19 Mei 2023

AAS visual

Presentasi ke-48 AAS dilangsungkan di Pondok Pesantren AI-Amien Prenduan, Sumenep, Madura, pada 22 Januari 2009. Sekitar 1.200-an santri dan ustad dari berbagai pondok dan sekolah di sekitar Pesantren AI-Amien tumpah ruah dalam seminar yang merupakan rangkaian kegiatan pameran dan bazar buku Mizan selama sepekan. Presentasi tidak dapat berlangsung dengan baik karena diselenggarakan di ruang terbuka sehingga gambar powerpoint tidak dapat terlihat dengan jelas. Pembanding dalam diskusi ini adalah putra pemilik dan pengasuh Pesantren AI-Amien.

Setelah mengurai tentang ragam tafsir 'ilmiy, KH Ghazi Mubarak, MA sebagai pembander menyampaikan terima kasih dan terkesan pada penggalan judul buku, "Sisi-Sisi AI-Quran yang Terlupakan". Penggalan judul ini menyindir, sekaligus mengingatkan, khususnya kalangan pesantren ayat yang selama ini tidak memberi perhatian pada ayat-ayat kauniyah, demikian akunya.

Presentasi ke-70 AAS berlangsung di Kantor Pusat Front Pembela Islam (FPI) di Tanah Abang, Jakarta, pada 7 November 2010. Hal ini tentu mengejutkan banyak orang karena selama ini FPI hanya dipersepsikan sebagai kelompok garis keras Islam yang antikemajuan. Sekitar 1.000 jamaah yang hampir semuanya mengenakan baju koko putih memadati kantor pusat dan halaman FPI. Pukul 09.20 WIB acara dimulai dengan pembacaan maulid dan burdah lengkap dengan rebana atau terbangannya sekitar satu jam. Setelah itu, Ustad Habib Rizieq memberikan pengantar sebelum presentasi AAS.

Saat presentasi AAS berlangsung, jamaah yang bagai lautan pu tih sangat serius menyimaknya.   Meskipun telah menyediakan layar, jamaah di ruang luar sebagian berusaha berdiri untuk melihat langsung penyajian di dalam. Seusai presentasi dan kesempatan tanya jawab yang diberikan oleh Ustad Rizieq, bermunculan pertanyaan-pertanyaan berat seputar filsafat. Hal ini jelas tidak sesuai dengan informasi awal yang saya terima. Pertanyaan merasakan peran akaI dan wahyu terkait dengan penyerapan pengetahuan, sumber pengetahuan, epistemologi, dan tauhid, gagasan emanasi AI-Farabi, lbn Sina, dan AI-Ghazali, sains baru, dan Mulla Sadra jamaah. Pandangan Hawking yang berubah tentang pencip taan jagat raya yang tertuang dalam buku barunya, The Grand Design, semua ditanyakan kepada saya.

Pertanyaan-pertanyaan yang sulit dipercaya bagi orang yang hanya tahu FPI melalui media. Habib Rizieq sendiri mengakui bahwa media hanya meliput ketika FPI berantem, namun absen pada kajian-kajian seperti ketika membahas AAS maupun ketika relawan FPI terjun membantu korban Merapi, Mentawai, maupun Aceh.

AAS juga hadir pada pengajian-pengajian dan mendapat tanggapan yang sangat antusias. Pada 5 April 2009, pukul 06.00 WIB, sekitar 200 jamaah kajian rutin Ahad pagi berjubel di halaman bawah tanah Masjid An-Nuur Situbondo, Jawa Timur, untuk menyimak laporan ke-34 AAS. Karena kursi tidak dapat menampung seluruh hadirin, sebagian jamaah duduk lesehan. Duduk di barisan depan di antaranya Bupati Situbon do. Beberapa bulan kemudian, tepatnya 21 September 2008, AAS hadir di sebuah daerah terpencil, yaitu Kompleks Perguruan Muhammadiyah Watukebo, Jember, Jawa Timur, dalam rangka Malam Nuzulul Quran. Acara dimulai pukul 20.30 WIB dan diselenggarakan di ruang terbuka, yakni halaman sekolah, tanpa tenda.

Presentasi ke-39 AAS berlangsung di Kompleks Perguruan Muhammadiyah Probolinggo pada 6 September 2009. Terjadi miskomunikasi antara saya dan panitia sehingga panitia menyelenggarakan kegiatan di tempat terbuka dan netbook yang saya bawa tidak berfungsi. Tak pelak presentasi AAS berubah menjadi ceramah umum. Ada dua hal yang mengesankan dalam presentasi AAS kali ini. Pertama, peserta bukan hanya warga dan simpatisan Muhammadiyah, tapi juga warga Nahdliyin yang khas dengan sarung dan kopiahnya. Pemandangan yang jarang terjadi: warga Nahdliyin bergabung dalam kegiatan Muhammadiyah. Kedua, 100 buku AAS yang dikirim oleh Penerbit Mizan langsung diserbu jamaah sehingga narasumber turun panggung ceramah dan habis dalam waktu kurang dari 10 menit, meski dijual tanpa diskon.

Peserta yang tidak kebagian buku bertanya apakah buku masih ada. Di antara kerumunan jamaah yang ingin mendapat AAS, seorang ibu bertanya apakah ada VCD versi AAS. Saya pun mendapat ide, AAS dibuat versi penuh gambar yang diambil dari gambar-gambar presentasi sehingga pembaca dari kalangan awam, seperti jamaah pengajian, dapat memahami AAS dengan mudah.

Terkait dengan ide visualisasi, sebenarnya AAS sempat akan diangkat ke layar lebar. Presentasi ke-22 AAS di kampus Universitas Indonesia, Depok, menyempurnakan kehadiran AAS di kampus-kampus besar, seperti 1TB, IPB, UGM, UI, ITS, dan Undip. Seusai presentasi, saya bersama dua staf Vokus Picture Institute (VPI), sutradara film Denias, John de Rantau (JedeR), dan dua rekannya dari Multivision. Teman-teman di VPI

menceritakan mimpi mereka akan hadirnya film dengan tema alam semesta yang didasarkan pada AI-Quran yang dapat membuat orang Islam semakin kukuh keimanannya. Mimpi itu seolah terjawab ketika teman-teman VPI mendapatkan AAS di toko buku. Mereka pun menghubungi saya dan JedeR sebagai sutradara muda berbakat. Begitu dikabari tentang rencana pembuatan film AAS, Bung JedeR langsung memburu AAS di toko buku dan membaca sampai tamat. Kami berdiskusi tentang kemungkinan pembuatan film AAS sampai larut malam.

lsi AAS-malam yang terus-menerus dan teleportasi menuangkan porsi paling besar dari banyak pertanyaan yang diajukan JedeR kepada saya pada malam itu. lsi buku AAS yang terekam dengan kuat oleh JedeR adalah jumlah ahli fisika teori di negara ini yang hanya berjumlah 15 orang sejak kemerdekaan hingga saat itu (2008). Para se niman sering dipandang nyeleneh dan gila, tapi ternyata masih ada yang lebih gila dari artis, yaitu doktor fisika teori Indonesia.

Diskusi malam itu juga membahas masalah anggaran dan sempat merasakan Bangkok sebagai lokasi pengambilan gambar. Tanpa membebankan biaya kepada saya, rencana pembuatan film berdasarkan AAS tidak dilanjutkan.

Nalar Sederhana

Kembali pada gagasan menulis AAS visual. Sepulang dari Probolinggo, saya segera membuat contoh dua bab AAS visual, mengirimkannya ke penerbit dan disetujui. Saya pun mulai mengerjakan visual AAS. Namun, setelah mengerjakan hampir sebagian isi buku, saya merasa kurang sreg dan mengubah haluan menjadi buku yang tidak sekadar visualisasi AAS pertama.

AAS jilid dua harus berbeda dari yang pertama, meski ayat-ayat yang dibahasa masih sama. Demikian tekad saya, meniru apa yang telah dilakukan sarjana Muslim klasik ketika mengomentari karya tertentu dari pemikir Yunani. Mereka terkadang menerbitkan dua atau tiga buku dengan pembahasan yang berbeda untuk masalah yang sama. Saya berpikir keras tentang perbedaan apa yang dapat saya lakukan dalam AAS kedua.

Pada AAS saya telah menyatakan bahwa misi utama AAS adalah membangun sains dengan paradigma baru nonpositivistik, yakni sains Islam, sains berbasis wahyu, khususnya berbasis 800 ayat kauniyah. Namun, mengingat sains telah berkembang pesat dan kita tidak dapat mengembangkan sains dari nol, saya terpaksa memberi ilustrasi dengan melakukan rekonstruksi seolah-olah sains belum ada, lalu berimajinasi tentang ayat dan dikembangkan menjadi sains. Bagian yang terakhir ini yang menampung kebanyakan pembaca.

AAS kedua ini terlebih dahulu menguraikan tiga pola interaksi antara sains dan Islam, yaitu islamisasi sains, saintifikasi Islam, dan sains Islam: pengertian, perbedaan, dan persamaannya. lslamisasi sains te lah banyak dilakukan, baik oleh perorangan maupun lembaga. Fakultas tas sains dan teknologi semua UIN melakukan upaya islamisasi sains dengan mengemasnya dalam integrasi sains dan Islam. Realisasi upaya ini di antaranya dengan mewajibkan dosen menulis buku pegangan mata kuliah yang diampu dan memasukkan ayat-ayat yang relevan pada awal bab. Upaya ini juga dilakukan oleh sekolah Islam tingkat dasar maupun me nengah.

Sejauh ini wacana yang mendominasi menyatakan sains Islam ada di ranah ilmu sosial, seperti ekonomi, psikologi, maupun politik. Dalam buku ini, saya mencoba berargumen bahwa sains Islam juga berlaku bagi ilmu alam, khususnya dengan mempertimbangkan 800 ayat yang deskriptif tentang fenomena alam. Dalam konstruksi sains Islam yang menjadikan wahyu sebagai dasar epistemologinya, bahasa Arab menjadi keniscayaan sehingga pengulangan singkat bahasa Arab dengan nahwu-sharafnya juga diberikan. Namun, hal yang tidak dapat dimungkiri adalah kenyataan bahwa membangun sains secara umum, terlebih sains Islam, bukanlah masalah yang mudah. Umat ​​Islam telah sekian lama mengabaikan dan tidak memiliki tradisi mengembangkan ilmu alam sehingga upaya menghidupkan kembali tradisi ini membutuhkan waktu agak lama dan pendekatan yang tepat agar dapat berlangsung lebih cepat.

Hossein Nasr dan Ziauddin Sardar adalah dua tokoh kontemporer dalam sains Islam. Sebagai tokoh awal, mereka banyak membahas fon dasi dan aspek filosofis bangunan sains, baik sains Barat maupun sains Islam. Belakangan, upaya tersebut menjadi melembaga dan digarap sistematis di beberapa institusi di Malaysia dengan nuansa filosofis pemba hasan yang masih cukup dominan. Saya mencoba melakukan pendekatan yang lebih sederhana dan praktis dalam AAS pertama, ter lebih yang sekarang.

Sains Islam adalah sains berbasis wahyu, dalam arti wahyu menjadi bagian dari epistemologi, tentu juga ontologi dan aksiologi. Pendekat praktisnya adalah melakukan analisis logis teks wahyu dan mem bandingkan dengan pengamatan atas alam, seperti dalam kasus ayat kecepatan Bulan dan Matahari dibandingkan dengan penampakan Bu lan sabit yang semakin tinggi. Logika atau nalar yang digunakan adalah logika atau nalar sederhana yang mudah dipahami orang awam.

Saya harus mengakui, analisis teks yang saya lakukan masih sangat singkat dan sederhana, yakni dari ayat yang dihilangkan, saya memilih kata-kata tertentu yang terkait langsung dengan topik yang dibahas. Kata-ka ta ini diuraikan jenisnya, apakah isim, fi'il, atau harf. Jika ya, apakah

mudzakkar atau mu'annats dan apakah tunggal, dua, atau jamak. Jika salah, apakah sudah lewat, sedang, atau perintah dan bersandar pada subjek atau isim dhamir apa.

Sebenarnya, analisisteks telah saya lakukan dalam upaya memahami semut yang bermuara pada hipotesis ratu semut sebagai pimpinan semut. Pemahaman saya berbeda dengan AI-Quran terjemahan bahasa Indonesia secara umum. Namun, saya tidak peduli terhadap ayat-ayat yang lain dan mengambil begitu saja terjemahannya. Kelalaian ini pun

langsung mendapat kritik dari pembahas atau pembanding pada saat presentasi awal AAS, seperti saat launching di Masjid Salman 1TB dan presentasi di Ponpes Kulon Banon, Pati, Jawa Tengah.

Analisis sederhana atas teks ini sempat menemukan sesuatu yang selama ini terlewatkan oleh para penelaah AI-Quran, juga menghasilkan pemahaman yang relatif baru dan tentu berbeda dari pemahaman umum sebelumnya. Dari keunikan teks ini pula saya makin percaya bahwa ayat-ayat AI-Quran dapat dijadikan sebagai bagian dari episte­ mologi sains Islam. Dengan demikian, juga dapat diartikan bahwa kon­ struksi sains Islam menuntut pemahaman memadai atas bahasa Arab, bahasa AI-Quran.

Berdirinya bangunan sains Islam jelas memerlukan waktu panjang. Sasaran jangka pendek yang dibuat oleh AAS pertama dan kedua ada­ lah tumbuhnya kecintaan pada sains, sekaligus pada bahasa Arab dan AI-Quran, serta sebaliknya, cinta AI-Quran sekaligus sains. AI-Quran tidak lagi dipahami sekadar katalog atau daftar fasilitas hidup setelah mati maupun setelah Hari Kebangkitan di Padang Mahsyar, melainkan dipahami secara lebih lengkap dan terpadu. AI-Quran berbicara pula tentang Bumi dengan berbagai lapisannya maupun langit dengan segala objek yang ada di dalamnya. AI-Quran juga berbicara tentang masyarakat semut dan hierarkinya, juga tanaman jahe yang dapat dija­ dikan minuman berkhasiat.

Bangunan sains Barat didirikan selama lima abad dan melibatkan para ilmuwan di universitas-universitas. Konstruksi sains Islam juga harus melibatkan universitas-universitas, khususnya universitas Islam. Berapa tahun terakhir ini, IAIN bermetamorfosis menjadi universitas, tetapi universitas hasil transformasi ini tetap menggunakan label Islam, Universitas Islam Negeri. Artinya, tanpa kata Islam tidak ada IAIN maupun UIN. Pertanyaannya,jika di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ada Fakultas Ke dokteran,apa bedanya dengan Fakultas Kedokteran di Universitas Indonesia? Di UIN Malang ada Jurusan Fisika dan Fakultas Sains dan Teknologi, apa bedanya dengan jurusan dan fakultas yang sama di Universitas Airlangga?

UIN seharusnya tidak sekedar melakukan integrasi sains dan Islam dalam arti islamisasi atau ayatisasi sains. Upaya ini dapat digagas mulai dari tahapan sekolah dasar dan secara formal dibatasi sampai sekolah menengah atas. UIN harus berani melakukan eksperimen realisasi sains Islam, setidaknya mengakomodasi dalam subbidang atau subjurusan dan bimbingan tugas akhir.

Baik islamisasi sains maupun sains Islam, keduanya memerlukan kurikulum reformasi. Presentasi ke-75 AAS di STAIN Batusangkar, Su matra Barat, pada 19 Januari 2011, mengawali Lokakarya Kurikulum Terpadu Islam dan Sains. Acara yang diselenggarakan dari pagi sampai sore itu dipusatkan oleh para pimpinan dan sekitar 50 orang staf pengajar dari beberapa prodi (program studi) yang ada.

Meskipun demikian, upaya pelibatan lembaga ini tetap tidak dapat menafikan munculnya gagasan cemerlang dari lembaga luar formal, apalagi di dunia yang telah menyatu ini. Pada penayangan ke-14 AAS, 16 September 2008, di Universitas Diponegoro, Semarang, salah seorang pembahas menyatakan bahwa bintang ada di mana-mana. Contohnya, AAS yang membahas tema berat dengan bahasa dan bantuan yang mudah dan mencerahkan, tidak muncul dari IAIN-UIN, pondok pesantren, atau Jakarta. International Institute of Islamic Thought yang didirikan di Virginia, Amerika Serikat, dan mantan Rektor International Islamic University Malaysia telah meminta izin untuk menerbitkan dan menerbitkan AAS dalam bahasa lnggris agar dapat dibaca komu nitas lebih luas.

Pada akhirnya, AAS dua diberi judul Nalar Ayat-Ayat Semesta karena teks dinalar dan dilogika secara sederhana tanpa ada yang ditahan atau diendapkan. Semua pertanyaan dapat dikemukakan, tanpa harus di pilih pertanyaan tertentu sehingga harus mencampakkan yang lain, ke cuali secara logis memang harus ditiadakan. Karena menyangkut alam, analisis dan nalar harus disandingkan dengan observasi yang saya nyeluruh. Nalar Ayat-Ayat Semesta dapat disingkat menjadi Nalar AAS. Penyebutan ini diharapkan memberi efek psikologis bahwa AI-Quran masih dapat dan harus dinalar, tidak sekedar didoktrinkan, khususnya ayat-ayat kauniyah.

0 Comment