15 Maret 2023

 Syekh Muhammad Dalil Bayang (1864-1923)

Syekh Muhammad Dalil atau yang dikenal dengan Syekh Bayang merupakan salah seorang pemimpin ulama tua yang terkemuka di Padang, setelah Syekh Khatib Ali. Schrieke, seorang sarjana Belanda yang mengamati perkembangan awal abad XX, memberikan pujian kepada ulama satu ini, dimana Syekh Bayang disebut sebagai tokoh pejuang yang penuh moral. Hal ini disebabkan karangan Syekh Bayang dianggap lebih moderat dibandingkan dengan teman-temannya sesama Kaum Tua.  

Syekh Muhammad Dalil lahir pada tahun di Bayang, Pesisir Selatan. Waktu mudanya kemudian diisi dengan belajar agama. Mula-mula kepada Ayah-nya, Muhammad Fatawi, berikut beberapa ulama di kampung halamannya. Kemudian beliau merantau mencari guru, tepatnya di Alahan Panjang kemudian beliau belajar kepada Syekh Muhammad Shaleh bin Syekh Muhammad Saman (pengarang kitab ). al-Kasyaf

Setelah itu beliau melanjutkan pelajarannya kepada Syekh Mahmud di Pintikayu. Kemudian kepada Syekh Mustafa al-Khalidi (w. 1901), ulama terkemuka Tarikat Naqsyabandiyah di Sungai Pagu. Pada tahun 1891 beliau meninggalkan Sungai Pagu menuju Padang dan selanjutnya memapankan karir keulamaannya di daerah ini. di Padang beliau membuka pengajian kitab di beberapa lokasi, seperti di Gantiang, Pasar Gadang dan Palinggam. Pada tahun 1903 beliau berangkat ke Mekah dan mukim disana beberapa waktu untuk menambah ilmu. [1]

Beberapa lama kemudian beliau kembali ke Padang dan kembali melanjutkan pengajian yang beliau asuh sebelumnya. Di antara ulama-ulama sezamannya, beliau termasuk yang ternama di antara mereka. Beliau juga ikut aktif dalam perkumpulan ulama-ulama masa itu, seperti Ittihad Ulama Sumatera sebagai Penasehat.

Dalam hal menulis , beliau memang salah satu jagonya. Bukan hanya mahir menulis narasi, tapi juga pandai bersya'ir layaknya seorang pujangga. Beliau, dalam karangan sangat pandai memilih diksi yang tidak menyudutkan salah satu pihakpun, namun beliau berprinsip. Mengenai karangan beliau, tentu dengan iklim merasakan masanya beliau tentu meninggalkan banyak karangan. Namun sampai saat ini masih ada beberapa buah yang dapat mengidentifikasi keberadaannya. Diantara karangan-karangan beliau itu ialah :

1)      Targhub Ila Rahmatillah

Karya ini memiliki reputasi yang penting, tercatat sebagai sebuah kepustakaan pejuang agama yang penuh moral awal abad XX. [2]       Di dalam karya ini, Syekh Bayang telah memberikan satu model penyelesaian berbagai masalah yang menjadi isu hangat antara kaum Tua dan kaum Muda. Pembahasan dalam risalah ini dimulai dengan menjelaskan kelebihan imam mazhab yang empat, kemudian dilanjutkan dengan berbagai hal mempelajari ilmu agama, pentingnya mempelajari ilmu ushul, beberapa hal yang berkaitan dengan ilmu syari'at,   kemudian tetang Washilah dalam Tarikat dan menjelaskan perihal kitab Izhar yang membuat heboh, dan ditutup dengan pembicaraan tentang akhlaq-akhlaq terpuji. [3] Shalah karangan Muhammad Qasyim Kalawi, juga terdapat satu daftar tokoh- tokoh Agama yang mengapresiasi Penjelasan yang ditawarkan Syekh Bayang sangat gamblang dan menyentuh, jauh dari kesan menjemukan kaum Muda secara radikal. Dihalaman akhir, selain rekonstruksi sya'ir nasehat yang berjulul Nazham Thalabus karya ini.

Karya ini dicetak di Padang, pada percetakan Derekrij Orang Alam Minangkabau atas biaya Datoek Soetan Maharadja, tahun 1334 (1914).

2)      Nazhm Darul Mau'izhah/ Miftahul Haq

Ini merupakan satu bentuk sya'ir sebagai apologetis terhadap Tarikat Naqsyabandiyah. Dengan muatan sastra disertai dengan gaya diksi yang terkadang keras, sedang dan satu kali lunak. [4] Dalam pengantar nazhm -nya, Syekh Bayang menyebutkan alasan menulis nazhm karena melihat beberapa orang yang sangka buruk terhadap Tarikat Naqsyabandiyah, sehingga beliau selaku ulama terkemuka merasa perlu memberikan arahan untuk meluruskan sangkaan jelek itu, sebagai berikut:

………

Nama nazham ini Darul Mau'izhah Artinya pengajaran yang amat indah Karena pemutusan hajat fitnah Kepada ahli naqsyabandiyah (bait 1-2)

………

Ambillah nazham coba muthala'ah Supaya nafsu jangan meleengah Nazham tarekat Naqsyabandiyah

Nyatalah suci sempurna jelah (umpan 11-12)

………

Fasal tarekat Naqsyabandiyah Asal mulanya dari Allah

Jibril membawa kepada Rasulullah

Dengan wahyunya azzal jalalah (umpan 21-22)

 

Kemudian turun ke Abu Bakari Sudah itu ke Salman al-Farisi Sampai sekarang bertali

Dengan silsilahnya terang sekali (bait 23-24) [5]

Kata-kata halus yang digunakan Syekh Bayang memang mendapat tempat dikalangan masyarakat, sehingga konon kabarnya nazhm ini menjadi populer dan sempat dicetak berulang-ulang kali. Nazhm ini dicetak bersama dengan karya  Syekh Bayang lainnya ( Majmu' Musta'mal ) dengan judul Darul Mau'izhah dan Miftahul Haq

3)       Majmu' Musta'mal yang menyatakan rukun syarat yang terkandung dalam agama Islam Ini merupakan karya populer lainnya dari Syekh Bayang. Karya ini dicetak berulang - ulang kali, meski sudah berusia lebih dari dua abad , karya ini terhadapnya tampak kecendrungan untuk mempertahankan Mazhab Syafi'i. Disamping itu kitab ini memiliki ciri khas tersendiri, yaitu masih dipakai dan digemari hingga saat ini. sesuai judulnya, Majumu' Musta'mal yang berarti “kumpulan yang dperlu diamalkan”, secara                   karya umum ini berisi tuntunan praktis ibadah, mulai dari bersuci hingga haji dan diakhiri dengan do'a-do'a. Namun dalam karya dengan menyertai dalil-dalil ushul fiqih ketika menjelaskan satu topik. Misalnya ketika menjelaskan tentang “Niat”, selain menyebutkan Nash, Syekh Bayang mengutip kaedahushul tentang wajibnya niat dalam beramal. [6] Hal ini tentu lebih mengkayakan kajian yang ada di dalamnya.

Layaknya kitab-kitab yang agama yang ditulis ketika itu, motivasi yang ditulisnya Majmu' ini adalah berdasarkan permintaan dari kaum muslimin sendiri. Dengan artian risalah ini ditulis semata mata sebagai jawaban perihal ibadah untuk masyarakat umumnya.

Selain dari 3 risalah ini, Syekh Bayang juga menyebutkan mengarang sebuah karya Sya'ir yang cukup luas pengaruhnya, yaitu Sya'ir Inilah Soal dan Jawab bagi segala Anak yang berisi tentang masalah soal jawab masalah agama yang menjadi buah bibir masyarakat saat itu.

 



  [1] Lihat Yulizal Yunus,op. cit.,hal. 43-47; TimIslamicCenter,RiwayatHidup…,op. cit.,hal. 68-71

[2] Schieke,op. cit., hal. 82; Yulisal Yunus, op. cit., hal. 56

[3] Lihat Syekh Muhammad Dalil Bayang, Targhub ila Rahmatillah (Padang: Derekrij Orang Alam Minangkabau, 1914) hal. 2-3

          [4] Lihat kajianNazham ini dalam Yulizal Yunus, op. cit., hal. 100-127

          [5] Syekh Muhammad Dalil Bayang, Darul Mau’izhah/ Miftahul Haq

dalam Majmu' Musta'mal (Padang: Soetan Maharadja, t.th) hal. 149-150

          [6] Lihat Syekh Muhammad Dalil Bayang,Majmu' Musta'mal yang menyatakan rukun syarat yang terkandung dalam agama Islam (Bukittingi: HMS Sulaiman, t.th) cetakan ke sepuluh. Hal. 2-3

0 Comment