19 Maret 2023

 Syekh Muhammad Jamil Jaho (1875-1940)

Syekh Muhammad Jamil Jaho atau yang dikenal dengan “Angku Jaho” merupakan salah seorang ulama terkemuka ke alim an serta dedikasinya di awal abad XX tersebut, memimpin salah seorang Pimpinan Ulama-ulama Tua, teman seperjuangan Inyiak Candung yang masyhur terbilang. Beliau memimpin sebuah surau besar, yang kemudian berubah menjadi Madrasah Tarbiyah Islamiyah, madrasah itu kemudian semerbak harumnya diantara lembaga-lembaga pendidikan agama di masanya, dengan banyak menelorkan ulama-ulama yang mumpuni di masa itu.

Soal keilmuan, beliau, Syekh Jaho, tidak diragukan lagi. Sebelum dia mengajar, mengabdi pada Minang, dia berkesempatan juga mengajar di Mekah. Setelah kembali, beliau memimpin halaqah pengajian yang ramai di kampungnya Jaho, selain itu beliau juga menggabungkan diri dengan wadah ulama-ulama Minang kala itu, al-Ittihat Ulama Sumatera dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti).

Beliau lahir pada tahun 1975 di Jaho, Padang Panjang. Setelah belajar agama kepada ulama-ulama terkemuka di Darek, seumpama di surau Halaban dengan Tuan Syekh Abdullah “Beliau Halaban” (w. 1926), beliau melanjutkan ke Mekah. Disamping mengerjakan haji, beliau menambah kaji kepada ulama-ulama masyhur di tanah suci itu. Diantaranya kepada Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi. Tak kurang dari 10 tahun beliau di Mekah, melindungi dadanya dengan iman dan ilmu, sempat pula memperoleh izin untuk mengajar di mesjidil Haram karena alimnya . tak lama berselang beliau pulang ke Jaho. Di tanah kelahirannya, beliau membuka halaqah yang kemudian dikembangkan dengan Madrasah Tarbiyah Islamiyah . Lembaga ini kemudian ramai dikunjungi orang-orang siak dari berbagai dan termasuk salah satu lembaga pendidikan negeri islam yang berwibawa di Minangkabau, hingga saat ini nama Jaho masih harum sebagai sedia kala.

Di Madrasahnya, Syekh Jamil telah melarang ilmu-ilmu keislaman bertaraf tinggi bila dibandingkan dengan madrasah sezamannya. Transmisi sains diajarkan lewat kitab kuning, mulai dari matan hingga syarah dan hasyiyah yang besar-besar. Dalam Nahwu misalnya, untuk tingkat awal melarang matan Ajrumiyah, kemudian syarah-syarah- nya, tingkat tinggi melarang Syarah Ibnu ' Aqil'alal Alfiyah , dan kelas paling tinggi yang mengajarkan kitab Shabah Asymuni . [1]

Selain itu, untuk kelas-kelas tinggi (kelas tujuh), pembelajaran diajarkan dengan metode debat, dengan referensi kitab-kitab fiqih yang cukup rumit, seperti Mahalli . Model pembelajaran ini tetap berjalan, malah semakin berkembang di masa kepemimpinan Buya H. Muhammad Dalil Dt. Manijun setelah beliau, yang ke alim annya menyamai sang Syekh. [2]

Dalam organisasi, sebelum dikenal sebagai salah seorang sesepuh Perti, beliau merupakan salah seorang yang aktif dalam Muhammadiyah yang kala itu baru masuk ke Minangkabau , bahkan sempat mendirikan cabang Muhammadiyah di Guguk Melintang. Namun tak ketinggalan lama, beliau keluar dari organisasi ini setelah kepulangannya dari kongres Muhammadiyah ke-16 di Pekalongan (1927). Sebab disanalah beliau mengenal betul Muhammadiyah.

Disamping masyhur alim dalam kitab, beliau juga merupakan pengamal Tarikat sebagai jalan kearifan Tasawwuf beliau. Dalam hal terakhir ini beliau mewiridkan Tarikat Auliya, [3] sebuah tarikat yang tidak begitu dikenal lebih jauh, namun dapat dijelaskan bahwa tarikat ini bertumpu pada amalan-amalan wirid. Selain itu Syekh Jaho juga dikenal sebagai pendekar Silat yang terkenal.

Dalam hal tulis menulis, Syekh Jamil Jaho termasuk ulama yang produktif. Banyak karangan beliau yang disebutkan, meski kita tidak memiliki data pasti jumlah karya beliau tersebut. Sebahagian tulisan-tulisannya juga banyak termuat di majalah al-Mizan, karena beliau termasuk salam seorang juru tulis majalah Penasehat keagamaan tersebut disamping ulama-ulama tua lainnya. Selain menulis dalam bentuk narasi, beliau tampak juga piawai menulis dalam bentuk nazhm ( sya'ir ). Salah satunya yang kita dapati ialah berupa taqrizh (pujian) beliau terhadap kitab Tsamaratul Ihsan -nya Syekh Sulaiman ar-Rasuli, beberapa butir nazhm beliau itu ialah:

Dengan Bismillah pena berlari Alhamdulillah khaliqul Bari Salawat dan salam pula hadiri Atas Muhammad Rasul Jauhari

Begitu kata Muhammad Jamil Negerinya Jaho tempat tak kamil Dengan ilmunya belum lai 'amil Dosanya banyak dirinya hamil

Wahai sahabat umum dan rata Pada suatu hari datang curita Dari pengarangnya alim pendeta Amatlah pintar fasih berkata

Pengarang mahir amat jauhari Sulaiman ar-Rasuli nama diberi Guru yang alim amat bahari Sudah masyhur antaro negeri [4]

Diantara karya-karya Syekh Jamil, antara lain:

1)       Tazkiratul Qulub fi Muraqabati Allamal Ghuyub

Karya ini berisi kajian Tasawwuf akhlaqi, merupakan karangan monumental Syekh Jamil Jaho. Ditulis dalam bahasa Arab yang menawan, dengan cita rasa sastra namun mudah dicerna, mengikuti gaya penulisan Ihya Ulumiddin - nya al-Ghazali. Karya ini merupakan referensi pelajaran Tasawwuf di Madrasah Perti hingga saat ini.

Dari karya inipun kita dapat memperoleh gambaran pemikiran Syekh Jamil Jaho, dan kalangan kaum Tua, terutama yang berkaitan dengan paham pembaharuan yang dipimpin Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Ketika beliau, dalam Tazkiratul Qulub, membahas masalah Ulama Suu' (ulama jahat), beliau menjelaskan  betapapun beliau sangat keras mewanti-wanti angin pembaharuan Abduh yang masa itumulai tersebar di Minangkabau, hingga beliau membongkar riwayat Abduh, yang menurut beliau tak sepantasnya dijadikan ulama panutan. [6] Hal ini tentunya juga dikuatkan dengan kenyataan bahwa sejak masuknya pemikiran ala Abduh di Minang, telah banyak terjadi selang perselisihan antara ulama dan masyarakat awam, menimbulkan perpecahan yang tak sedikit akibatnya.

Kitab ini dicetak di Nusantara (Bukittinggi) pada tahun 1950. Meski tidak dicetak lagi, kitab ini saat ini telah beredar luas dalam bentuk kopian.

2)       Kasyafatul 'Awishah fi Syarh Matan al-Ajurumiyah

Karya ini merupakan syarh dari Matn al-Ajurumiyah yang sangat masyhur dalam ilmu Nahwu (sintaksis). Pengarang karya ini menjadi bukti keilmuan Syekh Jamil memang mumpuni dalam bidang yang satu ini, sebab dalam karyanya beliau menulis komentar Matn al-Ajurumiyah secara luas dengan menyertakan kajian I'rab yang lengkap terhadap Matn kitab ini, sehingga bukan hanya bidang kepandaian Nahwu yang memperoleh pembaca, namun juga posisi-posisi I'rab yang mengayakan keilmuan bahasa Arab.

Matn al-Ajurumiyah sendiri merupakan satu teks kajian Nahwu tingkat dasar yang begitu populer. Kepopulerannya terletak pada bahasa yang mudah dicerna, namun padat isi. Hal ini membuat Matn al-Ajurumiyah merupakan tahapan pelajaran Nahwu yang harus dikaji, merupakan kunci sebelum membahas materi Nahwu yang berat dalam kitab yang besar-besar.

Hadirnya karya Syekh Jaho ini menambah khazanah kepustakaan ulama Minangkabau dalam bidang tata bahasa Arab. Hal ini menarik karena tak banyak kita jumpai karya-karya ulama Minangkabau yang berkaitan dengan tata bahasa Arab, kebanyakan para ulama tersebut hanya selaras dengan karya-karya klasik dari Timur Tengah.

Penulisan Kasyafatul Awishah ini berdasarkan permintaan murid-murid Madrasah Tarbiyah Islamiyah agar beliau, Syekh Jaho, menyurat satu komentar atas Matn al- Ajurumiyah yang mereka pelajari. Hal ini disebutkan oleh Syekh Jaho dalam pendahuluannya, k arya ini dicetak pertama kali pada percetakan Tandikek Padang Panjang,pada tahun 1940. Pada sampul kitab ini tertulis bahwa keuntungan penjualan buku ini diberikan kepada anak Syekh Jaho yang saat itu sedang menuntut ilmu di Mekah.

Karangan-karangan Syekh Jamil Jaho lainnya ialah :

1)       Nujumul    Hidayah  fi  Raddi  'ala  Ahlil  Ghiwayah (memberantas faham Ahmadiyah)

      2)       Sumusyul Lamiyah fi Aqidah Ahlid Diyanah (dalam ilmu Tauhid)

        3)       Suluh Bendang

        4)       Hujjatul Balighah

        5)       Maqalatur Radhiyyah

 

REFERENSI 

1.   Sedang di masa itu, kitab Alfiyah dengan Syarah- nya merupakan kitab tinggi dengan tingkat ke musykil an yang cukup padat.

2.   Keterangan Buya H. Ahmad Zaini (Mantan Dekan Adab IAIN Padang), dalam wawancara tak resmi ketika menuntut kaji kepada beliau

3.  Keterangan Bpk. Murkilim, MA (Dosen STAIN Bengkulu). Salah seorang murid Buya H. Muhammad Dalil Dt. Manijun. Januari 2011.

4.   Dalam Syekh Sulaiman ar-Rasuli, Tsamaratul Ihsan fi Wiladati Sayyidil Insan (Bukittinggi: Derikrij Agam, 1923) hal. 90

5.  Syekh Muhammad Jamil Jaho, Tazkiratul Qulub fi Muraqabati Alamal Ghuyub (Bukittinggi: Nusantara, 1956) hal. 54

6.  Hamka, dengan nada pembelaan, koreksi tulisan Syekh Jamil mengenai riwayat Abduh ini. Sebagai seorang yang mengelu-elukan Abduh berikut Rasyid Ridha dan al-Afgani, Hamka menyebutkan Syekh Jamil tidak teliti terhadap hal ini, “Beliau (Syekh Jamil ) hanya mengutip saja keterangan Syekh Yusuf an-Nabhani, tanpa membanding-bandingkan” (lihat dalam Ayahku hal.297-298 ). Bandingkan dengan Syekh Yusuf an-Nabhani, Syawahidul Haq…

7.  Syekh Muhammad Jamil Jaho, Kasyafatul Awishah fi Syarh Matn al-Ajurumiyah (Padang Panjang: Tandikek, 1940) jilid I, hal. 2

 

 



[1] Sedangdi masa itu,kitab Alfiyah dengan Syarah-nya merupakan kitab tinggi dengan tingkat kemusykilan yang cukup padat.

[2] Keterangan Buya H. Ahmad Zaini (Mantan Dekan Adab IAIN Padang), dalam wawancara tak resmi ketika menuntut kaji kepada beliau

[3] Keterangan Bpk. Murkilim, MA (Dosen STAIN Bengkulu). Salah seorang murid Buya H.Muhammad Dalil Dt. Manijun. Januari 2011.

[4] Dalam Syekh Sulaimanar-Rasuli, Tsamaratul Ihsanfi Wiladati Sayyidil Insan (Bukittinggi:Derikrij Agam, 1923) hal. 90 

[5] Syekh Muhammad Jamil Jaho,Tazkiratul Qulub fi Muraqabati Alamal Ghuyub (Bukittinggi:Nusantara, 1956)hal. 54

 

[6] Hamka, dengan nada pembelaan, koreksi tulisan Syekh Jamil terkait riwayat Abduhini. Sebagai seorang yang mengelu-elukanAbduh berikut Rasyid Ridha dan al-Afgani, Hamka menyebutkan Syekh Jamil tidak teliti terhadap hal ini, “Beliau (Syekh Jamil) hanya mengutip saja keterangan Syekh Yusuf an-Nabhani, tanpa membanding-bandingkan” (lihat dalam Ayahku hal.297-298). Bandingkan dengan Syekh Yusufan-Nabhani, Syawahidul Haq…  

[7] SyekhMuhammad Jamil Jaho,KasyafatulAwishah fi Syarh Matnal-Ajurumiyah (Padang Panjang:Tandikek, 1940) jilid I,hal. 2

 

0 Comment