29 Oktober 2020

AL-WAKALAH (PERWAKILAN)

     A.  PENGERTIAN DAN DASAR HUKUMNYA

Secara bahasa kata al-wakalah atau al-wikalah berarti berarti al-tafwidh (penyerahan, pendelegasian dan pemberian mandat) seperti perkataan:

وكلت أمرى الى الله أى فوضته اليه

Artinya :”aku serahkan urusanku kepada ALLAH”.

Secara terminologi (syara’) sebagaimana dikemukakan oleh fukaha:

1.      Imam taqy al-Din Abu Bakr Ibn Muhammad al-Husaini

تفويض ماله فعله مما يقبل النيا بة الى غيره ليحفظه فى حال حياته

Artinya: “menyerahkan suatu pekerjaan yang dapat digantikan kepada orang lain agar dikelola dan dijaga pada masa hidupnya”.

2.      Menurut Hasbi Ash-shiddiqie

“akad penyerahan kekuasaan dimana pada akad itu seseorang menunjuk orang lain sebagai gantinya untuk bertindak”. 

Dari dua defenisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa wakalah adalah sebuah transaksi dimana seseorang menunjuk orang lain untuk menggantikan dalam mengerjakan pekerjaannya/perkaranya ketika masih hidup.

Dalam wakalah sebenarnya pemilik urusan (muwakkil) itu dapat secara sah untuk mengerjakan pekerjaannya secara sendiri. Namun, karena satu dan lain hal urusan itu ia serahkan kepada orang lain yang dipandang mampu untuk menggantikannya. Oleh karena itu, jika seorang (muwakkil) itu ialah orang yang tidak ahli untuk mengerjakan urusannya itu seperti orang gila atau anak kecil maka tidak sah untuk mewakilkan kepada orang lain. Contoh wakalah, seseorang mewakilkan kepada orang lain untuk bertindak sebagai wali nikah dalam pernikahan anak perempuannya. Contoh lain seorang terdakwa mewakilkan urusan kepada pengacaranya.

LANDASAN HUKUMNYA

Islam mensyariatkan wakalah karena manusia membutuhkannya. Manusia tidak mampu untuk mengerjakan segala urusannya secara pribadi. Ia membutuhkan orang lain untuk menggantikannya yang bertindak sebagai wakilnya. Kegiatan wakalah ini, telah dilakukan oleh orang terdahulu seperti yang dikisahkan oleh Al-qur’an tentang ashabul kahfi, dimana ada seorang diantara mereka diutus untuk mengecek keabsahan mata uang yang mereka miliki ratusan tahun didalam gua.  Ijma ulama membolehkan wakalah karena wakalah dipandang sebagai bentuk tolong menolong atas dasar kebaikan dan takwa yang diperintahkan oleh ALLAH SWT. Dan Rasulnya. ALLAH SWT berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 2:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id,dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya. 

Dalam hadist disebutkan

 والله فى عون العبد ما كان العبد فى عون أخيه

Artinya : “ALLAH senantiasa menolong hambanya selama hamba itu menolong saudaranya”.

Dalam hadist yang lain sebagaimana dinukil dalam kitab fiqh sunnah bahwa wakalah bukan hanya diperintahkan oleh nabi tetapi nabi sendiri pernah melakukannya. Nabi pernah mewakilkan kepada Abu Rafi’ dan seorang Anshar untuk mewakilinya mengawini maimunah. Rasulullah juga pernah mewakilkan dalam membayar hutang, mewakili dalam mengurus untanya. 

B.  RUKUN DAN SYARAT WAKALAH

Ada beberapa rukun yang harus dipenuhi dalam wakalah

1.      Orang yang mewakilkan (muwakkil) syaratnya dia berstatus sebagai pemilik urusan/benda dan menguasainya serta dapat bertindak terhadap harta tersebut dengan dirinya sendiri. Jika muwakkil itu bukan pemiliknya attau bukan orang yang ahli maka batal. Dalam haal ini, maka anak kecil dan orang gila tidak sah menjadi muwakkil karena tidak termasuk orang yang berhak untuk bertindak.

2.      Wakil(orang yang mewakili) syaratnya ialah orang yang berakal. Jikaa ia idiot, gila, atau belum dewasa maka batal. Tapi menurut hanafiah anak kecil yang cerdas (dapat membedakan yang baik dan yang buruk) sah menjadi wakil alasannya bahwa Amr bin Sayyidah Ummu Salamah mengawinkan ibunya kepada Rasulullah, saat itu Amr masih kecil yang belum baligh. Orang yang sudah berstatus sebagai wakil ia tidak boleh  berwakil kepada oang lain kecuali seizin muwakkil pertama atau karena terpaksa seperti pekerjaan yang diwakilkan terlalu banyak sehingga ia tidak dapat mengerjakannya sendiri maka boleh berwakil kepada orang lain. Si wakil tidak wajib untuk menanggung kerusakan barang yang diwakilkan kecuali sengaja atau cara diluar batas.

3.      Muwakkal fih (sesuatu yang diwakilkan), syaratny:

a.       Pekerjaan/urusan itu dapat diwakilkan atau digantikan oleh orang lain, oleh karena itu, tidak sah untuk mewakilkan untuk mengerjakan ibadah seperti shalat, puasa, dan membaca AL-QUR’AN.

b.      Pekerjaan itu dimiliki oleh muwakkil sewaktu akad wakalah, oleh karena itu, tidak sah berwakil menjual sesuatu yang belum dimilikinya

c.       Pekerjaan itu diketahui secara jelas. Maka tidak sah mewakilkan sesuatu yang masih samar seperti. “aku jadikan engkau sebagai wakilku untuk mengawini salah satu anakku”.

d.      Shighat: shigat hendaknya berupa lafal yang menunjukkan arti “mewakilkan” yang diiringi kerelaan dari muwakkil seperti “saya wakilkan atau serahkan pekerjaan ini kepada kamu untuk mengerjakan pekerjaaan ini” kemudian diterima oleh wakil. Dalam shigat kabul si wakil tidak syaratkan artinya seandainya siwakil tidak mengucakan kabul tetap dianggap sah.

C.  PEKERJAAN YANG DAPAT DIWAKILKAN DAN MASA BERAKHIRNYA

Pekerjaan yang boleh diwakilkan adalah semua pekerjaan yang dapat diakadkan oleh dirinya sendiri, artinya secara hukum pekerjaan ini dapat gugur jika digantikan. Contoh, mewakilkan orang lain untuk menjual barang atau membeli, dan menjadi wali pernikahan. Adapun sesuatu yang tidak dapat diwakilkan adalah pekerjaan yang tidak ada campur tangan perwakilan artinya hukum ini tidak gugur jika digantikan oleh orang lain seperti ibadah badaniyah karena didalam ibadah badaniyah ini tujuannya untuk menguji ketaatan hamba, yang tidak dapat dicapai tujuan itu jika dilakukan oleh orang lain seperti shalat, dan puasa.

BERAKHIRNYA WAKALAH

Transaksi wakalah dinyatakan berakhir atau tidak dapat dilanjutkan dikarenakan oleh salah satu sebab dibawah ini:

1.      Matinya salah seorang dari yang berakad.

2.      Bila salah satunya gila

3.      Pekerjaan yang dimaksud dihentikan.

4.   Pemutusan oleh muwakkil terhadap wakil, meskipun wakil tidak mengetahui (menurut syafi’I dan hambali) tetapi menurut hanafi wakil wajib tahu sebelum ia tahu maka tindakan seperti sebelum ada pemutusan.

5.      Wakil memutuskan sendiri. Menurut hanafi tidak perlu muwakkil mengetahuinya.

6.      Keluarnya orang yang mewkilkan (muwakkil) dari status pemilikan.

D  HIKMAH WAKALAH

Pada hakikatnya wakalah merupakan pemberian dan pemeliharaan amanat, oleh karena itu, baik muwakkil (orang yang mewakilkan) dan wakil (orang yang mewakili) yang telah melakukan kerja sama atau kontrak wajib bagi keduanya untuk menjalankan hak dan kewajibannya, saling percaya, dan menghilangkan sfat curiga dan berburuk sangka. Dari sisi lain dalam wakalah terdapat pe,bagian tugas, karena tidak semua orang memiliki kesempatan untuk menjalankan  pekerjaannya dengan dirinya sendiri. Dengan mewakilkan kepada orang lain, maka muncullah sikap saling tolong menolong dan memberikan pekerjaan bagi orang yang sedang menganggur. Dengan demikian, si muwakkil akan terbantu dengan menjalankan pekerjaannya dan si wakil tidak kehilangan pekerjaannya disamping akan mendapat imbalan sewajarnya.

Baca Juga;/.....

     👉     👉     👉     👉     👉     👉

  Artikel terkait lainnya....    👉                                                 👉                                                 👉                                                 👉                                                 👉

0 Comment