12 Maret 2023

 KARL MARX

 2.1      Biografi

Karel Marx dilahirkan pada tahun 1818 di Jerman , berasal dari keluarga Yuhudi dari kelas keluaraga Menengah di Trier. Pendidikannya dilakukan pertaman dilakukan dari orang tuanya di rumah keluarga Baron Von Westphalen, dia adalag seorang kawan dekat dan tetangga ayahnya. Pendidikan formilnya di sekolah menengah di Trier, kemudian dilanjutkan ke universitas Bonn untuk belajar hukum, kemudian ia merasa bosan dengan masalah-masalagh hukum kemudian mulai tertarik dengan bidang filasafat. Untuk lebih mempedalam ilmu filsafat maka ia pindah ke universitas Berlin, yang saat itu adalah pusat filsafat Hegelian.

Menurut hegel, kehidupan manusia selalu dalam perubahan, setiap ide dan setiap kekuatan muncul dari kekuatan yang saling bertentangan, dan ketegangan yang muncul dari kekuatan yang saling bertentangan ini pasti akan mengakibatkan perubahan. Mark melanjutkan gagasan perubahan Hegelian, dan ide-idenya bahwa transformasi radikal berasal dari fisafat Hegelin .

Pada tahun 1841, ia menerima gelar Ph. D dalam bidang filsafat dan pada tahun 1843 ia menikah dengan putri Baron Von Westphalen kemudian bekerja sebagai editor pada koran kiri-liberal, Rheinische Zeitung. Mark pindah Jerman karena melihat tidak ada kemungkinan untuk berkembang sehingga dia pindah ke Paris dan bertemu dengan Frederick Engels. Engels adalah anak dari pengusaha pabrik yang kaya dan ahli ekonomi yang terkenal. Karya klasiknya, The Condition Of The Working Class In England (Engels, 1844) yang menggambarkan keadaan yang menyedihkan dari keluarga kelas pekerja di kota-kota industri di Inggris utara. Engels dan Mark kemudian berteman oleh karena Mark mendapat dukungan penuh. Karena radikalismenya, Mark diusir dari Paris setelah tinggal disana beberapa waktu. Ia berusaha hidup di Brussel, tetapi ia juga diusir dari sana. Terakhir ia pindah ke London, dimana ia diterima oleh otoritas politik, meskipun tidak selalu dengan tangan terbuka. 

2.2      Karya Ilmiah Karl Mark

Buku communis Manifesto merupakan buku pertama yang dituluis bersama dengan Engels pada tahun 1848. yang mem- posisikan material, revolusi melalui kesadaran bersama.

Marx membagi tahapan perkembangan masyarakat seba- gai berikut:

1.      Masyarakat tradisional (komunisme primitif) bentuk masyarakat yang paling awal dan sederhana, dimana untuk memenuhi kebutuhan dan kesenangan hidup harus dihasilkan dengan cara berburu dan mengumpulkan makan biji-bijian, dengan memancing, semua orang terlibat dalam aktivitas melalui cara-cara yang berbeda, lambat laun masuk pada suatu pembagian kerja. Manusia belum menetap, hak milik pribadi belum dikenal dan semua usaha untuk memenuhi kebutuhan bersama anggota kelompok atau suku.

2.      Masyarakat feodal, setelah ada gagasan tentang kepe- milikan pribadi diperkenalkan, mereka mulai saling berinteraksi, hanya dengan menukar apa yang mereka buat, yakni menjual produksi kerja mereka. Tak lama kemudian dengan keterampilan, bakat, kajahatan maupun nasib baik, ada yang mendapatkan harta pribadi yang lebih banyak dan lebih baik, sementara yang lain betul- betul tak dapat apa-apa. Selain itu ketika cara produksi berubah dari berburu dan mengumpulkan bahan makanan ke menanam biji-bijian, mereka yang kebetulan memiliki tanah mendapatkan keuntungan yang besar. Mereka tidak hanya memiliki produksi tetapi juga alat produksi karena yang lain tidak memilikinya, maka pemilik tanah adalah majikan, orang lain menjadi tanggungannya, pembantu, bahkan budak mereka. Pada jaman masyarakat ini terjadi eksploitasi oleh tuan tanah atau pemilik modal.

3.      Masyarakat kapitalisme, adalah orang yang memiliki tanah serta harta benda dalam tahap perkembangan kapitalisme modern memperkenalkan suatu cara produksi baru. Dengan memperkenalkan aktivitas komersial dan motif keuntungan dalam skala besar, penghasilan yang besar itu bagi sedikit orang (kaum borjuis) pemilik dan manajer perusahaan. Sementara para pekerja (proletariat) tidak memiliki apa- apa, mereka harus menjual tenaga kerja keseharian mereka kepada para pemilik manajer untuk mendapatkan upah guna sekedar dapat hidup. Keadaan ini diperburuk setelah kaum borjuis menggunakan pabrik (mesin-mesin) untuk memproduksi barang-barang dalam jumlah yang besar yang menggantikan tenaga manusia, yang membawa keuntungan bagi kaum pemiliknya. Untuk memperoleh itu semua kaum proletar harus menemukan jalan revolusi untuk menumbangkan seluruh tatanan sosial ekonomi yang menindas mereka. Sama halnya dengan masyarakat feodalisme, dimana terjadi eksploitasi oleh pemilik tanah atau pemilik modal terhadap kaum buruh atau proletar. Kapitalisme bukanya membawa masyarakat sejahtera, melainkan terjerumus kedalam feodalisme. 

        Dengan demikian terciptalah krisis dasar manusia pemisahan kelas oleh kekuasaan dan kekayaan dan dengan itu muncul konflik sosial. Ketiga poin diatas penulis beranggapan bahwa pada saat teori Marx dikembangkan dia melihat bahwa dalam masyarakat terjadi perobahan sosial dari kaum kapitalis dimana kaum bojuis mengeksplotasi tenaga kerja yang berasal dari kaum proletar. Sehingga dengan kondisi seperti ini bukannya menambah kesejahteraan masyarakat akan tetapi berkembang perbudakan, dimana kaum feodal atau pemilik lahan bertindak sebagai raja, dan para pekerja (kaum proletar) harus mengabdi untuk mendapatkan upah seadanya. Dikembang-kannya peralatan-peralatan modern untuk berproduksi berarti para buruh mulai terpinggirkan dan upah kerja dapat diturunkan atau tidak dinaikkan sehingga kaum buruh (proletar) kehilangan kesempatan kerja tau harus bekerja lebih keras lagi untuk mendapatkan gaji upah untuk mencukupi keperluan hidupnya.

4.      Masyarakat sosialis, untuk menghapus eksploitasi oleh kaum borjuis, maka diperlukan revolusi sosial melalui pengorgani-sasian dan penyadaran buruh untuk bersatu menggulingkan kapitalisme. Penggulingan itu dilakukan melalui pembentukan dictator ploretariat dalam rangka menuju masyarakat sosialis, yaitu suatu masyarakat dimana distribusi sumber-sumber ekonomi diatur sepenuhnya oleh negara.

5.      Masyarakat komunis modern, sistem sosialis ini hanya merupakan transisi, karena masih menyembunyikan konflik kepentingan antara penguasa dan rakyat. Negara harus dihapus dengan sistem komunisnya karena dalam system itu tidak ada lagi kelas (classless society) dan cara produksi berada dibawah semboyan sama rasa dan sama rata, begitupun juga para perempuan sebagai “milik bersama dan hak milik bersama”. Pada saat kaum proletar terbebas dari eksploitasi akan muncul masyarakat komunis modern yang lebih bersifat humanis

 

2.3      Das Kapital

Das Kapital (Capital, dalam terjemahan bahasa Inggris, atau Modal) adalah suatu pembahasan yang mendalam tentang ekonomi politik yang ditulis oleh Karl Marx dalam bahasa Jerman. Buku ini merupakan suatu analisis kritis terhadap kapitalisme dan aplikasi praktisnya dalam ekonomi dan juga, dalam bagian tertentu, merupakan kritik terhadap teori-teori terkait lainnya. Jilid pertamanya diterbitkan pada 1867. 

2.3.1       Tema

Kekuatan pendorong utama kapitalisme, menurut Marx, terdapat dalam eksploitasi dan alienasi tenaga kerja. Sumber utama dari keuntungan baru dan nilai tambahnya adalah bahwa majikan membayar buruh-buruhnya untuk kapasitas kerja mereka menurut nilai pasar, namun nilai komoditi yang dihasilkan oleh para buruh itu melampaui nilai pasar. Para majikan berhak memiliki nilai keluaran (output)yang baru karena mereka memiliki alat-alat produksi (kapital) yang produktif. Dengan menghasilkan keluaran sebagai modal bagi majikan, para buruh terus-menerus mereproduksikan kondisi kapitalisme melalui pekerjaan mereka.

Namun Marx sangat prihatin dengan aspek-aspek sosial dari perdagangan, bukunya bukanlah sebuah pembahasan etis, melainkan sebuah upaya (yang tidak selesai) untuk menjelaskan tujuan dari “hukum gerak” (“laws of motion”) dari sistem kapitalis secara keseluruhan, asal-usulnya dan masa depannya. Ia bermaksud mengungkapkan sebab-sebab dan dinamika dari akumulasi modal, pertumbuhan tenaga kerja bayaran, transformasi tempat kerja, konsentrasi modal, persaingan, sistem bank dan kredit, kecenderungan tingkat keuntungan untuk menurun, sewa tanah, dan banyak hal lainnya. Menurut pendapat penulis Marx tidak menerangkan secara tekhnis yang jelas bagaimana mengatsi masalah- masalah sosial yang timbul dari masalah kapital dimana Postisi buruh dan kaum kapitalisme.

Marx memandang komoditi sebagai “bentuk sel” atau satuan bangunan dari masyarakat kapitalis ini adalah obyek yang berguna bagi orang lain, tetapi dengan nilai jual bagi si pemilik. Karena transaksi komersial tidak menyiratkan moralitas tertentu di luar apa yang dibutuhkan untuk menyelesaikan transaksinya, pertumbuhan pasar menyebabkan dunia ekonomi dan dunia moral-legal menjadi terpisah dalam masyarakat: nilai subyektif moral menjadi terpisah dari nilai obyektif ekonomi

Ekonomi politik, yang mulanya dianggap sebagai “ilmu moral” yang berkaitan hanya dengan distribusi kekayaan yang adil, atau sebagai suatu “aritmetika politik” untuk pengumpulan pajak, dikalahkan oleh disiplin ilmu ekonomi, hukum dan etika yang terpisah.

Marx percaya bahwa para ekonom politik dapat mempelajari hukum-hukum kapitalisme dalam cara yang “obyektif”, karena perluasan pasar pada kenyataannya telah mengobyektifikasikan sebagian besar hubungan ekonomi: cash nexus membuang semua ilusi keagamaan dan politik sebelumnya (namun kemudian menggantikannya dengan ilusi jenis lain ( fetishisme komoditi). Marx juga mengatakan bahaw ia memandang “formasi ekonomi masyarakat sebagai suatu proses sejarah alam”. Pertumbuhan perdagangan terjadi sebagai suatu proses di mana tak seorangpun dapat menguasai atau mengarahkan, menciptakan suatu kompleks jaringan yang saling terkait dengan kondisi sosial yang sangat besar secara global. Dengan demikian, suatu “masyarakat” terbentuk “secara ekonomi” sebelum orang benar-benar secara sadar menguasai kapasistas produktif yang sangat besar dan kesalingterkaitan yang telah mereka ciptakan, untuk memba- ngunnya secara kolektif untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jadi, analisis Marx dalam Das Kapital, difokuskan terutama pada kontradiksi-kontradiksi struktural, daripada antagonisme kelas, yang mencirikan masyarakat kapitalis “gerakan kontradiktif” [gegensätzliche Bewegung] berasal pada sifat ganda peker-jaan,” bukannya dalam perjuangan antara tenaga buruh dan modal, atau antara kelas pemilik dan kelas pekerja. Lebih jauh, kontradiksi-kontradiksi ini beroperasi (seperti yang digambarkan oleh Marx dengan menggunakan suatu ungkapan yang dipinjam dari Hegel) “di belakang punggung” kaum kapitalis maupun buruh, artinya, sebagai akibat dari aktivitas-aktivitas mereka, namun demikian tidak dapat diminimalkan ke dalam kesadaran mereka baik sebagai individu maupun sebagai kelas. Oleh karena itu, Das Kapital, tidak mengusulkan suatu teori revolusi (yang dipimpin oleh kelas buruh dan wakil-wakilnya) melainkan teori tentang krisis sebagai kondisi untuk potensi revolusi, atau apa yang dirujuk oleh Marx dalam Manifesto Komunis sebagai “senjata” potensial, “ditempa” oleh para pemilik modal, “berbalik memukul kaum borjuis sendiri” oleh kelas pekerja. Krisis seperti itu, menurut Marx, berakar dalam sifat komoditi yang kontradiktif, bentuk sosial yang paling dasar dari masyarakat kapitalis. Dalam kapitalisme, perbaikan-perbaikan dalam teknologi dan meningkatnya tingkat produktivitas menambah jumlah kekayaan materi (atau nilai pakai) dalam masyarakat sementara pada saat yang bersamaan mengurangi Nilai (ekonomi) dari kekayaan ini, dan dengan demikian merendahkan tingkat keuntungan – suatu kecenderungan yang membawa kepada situasi tertentu, yaitu ciri khas dalam kapitalisme, yakni “kemiskinan di tengah kelimpahan,” atau lebih tepatnya, krisis produksi yang berlebihan di tengah konsumsi yang terlalu rendah. 

2.3.2       Publikasi

Marx menerbitkan jilid pertama dari Das Kapital pada 1867, tetapi ia meninggal dunia sebelum sempat menyelesaikan jilid kedua dan ketigana yang sudah dibuat naskahnya. Buku- buku ini kemudian disunting oleh teman dan rekan kerjanya Friedrich Engels dan diterbitkan 1885 dan 1894; jilid keempat, yang berjudul, yang disebut Theories of Surplus-Value, pertama-tama disunting dan diterbitkan oleh Karl Kautsky pada 1905-1910. Naskah-naskah persiapan lainnya diterbitkan baru beberapa dasawarsa kemudian. Pengaruh Marx mendasarkan karyanya pada para ekonom klasik seperti Adam Smith, David Ricardo, John Stuart Mill dan bahkan Benjamin Franklin. Namun, ia mengolah kembali gagasan- gagasan para pengarang ini, sehingga bukunya merupakan sintesis yang tidak mengikuti gagasan pemikir manapun. Buku ini juga mencerminkan metodologi dialektis yang diterapkan oleh G.W.F. Hegel dalam bukunya The Science of Logic dan The Phenomenology of Mind, dan pengaruh para sosialis Perancis seperti Charles Fourier, Comte de Saint-Simon, dan Pierre-Joseph Proudhon.

Marx sendiri mengatakan bahwa tujuannya adalah “membawa suatu ilmu [artinya, ekonomi politik] melalui kritik kepata suatu titik di mana ia dapat secara dialektis digambarkan”, dan dalam cara ini “mengungkapkan hukum gerak masyarakat modern”. Dengan memperlihatkan bagaimana perkembangan kapitalis itu adalah pendahulu dari suatu cara produksi sosialis yang baru, ia berusaha memberikan dasar ilmiah bagi gerakan buruh modern. Dalam mempersiapkan bukunya ini, ia mempelajari literatur ekonomi yang tersedia pada masanya selama dua belas tahun, terutama di British Museum di London. Aristoteles, dan filsafat Yunani pada umumnya, merupakan pengaruh penting lainnya (meskipun seringkali diabaikan) dalam analisis Marx terhadap kapitalisme. Pendidikan Marx di Bonn terpusat pada para penyair Yunani dan Romawi. Disertasi yang diselesaikannya di universitas adalah tentang perbandingan antara filsafat alam dalam karya Demokritus dan Epikurus. Lebih dari itu, sejumlah pakar telah mengajukan pendapatnya bahwa rancangan dasar Das Kapital termasuk kategori-kategori penggunaan dan nilai tukar, serta “silogisme” untuk sirkulasi sederhana dan diperluas (M-C-M dan M-C-M’) diambil dari Politik (Aristoteles) dan Etika Nikomakea. Lebih dari itu, gambaran Marx tentang mesin di bawah hubungan-hubungan produksi kapitalis sebagai “otomat” yang bertindak sendiri, adalah sebuah rujukan langsung kepada spekulasi Aristoteles kepada alat-alat yang tidak bernyawa yang mampu mengikuti perintah sebagai kondisi untuk penghapusan perbudakan. 

2.4      Kapitalis Ekonomi

Pandangan teori sistem dunia yang menganggap dunia sebagai sebuah kesatuan sistem ekonomi kapitalis mengharuskan negara pinggiran menjadi tergantung pada negara pusat. Tansfer surplus dari negara pinggiran menuju negara pusat melalui perdagangan dan ekspansi modal. Secara tidak langsung teori ini memang mendukung pernyataan Smith yang memusatkan perhatian pada tatanan kelas. Kenyataan yang terjadi dalam proses kapitalisme telah menimbulkan dampak berupa pertumbuhan ekonomi yang terjadi karena arus pertukaran barang dan jasa serta spesialisasi tenaga kerja.

Kerangka pertukaran barang dan jasa serta spesiali- sasi tenaga kerja ini terwujud dalam bentuk peningkatan produktivitas yang lebih dikenal dengan konsep maksimalisasi keuntungan dan kompetisi pasar. Kapitalisme sebagai suatu sistem ekonomi yang memungkinkan beberapa individu menguasai sumberdaya vital dan menggunakannnya untuk keuntungan maksimal. Maksimimalisasi keuntungan menye- babkan eksploitasi tenaga kerja murah, karena tenaga kerja adalah faktor produksi yang paling mudah direkayasa dibandingkan modal dan tanah. Lebih jauh, dalam wacana filsafat sosial misalnya, kapitalisme dipandang secara luas tak terbatas hanya aspek ekonomi, namun juga meliputi sisi politik, etika, maupun kultural. Kapitalisme pada awalnya berkembang bukan melalui eksploitasi tenaga kerja murah, melainkan eksploitasi kepada kaum petani kecil.

Negara terbelakang merupakan penghasil barang mentah terutama dalam sektor pertanian. Kapitalisme masuk melalui sistem perdagangan yang tidak adil dimana negara terbelakang menjual barang mentah dengan harga relatif murah sehingga menyebabkan eksploitasi petani. Masuknya sistem ekonomi perdagangan telah menyebabkan petani subsisten menjadi petani komersil yang ternyata merupakan bentuk eksploitasi tenaga kerja secara tidak langsung.

Perkembangan selanjutnya telah melahirkan industri baru yang memerlukan spesialisasi tenaga kerja. Kapitalisme yang menitikberatkan pada spesialisasi tenaga kerja dan teknologi tinggi membutuhkan tenaga kerja yang terampil dan menguasai teknologi. Keadaan ini sangat sulit terwujud pada negara pinggiran. Proses ini hanya akan melahirkan tenaga kerja kasar pada negara pinggiran, sedangkan tenaga kerja terampil dikuasai oleh negara pusat. Ketidak berdayaan tenaga kerja pada negara pinggiran merupakan keuntungan bagi negara pusat untuk melakukan eksploitasi. Ekspansi kapitalisme melalui investasi modal dan teknologi tinggi pada negara pinggiran disebabkan oleh tersedianya tenaga kerja yang murah.

Kapitalisme yang menjalar hingga negara terbelakang menjadikan struktur sosial di negara terbelakang juga berubah. Kapitalisme memunculkan kelas sosial baru di negara terbelakangyaitukelaspemilikmodal.Berkembangnyaekonomi kapitalis ini didukung oleh sistem kekerabatan antara mereka. Kelas borjuis di negara terbelakang juga dapat dengan mudah memanfaatkan dukungan politik dari pemerintah. Sebagai sebuah kesatuan ekonomi dunia, asumsi Wallerstein akan adanya perlawanan dari negara terbelakang sebagai kelas tertindas oleh negara pusat menjadi hal yang tidak mungkin terjadi. Kapitalisme telah menciptakan kelompok sosial borjuis di negara terbelakang yang juga menggunakan kapitalisme untuk meningkatkan keuntungan ekonomi mereka, sehingga sangat tidak mungkin mereka melakukan perjuangan kelas. Gagasan Marx tentang tahapan revolusi ternyata runtuh. Marx menyatakan bahwa negara terbelakang akan memerlukan dua tahap revolusi, yaitu revolusi borjuis dan revolusi sosialis. Revolusi borjuis dilakukan oleh kelas borjuis nasional untuk melawan penindasan oleh negara maju dan kemudian baru berlanjut pada revolusi sosialis oleh kelas proletar.

Asumsi ini runtuh karena kelas borjuis nasional ternyata tidak mampu lagi melaksanakan tugasnya sebagai pembebas kelas proletar dari eksploitasi kapitalisme, karena kelas borjuis nasional sendiri merupakan bentukan dan alat kapitalisme negara maju.

Dari uraian di atas penulis berpendapat bahwa bah- wa kapitalisme yang pada awalnya hanyalah perubahan cara produksi dari produksi untuk dipakai ke produksi untuk dijual, telah merambah jauh menjadi dibolehkannya pemilikan barang sebanyak-banyaknya, bersama-sama juga mengembangkan individualisme, komersialisme, liberalisasi, dan pasar bebas. Kapitalisme tidak hanya merubah cara-cara produksi atau sistem ekonomi saja, namun bahkan memasuki segala aspek kehidupan dan pranata dalam kehidupan masyarakat, dari hubungan antar negara, bahkan sampai ke tingkat antar individu. Sehingga itulah, kita mengenal tidak hanya perusahaan-perusahaan kapitalis, tapi juga struktur masyarakat dan bentuk negara.

Dapat juga dikemukakan bahwa terbetuknya klasifikasi sosial adalah sebagai dampak pengaruh kapitalis yang secara bersamaan diintroduksi teknologi penggunaan mesin-mesin sehingga tenaga kerja tersekat menjadi tenaga skill dan tenaga non skill, yang pada akhirnya kaum borjuis semakin berkuasa terhadap kaum protelar yang harus tunduk kepada kaum borjuis untuk mempertahankan pekerjaannya.

Upaya untuk memerangi kapitalisme bukan dengan sistem ekonomi sosialis namun dengan kemandirian ekonomi atau swasembada 

2.5      Pengertian Kapital (Understanding capital)

Capital atau yang biasa kita sebut modal memiliki beberapa pengertian.

Pertama, kepentingan pemilik ekuiti dalam bisnis yang merupakan perbedaan antara aktiva dengan kewajiban- kewajiban. Disebut juga ekuiti atau kekayaan neto (net worth). Dalam suatu perseroan,modal merupakan ekuiti pemegang saham. Saham modalterdiridarisahambiasa

Kedua, barang-barang yang dibeli untuk tujuan produksi.

Ketiga, perbedaan antara aktiva lancar dengan kewajiban/ utang lancar,atau disebut juga modal kerja(working capital).

Keempat, dana-dana jangka panjang dari suatu perusahaan.

Kelima,seluruh item/Post pada sisi kanan neraca perusahaan, kecuali utang lancar. (Kamus Besar Akuntansi) Kapital didalam kamus ilmiah adalah utama atau inti (seperti kata capital city yang berarti kota yang utama). 

Kapital dalam pengertian ekonomi sering diidentikkan Wikipedia.com;“Modal memiliki banyak arti yang berhubungan dalam ekonomi, finansial, dan akunting. Dalam finansial dan akunting, modal biasanya menunjuk kepadakekayaanfinansial, terutama dalam penggunaan awal atau menjaga kelanjutan bisnis. Awalnya, dianggap bahwa modal lainnya, misal modal fisik, dapat dicapai dengan uang atau modal finansial. Jadi di bawah kata modal berarti cara produksi”1Namun secara umum dalam pengertian ini kata kapital seakan-akan di sejajarkan dengan uang, sedangkan uang dalam pengertiannya merupakan alat untuk mengukur kekayaan dan digunakan untuk kegiatan ekonomi yaitu transaksi. Artinya terdapat pergeseran makna dari kata kapital itu sendiri yaitu, kapital menjadi modal dan selanjutnya menjadi uang. Hal tersebut terlihat mengaburkan pengertian kapital itu sendiri.

Dalam bahasa latin abad pertengahan, kata kapital (capital) diartikan sebagai seekor sapi atau hewan ternak yang merupakan sumber kekayaan penting saat itu 2. Selain biaya perawatannya rendah, mudah digerakkan, diukur maupun di hitung, hewan ternak mampu memberikan biaya tambahan atau nilai tambah, dengan memanfaatkan untuk industri lain seperti, susu, wol, dan daging. Selain itu Hewan ternak juga bisa mereproduksi sendiri. Dengan demikian istilah kapital berawal dari melakukan dua pekerjaan secara bersamaan, yaitu menangkap dimensi fisik dan aset-aset (seperti hewan ternak) sebagaimana potensi mereka yang bermanfaat bagi manusia dan untuk menghasilkan nilai tambah

Dalam finansial dan akunting, modal biasanya menunjuk kepada kekayaan finansial, terutama dalam penggunaan awal atau menjaga kelanjutan bisnis. Awalnya, dianggap bahwa modal lainnya, misal modal fisik, dapat dicapai dengan uang atau modal finansial. Jadi di bawah kata “modal” berarti cara produksi. 

2.6      Pemikiran Karl Marx

2.6.1       Konsepsi Tentang Manusia

Pada tahun-tahun sebelumnya Karl Marx lebih con- dong pada hukum-hukum ekonomi dan sejarah, sejak tahun- tahun ini ia berkutat dengan konsepsi tentang manusia. Pada dasarnya manusia itu harus bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. Keprihatinan Karl Marx ialah manusia. Dalam beberapa naskah yang ditulisnya sekitar tahun 1932 ada indikasi bahwa Karl Marx muncul sebagai seorang pemikir humanis sejati. Pandangan Karl Mark yang secara teori bagus ini pada kenyataan hidupnya berbeda. Keluarganya miskin dan sepertinya ia tidak mampu mengaplikasikan teorinya sendiri.

Menurut hemat saya, Karl Marx sebagai pemikir humanis belum dapat mengaplikasikan teorinya pada keluarganya sendiri oleh karena dia sangat berfikir pada masyarakatnya bukan untuk kepentingan keluarga dirinya sendiri. Dalam menanggapi masalah-masalah sosial, politik dan ekonomi yang didasari pada pandangan idealisme filosofis, beliau mengembangkan teori orientasi konflik dari masyarakat yang memiliki dampak yang sangat besar terhadap pemikiran- pemikiran sosiologi kontemporer. Manusia harus bekerja karena manusia harus memenuhi kebutuhannya. Manusia harus merubah alam dan dengannya manusia baru bisa hidup. Menurut Karl Marx, manusia itu makhluk ganda yang aneh. Di satu pihak ia makhluk alam seperti binatang dan dipihak lain ia harus berhadapan dengan alam sebagai sesuatu yang asing baginya. Manusia tidak tergantung dari lingkungan alam, tetapi bisa mengolah seluruh alam demi tujuannya yang macam-macam. Pekerjaan itu tanda khas yang melekat pada manusia. Pekerjaan itu tanda bahwa manusia adalah makhluk yang bebas dan universal.

Sebagai makhluk yang bebas manusia tidak hanya melakukan apa yang langsung menjadi kecondongannya. Manusia menghadapi kebutuhan-kebutuhannya dengan bebas. Manusia itu universal karena ia tidak terikat pada lingkungan yang terbatas. Seluruh alam dapat menjadi bahan pekerjaannya. Ia berhadapan dengan alam secara universal. Pendapat Karl Marx, bahwa manusia yang dapat berproduksi menurut hukum-hukum keindahan. Pekerjaan adalah tanda martabat manusia.

Manusia menganggap bahwa pekerjaan itu tidak lebih dari sekadar alat untuk memenuhi kebutuhan. Di dalam pe- kerjaan manusia mengambil dari bentuknya yang alamiah dan memberikan bentuknya sendiri kepadanya. Manusia mengobyektivasikan diri ke dalam alam melalui pekerjaannya. Produk pekerjaannya mencerminkan hakekatnya sendiri. Dalam berbagai pekerjaan manusia melahirkan bakat-bakatnya pada alam dan dengan demikian manusia merealisasikan dirinya sendiri. Pekerjaan adalah jembatan antara manusia yang selalu berinteraksi.

Pada aspek lain, Karl Marx memandang bahwa peker- jaan merupakan tanda bahwa manusia itu mahkluk sosial. Pengakuan atas hasil kerja dari orang lain membuat seseorang menjadi bahagia dan merasa diakui.

Pada dasarnya manusia itu mahkluk sosial, Karl Marx menolak baik individualisme maupun kolektivisme. Individualisme keliru karena manusia melalui bahasa dan pekerjaannya sudah sejak semula dibentuk dan dicetak masyarakat dan tidak dapat hidup tanpa adanya masyarakat. Kolektivisme juga keliru karena kolektivisme pada dasarnya memiliki implikasi menolak manusia dalam seluruh kekayaan hakekatnya yang konkret. Menurut Marx, sejarah umat manusia ditentukan oleh materi/benda dalam bentuk alat produksi. Alat produksi ini untuk menguasai masyarakat. Alat produksi adalah setiap alat yang menghasilkan komoditas. Komoditas diperlukan oleh masyarakat secara sukarela.

Menurut Marx fakta terpenting adalah materi Ekonomi. Makanya teori Marx ini juga dikenal dengan determinisme ekonomi yang terbagi dalam lima tahap :

Tahap 1.  Masyarakat Agraris/primitif.

Dalam masyarakat Agraris tanah merupakan alat produksi . Dalam masyarakat seperti ini penindasan akan terjadi antara pemilik alat produksi yaitu pemilik tanah dengan penggarap tanah.

Tahap 2.  Masyarakat budak.

Dalam masyarakat seperti budak sebagai alat produksi tetapi dia tidak memiliki alat produksi. Penindasan terjadi antara majikan dan budak.

Tahap 3.    Dalam masyarakat feodal ditentukan oleh kepemilikan

     tanah.

Tahap 4. Masyarakat borjuis.

Alat Produksi sebagai industri. Konflik terjadi antara kelas borjuis dengan buruh. Perjuangan kelas adalah perjuangan antara borjuis dan proletar.

Tahap 5. Masyarakat komunis.

Dalam masyarakat ini kelas proletar akan menang. 

2.6.2       Konsep Alienasi

Hengel membicarakan tentang realitas mutlak sebagai “roh yang absolut” atau “ide yang absolut” apa yang disebut oleh orang beragama dengan “Tuhan”. Yang absolut ini adalah suatu wujud yang terus menerus berjuang untuk lebih mengetahui akan dirinya. Setiap peristiwa yang terjadi dalam dunia material disebut “tesis” roh mengadakan peristiwa, sebaliknya “antitesis” yang mencoba untuk mengoreksinya, maka ketegangan diantara keduanya dipecahkan oleh peristiwa ketiga “sintesis” yang mencampurkan elemen keduanya. Semua yang terjadi di dunia muncul dalam bentuk rangkaian pergantian yang besar yang disebut “dialektika” memberi dan mengambil roh dalam alam dan sejarah. Misalnya, kebudayaan lama di sebut suatu tesis, setelah beberapa waktu menimbulkan suatu kebudayaan baru yang berlawanan sebagai antitesisnya. Lambat laun keduanya lalu bergabung, membuat suatu peradaban baru dan lebih kaya dan tinggi yang disebut dengan sintesis.

Marx menolak idealisme Hengel, tetapi tidak menolak konsep tentang alienasi maupun ide bahwa sejarah berjalan terus, melalui suatu proses konflik. Alienasi, adalah mengeluarkan dari dirinya apa yang ada di dalam dirinya dan merupakan esensinya; dan lalu menganggap yang dikeluarkan itu sebagai sesuatu yang berlainan dengan hakekat tersebut, sebagai suatu realitas yang sekaligus bersifat asing dan melawannya.

Alienasi manusia memiliki empat bentuk utama:

1.      Para buruh dalam kapitalisme industri diasingkan dari produksinya yang ada di luar dirinya, secara mandiri, sebagai sesuatu yang asing bagi dirinya kehidupan yang diberikan pada obyek yang menentang dirinya sebagai sesuatu yang antagonis. Produksi bukanlah miliknya namun dimanfaatkan oleh orang asing sebagai milik pribadinya. Dan semakin banyak yang dihasilkan oleh buruh maka semakin berkurang nilai produktivitasnya. Buruh menjadi suatu komoditas yang makin lebih murah sehingga semakin murah pula komoditas yang dia ciptakan. Upah para buruh hanya cukup untuk menopang dirinya dengan apa yang dibutuhkan untuk tetap bekerja.

2.      Sistem kapitalis mengasingkan manusia dari aktivitasnya.

Aktivitasnya tidak ditentukan oleh kepentingan pribadi atau aktivitasnya, namun merupakan sesuatu yang dikumpulkan untuk tetap hidup. “Pekerjaannya merupakan buruh paksa”. Hasilnya, menurut Marx, “Buruh hanya merasakan dirinya di luar pekerjaannya, dan dalam pekerjaannya dia merasa di luar dirinya.” Semakin banyak dia bekerja semakin berkuranglah dia. Dia akhirnya hanya merasa tinggal di rumah untuk makan, minum dan berhubungan seksualitas. Persis tabiat binatang. 

3.      Masyarakat mengasingkan buruh dari kualitas penting manusia. Tidak Menurut Marx, yang memproduksi hanya untuk keperluan sementara, manusia menghasilkan pengetahuan dan budaya (seperti seni, ilmu, teknologi) untuk semua ras manusia. Manusia menjadi makhluk universal untuk tujuan universal. Namun sistem kapitalis mereduksi kepentingannya manusia itu ke dalam tingkat hewan buruh, sebagai suatu alat yang semata-mata untuk memuaskan kebutuhan fisik pribadinya.

 

4.      Alienasi adalah “pemisahan manusia dari manusia”. Temannya merupakan seorang asing yang bersaing dengannya sebagai seorang buruh dan sebagai hasil pekerjaan mereka. Lebih-lebih, keduanya dipisahkan dari “sifat esensial manusia”.

 

Analisis Marx, proses produksi material manusia

berisi tiga komponen atau faktor. Pertama kondisi produksi, bahwa kondisi produksi mempengaruhi produksi manusia; iklim yang ada, lokasi fisik geografis masyarakat, pasokan barang mentah, dan populasi total. Kedua adalah kekuatan produksi, yaitu pembagian tipe-tipe kemampuan, peralatan dan teknologi sebagaimana jenis dan ukuran pasokan buruh yang tersedia di masyarakat. Ketiga hubungan produksi yaitu hubungan hak milik dalam masyarakat, hubungan sosial sesuai apa yang telah diatur masyarakat tentang kondisi dan kekuatan produksi dan menyalurkan hasil produksi kepada anggota masyarakat. Karl Marx mengajukan dua syarat agar masyarakat berkelas dapat dihapus yaitu: Pertama, cara produksi harus telah berkembang sedemikian rupa sehingga pembagian pekerjaan tidak perlu lagi. Kedua, harus telah berkembang suatu kelas yang berkepentingan untuk tidak hanya menggulingkan kelas yang berkuasa melainkan untuk menghancurkan sistem masyarakat berkelas itu sendiri dan mendirikan suatu masyarakat yang tidak ada kelasnya lagi.

 

2.6.3       Konsep Eksploitasi, Nilai Tukar dan Nilai Guna


Teori ekploitasi, kelas buruh dipaksa diperdagangkan di pasar tenaga kerja untuk nilai upah yang berlaku; kaum kapitalis mengeksploitasi buruh dengan menjual produk yang dihasilkan buruh dan bayaran yang diterimanya melebihi upah yang dibayarkannya pada buruh. Kapitalisme merupakan sebuah sistem eksploitasi. Kaum kapitalis mengambil keuntungan secara besar-besaran dengan mengupah buruh secara rata-rata. Namun teori eksploitasi Marx dikritik secara serius. Marx dianggap melupakan teori tentang eksploitasi dari persoalan biaya yang dikeluarkan kaum kapitalis untuk menghasilkan komoditas, hubungan antara biaya-biaya tersebut dan biaya buruh, serta upah yang harus dibayarkan pada buruh untuk terus hidup.

Kenyataanya jam kerja lebih itu tidak diperhitungkan kepada pekerja, malah untuk keuntungan pemilik modal. Dengan uang surplus tersebut ia mengembangkan usahanya dengan membuka pabrik-pabrik baru dengan menggunakan mesin-mesin yang lebih canggih. Sehingga tenaga kerja semakin tidak digunakan dan kehidupannya semakin suram. Dorongan produksi yang besar dari pekerja, akibatnya menimbulkan dilema baru. Produksi kapital yang berlebihan.


Para  pekerja  dan  mesin menghasilkan   produksi lebih  banyak dari yang dapat dijual. Dalam keadaan yang tidak menguntungkan ini para pemilik menempuh jalan mengurangi produksi dengan demikian mengakibatkan periode krisis ekonomi yang ditandai dengan pemberhentian sementara, menurunnya bisnis dan jumlah pengangguran yang banyak. Dalam kalangan kehidupan ekonomi menjadi landasan konflik sosial dan akhirnya membawa kapitalisme pada kehancuran sendiri. Ditengah degradasi dan penderitaan ekonomi para pekerja terdorong untuk merencanakan, mengorganisasikan, dan akhirnya menentang seluruh kapitalisme dengan berevolusi.


Konsep nilai lebih, menjelaskan keuntungan kaum kapitalis dan eksploitasi buruh. Marx mendefinisikan nilai lebih sebagai perbedaan antara nilai upah yang diterima buruh dan nilai dari apa yang mereka hasilkan. Artinya, perbedaan antara upah yang harus dibayar kaum kapitalis kepada buruh dan produksi hasil kerja kaum buruh yang bisa dijual kaum kapitalis untuk keuntungan kaum kapitalis.


Karl Marx berpandangan bahwa nilai tukar sebuah barang sangat ditentukan oleh jumlah atau waktu yang diperlukan di dalam mengerjakan barang tersebut. Yang dimaksudkan dengan nilai tukar yaitu nilai sebuah barang kalau diperjual-belikan di pasar dan yang biasanya dinilai dalam ukuran jumlah uang. Sementara itu, nilai guna diukur dari gunanya suatu barang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia. Nilai guna tergantung dari macam barang dan kebutuhan di dalam masyarakat. Nilai guna tidak ditentukan oleh waktu yang diperlukan untuk membuatnya. Nilai tukar sebuah barang sangat ditentukan oleh intensitas pekerjaan di dalam mengerjakan sebuah barang. Meski demikian, nilai sebuah barang tidak ditentukan oleh kerja individu, melainkan oleh apa yang dinamakan oleh Karl Marx dengan “waktu kerja sosial yang diperlukan“. Artinya, waktu yang rata-rata diperlukan dan dengan kepandaian tertentu untuk membuat barang tersebut di dalam masyarakat.

Berkaitan dengan nilai tenaga kerja, Karl Marx melihat bahwa tenaga kerja dalam sistem kapitalis dipandang sebagai barang dagangan. Karena si pemilik pabrik membutuhkan tenaga kerja untuk menjalankan mesin-mesinnya, ia membeli tenaga kerja itu di pasaran dan membayarnya menurut nilainya. Sayang, banyak pemilik pabrik yang membeli tenaga kerja dengan seenaknya. Menurut Karl Marx, nilai tenaga kerja perlu ditentukan oleh nilai semua barang yang dibutuhkan tenaga kerja supaya ia dapat hidup. Nilai tenaga kerja adalah nilai makanan, tempat tinggal dan kebutuhan-kebutuhan lainnya dari si tenaga kerja dan keluarganya. Semua ini juga ditentukan oleh tingkat sosial dan kultural dalam masyarakat tertentu. 

2.6.4       Perjuangan Kelas dan Revolusi


Karl Marx melihat bahwa ketegangan antara tenaga- tenaga produksi dan hubungan-hubungan produktif terungkap dalam ketegangan antar kelas dalam masyarakat. Satu kenyataan sosial yang tak terbantahkan yaitu bahwa di dalam masyarakat terdapat dua kelompok yang saling berhadapan secara tak terdamaikan yaitu antara kelas atas dan kelas yang tertindas.


Pertentangan kelas atas dan kelas yang tertindas tak dapat didamaikan karena bersifat obyektif. Pertentangan ini ada karena secara nyata dan tak terhindarkan masing-masing kelas ambil bagian dalam proses produksi. Di dalam proses produksi masing-masing kelas menempati kedudukannya masing-masing. Kelas atas berkepentingan secara langsung untuk menghisap dan mengeksploitasi kelas yang tertindas karena ia telah membelinya. Kelas atas menindas dan menghisap kelas bawah karena kedudukan dan eksistensi mereka tergantung dari cara kerja yang demikian. Sementara itu kelas yang tertindas berkepentingan untuk membebaskan diri dari penindasan dan bahkan berkepentingan menghancurkan kelas atas.


Perbaikan kelas-kelas tertindas tidak dapat dicapai melalui kompromi. Perbaikan tidak dapat diharapkan pula dari perubahan sikap kelas-kelas atas. Bagi Karl Marx, hanya ada satu jalan saja yang paling terbuka yaitu perjuangan kelas. “Sejarah semua masyarakat yang ada hingga sekarang ini adalah sejarah perjuangan kelas,” demikian Karl Marx menegaskan dalam bukunya “Manifesto Komunis”. Sejarah umat manusia ditentukan oleh perjuangan antara kelas-kelas. Karl Marx menolak pendapat bahwa individu dengan kehendak individualnya dapat menentukan arah sejarah. Individu hanya melakukan apa yang merupakan kepentingan kelas mereka masing-masing. Perjuangan akan sungguh-sungguh apabila bersifat subyektif, yaitu apabila kelas-kelas yang tertindas menyadari keadaan mereka, menentangnya dan berusaha untuk mematahkan dominasi kelas-kelas yang berkuasa.


Pertentangan antar kelas terjadi karena adanya pertentangan kepentingan-kepentingan kelas-kelas yang ada. Satu jalan perjuangan kelas yaitu menghancurkan sistem yang menghasilkan kepentingan-kepentingan kelas atas. Tetapi, perubahan sistem itu dengan sendirinya pasti akan ditentang oleh kelas-kelas atas. Biasanya kelas atas mempertahankan sistem dengan cara memperalat kekuasaan negara. Kelas atas membenarkan kekuasaan negara secara moral dengan menyebarkan ideologi yang menunjukkan kesan bahwa negara dan tata-susunan masyarakat itu suci, tak terjamah dan perlu didukung demi kepentingan masyarakat.

Perubahan sejarah umat manusia dalam masyarakat hanya tercapai dengan jalan kekerasan yaitu melalui suatu revolusi. Karl Marx pada dasarnya menentang semua bentuk usaha untuk memperdamaikan kelas-kelas yang bertentangan. Reformasi pada kelas atas   dan   usaha   pendamaian antar kelas hanya akan menguntungkan kelas penindas. Karl Marx menekankan bahwa perjuangan kelas yaitu penghancuran penindasan yang terjadi dalam masyarakat. Tidak mengherankan, dalam masyarakat kapitalis Karl Marx menekankan pentingnya revolusi proletariat. Revolusi proletariat yaitu usaha mencopot hak milik kaum kapitalis atas alat-alat produksi dan menyerahkannya kepada seluruh rakyat. Teori Konsentarasi

Teori Konsentarasi menyatakan bahwa dalam perkembangannya, perusahaan-perusahaan individual akan kian besar dan jumlahnya kian sedikit. Bersaingan dengan perusahaan-perusahaan besar itu menyebabkan perusahaan- perusahaan kecil akan lenyap. Produksi akhirnya akan dikuasai oleh perusahaan-perusahaan besar tesebut. Dalam fase ini terjadi degradasi yang ditandai oleh jatuh miskinnya para pengusaha kecil dan golongan menengah. Mereka selanjutnya akan menjadi pasukan buruh yang miskin. 

2.6.6. Teori Akumulasi

Tersisihnya perusahaan-perusahaan kecil dan golongan menengah menyebabkan kian bertumpuknya kekayaan pada segelintir orang. Sebaliknya, kaum proletar yang berasal dari para produsen kecil kian bertambah. 

2.6.7    Teori Pemiskinan

Teori ini menjelaskan bahwa kemakmuran kaum proletar akan sangat terpuruk. Teori pemiskinan mengadakan perbedaan antara kemiskinan mutlak, kemiskinan relatif, dan kemiskinan fiktif-relatif.

1)  menurut teori kemiskinan mutlak, kaum buruh selama perkembangan kapitalisme akan semakin terpuruk dalam arti mutlak. Artinya, untuk pekerjaan yang sama kaum buruh itu senantiasa memperoleh jumlah barang yang semakin sedikit.

2) menurut teori kemiskinan relatif, sekalipun jumlah upah mutlak akhirnya akan bertambah juga, namun persentase jumlah upah terhadap pendapatan nasional total, akan berkurang. Artinya, kendatipun kaum buruh itu akhirnya akan memperoleh kemakmuran lebih tinggi, namun persentase kenaikannya lebih daripada kenaikan persentase kemakmuran yang diperoleh kaum kapitalis.


3)    Menurut teori kemiskinan fiktif-relatif, jatah upah tidak akan berkurang, terutama jika semua tenaga produktif dapat digunakan. Namun, jika tidak terjadi seperti itu, maka jatah upah akan menurun. Marxis beranggapan bahwa tidaka akan terdapat kesempatan kerja penuh, dan bahwa tidak akan terdapat kesempatan kerja penuh, dan bahwa akan senantiasa muncul apa yang disebutnya pasukan cadangan industri. 

2.6.8    Teori Perkembangan Kapitalisme

Kapitalisme sebagai suatu sistem dapat dikaji dari dua sisi: Proses dan Output. Dari sisi proses, kapitalisme hanya mengenal satu hukum yaitu hukum tawar menawar ekonomi yang bebas dari intervensi penguasa dan pembatasan tenaga kerja. Dari sisi output nilai yang dihasilkan oleh kapitalisme adalah nilai tukar bukan nilai pakai. Artinya orang memproduksi sesuatu untuk dijual.Tujuannya bukan barang melainkan uang (Magniz).

Kapitalisme sebagai sebuah sistem produksi komoditi tidak hanya terbatas dalam memproduksi untuk kebutuhannya sendiri, melainkan juga untuk kebutuhan pasar pertukaran (Excange Market). Setiap komoditi mempunyai dua nilai: Yaitu nilai pakai (use value) dan Nilai tukar (Excange value). Nilai pakai direalisasikan dalam proses konsumsi, sedang nilai tukar direalisasikan jika produk itu akan ditukarkan dengan barang lain. Nilai tukar mempunyai “Nilai Ekonomi yang Pasti” yang mempunyai kaitan dalam komoditi. Dengan mengambil teori Ricardo dan Smith, Marx berpendapat, bahwa setiap objek akan mempunyai nilai jika melibatkan tenaga kerja manusia untuk memproduksinya. Nilai tukar harus didasarkan kepada ciri khas pekerjaan yang dapat diukur kuantitasnya. 

Cara mengukur kuantitas adalah dengan memperhatikan “Pekerjaan umum yang abstrak”.yang diukur dari jumlah waktu yang terpakai. “Pekerjaan umum yang abstrak” inilah yang menjadi dasar dari “nilai tukar”.

Dalam menghitung waktu yang dibutuhkan untuk suatu pekerjaan, Marx mengajukan teori tentang “waktu kerja sosial yang dibutuhkan” (Sosially necessary labor time).

Pengertiannya adalah Jumlah waktu yang diperlukan untuk memproduksi komoditi dibawah kondisi produksi yang normal dengan intensitas ketrampilan yang rata–rata. Teroi ini dapat dilakukan dengan penelitian empiris . 

2.6.9    Teori Surplus (Nilai Lebih)


Marx tidak menaruh perhatian terhadap hukum permintaan pasar yang dikatakan dalam Postisi seimbang. Permintaan tidak menentukan nilai, meskipun menentukan harga. Permintaan sangat menonjol dalam alokasi tenaga kerja. Permintaan bukan variabel bebas, melainkan ditentukan oleh kelas yang berbeda dan diciptakan dari penghasilan yang dari kelas.

Para kapitalis membeli tenaga kerja dan menjual atas nilai yang sebenarnya, atau para kapitalis membisniskan tenaga kerja atau daya kerja di pasaran. Nilai daya kerja ini ditentukan oleh waktu yang secara sosial dipakai untuk produksi. Daya kerja menyangkut energi fisik yang dibutuhkan. Untuk memperbaiki daya buruh harus dipenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan, dan kebutuhan keluarga. Kondisi kerja yang modern dengan adanya mekanisasi memungkinkan seorang buruh untuk memproduksi barang yang lebih banyak dari yang ia gunakan untuk menutupi biaya hidupnya. Kemampuan untuk  memproduksi dengan jumlah yang lebih banyak ini disebut “nilai surplus”. Nilai surplus ini sebagai sumber keuntungan atau keuntungan sebagai permukaan yang tampak dari nilai surplus. Dan nilai surplus ini sebagai sumber pemerasan.


Dalam kaitannya dengan biaya, Kapitalis mengeluarkan biaya untuk tenaga kerja yang disebutnya sebagai “modal Variabel” dan biaya yang dikeluarkan untuk faktor–faktor produksi yang lain seperti gedung, bahan baku, mesin yang disebutnya sebagai “modal konstan”. Hanya modal variabel yang menciptakan nilai modal konstan yang dalam proses produksi tidak mengalami perubahan. Pola ini ditulis dalam rumus P = S/C + V artinya semakin rendah rasio modal konstan terhadap modal variabel, semakin tinggi keuntungan.


Teori ini berlaku secara variatif terhadap sektor produksi yang berlainan. Komoditi tidak bisa dijual berdasarkan nilainya melainkan berdasarkan “harga produksi”. Para kapitalis mengambil keuntungan yang dihasilkan dari nilai surplus jauh lebih besar dari nilai surplus yang terbentuk. Sebelum era kapitalisme barang-barang dijual berdasarkan nilainya seperti dalam sistem perdagangan barter, setelah kapitalisme barang ditransaksikan berdasarkan nilai tukar. 

2.7      Kekurangan Teori Karl Marx

Kekurangan Karl Marx dalam bukannya memandang pekerjaan sebagai tindakan dasar manusia, melainkan karena ia menganggap sebagai satu-satunya. Karl Marx tidak melihat bahwa interaksi yaitu komunikasi antar manusia adalah tindakan yang penting juga (Jürgen Habermas). Habermas yakin bahwa keterasingan tidak akan hilang hanya karena perubahan sistem. Faktor komunikasi memainkan peranan penting untuk mengurangi keterasingan dengan jalan reformasi di dalam sistem.


Karl Marx berpandangan bahwa suatu pengurangan penindasan didalam sistem yang ada (reformasi) tidaklah mungkin. Baginya, penindasan hanya dapat dipatahkan dengan sebuah revolusi.

Kelemahan Karl Marx disini yaitu bahwa buruh-buruh di beberapa negara kapitalis dapat memperjuangkan kemajuan mereka tanpa melalui suatu revolusi. Karl Marx tidak bisa melihat kemungkinan ini karena ia berpendapat bahwa kepentingan-kepentingan kelas atas dan kelas yang tertindas tidak akan pernah dapat diperdamaikan.


Kekeliruan mendasar Karl Marx yaitu bahwa borjuis sebagai kelas atas tidak mau mencari damai. Pada kenya- taannya kelas atas menyadari kerugian kalau ada revolusi. Oleh sebab itu mereka bersedia untuk mengurangi penghisapan, memperbaiki syarat-syarat kerja, membagi kekuasaan politik dengan kaum buruh dan bahkan memberi hak kepada kaum buruh untuk ikut menentukan kebijakan perusahaan.


2.7.1       Teori Surplus (Nilai Lebih)

Untuk meramalkan harga dengan menggunakan teori Marx ini sangat sulit, karena teorinya berbelit–belit dan kusut. Marx hanya menggambarkan secara sepintas dan sepotong– potong akan kondisi masyarakat yang akan menggantikan masyarakat kapitalisme, yang unsur -unsurnya juga diambil dari masyarakat kuno. 

2.7.2       Kritik

Pandangan Marx tentang pembagian pekerjaan tidak realistis jika dihadapkan dengan kondisi masyarakat Industri sekarang. Marx berdalih bahwa Mekanisasi yang terjadi dalam sektor industri akan menggeser peran buruh dari pelaksana menjadi pengawas atau Kontrol.


Dalam dunia modern dimana berkembang spesialisasi sulit dibayangkan suatu masyarakat tanpa pembagian. Masyarakat tanpa negara juga akan sulit dibayangkan. Bagaimana suatu proses pembagian kerja akan dijalankan. Pada kenyataannya, sosialisme cenderung berkembang kearah etatisme. Negara membagi pekerjaan. Elit menjadi kelas baru yang korup. Gagasan Marx akan masyarakat tanpa kelas tidak realistis, melainkan hanya khayalan (Utopis).


Revolusi sosialis (proletariat) tidak benar–benar terjadi karena gaji buruh kemudian dinaikkan. Dengan naikknya gaji buruh, seluruh tesis Marx akan revolusi proletar gugur. Para musuh–musuh Marx (kapitalis) melakukan bantahan terhadap tesis Marx dengan menaikkan upah buruh (Self denying Prophecy).

Dalam teori Marx, dengan menghilangnya kelas dan menghilangnya negara akan menghilangkan konflik dalam masyarakat. Faktanya di Uni sovyet, negara hancur karena terjadinya konflik. Dampak dari pemikiran Marx ini adalah terjadinya perubahan di kalangan kapitalis Liberal yang mulai memikirkan nasib buruh dengan memberikan perlindungan– perlindungan dan memberi peran kepada negara untuk mengatur buruh. Selain itu negara–negara kapitalis liberal juga menerapakan progressive taxation dan memberikan suatu jaminan sosial (Sosial security).


Pendapat yang mengatakan bahwa gaji buruh tidak naik, tidak benar. Karena faktanya gaji naik. Jadi revolusi seperti yang digambarkan marx tidak pernah terjadi. Bahkan pada abad ke 20 negara–negara industri mengeluarkan peraturan perburuhan yang melindungi hak-hak buruh. Marx juga tidak mampu menjelaskan “Stratifikasi sosial” atau terlalu menyederhanakan kelas. 

2.8      Kesimpulan

1.    Marx mendasarkan karyanya pada para ekonom klasik seperti    Adam Smith, David Ricardo, John Stuart Mill dan bahkan Benjamin Franklin.

2. Teori Marx dikembangkankan dengan melihat perkembangan dan perobahan sosial masyarakat, utamanya yang disebut sebagai kaum bojuis mengeksplotasi tenaga kerja yang berasal dari kaum proletar.

3. Akibat dari penerapan teori Marks telah menimbulkan perbudakan dimana kaum feodal atau pemilik lahan bertindak sebagai raja, dan para pekerja (kaum proletar) harus mengabdi untuk mendapatkan upah seadanya.

4. Pengembangan peralatan peralatan modern untuk berproduksi berarti para buruh mulai terpinggirkan dan upah kerja diturunkan bahkan kaum buruh (proletar) kehilangan kesempatan kerja.


DAFTAR PUSTAKA

 

 

Anthony Gidden, Kapitalisme Dan Teori Sosial Modern,

Cambridge University Press

Djoyohadikusumo, Sumitro. 1991. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Franz Magniz Suseno,Pemikiran Karl Marx, Dari Sosialisme Utopis Ke Perselisihan Revisisonisme , P.T Gramedia Pustaka, Jakarta 2001.

Pressman, Steven. 2000. Lima Puluh Pemikir Ekonomi.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Skousen, Mark. 2005. Sang Maestro ”Teori-teori Ekonomi Modern”:Sejarah Pemikiran Ekonomi. Jakarta: Prenada.

 

0 Comment