27 Oktober 2020

 


ASH-SHULHU (PERDAMAIAN)

      A.    Pengertian dan Hukumnya

Secara bahasa, kata al-Shulhu artinya memutus pertengkaran/perselisihan.

Secara istilah (syara’) ulama mendefinisikan shulhu sebagai berikut:

1.      Menurut Taqiy al-Din Abu Bakar Ibnu Muhammad al-Husaini

“ Akad yang memutuskan dua pihak yang bertengkar (berselisih)” .[1]

2.      Hasby al- Shiddieqi. Shulhu adalah “Akad yang disepakati oleh dua orang yang bertengkar  dalam hak untuk melaksanakan sesuatu, dengan akad itu akan dapat hilang perselisihan.[2]

3.      Sayyid Sabiq, shulhu adalah “suatu akad untuk mengakhiri perlawanan/perselisihan antara dua orang yang berlawanan” .[3]

            Dari beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa “shulhu adalah suatu usaha untuk mendamaikan dua pihak yang berselisih, bertengkar, saling dendam, dan bermusuhan dalam mempertahankan hak, dengan usaha tersebut akan berakhir perselisihan” . Dengan kata lain , sebagaimana diungkapan oleh Wahbah Zuhaily shulhu adalah “akad untuk mengakhiri semua bentuk pertengkaran atau perselisihan”.  [4]

Dasar hukumnya

1.      Al- Qur’an

a.       Surat an-Nisa ayat 128

Artinya: perdamaian itu lebih baik (dari pada perselisihan). (QS. 4/128) .

b.      Surat al-Hujurat ayat

Artinya: Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tetapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjin itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. (QS. 49/9)

c.       Surat an-Nisa ayat 114

Artinya: tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka , kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh manusia memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia. Maka barang siapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak kami memberi kepadanya pahala yang besar. (QS. 4/114) .

2.      Hadis Rasulullah

Artinya: “mendamaikan dua muslim (yang berselisih) itu hukumnya boleh kecuali perdamaian yang mengarah kepada upaya mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram. (Hr. Ibnu Hibban dan Tarmidzi) “ .

            Contoh menghalalkan yang haram seperti berdamai untuk menghalalkan riba. Contoh mengharamkan yang halal seperti berdamai untuk mengharamkan jual beli yang sah.

B.     Rukun dan Syarat Shulhu

a.      Rukun Shulhu

1.      Mushalih yaitu dua belah pihak yang melakukan akad shulhu untuk mengakhiri pertengkaran atau perselisihan.

2.      Mushalih anhu yaitu persoalan yang diperselisihkan.

3.      Mushalih bih yaitu sesuatu yang dilakukan oleh salah satu pihak terhadp lawannya untuk memutuskan perselisihan. Hal ini disebut dengan istilah badal al-shulhu.

4.      Shigat ijab qabul yang masing-masing dilakukan oleh dua pihak yang berdamai. Seperti ucapan “aku bayar utangku kepadmu yang berjumlah lima puluh ribudengan seratus ribu (ucap pihak pertama” . kemudian pihak kedua menjawab “saya terima” .

            Jika akad telah diikrarkan maka konsekuensinya kedua belah pihak harus melaksanakannya. Masing-masing pihak tidak dibenarkan untuk mengundurkan diri dengan jalan memfasakhnya kecuali disepakati oleh kedua belah pihak.

b.      Syarat-Syarat Shulhu

1.      Syarat yang berhubungan dengan mushalih (orang yang berdamai) yaitu disyaratkan mereka adalah orang yang tindsksnnys dinyatakan sah secara hukum. Jika tidak seperti anak kecil atauorang gila maka tidak sah.

2.      Syarat yang berhubungan dengan mushalih bih.

a.       Berbentuk harta yang dapat dinilai, diserah terimakan, dan berguna.

b.      Diketahui secara jelas sehingga tidak ada kesamaran yang dapat menimbulka  perselisihan.

3.      syarat yang berhubungan dengan mushalih anhu yaitu sesuatu yang diperkirakan termasuk hak manusia yang boleh diiwadkan (diganti). Jika berkaitan dengan hak-hak Allah maka tidak boleh bershulhu.

Hal-hal yang tidak dapat menerima shulhu.

            Shulhu yang berkaitan dengan hak-hak Allah. Contoh, jika orang yang berbuat zina, mencuri, atau peminum khamar berdamai kepada orang yang menangkapnya  yang akan membawanya kehakim dengan memberikan uang misalnya agar ia dapat dilepas maka shulhu seperti ini tidak dibenarkan. Karena hal tersebut tidak dapat diganti. Jika dilakukan iwadh pada perkara diatas maka hal itu dianggap riswah (penyogokan) . juga tidak boleh shulhu dalam hal  qazaf  (menuduh orang lain berzina) karena qazaf adalah perkara yang sangat buruk dan dapat menjatuhkan nama baik seseorang yang akan membawa ke jurang kehancuran. Meskipun kelihatannya ini termasuk hak manusia, tetapi hak Allah didalamnya lebih banyak.

            Seseorang bershulhu kepada orang lain untuk menyembunyikan persaksian terhadap harta yang berhubungan dengan hak Allah atau manusia, maka shulhu yang demikian juga tidak dibolehkan.

C.    Macam-Macam Shulhu

            Dijelaskan dalam fiqh syafiyah sebagaimana dikutip oleh Idris Ahmad bahwa shulhu (perdamaian) terbagi menjadi empat:

1.      Perdamaian antara muslim dan kafir kafir yaitu membuat perjanjian untuk meletakkan senjata dalam masa tertentu (sekarang disebut dengan genjata senjata) secara bebas atau dengan cara mengganti kerugian yang diatur oleh undang-undang yang telah disepakati bersama.

2.      Perdamaian antara kepala Negara dan pemberontak. Hal ini berkaitan dengan masalah keamanan Negara yaitu dengan membuat perjanjianatau aturan mengenai perarturan mengenai keamanan dalam Negara yang perlu ditaati.

3.      Perdamaian antara suami istri yaitu membuat perjanjian dan aturan tentang pembagian nafkah, masalah durhaka, serta dalam masalah menyerahkan haknya kepada suaminya manakala terjadi perselisihan.

4.      Perdamaian dalam muamalah yaitu berkaitan dengan masalah yang terkait dengan perselisihan yang terjadi dalam masalah muamalah seperti hutang piutang.

Dilihat dari cara melakukannya, shulhu  dibagi menjadi tiga

1.      Shulhu dengan ikrar yaitu shulhu yang dicapai melalui ikrar. Contohnya, seseorang mendakwa orang lain berutang, kemudian si terdakwa mengakaui hal tersebut. Lalu kedua berdamai dimana sipendakwa mengambil sesuatu dari si terdakwa.

2.      shulhu dengan ingkar, yaitu perdamaian yang dicapai melalui jalan menolak. Contohnya, seseorang menggugat orang lain dengan materi atau utang kemudian yang tergugat mengingkari  yang digugatkan kepadanyalalu keduanya berdamai.

3.      Shulhu dengan sukut (diam, yaitu perdamaian yang dicapai dengan cara diam. Contohnya, seseorang menggugat orang lain dengan suatu gugatan materi kemudian pihak tergugat tidak melakukan apa-apa kecuali hanya berdiam diri tidak mengakui dan tidak mengingkari.

Para ulama membolehkan dilakukannya shulhi  dengan cara mengingkari dan berdiam.

Adapun dilihat dari keabsahannya dapat dibagi menjadi dua:

1.      Shulhu Ibra yaitu melepaskan sebagian dari apa yang menjadi haknya, shulhu Ibra ini tidak terikat oleh syarat.

2.      Shulhu muawadah yaitu berpalingnya seseorang dari haknya kepada orang lain. Hukum yang berlaku pada shulhu ini adalah hukum jual beli.

D.    Hikmah Shulhu

            Shulhu merupakan cara yang terpuji untuk menyelesaikan permasalahan. Allah dan Rasulnya memerintahkan untuk berdamai jika terjadi perselisihan, pertengkaran, dendam dan peperangan. Melalui perdamaian semua pihak akan merasa puas. Segala macam kekesalan, dendam,dan sikap egois dan merasa benar akan hilang seketika. Dalam perdamaian tidak ada istilah kalah dan menang. Semua menjadi pihak yang berpegang pada kebenaran yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasulnya. Bayangkan jika seandainya manusia tidak mau berdamai ketika berselisih atau bertengkar maka yang terjadi permusuhan yang abadi, saling menyalahkan dan saling marah-marahan bahkan tidak mustahil jika terjadi peperangan dan pertumpahan darah yang sangat merugikan. Wahbah Zuhaily menambahkan, dengan shulhu akan terjaga rasa kasih sayang, menjauhkan perpecahan, dan menyambung sebab-sebab yang menimbulkan perpecahan. Rasulullah bersabda “janganlah kamu saling membenci, saling hasud, saling memutuskan jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara. Bahkan dalam hadis lain tidak ada istilah pendusta bagi orang yang melakukan istilah (perdamaian) .

E.     Ringkasan 

1.      Shulhu adalah suatu usaha untuk mendamaikan dua pihak yang berselisih, bertengkar, saling dendam, dan bermusuhan dalam mempertahankan hak, dengan usaha diharapkan akan berakhir perselisihan. Dengan kata lain, sebagaimana diungkapkan oleh Wahbah Zuhaily shulhu adalah akad untuk mengakhiri semua bentuk pertengkakran/perselisihan. Shulhu hukumnya diperintahkan kecuali perdamaian yang mengarah kepada upaya mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram. Rukun shulhu meliputi:

1.      Mushalih yaitu dua belah pihak yang melakukan akad shulhu untuk mengakhiri pertengkaran atau perselisihan.

2.      Mushalih anhu yaitu persoalan yang diperselisihkan.

3.      Mushalih bih yaitu sesuatu yang dilakukan oleh salah satu pihak terhadp lawannya untuk memutuskan perselisihan. Hal ini disebut dengan istilah badal al-shulhu.

4.      Shigat ijab qabul yang masing-masing dilakukan oleh dua pihak yang berdamai. Seperti ucapan “aku bayar utangku kepadmu yang berjumlah lima puluh ribudengan seratus ribu (ucap pihak pertama” . kemudian pihak kedua menjawab “saya terima” .

2.      Shulhu yang berkaitan dengan hak-hak Allah. Contoh, jika orang yang berbuat zina, mencuri, atau peminum khamar berdamai kepada orang yang menangkapnya  yang akan membawanya kehakim dengan memberikan uang misalnya agar ia dapat dilepas maka shulhu seperti ini tidak dibenarkan.

3.      Menurut Syafiiyah shulhuh (perdamaian) terbagi menjadi empat.

1.      Perdamaian antara muslim dan kafir kafir yaitu membuat perjanjian untuk meletakkan senjata dalam masa tertentu (sekarang disebut dengan genjata senjata) secara bebas atau dengan cara mengganti kerugian yang diatur oleh undang-undang yang telah disepakati bersama.

2.      Perdamaian antara kepala Negara dan pemberontak. Hal ini berkaitan dengan masalah keamanan Negara yaitu dengan membuat perjanjianatau aturan mengenai perarturan mengenai keamanan dalam Negara yang perlu ditaati.

3.      Perdamaian antara suami istri yaitu membuat perjanjian dan aturan tentang pembagian nafkah, masalah durhaka, serta dalam masalah menyerahkan haknya kepada suaminya manakala terjadi perselisihan.

4.      Perdamaian dalam muamalah yaitu berkaitan dengan masalah yang terkait dengan perselisihan yang terjadi dalam masalah muamalah seperti hutang piutang.

4.      Dilihat dari cara melakukannya, shulhu  dibagi menjadi tiga

1.      Shulhu dengan ikrar yaitu shulhu yang dicapai melalui ikrar. Contohnya, seseorang mendakwa orang lain berutang, kemudian si terdakwa mengakaui hal tersebut. Lalu kedua berdamai dimana sipendakwa mengambil sesuatu dari si terdakwa.

2.      shulhu dengan ingkar, yaitu perdamaian yang dicapai melalui jalan menolak. Contohnya, seseorang menggugat orang lain dengan materi atau utang kemudian yang tergugat mengingkari  yang digugatkan kepadanyalalu keduanya berdamai.

3.      Shulhu dengan sukut (diam, yaitu perdamaian yang dicapai dengan cara diam. Contohnya, seseorang menggugat orang lain dengan suatu gugatan materi kemudian pihak tergugat tidak melakukan apa-apa kecuali hanya berdiam diri tidak mengakui dan tidak mengingkari.

            Adapun dilihat dari keabsahannya dapat dibagi menjadi dua:

1.      Shulhu Ibra yaitu melepaskan sebagian dari apa yang menjadi haknya, shulhu Ibra ini tidak terikat oleh syarat.

2.      Shulhu muawadah yaitu berpalingnya seseorang dari haknya kepada orang lain. Hukum yang berlaku pada shulhu ini adalah hukum jual beli.


Baca Juga;/.....

     ðŸ‘‰     ðŸ‘‰     ðŸ‘‰     ðŸ‘‰     ðŸ‘‰     ðŸ‘‰

  Artikel terkait lainnya....    ðŸ‘‰                                                 ðŸ‘‰                                                 ðŸ‘‰                                                 ðŸ‘‰                                                 ðŸ‘‰

 

 



[1]  Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini, Kifayat al-Ahyar, (Bandung: PT. al-Maarif, tt) , 271.

[2] Hasbi ash-Siddiki, Pengantar Fiqh Muamalah, (Jakarta : Bulan Bintang, 1984) , blm.92.

[3] Sayyid Sabiq, (Beirut: Dar al-Fiqr, 2206) , jilid III, hlm. 938.

[4] Wahbah Zuhaily, Al -fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, (Beirut: Dar al-Fikr al-Muashir, 2005) , jilid Iv, hlm.4330.

0 Comment