07 April 2023

 Syekh Ibrahim Musa Parabek (1882-1963)

Beliau merupakan salah seorang ulama besar Minangkabau, seorang pejuang pendidikan, agama dan kemerdekaan yang dikenal luas. Dalam perjuangan keagamaan di awal abad XX beliau dikenal sebagai salah satu Ulama muda, namun tidak seperti temannya Dr. Abdul Karim Amarullah yang berwatak keras, Syekh Ibrahim Musa terkemuka sebagai ulama yang moderat, tidak terlalu membesar-besarkan khilafiyah . [1] Salah satu cerminan kepribadian beliau itu dapat dilihat dari salah satu ungkapannya, “Matangkan dulu satu-satu, baru ambil yang lain sebagai pembanding” , sebuah ungkapan dalam belajar agama harus belajar satu-satu dulu, misalnya belajar Fiqih Syafi'i saja , setelah matang baru belajar fiqih dari mazhab yang lain sebagai bandingan. Beliau, Syekh Ibrahim Musa, kemudian mendirikan Sumatera Tawalib bersama teman-temannya Inyiak Rasul dan Syekh Abbas Abdullah. Twalib Parabek, sebuah pesantren yang dimulai dari Halaqah gaya lama itu kemudian terkenal luas, banyak mengeluarkan tokoh-tokoh penting dalam perjalanan sejarah.

Syekh Ibrahim Musa lahir pada tahun 1882 di Parabek, sebuah kampung yang asri dikaki gunung Merapi dan Singgalang. Dimasa kecilnya beliau telah mulai merantau untuk menimba ilmu agama. Tempat beliau tujuan yang mula sekali adalah Pariaman, tepatnya kepada Syekh Mato Air Pakandangan. Tak kurang dari setahun beliau menimba ilmu Nahwu dan Sharaf kepada Buya Mato Air. Kemudian beliau melanjutkan pengembaraan menuntut ilmunya kepada Tuanku Angin di Batipuah Baruah. Selang beberapa lama beliau melanjutkan menuntut ilmu ke Batu Tebal. Kemudian dilanjutkan pula kepada Syekh Abbas Qadhi di Ladang Laweh. Setelah Ladang Laweh, tempat yang dia kunjungi kemudian adalah Biaro, yaitu kepada Syekh Abdus Shamad. Setelah itu beliau melanjutkan kaji kepada Syekh Jalaluddin Sungai Landai. Selanjutnya kepada Syekh

Abdul Hamid Tanjuang Ipuah Payakumbuh (w. 1923). Setelah dua tahun di Tanjuang Ipuah, beliau kemudian berangkat ke Mekah, untuk melaksanakan Haji dan menambah ilmu kepada beberapa ulama terkemuka di Tanah Suci tersebut.

Di Mekah beliau melanjutkan pelajaran kepada beberapa ulama besar, seumpama kepada Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, Syekh Muhammad Jamil Jambek, Syekh Mukhtar al-Jawi dan Syekh Yusuf al-Hayyat. Syekh Ibrahim Musa bermukim di Mekah selama enam setengah tahun. Pada tahun 1908 beliau kembali ke kampung beliau, Parabek. Sekembalinya dari Tanah Suci, Syekh Ibrahim Musa kemudian membuka pengajian Halaqah . Beberapa saat membuka pengajian di Parabek, juga telah memiliki murid-murid yang cukup banyak, dia merasa terpanggil kembali untuk berlayar ke Mekah al-Mukarramah. Maka kembali untuk kedua kalinya dia berangkat ke Mekah bersama dengan anak dia, Thaher Ibrahim. Pada tahun 1917 beliau kembali ke Parabek, kemudian lansung membenahi Halaqah yang telah lama ditinggalkan. Halaqah inilah yang kemudian menjadi cikal bakal Sumatera Thawalib Parabek.

Syekh Ibrahim Musa wafat pada tahun 1963 setelah menghabiskan umur beliau untuk berjuang dilapangan agama, pendidikan dan kemerdekaan. Beliau wafat meninggalkan Sumatera Thawalib Parabek, sebuah Pesantren yang harum namanya hingga saat ini. selain itu beliau juga meninggalkan karya tulis yang mempunyai dedikasi yang cukup tinggi dan mencerminkan kealiman beliau selaku ulama yang mumpuni. Diantara karya-karya beliau sebagai berikut:

1) Hidayatus Shibyan ila Risalah Syekh Syuyukhuna Sayyid Ahmad Zaini Dahlan

Kitab ini ditulis sebagai komentar ( syarh ) terhadap kitab Sayyid Ahmad Zaini Dahlan (Mufti Syafi'i di Mekah pada abad XIX) yang berbicara tentang ilmu Bayan (Stilistika Bahasa Arab). Sebagai sebuah ilmu yang berkaitan tentang aspek-aspek keindahan bahasa Arab yang begitu urgen untuk memahami sastra-sastra bahasa Arab, ilmu Bayan menjadi salah satu mata pelajaran penting di sekolah-sekolah agama, apakah itu dari Madrasah-madrasah Perti maupun dari sekolah-sekolah Thawalib sendiri. Karya Syekh Ibrahim Musa Parabek ini menjadi salah satu referensi yang cukup mumpuni dalam bidang kajian ini. untuk memudahkan para pelajar agama dalam memahami kajian Bayan yang cukup rumit, Syekh Ibrahim Musa menulis penjelasan terhadap karya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan dalam bidang Bayan. Perlu diketahui bahwa karya-karya Sayyid Ahmad Zaini sangat dikenal dalam kepustakaan keagamaan di Indonesia. Sang Mufti banyak mengarang risalah-risalah pendek dalam berbagai bidang keilmuan Islam. Tak jarang karena ringkasnya karya-karya itu membuat pelik bagi sebahagian pelajar yang baru belajar, oleh sebab itu memberi ulasan ( syarh ) terhadap karya-karya itu merupakan langkah yang tepat untuk memudahkan aspirasi belajar para murid. Inilah salah satu Usaha Syekh Ibrahim Musa Parabek.

Isi kitab ialah ialah tentang aspek-aspek ilmu Bayan, seperti Tasybih, Majaz, Isti'arah dan Kinayah. Penjelasan terhadap topik-topik ini diberikan dengan runtun, dilengkapi dengan contoh-contoh pemakaiannya dalam bahasa Arab, apakah dari kalimat-kalimat atau nazhm-nazhm Arab kuno.

Pada sampul kitab yang dikutip sebuah hadis berupa amar (perintah) Nabi Muhammad SAW. Untuk belajar bahasa Arab. Terjemahan hadis tersebut berbunyi: “Pelajarilah olehmu Bahasa Arab, karena Bahasa Arab itu ialah Kalam Allah” . [ 2 ] Hal ini mengingatkan pembaca betapa pentingnya mempelajari bahasa Arab . bahasa Arab tak akan mungkin dikuasai tanpa memperlajari fan (vak) Arabiyah, dan ilmu Bayan adalah salah satu dari ilmu Arabiyah tersebut.

2) Ijabatus Suul fi Syarh Husulul Ma'mul

Kitab Hushulul Ma'mul merupakan salah satu teks klasik mengenai ilmu Ushul Fiqih. Layaknya teks klasik yang ditulis dengan gaya bahasa yang musykil , sering membuat para pelajar kesulitan dalam memahami karya ini. sedangkan karya ini menjadi salah satu buku daras dalam ilmu ushul, dan ilmu ushul merupakan salah satu prioritas keilmuan dikalangan sekolah-sekolah agama. Melihat kenyataan ini, Syekh Ibrahim Musa sebagai salah satu pendidik agama merasa perlu untuk mengatasi kepelikan kitab Hushulul Makmul , agar para pelajar terbantu dalam menelaah kitab ini. Syekh Ibrahim kemudian menulis penjelasan kitab Hushulul Ma'mul dengan judul Ijabatus Suul fi Syarh Hushulul Ma'mul (jawaban soal dalam memberikan pejelasan kitab Hushulul Ma'mul ). Syarh yang ditulis Syekh Ibrahim ini tersidi dari beberapa jilid terhadap kitab ini.

Ijabatus Suul membuka pembicaraannya dengan memberikan Had (defenisi) Fiqih dan Ushul . Kemudian baru melangkah dalam menjelaskan materi-materi Ushul seperti tentang Amar, Nahi, Mani', Qiyas, Ijma' dan lainnya, lengkap dengan kaidah-kaidah baku dalam bidang keilmuan ini. [3]

Ijabatus Suul dicetak pada Drukkerij Bandezt, Padang Panjang, pada tahun 1934. Dicetak atas biaya dari Muhammad Thayyib Ibrahim.

Disamping 2 karya diatas, Syekh Ibrahim Musa juga menulis beberapa kitab lainnya, diantaranya kitab al-Hidayah dalam ilmu Tauhid. Diantara karya-karya itu adapula yang masih berbentuk manuskrip.

 



[1] Meski beberapa kali Syekh Ibrahim juga terlibat dengan masalah- masalah yang diperdebatkan kaum Muda, seperti soal meniga hari kematian hingga menyeratus hari. Pernah satu kali beliau dijalang oleh seorang ulamabesar di Pariaman , Syekh Sidi Talua Ampalu Tinggi, untuk bermutharahahdalammasalahini. KeterangandariBuyaMuhammadnAngkuPanjangKiambang,26April 2011.

[2] Syekh Ibrahim Musa Parabek,HidayatusShibyan'alaRisalahSyekhSyuyukhinaSayyidAhmadZainiDahlan(FortdeKock:DrukkerijBaroe,t.th)sampulhalaman

[3] Lihat SyekhIbrahim Musa Parabek,Ijabatus Suul fi Syarh Hushulul Ma'mul (Padang Panjang: Drukkerij Bandezt, 1934)

 

0 Comment