganggur adalah orang-orang yang mati.  Jika dunia ini merupakan kesan dari tanaman kehidupan yang lebih besar, maka para penganggur adalah sekumpulan manusia yang paling sesuai dikumpulkan dalam keadaan muflis, tidak ada hasil bagi mereka selain kehancuran dan kerugian."

             Ada berbagai penyakit "tarbawi" yang sangat berbahaya di mana jika ia tersebar dalam barisan dakwah dan mendapatkan tempat dalam jiwa anggotanya, maka sudah pasti yang berlaku adalah :

1. Kemerosotan
2. Keguguran
3.  Manrik diri
4. Meninggalkan kancah dakwah secara diam-diam.
5. Muflis dalam arti yang luas dan menyeluruh.
Di antara penyakit tersebut dan yang utamanya adalah :
1. Pengangguran dari dakwah.
2. Kemalasan berharakah.
3. Kelemahan jiwa.
4. Tidak ada pekerjaan.
5. Berpeluk tubuh dari amal.
6. Tidak menunaikan kewajiban.
7. Tidak menjalankan tugas-tugas dakwah yang berbagai bentuk.
8. Terbiasa menikmati suasana santai.
9. Berlepas diri dari usaha memikul beban dan tanggungjawab.

               Semua perkara-perkara di atas merupakan gejala penyakit yang jika menimpa para aktivis di medan dakwah dan harakah, niscaya ia memberi kesan yang boleh mematikan kecuali jika segera:

a. Mendapatkan semula kebangkitan hati.
b. Mengambil pelajaran dari suatu peringatan.
c. Mengambil manfaat dari suatu nasihat.
d. Mendapatkan rahmat, petunjuk dan taufiq dari Allah swt.

   Berdasarkan pengalaman dan interaksi para pendakwah, kelihatan di sana sejumlah faktor yang memberi saham kepada timbulnya penyakit-penyakit di atas seperti berikut :

1. Menurunnya tingkatan keikhlasan dan menyusupnya niat yang tidak baik.
2. Ada masalah pada unsur-unsur pemahaman.
3. Tidak mengetahui jati diri dakwah dan harakah.
4. Melayan berbagai godaan dunia dan mengejar segala kemilaunya yang palsu.
5. Melupakan matlamat atau menyeleweng dan lalai darinya.
6. Putus asa, kecewa dan meramalkan keburukan.
7. Terawang-awang dan mempunyai sasaran yang tidak jelas.
8. Tidak interaktif dengan proses tarbawi.
9. Menghilangnya akhlak yang menjadi tuntutan marhalah seperti : tsabat, sabar, tsiqah,  
    Tajarrud, tadhiyah dan lain-lainya.
10. Lemahnya rasa tanggungjawab.
11. Merasa panjang perjalanan dakwah yang mesti ditempuhi.
12. Hilang semangat dan terpadam keinginan untuk beramal.
13. Keliru terhadap tingkatan keutamaan, jika adapun, dakwah ditempatkan pada
       tingkatan keutamaan yang paling akhir.
14. Berkaratnya sisi ruhani, tarbawi dan keimanan serta rosaknya komitmen.
15. Kebuntuan selera untuk beramal serta tidak merasakan kelazatan untuk mengerahkan    
      susah payah di jalan Allah.
16. Hilangnya citarasa berpenat lelah dan bersungguh-sungguh dalam beramal di
      berbagai medan dakwah.
17. Kehilangan rasa intima' (penggabungan) kepada dakwah dan harakah dan semakin
      nipisnya unsur-unsur wala' kepadanya.
18. Tertutupnya bentuk kemulian kepada manhaj dakwah dan dinginnya rasa ghairah
      terhadapnya.
19. Lemahnya immuniti fikrah, keimanan dan tarbiyah.

C. Pandangan Islam

       Islam menjadikan kerja sebagai tuntutan fardu atas semua umatnya selaras dengan dasar persamaan yang diisytiharkan oleh Islam bagi menghapuskan sistem yang membeza-bezakan manusia mengikut darjat atau kasta dan warna kulit. Firman Allah yang bermaksud:

"Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu daripada lelaki dan perempuan dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan berpuak-puak supava kamu berkenal-kenalan. Sesungguhnya orang yang termulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang taqwa." (al-Hujurat: 13)

Dengan menggunakan segala unsur-unsur perbezaan darjat atau warna kulit itu maka jadilah kerja menurut Islam suatu tuntutan kewajipan yang menyeluruh atas setiap orang yang mampu bekerja untuk mencapai kebahagiaan individu dan juga masyarakat. Jadi tidaklah kerja itu hanya khusus untuk golongan hamba abdi seperti sebelumnya.   


Firman Allah:
"Dan katakanlah wahai Muhammad, beramallah kamu akan segala apa yang diperintahkan, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman akan melihat apa yang kamu kerjakan." (al-Taubah: 105)

Islam juga meningkatkan tuntutan kerja itu hingga ke tahap kewajipan agama. Oleh itu tahap iman sentiasa dikaitkan oleh al-Quran dengan amal soleh atau perbuatan baik. Ini bererti Islam itu adalah akidah yang mesti diamalkan dan amalan yang mesti berakidah secara tidak terpisah. Seperti firman Allah bermaksud:

"Demi masa, sesungguhnya sekalian manusia dalam kerugian kecuali mereka yang beriman dan beramal soleh". (al-Asr: 1-3)

       Kerja Sebagai Sumber Nilai:
          Islam menjadikan kerja sebagai sumber nilai insan dan ukuran yang tanggungjawab berbeza. Firman Allah bermaksud:
"Dan bahawa sesungguhnya tidak ada balasan bagi seseorang itu melainkan balasan apa yang diusahakan". (al-Najm: 39)

Firman-Nya lagi bermaksud:
"Dan bagi tiap-tiap seseorang beberapa darjat tingkatan balasan disebabkan amal yang mereka kerjakan dan ingatlah Tuhan itu tidak lalai dari apa yang mereka lakukan". (al-An'am: 132)

         Kerja sebagai sumber nilai manusia bererti manusia itu sendiri menentukan nilai atau harga ke atas sesuatu perkara itu. Sesuatu perkara itu pada zatnya tidak ada apa-apa nilai kecuali kerana nisbahnya kepada apa yang dikerjakan oleh manusia bagi menghasil, membuat, mengedar atau menggunakannya. Kerja juga merupakan sumber yang objektif bagi penilai prestasi manusia berasaskan segi kelayakan. Oleh yang demikian Islam menentukan ukuran dan syarat-syarat kelayakan dan juga syarat-syarat kegiatan bagi menentukan suatu pekerjaan atau jawatan itu supaya dapat dinilai prestasi kerja seseorang itu. Dengan cara ini, Islam dapat menyingkirkan perasaan pilih kasih dalam menilai prestasi seseorang sama ada segi sosial, ekonomi dan politik.

       Kerja Sebagai Sumber Pencarian:
       Islam mewajibkan setiap umatnya bekerja untuk mencari rezeki dan pendapatan bagi menyara hidupnya. Islam memberi berbagai-bagai kemudahan hidup dan jalan-jalan mendapatkan rezeki di bumi Allah yang penuh dengan segala nikmat ini. Firman-Nya bermaksud:
"Dan sesungguhnya Kami telah menetapkan kamu (dan memberi kuasa) di bumi dan Kami jadikan untuk kamu padanya (berbagai-bagai jalan) penghidupan." (al-A'raf: 168)
Dan firman-Nya lagi bermaksud:

"Dialah yang menjadikan bumi bagi kamu mudah digunakan, maka berjalanlah di merata-rata ceruk rantaunnya, serta makanlah dari rezeki yang dikurniakan Allah dan kepada-Nya jualah dibangkitkan hidup semula." (al-Mulk: 15)
Islam memerintahkan umatnya mencari rezeki yang halal kerana pekerjaan itu adalah bagi memelihara maruah dan kehormatan manusia. Firman Allah bermaksud:
"Wahai sekalian manusia, makanlah dari apa yang ada di muka bumi yang halal lagi baik". (al-Baqarah: 168)

Sabda Nabi (s.a.w) bermaksud:

"Mencari kerja halal itu wajib atas setiap orang Islam."

Oleh yang demikian Islam mencela kerja meminta-minta atau mengharapkan pertolongan orang lain kerana ianya boleh merendahkan harga diri atau maruah. Dalam sebuah hadis Rasulullah (s.a.w) bermaksud:

"Bahawa sesungguhnya seseorang kamu pergi mengambil seutas tali kemudian mengikat seberkas kayu api lalu menjualnya hingga dengan sebab itu ia dapat memelihara harga dirinya, adalah lebih baik daripada ia pergi meminta-minta kepada orang sama ada mereka rnemberinya atau menolaknya."

         Kerja Sebagai Asas Kemajuan Umat:
      Islam mewajibkan kerja untuk tujuan mendapatkan mata pencarian hidup dan secara langsung mendorongkan kepada kemajuan sosioekonomi. Islam mengambil perhatian yang bersungguh-sungguh terhadap kemajuan umat kerana itu ia sangat menekankan kemajuan di peringkat masyarakat dengan menggalakkan berbagai kegiatan ekonomi sama ada di sekitar pertanian, perusahaan dan perniagaan. Dalam hadis Rasulullah (s.a.w) sangat ketara dorongan ke arah kemajuan ekonomi di sektor tersebut, sebagai contoh:

        1. Di bidang Pertanian
            Sabda Rasulullah s.a.w bermaksud:
"Tidaklah seseorang mukmin itu menyemai akan semaian atau menanam tanaman lalu dimakan oleh burung atau manusia melainkan ianya adalah menjadi sedekah".
        2. Di bidang Perusahaan
            Sabda Rasulullah s.a.w. bermaksud:
"Sebaik usaha ialah usaha seorang pengusaha apabila ia bersifat jujur dan nasihat- menasihati.
        3. Di bidang Perniagaan
Rasulullah (s.a.w) pernah meletakkan para peniaga yang jujur dan amanah kepada kedudukan yang sejajar dengan para wali, orang-orang yang benar, para syuhada' dan orang-orang soleh dengan sabda bermaksud:
"Peniaga yang jujur adalah bersama para wali, orang-orang siddiqin, para syuhada' dan orang-orang soleh".
         Baginda juga menyatakan bahawa sembilan persepuluh daripada rezeki itu adalah
         pada perniagaan.

            Islam Menolak Pengangguran:
                     Islam menuntut umatnya bekerja secara yang disyariatkan atau dibenarkan menurut syarak bagi menjamin kebaikan bersama dengan mengelakkan dari meminta-minta dan sebaliknya hendaklah berdikari. Islam sentiasa memandang berat dan menyeru umatnya untuk bekerja dan berusaha mencari rezeki melalui dua pendekatan berikut:

Islam melarang dan mencegah umatnya meminta-minta dan menganggur. Banyak hadis Nabi (s.a.w) mengenai larangan berusaha cara meminta. Baginda sering benar mengarahkan orang yang datang meminta, supaya mereka bekerja umpamanya, suatu ketika seorang fakir datang meminta-minta kepada baginda lalu baginda bertanya: "Adakah anda memiliki sesuatu?" "Tidak", kata lelaki itu. Baginda bertanya lagi dengan bersungguh-sungguh, lalu lelaki itu menjawab: "Saya ada sehelai hamparan yang separuhnya kami jadikan alas duduk dan separuhnya lagi kami buat selimut dan ada sebuah mangkuk yang kami gunakan untuk minum".Maka baginda bersabda kepadanya: "Bawakan kedua-dua benda itu kepada saya". Lalu dibawanya kedua-dua barang itu, kemudian Nabi tunjukkan barang itu kepada orang yang berada di sisi baginda kalau ada sesiapa yang hendak membelinya. Akhirnya baginda dapat menjualnya dengan harga dua dirham dan diberikan wang tersebut kepada lelaki itu sambil baginda berkata: "Belilah makanan untuk keluargamu dengan satu dirham manakala satu dirham lagi belikanlah sebilah kapak". Kemudian Rasulullah (s.a.w) meminta lelaki itu datang lagi, lalu lelaki itupun datang dan baginda telah membubuhkan hulu kapak itu dan menyuruh lelaki itu pergi mencari kayu api sambil baginda mengatakan kepada lelaki itu supaya lelaki itu tidak akan berjumpa lagi dalam masa 15 hari. Lelaki itu pergi dan kembali lagi selepas 15 hari sambil membawa datang 10 dirham, lalu ia berkata: "Wahai Rasulullah, Allah telah memberkati saya pada kerja yang tuan suruh saya itu." Maka baginda Rasulullah (s.a.w) bersabda: "Itu adalah lebih baik daripada anda datang pada hari kiamat kelak sedang pada muka anda bertanda kerana meminta-minta.

Berdasarkan kepada banyak hadis mengenai perkara ini, para ulama membuat kesimpulan bahawa larangan meminta-minta itu bukanlah sekadar perintah bersifat akhlak sahaja bahkan orang yang menjadikan kerja meminta-minta itu sebagai "profesion", hendaklah dikenakan hukuman yang berpatutan.

D. Upaya Mengatasi Pengangguran, Gelandangan dan Pengemis.
Untuk mengatasi pengangguran diperlukan beberapa cara guna mengatasinya :
1. Pendidikan gratis bagi yang kurang mampu. Salah satu penyebab pengangguran adalah rendah tingkat pendidikan seseorang, sehingga ia tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk mendapatkan pekerjaan.
2. Pemerintah sebaiknya menyediakan lapangan pekerjaan yang banyak sehingga dapat membantu untuk mengurangi pengangguran.
3. Begitu pula dengan masyarakat yang mampu dan mempunyai rezki berlebih, juga membuka lapangan pekerjaan yang dapat menyerap tenaga kerja, guna mengurangi pengangguran.
4. Mendirikan tempat-tempat pelatihan keterampilan. Hal ini juga termasuk cara  untuk mengatasi pengangguran, sehingga orang yang tidak berpendidikan tinggi pun bisa bekerja dengan modal keterampilan yang sudah mereka miliki.
5. Pemerintah diharapkan mendirikan suatu lembaga bantuan keridit, atau bekerja sama dengan bank-bank tertentu yang  mau memberikan keridit kepada masyarakat yang kurang mampu. Kredit tersebut, yang dapat membuka usaha bagi mereka.  

E. Kesimpulan:
        Berdasarkan kepada keterangan ayat-ayat al-Quran dan hadis Rasulullah (s.a.w) dengan huraian-huraian seperti yang disebutkan dapatlah dibuat kesimpulan bahawa Islam sangat mengambil berat terhadap "kerja" dengan menjelaskan konsep kerja itu dan kedudukannya yang tinggi dalam ajaran Islam. Ringkasnya, kita dapat simpulkan seperti berikut:-
1. Kerja menurut konsep Islam adalah segala yang dilakukan oleh manusia yang  meliputi kerja untuk dunia dan kerja untuk akhirat.  Kerja untuk kehidupan dunia sama ada yang bercorak aqli/mental (white collar job) atau bercorak jasmani (blue collar job) adalah dipandang sama penting dan mulia di sisi Islam asal sahaja dibolehkan oleh syarak.
2. Islam mewajibkan kerja ke atas seluruh umatnya tanpa mengira darjat, keturunan atau warna kulit, kerana seluruh umat manusia adalah sama di sisi Allah, melainkan kerana taqwanya.
3. Masyarakat Islam adalah sama-sama bertanggungjawab dan bekerjasama melalui kerja masing-masing. Berdasarkan kebolehan dan kelayakan serta kelayakan bidang masing-masing kerana segala kerja mereka adalah bersumberkan iman dan bertujuan melaksanakan amal soleh.
4. Kerja adalah asas penilaian manusia dan tanggungjawab yang diberikan kepadanya sebagai khalifah Allah dan hamba-Nya untuk memakmurkan bumi ini dan sekaligus pula beribadat kepada Allah, Tuhan Pencipta alam.
5. Kerja merupakan cara yang tabi'i untuk manusia mencari nafkah bagi menyara hidup dan keluarga melalui berbagai sektor pekerjaan dan perusahaan yang sedia terbuka peluangnya dengan persediaan dan kemudahan alam yang Allah sediakan di atas muka bumi ini.
6. Islam melarang/menolak pengangguran kerana ia akan mendedahkan kepada kelemahan dan kefakiran dan jatuhnya maruah diri/ummah, kerana Islam menghendaki setiap umatnya bermaruah dan berdikari, tidak meminta-minta dan berharap kepada bantuan dan belas kasihan orang lain, bahkan sebaliknya hendaklah menjadi umat yang kuat dan mampu membela mereka yang lemah dan tertindas agar seluruh manusia menikmati keadilan dan rahmat yang dibawa oleh Islam sebagai agama atau "ad-Din" yang tertinggi dan mengatasi seluruh kepercayaan dan ideologi manusia. Firman Allah S.W.T bermaksud: "Dialah Allah yang mengutuskan Rasul-Nya (Muhammad) dengan membawa petunjuk dan agama yang benar (Islam) supaya ia meninggikan atas segala agama yang lain, walaupun orang musyrik membencinya".

DAFTAR PUSTAKA
  H.S. Prodjokusumo, "Dakwah bi al-Hal Sekilas Pandang", dalam, Tuntunan Tablig 1, Yogyakarta: Pustaka Suara Muhammadiyah, 1997. hal.221
2. Hamdan Daulay, Dakwah di Tengah Persoalan Budaya dan Politik, (Yogyakarta: LESFI, 2001). hal 4.
3. H.S. Prodjokusumo,…., hal.222.
4.  Ibid…hal.226
5. Andi Abdul Muis, Komunikasi Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001) hal. 133
6.. Abdul Munir Mulkhan, Teologi Kiri Landasan Gerakan Membela Kaum Mustadl’afin, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2002). hal.215
7.  Ibid
8.  Ibid
9.  Andi Abdul Muis,..., hal.143
10. Haedar Nasir, Islam dan Prilaku Umat diTengah Perubahan, (Yogyakarta: Pustaka SM, 2002). Hal.83_
11.Hamdan Daulay ,….,hal.7
12.  Andi Abdul Muis,...,hal.133

0 Comment