01 Agustus 2023

MUQADDIMAH SEPUTAR HATI

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging yang jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuhnya dan Jika ia buruk, maka buruklah seluruh tu­ buhnya, ia adalah hati.” (Muttafaq Alaih)

Hati yang sakit dipenuhi penyakit yang bersarang di dalamnya, se- perti riya’, hasad, dengki, hasrat ingin dipuji, sombong, tamak, ghibah dan penyakit-penyakit hati lainnya. Orang yang hatinya sakit akan sulit bersikap jujur atas apapun yang tampak di depannya, dan kepada sia- papun yang memiliki kelebihan darinya. Ketika melihat orang sukses, timbul iri dengki. Ketika mendengar kawannya mendapatkan karunia rezeki, akan timbul di dalam hatinya perasaan resah dan gelisah yang berujung akan menjadi benci kepada temannya tersebut.

Hati yang mati adalah hati yang sepenuhnya dikuasai oleh hawa naf- su, sehingga ia terhijab dari mengenal Allah Ta’ala.

Sesuatu yang ada tentu ada sebabnya. Begitu juga dengan hati yang mati, tentu ada sebab-sebab yang membuat hati menjadi mati. Hati yang mati [qaswah al­qalb] merupakan penyakit berbahaya yang terjadi de- ngan sebab-sebab tingkah laku pemiliknya. Di antara sebab-sebab keras atau matinya hati adalah:

1.      Ketergantungan hati kepada dunia serta melupakan akhirat.

Orang yang terlalu mencintai dunia melebihi akhirat, maka hati- nya akan tergantung terhadapnya, sehingga lambat laun keima- nan menjadi lemah dan akhirnya merasa berat untuk menjalankan ibadah.

2.      Lalai.

Lalai merupakan penyakit yang berbahaya apabila telah menjalar di dalam hati dan bersarang di dalam jiwa. Karena akan berakibat anggota badan saling mendukung untuk menutup pintu hidayah, sehingga hati akhirnya menjadi keras dan terkunci.

Orang yang lalai adalah mereka yang memiliki hati yang keras membatu, tidak mau lembut dan lunak, dan tidak mempan dengan berbagai nasehat. Hati yang keras bagaikan batu atau bahkan lebih keras lagi. Karena mereka punya mata, namun tak mampu melihat kebenaran dan hakikat setiap perkara.

Allah Ta’ala berfirman, ”Mereka itulah orang­orang yang hati, pen­ dengaran dan penglihatannya telah dikunci oleh Allah. Mereka itu­ lah orang­orang yang lalai.” (QS. An-Nahl: 108) 

3.      Kawan yang buruk.

Kawan yang buruk merupakan salah satu sebab terbesar yang mem- pengaruhi kerasnya hati dan jauhnya seseorang dari Allah Ta’ala. Orang yang hidupnya di tengah-tengah manusia yang banyak ber- kubang dalam kemaksiatan dan kemungkaran, tentu akan terpe- ngaruh. Sebab, teman yang buruk akan berusaha menjauhkannya dari keistiqamahan dan menghalanginya dari mengingat Allah Ta­ ’ala, menjalankan shalat, dan berakhlak mulia. Oleh karena itu, Allah Ta’ala memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk bergaul de- ngan orang-orang shalih, sebagaimana tersebut dalam firman-Nya, “Dan bersabarlah kamu bersama­sama dengan orang­orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keri­ dhaan­Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling  dari  mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari  mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (QS. Al-Kahfi: 28)

4.      Terbiasa dengan kemaksiatan dan kemungkaran.

Dosa merupakan penghalang seseorang untuk sampai kepada Allah Ta’ala. Dosa merupakan penghalang perjalanan dan membalikkan arah perjalanan yang lurus. Kemaksiatan meskipun kecil, terkadang memicu terjadinya bentuk kemaksiatan lain yang lebih besar. Maka, melemahlah kebesaran dan keagungan Allah di dalam hati, dan melemah pula jalannya hati menuju Allah dan kampung akhirat, se- hingga menjadi terhalang dan bahkan terhenti. Rasulullah Shallal­ lahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya apabila seorang mukmin melakukan  dosa,  berarti  ia  telah  memberi  setitik  noda  hi­ tam pada hatinya. Jika  ia  bertaubat,  tidak  meneruskan  (perbuatan dosa)  dan  memohon  ampunan,  maka   hatinya   kembali   berkilau. Akan tetapi, jika ia berulang­ulang melakukan hal itu, maka akan bertambah pula noda hitam yang menutupi hatinya, dan  itulah “ar­Rân”,  sebagaimana  yang  telah  difirmankan­Nya,   “Sekali­kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.” (QS. Al-Muthaffifiîn: 14)” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ahmad)

5.      Berpaling dari mengingat Allah Ta’ala.

Akibat lalai dari mengingat Allah karena kesibukan yang meneng- gelamkan manusia dalam urusan dan kenikmatan dunia yang fana ini, maka kematian, sakaratul maut, siksa kubur bahkan seluruh per- kara akhirat baik berupa adzab, nikmat, timbangan amal, mahsyar, shirath, surga dan neraka, semua telah hilang dari ingatan dan ha- tinya.

Memang tidak ada larangan membicarakan permasalahan dan uru- san dunia, namun tenggelam dan menghabiskan waktunya hanya untuk urusan tersebut menjadikan hati keras, karena hilangnya hati dari berzikir kepada Allah. Oleh karena itu, dalam keadaan seperti ini, hakekatnya hatinya sudah mati sebelum kematian menjemputnya. Rasulullah pernah bersabda, “Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Allah dan yang tidak berdzikir seperti   perumpamaan   orang yang hidup dan yang mati.” (Muttafaq Alaih)

Orang yang hatinya sakit hari-harinya dipenuhi dengan kesombo- ngan terhadap Allah, sama sekali ia tidak mau beribadah kepada-Nya, juga tidak mau menjalankan perintah dan apa-apa yang diridhai-Nya. Hati model seperti ini selalu ada dan berjalan bersama hawa nafsu dan keinginannya, walaupun sebenarnya hal itu dibenci dan dimurkai Allah. Ia sudah tak peduli, apakah Allah ridha kepadanya atau tidak? Sungguh, ia telah berhamba kepada selain Allah. Jika mencintai sesuatu, ia men- cintainya karena hawa nafsunya. Begitu pula jika ia menolak atau mem- benci sesuatu juga karena hawa nafsunya.

Adapun hati yang baik dan sehat adalah hati yang hidup, bersih, penuh ketaatan dengan cahaya terangnya. Atau hati yang terbebas dan selamat dari berbagai macam sifat tercela, baik yang berkaitan dengan Allah maupun yang berkaitan dengan sesama manusia dan makhluk Allah di alam semesta ini.

Hati yang bertambah cahayanya akan kembali kepada Allah, cinta kepada ketaatan, dan benci maksiat. Dengan iman kepada Allah, melak- sanakan segala perintah dan menjauhi larangan-Nya akan menambah cahaya hati. Dengan kekufuran dan maksiat akan menambah gelapnya hati. Sehingga akan suka maksiat dan benci ketaatan kepada Allah.

Sungguh, kenikmatan itu akan mendatangkan kerinduan. Orang yang merasakan kelezatan iman akan rindu untuk menyempurnakan iman dan amal shalih, akan merasakan kenikmatan beribadah kepada Allah, akan nampak cabang-cabang keimanan dalam kehidupannya, se- hingga Allah akan mencintainya, dan yang ada di langit dan bumi juga akan turut cinta dan menerimanya.

Karenanya, sangat penting bagi kita menjaga hati agar tetap selalu konsisten dalam ridha dan petunjuk Allah. Karena seringkali kita mela- laikan hal-hal kecil yang tanpa kita sadari telah menggerogoti kekuatan hati yang merupakan sumber berprilaku, sehingga hati kita sangat sulit untuk menjadi sehat.

0 Comment