29 Juni 2023

Apakah Ruh Orang yang Hidup Bisa Bertemu dengan Ruh Orang yang Sudah Meninggal?

Bukti dan dalil berkaitan dengan pertanyaan ini sangat banyak hingga tidak dapat dihitung dan hanya Allah yang tahu jumlahnya. Hal yang dapat dirasakan oleh indra dan realitas merupakan bukti yang paling kuat tentang hal ini. Ruh orang-orang yang masih hidup dengan ruh orang-orang yang sudah meninggal bisa saling bertemu seperti halnya ruh orang-orang yang masih hidup.

Allah SWT berfirman, "Allah memegang nyawa (seseorang) pada saat kematiannya dan nyawa (seseorang) yang belum mati ketika tidur; maka Dia tahan nyawa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia lepaskan nyawa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sungguh pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran) Allah bagi kaum yang berpikir." (QS. Az-Zumar: 42)

Abu Abdillah bin Mandah berkata, "Ahmad bin Muhammad bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, dari lbnu Abbas, berkaitan dengan ayat ini ia berkata: 'Telah sampai kabar kepadaku bahwa ruh orang-orang yang masih hidup dan ruh orang-orang yang sudah meninggal bertemu di dalam mimpi lalu ruh-ruh itu saling bertanya. Selanjutnya, Allah SWT menahan ruh orang-orang yang sudah meninggal dan mengirim kembali ruh orang-orang yang masih hidup ke jasadnya'."

lbnu Abu Hatim berkata dalam tafsirnya, Abdullah bin Sulaiman telah menceritakan kepada kami, dari as-Suddi, tentang firman Allah SWT :"Dan nyawa (seseorang) yang belum mati ketika ia tidur," ia berkata, "Allah mematikan ruh orang

yang belum mati itu di dalam tidurnya maka ruh orang yang hidup dan ruh orang yang mati keduanya saling mengingat dan mengenal."

lbnu Abu Hatim melanjutkan, "Maka, ruh orang yang hidup kembali ke jasadnya di dunia hingga batas waktu yang ditentukan dan ruh orang yang sudah meninggal ingin kembali ke jasadnya, tetapi ditahan."

Ada dua pendapat tentang makna ayat ini. Menurut pendapat yang pertama bahwa penahanan ruh itu dilakukan atas orang yang mati, sedangkan pengiriman kembali ruh ke jasad dilakukan atas orang yang dimatikan dalam tidur. Makna pendapat ini bahwa ruh orang yang mati itu dimatikan dalam kematian lalu ditahan dan tidak dikirim lagi ke jasad hingga datangnya hari Kiamat. Adapun ruh orang yang tidur hanya dimatikan sementara lalu dikirim lagi ke jasadnya hingga waktu ajalnya tiba dan ia akan mengalami kematian yang sebenarnya.

Menurut pendapat kedua bahwa penahanan dan pengiriman ruh yang tersebut di dalam ayat, keduanya bermakna dimatikan dalam kematian tidur. Bagi yang sudah sampai ajalnya, ruhnya  ditahan di sisi Allah dan  tidak dikembalikan  lagi ke jasadnya. Adapun bagi yang belum sampai ajalnya, ruhnya dikembalikan lagi ke jasadnya hingga tiba ajalnya.

Syekhul Islam lbnu Taimiyyah memilih pendapat ini, ia berkata,  "Pendapat ini diperkuat oleh dalil al-Qur'an dan as-Sunnah." Ia juga mengatakan, "Allah SWT menyebutkan bahwa penahanan nyawa yang telah Dia tetapkan kematiannya adalah

yang Dia matikan dalam kematian tidur. Adapun yang dimatikan dalam kematian sebenarnya, ini tidak dijelaskan dengan adanya penahanan atau pengiriman ruh ke jasadnya, tetapi ada bentuk yang ketiganya."

Pendapat yang kuat adalah pendapat pertama karena Allah SWTll telah mengabarkan adanya dua kematian: kematian besar, yaitu kematian yang sebenarnya dan kematian kecil, yaitu tidur. Allah juga membagi ruh menjadi dua macam: ruh yang telah Dia tetapkan kematiannya sehingga Dia menahan di sisi-Nya dan ruh yang belum tiba ajalnya lalu Dia mengembalikan pada jasadnya hingga sampai tiba batas waktu (ajal)nya.

Allah SWTll menjadikan penahanan dan pengiriman ruh sebagai dua hukum dalam dua kematian yang telah disebutkan. Karena itu, ruh yang sudah ditetapkan kematiannya ditahan dan ruh yang belum ditetapkan kematiannya dilepaskan untuk kembali ke jasadnya.

Allah menjelaskan bahwa ruh yang belum meninggal adalah ruh yang Dia matikan ketika seseorang dalam keadaan tidur. Sekiranya Dia telah membagi kematian tidur menjadi dua macam: mati dalam kematian dan mati dalam tidur, Dia tidak akan berfirman, "dan nyawa (seseorang) yang belum mati ketika ia tidur." Artinya, semenjak ruh digenggam (di sisi-Nya), berarti ia meninggal, sedangkan Allah mengabarkan bahwa ruh itu belum mati. Jadi, bagaimana mungkin Allah juga berfirman setelah itu, "maka Dia tahan nyawa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya."

Bagi yang sependapat dengan pendapat ini dapat mengatakan bahwa firman Allah SWT "maka Dia tahan nyawa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya," yakni, setelah Allah mematikannya dalam kematian tidur. Yang pertama, Allah mematikannya pada saat tidur kemudian menetapkan kematiannya setelah itu. Jadi, ayat ini mengandung dua macam kematian. Allah menyebutkan dua kematian: kematian pada saat tidur dan kematian yang sebenarnya. Allah juga menyebutkan adanya penahanan ruh orang yang sudah meninggal berada di sisi-Nya dan pengiriman kembali ruh orang yang belum meninggal ke jasadnya. Sudah diketahui bahwa Allah menahan setiap ruh yang mati, baik yang mati pada saat tidur maupun mati pada saat terjaga.  Namun, Dia mengirim kembali ruh  orang yang belum mati ke jasadnya. Firman-Nya: "Maka Dia tahan nyawa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya" bisa berarti mati saat terjaga atau mati pada saat tidur.

Pertemuan antara ruh orang-orang yang masih hidup dengan ruh orang-orang yang sudah meninggal menunjukkan bahwa orang yang masih hidup bisa melihat orang yang sudah meninggal dalam mimpi. Dengan begitu, orang yang hidup bisa bertanya tentang kabar dari orang yang sudah meninggal dan orang yang sudah meninggal bisa memberi kabar tentang sesuatu yang tidak diketahui orang yang masih hidup. Maka, kabarnya pun bisa sesuai, seperti yang dikabarkan tentang perkara pada masa lampau dan perkara yang akan datang. Terkadang, orang yang meninggal mengabarkan harta yang pernah dipendam di tempat tertentu, yang tidak diketahui oleh siapa pun selain dirinya, atau mengabarkan tentang utang yang belum dilunasinya lalu ia menyebutkan bukti dan alasannya.

Lebih dari itu, bahwa ruh orang yang sudah meninggal dunia bisa mengabarkan amalan yang pernah dilakukan, tetapi tidak ada seorang pun di dunia yang mengetahuinya. Yang lebih menakjubkan bahwa ruh orang yang sudah meninggal bisa mengabarkan kepada orang yang hidup: 'Engkau akan datang kepada kami pada waktu ini dan itu,' dan memang terjadi seperti yang dikabarkan. Terkadang, orang yang meninggal mengabarkan tentang perkara-perkara yang memberikan kepastian kepada orang yang masih hidup karena tidak ada seorang pun yang mengetahuinya. Telah kami sampaikan kisah Sha'b bin Jatstsamah dan perkataannya kepada  Auf bin Malik. Begitu pula kisah Tsabit bin Qais bin Syammas yang mengabarkan kepada orang yang mimpi bertemu dengannya, berkenaan dengan baju besi miliknya dan utangnya yang belum dibayar.

Begitu pula kisah Shadaqah bin Sulaiman al-Ja'fari dan pengabaran dari ayahnya tentang apa yang dilakukan sepeninggalnya. Demikian juga kisah Syabib bin Syaibah dan perkataan ibunya kepadanya setelah meninggal: "jazakallah khairan (semoga Allah membalas kebaikan kepadamu)". Pasalnya, ia telah menalkin (menuntun) ibunya dengan kalimat la Ilaha illallah (tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah) ketika sakratulmaut. Selain itu, juga kisah Fadhl bin Muwaffaq dengan ayahnya dan pengabaran kepadanya tentang ilmu dan ziarahnya.

Said bin Musayyab berkata, Abdullah bin Salam bertemu dengan Salman al-Farisi, salah satu dari keduanya berkata, "Jika kamu meninggal lebih dulu dari aku, temui aku dan kabarkan kepadaku apa yang kamu jumpai dari sisi Tuhanmu. Namun, jika aku yang meninggal lebih dulu, aku akan menemuimu dan mengabarkan kepadamu." Maka yang satunya berkata, "Apakah orang-orang yang sudah meninggal dapat bertemu dengan orang-orang yang masih hidup?" Yang satunya menjawab, "Ya, ruh-ruh mereka ada di dalam surga dan bisa pergi.

Abbas bin Abdul Muththalib  berkata, Aku  ingin mimpi bertemu  Umar. Terakhir kali aku bertemu dengannya sekitar setahun yang lalu. Aku pun mimpi bertemu dengannya, ia sedang mengusap keringat yang ada di dahinya seraya berkata, lnilah waktuku yang kosong, hampir saja singgasanaku berguncang, sekiranya aku tidak bertemu dengan Yang Maha Penyayang dan Maha Pengasih kepada manusia."

Ketika Syuraih bin Abid ats-Tsumali sakratulmaut, Ghudhaif bin Harits masuk ke dalam rumah Syuraih yang sedang merelakan kepergian ruhnya. Maka Ghudhaif berkata, Wahai Abul Hajjaj, jika engkau bisa menemui kami setelah meninggal dunia lalu mengabarkan kepada kami apa yang engkau lihat, lakukanlah!" Ia berkata,  Kalimat ini diterima menurut ahli fikih."

Waktu pun berlalu sejak meninggalnya Syuraih, tetapi Ghudhaif belum juga mimpi bertemu dengannya. Akhirnya, Ghudhaif pun mimpi bertemu dengannya. Dalam mimpi itu, ia bertanya kepada Syuraih, "Bukankah engkau telah meninggal?" Syuraih menjawab, "Ya, benar." Ghudhaif bertanya, "Bagaimana keadaanmu sekarang?" Syuraih menjawab, Tuhan kami telah mengampuni dosa-dosa kami dan tidak ada seorang pun dari kami yang mendapat siksa, kecuali al-ah.radh." Ghudhaif bertanya, Siapakah yang dimaksud dengan al-ah.radh itu?" Syuraih menjawab, Orang-orang yang ditunjuk dengan jari-jari karena suatu (keburukan)."

Abdullah bin Umar bin Abdul Aziz berkata, '   mimpi bertemu ayahku setelah ia meninggal dunia, seakan-akan ayahku sedang berada di sebuah kebun. Lalu ia memberiku beberapa buah apel. Pemberian itu aku maknai sebagai pemberian orang tua kepada anaknya. Aku bertanya: 'Amal apakah yang paling utama menurut apa yang engkau lihat?' Ia menjawab: 'Istighfar, wahai anakku'."

Maslamah bin Abdul Malik mimpi bertemu dengan Umar bin Abdul Aziz setelah ia meninggal dunia. Ia bertanya, Wahai Amirul Mukminin, aku selalu bertanya tentang keadaanmu setelah kematianmu." Umar bin Abdul Aziz menjawab, Wahai Maslamah, inilah waktu yang senggang bagiku. Demi Allah, tidak ada waktu istirahat bagiku, kecuali sekarang." Maslamah pun berkata, Wahai Amirul Mukminin, di manakah engkau sekarang?" Umar bin Abdul Aziz menjawab, Aku bersama para imam (pemimpin) yang mendapatkan petunjuk di dalam Surga 'Adn." Shalih al-Barrad berkata, Aku  mimpi bertemu Zurarah bin Aufa setelah ia meninggal dunia. Aku bertanya: 'Semoga Allah merahmatimu, apa yang ditanyakan kepadamu dan apa jawabanmu?' Zurarah berpaling dariku lalu aku pun bertanya lagi: 'Apa yang diperbuat Allah terhadap dirimu?' Ia menjawab: 'Aku dimuliakan Allah karena kemurahan dan kemuliaan-Nya.' Aku bertanya: 'Bagaimana dengan Abul Ala' bin Yazid, saudara Mutharrif?' Ia menjawab: 'Ia berada di derajat yang al-aflradh adalah orang-orang yang bermaksiat secara terang-terangan tanpa ditutup-tutupi,' Aku bertanya: 'Amal apa yang paling utama di sisi kalian?' Ia menjawab: 'Tawakal dan tidak panjang angan-angan' .

Malik bin Dinar berkata, "Aku melihat Muslim bin Yasar setelah ia meninggal. Lalu aku mengucapkan salam kepadanya, tetapi ia tidak membalas salamku. Maka aku berkata: 'Apa yang menghalangimu untuk menjawab salamku?' Ia menjawab: 'Aku sudah meninggal, bagaimana aku bisa menjawab salammu?' Maka aku berkata kepadanya: 'Apa yang engkau jumpai setelah kematian?' Ia menjawab: 'Demi Allah, aku menjumpai keadaan seperti gempa dan goncangan yang besar dan dahsyat.' Malik berkata: 'Lalu ada apa setelah itu?' Ia menjawab: 'Mimpi yang engkau alami itu terjadi karena Allah Yang Maha Pemurah. Dia menerima kebaikan-kebaikan kami, mengampuni kesalahan-kesalahankami, dan menjamin kami kesudahannya'." Lantas Malik pun berteriak keras hingga pingsan. Beberapa hari ia mengalami sakit, hatinya sakit, dan akhimya meninggal dunia.

Suhail saudara Hazm berkata, "Aku bermimpi bertemu Malik bin Dinar setelah kematiannya. Dalam mimpi itu aku berkata kepadanya: 'Wahai Abu Yahya, aku selalu bertanya, apa yang engkau bawa menghadap kepada Allah?' Ia menjawab: 'Aku datang dengan membawa dosa yang banyak lalu Allah menghapus dosa-dosa itu karena husnuzhzhan (baik sangka) kepada-Nya."

Ketika Raja' bin Haywah meninggal, ada seorang wanita ahli ibadah yang bermimpi bertemu dengannya lalu wanita ahli ibadah itu berkata, "Wahai Abu Miqdam, ke mana engkau akan pergi?" Ia menjawab, "Kepada kebaikan, tetapi kami dikejutkan dengan sesuatu setelah kalian, yang kami kira hari Kiamat telah datang." Wanita itu berkata, "Dengan apa engkau dikejutkan?" Ia menjawab, "Al­ Jarrah dan teman-temannya masuk ke surga dengan membawa beban mereka yang banyak hingga mereka memenuhi pintu surga."

Jamil bin Murrah berkata, "Muwarriq al-ljli sudah aku anggap saudaraku dan juga sahabat dekat. Pada suatu hari aku berkata kepadanya: 'Siapa di antara kita yang meninggal dunia lebih dahulu maka hendaknya ia mendatangi saudaranya dan mengabarkan kepadanya tentang apa yang dialaminya.' Temyata Muwarriq meninggal dunia lebih dahulu. Istriku mimpi bertemu dengannya, seakan-akan ia datang mengetuk pintu seperti halnya dulu ia mengetuk pintu sewaktu masih hidup. Istriku berkata bahwa ia berdiri dan membukakan pintu untuknya seraya berkata: 'Masuklah, wahai Abu Mu'tamir ke pintu saudaramu!' Ia menjawab: 'Bagaimana aku masuk sementara aku sudah meninggal dunia. Aku datang kemari untuk memberitahukan kebaikan yang telah Allah berikan kepadaku. Beritahukanlah kepadanya bahwa ia yang telah membuatku bertempat bersama al-muqarrabfn (orang-orang yang dekat dengan Allah)'."

Ketika Muhammad bin Sirin meninggal dunia, sebagian sahabatnya merasa sangat sedih. Ada dari sahabatnya yang mimpi bertemu dengannya dan melihatnya dalam keadaan yang baik. Sahabatnya itu berkata, "Wahai saudaraku, aku telah melihatmu dalam keadaan yang membuatku senang lalu apa yang terjadi dengan Hasan?" Muhammad bin Sirin menjawab, "Ia diangkat tujuh puluh derajat di atasku." Sahabatnya bertanya, "Mengapa bisa seperti itu, padahal aku melihat engkau lebih utama darinya?" Muhammad bin Sirin menjawab, "Hal itu karena kesedihan yang terus menerus menimpanya."

Ibnu Uyainah berkata, "Aku mimpi bertemu Sufyan ats-Tsauri di dalam tidurku. Aku berkata kepadanya: 'Berilah aku nasihat!' Ia menjawab: 'Berusahalah agar hanya sedikit orang-orang yang mengenalmu'!"

Ammar bin Saif berkata, "Aku mimpi bertemu dengan Hasan bin Shalih di dalam tidurku lalu aku bertanya kepadanya: 'Sudah lama aku berharap dapat ber­ temu denganmu. Apa yang terjadi dengan dirimu, kabarkanlah kepada kami?'Ia menjawab: 'Bergembiralah karena aku tidak melihat ada balasan yang lebih baik daripada berbaik sangka kepada Allah'."

Setelah Dhaigham meninggal dunia-ia dijuluki dengan al-'abid (ahli ibadah), di antara temannya ada yang mimpi bertemu dengannya. Dalam mimpi itu, Dhaigham bertanya, "Apakah engkau mendoakan aku?" Temannya itu menyebutkan alasan ia mendoakannya. Selanjutnya, Dhaigham berkata, "Sekiranya engkau mendoakanku, engkau akan mendapatkan keuntungan besar."

Setelah Rabi'ah meninggal dunia, seorang temannya mimpi bertemu dengannya dan dilihatnya ia sedang mengenakan pakaian sutra halus dan sutra tebal. Padahal, ketika mati ia dikafani dengan kain jubah dan kain kerudung dari wol. Temannya itu bertanya, "Apa yang terjadi dengan kain jubah dan kain kerudung wol yang dulu digunakan sebagai kain kafanmu?"

Rabi'ah menjawab, "Demi Allah, kain kafan itu dilepaskan dari jasadku lalu diganti dengan kain sutra yang engkau lihat padaku ini. Kain kafanku itu dilipat dan diberi tanda lalu dibawa ke illiyyin agar pahalanya menjadi sempurna bagiku pada hari Kiamat nanti."

Temannya bertanya, "Untuk itukah engkau beramal selama hari-harimu di dunia?"

Rabi'ah menjawab, "Hal ini karena aku melihat kemuliaanAllah yang diberikan kepada para kekasih (wali)-Nya."

Temannya bertanya, "Apa yang terjadi dengan Abdah binti Kilab?"

Rabi'ah menjawab, "Jauh sekali, jauh sekali. Demi Allah, ia mengalahkan kami karena mendapatkan derajat yang tinggi."

Temannya bertanya, "Mengapa begitu, padahal dalam pandangan manusia, engkau lebih banyak beribadah daripadanya?"

Rabi'ah menjawab, "Karena ia tidak peduli seperti apa keadaannya  sewaktu di dunia ketika memasuki waktu pagi atau pun sore."

Temannya bertanya, "Apa yang terjadi dengan Abu Malik?" Maksudkannya adalah Dhaigham.

Rabi'ah menjawab, "Allah selalu mengunjunginya kapan pun dikehendaki-Nya." Temannya bertanya, "Apa yang terjadi dengan Bisyr bin Mansyur?"

Rabi'ah menjawab, "Sungguh bagus, sungguh bagus. Demi Allah, ia telah diberi balasan lebih baik dari yang diharapkannya."

Temannya berkata, "Perintahkan kepadaku untuk mengerjakan suatu amal sehingga aku dapat mendekatkan diri kepada Allah dengan amal itu!"

Rabi'ah menjawab, "Hendaklah engkau memperbanyak zikir kepada Allah karena yang demikian itu lebih cepat mendatangkan kebahagiaan di dalam kuburmu kelak."

Setelah Abdul Aziz bin Sulaiman meninggal dunia -ia dijuluki dengan al­ 'abid (ahli ibadah), di antara temannya ada yang bermimpi bertemu dengannya tengah mengenakan pakaian warna hijau dan di atas kepalanya ada mahkota dari mutiara. Temannya itu bertanya, "Bagaimana keadaanmu setelah meninggalkan kami? Bagaimana engkau merasakan kematian? Bagaimana menurutmu tentang perkara di sana?" Ia menjawab, "Tentang kematian janganlah engkau tanyakan tentang berat, susah, dan kesedihannya. Hanya saja, rahmat Allah melingkupi kami dari aib dan kami tidak mendapatkan sesuatu pun, kecuali berkat karunia-Nya."

Shalih bin Basyir berkata, "Ketika Atha' as-Salimi meninggal, aku mimpi bertemu dengannya. Aku berkata kepadanya: 'Wahai Abu Muhammad, bukankah engkau sudah meninggal dunia?'

Ia menjawab: 'Ya.'

Aku kembali tanya: 'Apa yang engkau tuju setelah kematian?'

Ia menjawab: 'Demi Allah, aku menuju pada kebaikan yang banyak dan Tuhanku Yang Maha Pengampun dan Maha Mensyukuri.'

Aku berkata: 'Demi Allah, engkau telah merasakan kesusahan yang panjang sewaktu di dunia.'

Maka ia pun tersenyum seraya berkata: 'Demi Allah, keadaan itu telah meng­ antarkan aku pada istirahat panjang dan kesenangan yang tiada henti.'

Aku kembali bertanya: 'Di mana kedudukanmu?'

Ia menjawab: 'Bersama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pecinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya'."

Ketika Ashim al-Jahdari meninggal dunia, sebagian anggota keluarganya melihatnya dalam mimpi. Anggota keluarganya yang mimpi itu bertanya, ''Bukankah engkau sudah meninggal dunia lebih dulu?"

Ia menjawab, "Ya, benar."

Anggota keluarganya itu bertanya, "Di mana engkau berada?"

Ia menjawab, "Demi Allah, aku berada di salah satu taman surga. Aku bersama dengan sekelompok temanku. Kami berkumpul pada setiap malam Jumat dan pagi harinya lalu kami sama-sama menghadap Bakar bin Abdullah al-Muzani untuk mencari kabar tentang kalian."

Anggota keluarganya itu bertanya lagi, "Apakah itu jasad kalian ataukah ruh kalian?"

Ia menjawab, Sangat tidak mungkin jasad kami. Jasad kami telah hancur.

Hanya ruh-ruh yang saling bertemu."

Diperlihatkan kepadaku dalam mimpi, Fudhail bin Iyadh setelah kematiannya, ia berkata, Aku tidak melihat kebahagiaan hamba (kecuali) dari Rabb-nya."

Murrah al-Hamdani banyak bersujud (shalat) hingga keningnya terlihat hitam bekas dari sujudnya. Setelah ia meninggal, ada seseorang dari keluarganya yang mimpi bertemu dengannya dan bekas sujudnya itu seperti bintang kejora. Keluarganya itu bertanya, Bekas apakah yang menempel di keningmu itu?" Ia menjawab, Bekas sujud karena warna hitam bekas sujud itu menjadi cahaya." Keluarganya itu bertanya, Di mana kedudukanmu  di akhirat?" Ia menjawab, Kedudukan yang terbaik, yaitu tempat yang para penghuninya tidak berpindah dan juga tidak mati."

Abu Ya'qub al-Qari berkata, "Ketika tidur, aku mimpi bertemu dengan seorang laki-laki yang berkulit sawo matang, berperawakan tinggi, dan banyak orang yang mengikutinya. Maka aku bertanya: 'Siapa orang itu?' Orang-orang menjawab: 'Ia adalah Uwais al-Qarni.' Aku pun turut mengikutinya. Lalu aku berkata kepadanya: 'Berilah aku nasihat, semoga Allah merahmatimu.' Namun, ia menampakkan wajah yang kurang senang kepadaku. Aku berkata lagi: 'Aku adalah orang yang mengharapkan petunjuk maka berilah aku petunjuk, semoga Allah merahmatimu.' Akhimya, ia memandangku dan berkata: 'Carilah rahmat Allah dengan mencintai­ Nya, waspadailah kemurkaan Allah ketika bermaksiat kepada-Nya, dan janganlah engkau memupuskan harapanmu kepada-Nya di antara dua keadaan itu.' Setelah itu, ia berpaling dan pergi meninggalkanku."

lbnu Sammak berkata, Aku bermimpi bertemu Mis'ar di dalam tidur. Aku bertanya kepadanya: 'Amalan apa yang paling utama menurutmu?' Ia menjawab: 'Majelis zikir'."

Al-Ajlah berkata, Aku  mimpi bertemu Salamah bin Kuhail di dalam tidur lalu aku bertanya kepadanya: 'Amalan apa yang paling utama menurutmu?' Ia menjawab: 'Shalat malam.'

Abu Bakar bin Abu Maryam berkata: 'Aku mimpi bertemu Wafa' bin Bisyr setelah ia meninggal dunia. Maka aku bertanya kepadanya: 'Apa yang engkau lakukan, wahai Wafa '?' Ia menjawab: 'Aku selamat setelah berusaha dengan gigih.' Aku bertanya: 'Amalan apa yang engkau dapati paling utama?' Ia menjawab: 'Menangis karena Allah'."

Al-Laits bin Sa'd menyebutkan dari Musa bin Wardan bahwa ia mimpi bertemu Abdullah bin Abu Habibah setelah ia meninggal. Ia berkata, Segalakebaikan dan keburukanku diperlihatkan kepadaku. Aku melihat dalam kebaikanku ada yang berupa biji delima maka aku mengambilnya lalu memakannya. Aku juga melihat dalam keburukanku ada dua helai benang sutra dalam kopiahku."

Sunaid bin Dawud berkata, Keponakanku, Juwairiyah bin Asma' telah menceritakan kepadaku, ia berkata: 'Suatu saat, ketika kami berada di Abbadan, ada seorang pemuda dari penduduk Kufah yang tergolong ahli ibadah mendatangi kami. Ia pun meninggal pada siang hari yang sangat panas di tempat itu. Aku berkata: 'Kita berteduh dulu hingga cuacanya tidak panas menyengat. Setelah itu, kita urus jenazahnya.'

Pada saat itu aku tertidur dan aku mimpi seakan-akan berada di sebuah area pemakaman. Di dalam makam itu ada kubah dari mutiara yang bercahaya dan sangat indah. Ketika aku sedang melihatnya, kubah itu terbelah dan dari dalamnya muncul seorang gadis yang kecantikannya belum pemah aku lihat seperti itu. Gadis itu menghampiriku seraya berkata: 'Demi Allah, janganlah engkau menahan pemuda itu dari kami hingga waktu zuhur.'

Seketika itu aku terbangun kaget dan aku langsung mengurus jenazahnya. Aku gali Hang lahat di tempat kubah yang aku lihat dalam mimpiku dan jasadnya dimakamkan di sana."

Abdul Malik bin Itab al-Laitsi berkata, "Aku mimpi bertemu Amir bin Qais di dalam tidur. Aku bertanya kepadanya: 'Amal apakah yang menurutmu paling utama?' Ia menjawab: 'Amal yang dimaksudkan untuk mengharapkan keridhaan Allah'."

Yazib bin Harun berkata, "Aku mimpi bertemu Abu Ala' Ayub bin Miskin di dalam tidur maka aku berkata kepadanya: 'Apa yang diperbuat Allah terhadapamu?'

Ia menjawab: 'Allah telah mengampuni dosaku.' Aku bertanya: 'Dengan apa Dia mengampunimu.' Ia menjawab: 'Dengan puasa dan shalat.'

Aku bertanya: 'Apakah engkau melihat Manshur bin Zadzan?'

Ia menjawab: 'Sama sekali tidak. Namun, kami melihat istananya dari kejauhan'."

Yazid bin Na'amah berkata, "Ada gadis yang meninggal dunia karena wabah penyakit taun (penyakit menular, epidemi) yang sedang mewabah. Ayahnya mimpi bertemu dengannya. Dalam mimpi itu, sang ayah bertanya kepadanya: 'Wahai putriku, beritahukanlah kepadaku aku tentang akhirat.' Gadis itu menjawab: 'Wahai ayahku, aku menghadapi urusan yang besar. Aku mengetahui, tetapi tidak bisa beramal, sedangkan kalian bisa beramal, tetapi tidak mengetahui. Demi Allah, satu atau dua kali tasbih dan satu atau dua rakaat shalat dalam lembar amalku, lebih aku cintai daripada dunia dan isinya'."

Katsir bin Murrah berkata, "Aku bermimpi seakan-akan masuk tingkatan yang tinggi di dalam surga lalu aku pun berkeliling di sana dan aku terkagum-kagum melihat keadaannya. Kemudian aku bertemu dengan sekumpulan wanita yang suka datang ke masjid, mereka yang berada di pojok masjid. Aku mengucapkan salam kepada mereka lalu bertanya: 'Dengan apa kalian sampai di tingkatan ini?' Mereka menjawab: 'Dengan banyak sujud dan takbir'."

Muzahim, pembantu Umar bin Abdul Aziz, meriwayatkan dari Fatimah binti Abdul Malik, istri Umar bin Abdul Aziz, ia berkata, "Suatu malam Umar bin Abdul Aziz terbangun lalu ia berkata: 'Aku baru saja mendapat mimpi yang sangat mengagumkan.' Istrinya berkata: 'Aku menjadi jaminanmu, kabarkanlah mimpi itu kepadaku.' Umar bin Abdul Aziz berkata: 'Aku tidak akan menceritakan kepadamu, kecuali setelah tiba waktu pagi.'

Ketika waktu subuh tiba, Umar bin Abdul Aziz bangun dan keluar untuk mengerjakan shalat lalu kembali ke tempat duduknya. Istri Umar menuturkan: 'Aku gunakan kesempatan itu untuk mendekatinya lalu aku berkata: 'Beritahukanlah kepadaku tentang mimpimu semalam'.'

Umar bin Abdul Aziz berkata: 'Aku bermimpi seakan-akan diangkat ke tanah hijau yang luas, seperti permadani yang hijau. Di tempat itu ada istana putih seperti terbuat dari perak. Selanjutnya, ada seseorang yang keluar dari istana itu sambil berseru dengan lantang: 'Mana Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib? Mana Rasulullah?' Rasulullah datang lalu masuk ke istana itu. Kemudian ada orang lain yang keluar dari dalam istana itu lalu berseru dengan suara lantang: 'Mana Abu Bakar ash-Shiddiq? Mana Abu Qahafah?' Abu Bakar pun datang lalu masuk ke dalam istana itu. Kemudian ada orang yang keluar dari dalam istana dan berseru: 'Mana Umar bin Khaththab?' Umar bin Khaththab datang lalu masuk ke dalam istana itu. Kemudian ada orang lain yang keluar dari dalam istana dan berseru: 'Mana Utsman bin Affan?' Utsman bin Affan pun datang lalu masuk ke dalam istana itu. Kemudian ada orang yang keluar dari dalam istana dan berseru: 'Mana Ali bin Abi Thalib?' Maka Ali datang lalu masuk ke dalam istana itu. Kemudian ada orang yang keluar dari dalam istana kemudian berseru: 'Mana Umar bin Abdul Aziz?' Lalu Umar berkata bahwa ia bangkit hingga aku masuk ke dalam istana.

Aku mendekat ke arah Rasulullah dan orang-orang yang disebutkan tadi ada di sekeliling beliau. Aku pun bertanya-tanya di dalam hati: 'Di sebelah mana aku harus duduk?' Aku putuskan untuk duduk di sebelah Umar bin Khaththab. Setelah aku lihat, temyata Abu Bakar ada di sebelah kanan Rasulullah. Dan di sebelah Abu Bakar ada satu orang lagi. Aku bertanya: 'Siapakah yang ada di antara Rasulullah dan Abu Bakar itu?' Ada yang menjawab: 'Ia adalah Isa putra Maryam.' Tiba-tiba ada yang berbisik kepadaku -namun diantara aku dan ia ada pembatas berupa cahaya: 'Wahai Umar bin Abdul Aziz, peganglah yang ada pada dirimu selama ini dan teguhkanlah hatimu padanya.' Setelah itu, aku melihat seakan-akan ia mengizinkanku untuk keluar maka aku pun keluar dari istana. Aku menoleh ke belakang, temyata Utsman bin Affan juga ikut keluar dari sana seraya berkata: 'Segala puji bagi Allah yang telah menolongku.' Aku lihat Ali bin Abi Thalib juga keluar dari istana seraya berkata: 'Segala puji bagi Allah yang telah mengampuniku' ."

Said bin Abu Arubah menyebutkan dari Umar bin Abdul Aziz, ia berkata, "Aku mimpi bertemu dengan Rasulullah sementara Abu Bakar dan Umar keduanya duduk di sisi beliau. Aku mengucapkan salam lalu aku duduk. Ketika aku sedang duduk, datang Ali dan Muawiyah. Keduanya dimasukkan ke dalam satu rumah yang pintunya tetap dibuka sehingga aku bisa melihat. Tidak berapa lama, Ali keluar dari rumah itu seraya berkata: 'Aku telah diberi keputusan oleh Rabbul Ka'bah.' Kemudian Muawiyah juga ikut keluar dari rumah itu seraya berkata: 'Aku telah diampuni Rabbul Ka'bah'."

Hammad bin Abu Hasyim berkata, "Ada seorang laki-laki menemui Umar bin Abdul Aziz seraya berkata: 'Aku mimpi bertemu Rasulullah sementara Abu Bakar ada di sisi kanan beliau dan Umar ada di sisi kiri beliau. Lalu datang dua orang yang saling bertengkar sementara engkau ada di hadapan dua orang itu sambil duduk lalu dikatakan kepadamu: 'Wahai Umar, jika engkau berbuat, berbuatlah seperti dua orang ini.' Maksudnya adalah Abu Bakar dan Umar.

Umar bin Abdul Aziz meminta orang itu untuk bersumpah atas nama Allah dan bertanya: 'Apakah engkau benar-benar mimpi seperti itu?' Orang itu pun bersumpah dan setelah itu Umar bin Adul Aziz menangis."

Abdurrahman bin Ghanm berkata, "Aku mimpi bertemu Muadz bin Jabal tiga hari setelah ia meninggal. Ia naik di atas punggung kuda yang sangat bagus. Sementara itu, di belakangnya ada beberapa orang berkulit putih yang mengenakan pakaian wama hijau. Mereka juga menaiki kuda-kuda yang bagus. Mu'adz berada dibarisan paling depan dari mereka. Ia membaca ayat: 'Alangah baiknya sekiranya kaumku mengetahui, apa yang menyebabkan Tuhanku memberi ampunan kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang telah dimuliakan.'  Kemudian ia menengok ke arah kanan dan kiri seraya berkata: 'Wahai lbnu Rawahah, wahai lbnu Mazh'un, segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya kepada kami dan telah memberikan tempat ini kepada kami sedang kami (diperkenankan) menempati surga di mana saja yang kami kehendaki. Maka (surga itulah) sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal.' Kemudian ia menyalamiku dan mengucapkan salam kepadaku."

Qabishah bin Uqbah berkata, "Aku mimpi bertemu Sufyan ats-Tsauri di dalam tidur setelah ia meninggal dunia. Aku bertanya kepadanya: 'Apa yang diperbuat Allah kepadamu?' Ia menjawab: 'Aku melihat Tuhanku dengan mata kepalaku sendiri dan Dia berfirman kepadaku:

'Selamat datang, Aku ridha kepadamu wahai Abu Said Engkau selalu mendirikan shalat di tengah malam dengan ungkapan kata-kata yang sedih dan hati penuh yang kepasrahan Maka pilihlah istana yang engkau inginkan dan kunjungi Aku karena Aku tidak jauh darimu'."

Sufyan bin Uyainah berkata, "Aku mimpi bertemu Sufyan ats-Tsauri setelah ia meninggal dunia, seakan-akan ia beterbangan di surga dari satu pohon kurma ke pohon lain dan dari satu pohon ke pohon kurma seraya berkata: 'Untuk (kemenangan) serupa ini, hendaklah beramal orang-orang yang mampu beramal. Ada yang bertanya kepadanya: 'Dengan amal apa engkau dimasukkan ke dalam surga?' Ia menjawab:

'Dengan bersikap wara' . Ada juga yang bertanya kepadanya: 'Apa yang terjadi dengan Ali bin Ashim?' Ia menjawab: 'Kami melihatnya laksana bintang'." Syu'bah bin Al-Hajjaj dan Mis'ar bin Kidam adalah dua orang penghafal al­ Qur'an dan dua orang yang mulia. Abu Ahmad al-Buraidi berkata, ''Aku mimpi bertemu keduanya setelah keduanya meninggal dunia. Lalu aku bertanya: 'Wahai Abu Bustham, apa yang Allah perbuat terhadapmu?' Ia menjawab: 'Semoga Allah melimpahkan taufik kepada dirimu karena menjaga apa yang aku ucapkan:

'Tuhanku telah menempatkan aku di sebuah taman yang memiliki seribu pintu yang terbuat dari perak dan mutiara. Dia berfirman kepadaku: 'Hai Syu'bah, orang yang haus mengumpulkan ilmu dan memperbanyaknya.

Kamu mendapatkan nikmat sehingga bisa berdekatan dengan-Ku dan Aku ridha kepadamu.

Dan kepada seorang hamba-Ku yang selalu melaksanakan shalat malam adalah Mis'ar Aku memberi kesempatakan kepada Mis'ar untuk mengunjungi Aku.

Dan akan Aku buka tirai yang menutup wajah-Ku yang Mulia agar ia dapat memandangnya.

Inilah yang Aku lakukan kepada orang-orang yang banyak beribadah dan tidak melakukan kemungkaran '."

Ahmad bin Muhammad al-Labidi berkata, ''Aku mimpi bertemu Ahmad bin Hanbal di dalam tidur lalu aku bertanya kepadanya: 'Wahai Abu Abdillah, apa yang diperbuat Allah terhadap dirimu?' Ia menjawab: 'Dia mengampuni dosa-dosaku kemudian Allah 6 berfirman: 'Wahai Ahmad, engkau dipukul karena-Ku sebanyak enam puluh kali cambukan?' 18 Aku menjawab: 'Benar, wahai Tuhanku.' Lalu Allah berfirman: 'Inilah wajah-Ku. Aku telah membukanya bagimu maka pandanglah'!

Abu Bakar Ahmad bin Muhammad al-Hajjaj berkata, "Seorang laki-laki penduduk Thursus (Tarsus) telah menceritakan kepadaku, ia berkata: 'Aku berdoa kepada Allah agar dapat mimpi bertemu orang-orang yang sudah meninggal dunia. Dengan begitu, aku bisa bertanya kepada mereka tentang Ahmad bin Hanbal, apa yang diperbuat Allah terhadap dirinya.' Dua puluh tahun kemudian, aku bermimpi dalam tidurku seakan-akan para penghuni makam berdiri di atas makam mereka masing-masing. Mereka berkata kepadaku: 'Wahai fulan, engkau berdoa kepada Allah agar bisa bertemu dengan kami lalu engkau akan bertanya kepada kami tentang seseorang yang semenjak meninggalkan kalian telah ditempatkan oleh para malaikat di bawah sebatang pohon thuba'."

Abu Muhammad Abdul Haq berkata, "Perkataan penghuni makam itu hanya ingin menggambarkan ketinggian derajat Ahmad bin Hanbal dan keagungan kedudukannya sehingga mereka pun tidak sanggup menggambarkan keadaannya dan apa yang sedang dialaminya. Dan seperti itulah yang dimaksudkan."

Abu Ja'far as-Saqa', teman Bisyr bin Harits berkata, "Aku mimpi bertemu Bisyr al-Hafi dan Ma'ruf al-Kurkhi, keduanya mendatangiku. Maka aku bertanya: 'Dari mana kalian berdua? Keduanya menjawab: 'Dari Sungai Firdaus, kami baru saja mengunjungi Musa kalimullah (orang yang pemah diajak bicara oleh Allah)'." Ashim al-Jazari bekata, "Aku bermimpi seakan-akan aku bertemu Bisyr bin Harits. Maka aku bertanya kepadanya: 'Dari mana engkau, wahai Abu Nashr?' Ia menjawab: 'Dari Illiyyin.' Maka aku berkata: 'Apa yang terjadi dengan Ahmad bin Hanbal?' Ia menjawab: 'Saat ini aku meninggalkannya bersama Abdul Wahhab al­ Warraq ada di hadapan Allah, keduanya sedang makan dan minum.' Aku bertanya kepadanya: 'Bagaimana dengan dirimu?' Ia menjawab: 'Allah tahu aku memang kurang suka makanan. Karena itu, Dia memperkenankan aku untuk melihatnya saja'."

Abu Ja'far as-Saqa berkata, "Aku mimpi bertemu Bisyr bin Harits setelah ia meninggal. Aku bertanya kepadanya: 'Wahai Abu Nashr, apa yang diperbuat Allah terhadap dirimu?' Ia menjawab: 'Allah menyayangiku dan merahmatiku. Dia juga berfirman kepadaku: 'Wahai Bisyr, sekiranya engkau bersujud kepada-Ku di atas bara api, engkau belum memenuhi rasa syukur atas apa yang Aku masukkan ke dalam hati para hamba-Ku.' Lalu Allah memperkenankan aku untuk memasuki separuh surga. Aku pun segera masuk ke sana dari mana pun yang aku kehendaki dan Dia berjanji untuk mengampuni dosa orang-orang yang mengiringi jenazahku.' Aku bertanya: 'Bagaimana yang dilakukan Abu Nashr at-Tammar?' Ia menjawab: 'Ia berada di atas semua manusia karena kesabarannya menerima cobaan yang dialami dan kemiskinannya'."

Abdul Haq berkata, "Mungkin saja, yang dimaksud dengan separuh surga adalah separuh kenikmatan yang ada di dalamnya. Pasalnya, kenikmatan di dalam surga itu terbagi dua: separuh kenikmatan ruhani dan separuh kenikmatan fisik. Pada mulanya mereka menikmati kenikmatan ruhani. Jika ruh sudah dikembalikan ke jasad, kenikmatan ruhani itu ditambah dengan kenikmatan fisik."

Ada juga yang mengatakan, "Kenikmatan surga berkaitan dengan ilmu dan amal. Bagian Bisyr yang berasal dari amal lebih sempuma daripada bagiannya yang berasal dari ilmu dan Allah lebih tahu."

Ada seorang saleh yang berkata, "Aku mimpi bertemu Abu Bakar asy-Syibli sedang duduk di sebuah majelis pada musim semi di suatu ternpat yang biasa kita duduki, ia menemuiku dengan mengenakan pakaian yang amat bagus. Kemudian aku berdiri menyambutnya dan mengucapkan salam kepadanya. Aku pun duduk di hadapannya. Aku bertanya: 'Siapa di antara temanmu yang tempatnya dekat dengan tempatmu?' Ia menjawab: 'Orang yang paling banyak berzikir kepada Allah, yang paling banyak memenuhi hak Allah, dan yang paling cepat mencari keridhaan-Nya'."

Abu Abdurahman as-Sahili berkata, "Aku mimpi bertemu dengan Maisarah bin Sulaim setelah ia meninggal dunia, aku berkata kepadanya: 'Sudah lama engkau tiada.' Ia berkata: 'Perjalanan amat jauh.' Aku bertanya kepadanya: 'Lalu bagaimana kesudahanmu.' Ia menjawab: 'Allah memberikan keringanan kepadaku karena dulu aku suka memberi fatwa yang meringankan.' Aku bertanya kepadanya: 'Apa yang bisa engkau perintahkan kepadaku?' Ia menjawab: 'Mengikuti atsar dan berteman dengan orang-orang yang baik. Keduanya bisa menyelamatkan dari neraka dan mendekatkan kepada Allah'."

Abu Ja'far adh-Dharir berkata, "Aku mimpi bertemu Isa bin Zadzan setelah ia meninggal dunia. Aku bertanya kepadanya: 'Apa yang diperbuat Allah terhadap dirimu?' Maka ia menjawab:

'Aku melihat bidadari-bidadari cantik membawa nampan-nampan minuman Bernyanyi sambil berjalan dan bajunya tergerai.'

Di antara teman lbnu Juraij ada yang berkata, "Aku bermimpi seakan-akan mendatangi makam yang ada di Mekah. Aku melihat pada semua makam itu ada tendanya. Dan aku melihat di atas salah satu makam itu terdapat pagar, tempat untuk mengadakan pesta, dan pohon bidara. Aku pun datang dan memasukinya sambil mengucapkan salam dan ternyata di dalamnya adalah Muslim bin Khalid az-Zanji. Aku mengucapkan salam kepadanya seraya bertanya: 'Wahai Abu Khalid, mengapa di atas makam-makam itu ada pagarnya, tetapi di atas makammu ada pagar, tempat untuk mengadakan pesta, dan daun bidara?' Ia menjawab: 'Itu karena aku dulu banyak berpuasa.' Lalu aku bertanya: 'Di mana makam lbnu Juraij? Tunjukkan aku kepadanya! Oulu aku suka duduk-duduk dengannya dan kini aku ingin mengucapkan salam kepadanya.' Ia menjawab sambil memutar-mutar jari telunjuknya: 'Di mana makam lbnu Juraij? Ia diangkat ke illiyyin'."

Sebagian teman Hammad bin Salamah mimpi bertemu dengannya. Maka teman Hammad itu bertanya kepadanya, "Apa yang diperbuat Allah terhadap dirimu?" Hammad menjawab, "Allah berfirman kepadaku: 'Telah lama engkau merasakan penderitaanmu sewaktu di dunia dan kini Aku panjangkan ketenangan dan kenikmatanmu '."

Ini merupakan pembahasan yang sangat panjang. Jika Anda belum bisa memercayainya dan Anda mengatakan bahwa semua itu hanyalah mimpi, padahal mimpi itu bukan sesuatu yang terjamin kebenarannya, renungkanlah tentang seseorang yang mimpi bertemu temannya, kerabatnya, atau seseorang yang sudah meninggal dunia lalu orang yang sudah meninggal itu mengabarkan kepadanya tentang sesuatu yang tidak diketahui oleh siapa pun, kecuali orang yang bermimpi itu. Atau orang yang sudah meninggal itu memberitahukan harta yang disimpannya atau disimpan orang lain ketika ia masih hidup. Atau memperingatkan sesuatu yang akan terjadi. Atau memberikan kabar gembira atas perkara yang akan ditemui lalu apa yang beritahukan itu benar-benar terjadi. Atau ia mengabarkan ihwal kematiannya atau kematian keluarganya dan terjadi seperti yang dikabarkannya. Atau ia mengabarkan sebuah tanah yang subur atau tandus, tentang musuh, musibah, atau penyakit yang terjadi padanya, dan semua terjadi seperti yang dikabarkannya. Hal demikian itu banyak terjadi, hanya Allah yang dapat menghitung jumlahnya, dan hal ini bisa terjadi pada siapa pun. Maka, berkaitan dengan hal ini menurut kami dan juga yang lainnya merupakan suatu keajaiban.

Adalah suatu kesalahan bagi yang mengatakan bahwa itu semua merupakan gambaran ilmu dan keyakian, yang dialami seseorang ketika terbebas dari segala bentuk kesibukan fisik dengan tidur. Itu semua adalah batil dan mustahil terjadi. Tidak ada satu jiwa pun yang bisa mengetahui urusan-urusan semacam ini, yang dikabarkan oleh orang yang sudah meninggal dunia. Tidak pernah terlintas di dalam benaknya dan tidak ada tanda maupun isyarat tentangnya meskipun kami tidak mengingkari bahwa sebagian di antaranya memang terjadi.

Sesungguhnya, di antara mimpi itu ada yang terjadi karena pengaruh bisikan jiwa dan gambaran keyakinan. Bahkan, kebanyakan orang yang bermimpi hanyalah pengaruh hayalan jiwanya, baik sesuai maupun yang tidak sesuai dengan kenyataan. Sesungguhnya, mimpi itu ada tiga macam: (1) mimpi yang datangnya dari setan, (2) mimpi yang datangnya dari Allah, (3) mimpi yang datangnya dari hayalan jiwa.

Mimpi yang benar (ru'yah shalihah) itu ada beberapa macam, di antaranya sebagai berikut.

Ilham yang Allah sampaikan ke dalam hati seorang hamba. Ini merupakan kalam (perkataan) yang Alah firmankan kepada hamba-Nya ketika sedang tidur. Hal ini sebagaimana yang dikatakan Ubadah bin Shamit dan yang lainnya.

Permisalan yang disampaikan oleh malaikat penyampai mimpi kepada hamba, yang memang ditugaskan untuk itu.

Ruh orang yang sedang tidur bisa bertemu dengan ruh orang yang sudah meninggal dunia, baik dari keluarga, kerabat, maupun temannya, bahkan orang lain sebagaimana yang telah kami sampaikan sebelumnya.

Naiknya ruh ke hadapan Allah lalu Allah berfirman kepadanya.

Masuknya ruh ke dalam surga lalu melihat segala yang ada di sana dan sebagainya.

Bertemunya ruh orang yang masih hidup dengan ruh orang yang sudah meninggal dunia termasuk jenis mimpi yang benar seperti yang dialami banyak orang dan termasuk perkara yang dapat dirasakan. Hal ini memang termasuk perkara yang masih membingungkan manusia. Ada yang mengatakan bahwa semua ilmu itu terpendam di dalam jiwa. Pasalnya, kemampuan ilmu hanya terkait dengan alam nyata maka ia terhalang untuk mengetahui ruh.

Jika seseorang terbebas dari segala kesibukan karena tidur, ia bisa bermimpi menurut kesiapannya. Ketika kebebasannya dari segala kesibukan dengan kematian lebih sempurna, ilmu dan pengetahuannya dalam hal ini tentu lebih sempurna.

Dalam hal ini, ada sisi benar dan sisi salahnya sehingga tidak ditolak semuanya dan tidak juga diterima semuanya. Kebebasan jiwa untuk melihat ilmu dan pengetahuan, tidak bisa diperoleh tanpa kebebasan itu. Namun, jika jiwa itu benar-benar bebas, ia tidak bisa melihat ilmu Allah yang disampaikan kepada rasul-Nya secara rind tentang rasul-rasul dan umat-umat terdahulu, tentang hari Kiamat, perintah dan larangan, asma dan sifat, dan perkara lainnya yang tidak bisa diketahui, kecuali melalui wahyu. Akan tetapi, kebebasan jiwa ini bisa membantu pengetahuan tentang semua itu, yang relatif bisa dipastikan dengan cara yang mudah, dekat, dan banyak, tanpa harus membawa jiwa pada aktivitas jasad.

Ada yang berpendapat bahwa semua ini merupakan ilmu yang disampaikan kepada jiwa secara spontan, tanpa ada sebabnya. Ini merupakan pendapat orang­ orang yang biasa mengingkari sebab, hukum, dan kekuatan. Ini termasuk pendapat yang bertentangan dengan syariat, akal, dan fitrah.

Adapula yang berpendapat bahwa mimpi itu merupakan perumpamaan yang disampaikan Allah kepada hamba-Nya, tergantung pada kesiapannya dan malaikat yang menangani mimpi. Terkadang, mimpi berupa perumpamaan yang disampaikan seseorang sehingga sesuai dengan kenyataan, berdasarkan ilmu, dan pengetahuannya.

Pendapat ini terlihat lebih kuat dari dua pendapat sebelumnya. Namun, mimpi tidak hanya sebatas itu. Ada sebab-sebab lain seperti yang sudah disebutkan di atas, yaitu menggambarkan pertemuan beberapa ruh-yang satu menggambarkan kepada yang lain, adanya bisikan malaikat ke dalam hati hamba, dan pengetahuan ruh tentang segala sesuatu tanpa adanya sarana apa pun.

Abu Abdullah bin Mandah al-Hafizh menyebutkan di dalam kitab An-Nafs wa ar-Rub, dari hadis Muhammad bin Humaid, Abdurrahman bin Maghra' ad-Dausi telah menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Ajlan, dari Salim bin Abdullah, dari ayahnya, ia berkata, "Umar bin Khaththab bertemu Ali bin Abi Thalib lalu Umar berkata kepadanya: 'Wahai Abu Hasan, mungkin engkau menyaksikan, sedangkan kami tidak ada atau kami menyaksikan dan engkau tidak ada. Ada tiga hal yang akan aku tanyakan kepadamu, mungkin engkau mengetahui sebagian darinya.'

Ali bin Abi Thalib bertanya: 'Perkara apa yang engkau maksud itu?'

Umar bin Khaththab menjawab: 'Seseorang mencintai orang lain, padahal orang yang mencintai itu tidak melihat suatu kebaikan pun dari orang yang dicintainya. Dan seseorang membenci orang lain, padahal orang yang membencinya itu tidak melihat satu keburukan pun dari orang yang dibencinya.'

Ali berkata: 'Benar, aku mendengar Rasulullah bersabda: 'Sesungguhnya, ruh-ruh itu seperti pasukan berkumpul yang bertemu di udara dan mereka berusaha untuk saling mengenali seperti kuda yang mengendus temannya. Jika ruh-ruh itu saling mengenal, ia akan bersatu dan jika ruh-ruh itu tidak saling mengenal, ia akan berberpisah.'

Umar berkata: 'Itu yang pertama.'

Lalu Umar melanjutkan perkataannya: 'Seseorang menyampaikan hadis, padahal ia lupa dan justru pada saat lupa itulah ia menyebutkan hadis tersebut.

Ali berkata: 'Benar, aku pemah mendengar Rasulullah bersabda: 'Tidaklah ada di dalam hati itu selain ada satu hati yang terhalang mendung yang menghalangi rembulan ketika rembulan itu bersinar. Jika rembulan itu terhalang mendung, keadaan menjadi gelap. Jika mendung itu menghilang, keadaan menjadi terang. Ketika hati itu hendak memberitahukan lalu terhalang mendung, ia menjadi lupa. Jika mendung itu menyingkir, ia menjadi ingat kembali.'

Umar berkata: 'Itu yang kedua.'

Lalu Umar melanjutkan perkataannya: 'Seseorang bermimpi di antara mimpinya itu ada yang benar dan ada pula yang dusta.'

Ali berkata: 'Benar, aku pemah mendengar Rasulullah bersabda: 'Tidaklah seseorang tidur lelap, melainkan ruhnya dibawa ke Arsy, yang tidak bangun sebelum tiba di Arsy maka itulah mimpi yang benar. Adapun yang bangun sebelum tiba di Arsy maka itulah mimpi yang dusta.'

Umar berkata: 'Itulah tiga perkara yang selama ini aku cari jawabannya. Segala puji bagi Allah yang telah membuatku mengetahuinya sebelum aku mati'."

Baqiyyah bin Walid berkata, "Shafwan bin Amr telah menceritakan kepadaku, dari Sulaim bin Amir al-Hadrami, ia berkata, "Umar bin Khaththab berkata: 'Aku heran terhadap mimpi seseorang melihat sesuatu yang tidak pemah terlintas di dalam pikirannya hingga ia seperti memegang tangan dan melihat sesuatu, padahal sebenarnya tidak.' Maka Ali bin Abi Thalib berkata: 'Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Allah e telah berfirman: 'Allah memegang nyawa (seseorang) pada

saat kematiannya dan nyawa (seseorang) yang belum mati ketika tidur; maka Dia tahan nyawa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia lepaskan nyawa yang lain sampai waktu yang ditentukan.' (QS. Az-Zumar: 42)

Ali melanjutkan: 'Ruh-ruh itu dibawa naik (ke langit) ketika tidur dan apa yang dilihat ketika ia berada di langit maka itu adalah benar. Ketika ruh itu dikembalkan ke jasadnya, setan bertemu dengan ruh itu di udara lalu mendustakannya. Maka mimpi yang dilihatnya pada saat itu adalah batil'." Sulaim bin Amir berkata, "Maka Umar bin Khaththab terkagum atas perkataan Ali itu." Menu.rut lbnu Mandah, ini adalah kabar yang masyhur dari Shafwan bin Amr dan lainnya, yang juga diriwayatkan dari Abu Darda'.

Ath-Thabrani menyebutkan hadis dari Ali bin Thalhah bahwa Abdullah bin Abbas berkata kepada Umar bin Khaththab, "Wahai Amirul Mukminin, ada beberapa masalah yang ingin aku tanyakan kepadamu." Umar menjawab, "Bertanyalah semaumu."

Abdullah bin Abbas berkata, "Wahai Amirul Mukminin, karena apa seseorang itu menjadi ingat? Karena apa seseorang lupa? Mengapa mimpi itu benar? Dan mengapa mimpi itu dusta?"

Maka Umar berkata kepadanya, "Sesungguhnya, di atas hati itu ada awan, seperti halnya awan yang menu.tu.pi rembulan. Jika awan ini menu.tu.pi hati, hati anak Adam menjadi lupa. Jika awan itu hilang, hati yang sebelumnya lupa menjadi

ingat. Namun, mengapa mimpi itu menjadi benar dan dusta? Sesungguhnya, Allah telah berfirman: 'Allah memegang nyawa (seseorang) pada saat kematiannya dan nyawa (seseorang) yang belum mati ketika dia tidur.' (QS. Az-Zumar: 42) Siapa yang ruhnya masuk ke kerajaan langit maka itu adalah mimpi yang benar dan jika tidak masuk ke kerajaan langit, itu mimpi yang dusta."

lbnu Luhai'ah meriwayatkan dari Utsman bin Nu'aim ar-Ru'aini, dari Abu Utsman al-Asbbahi, dari Abu Darda, ia berkata, "Jika seseorang tidur, ruhnya dibawa naik hingga sampai ke Arsy. Jika ruh itu sud, diperkenankan untuk sujud di sana. Adapun jika ruh itu kotor, tidak diperkenankan sujud di sana."

Ja' far bin Aun meriwayatkan dari Ibrahim al-Hajari, dari Abu Ahwash, dari Abdullah bin Mas'ud, ia berkata, "Sesungguhnya, ruh-ruh itu seperti pasukan yang berkumpul (bertemu) dan mengendus untuk mengenali seperti kuda yang mengendus temannya. Jika ruh-ruh itu saling mengenal, ia akan bersatu dan jika ruh-ruh itu tidak saling mengenal, ia akan berpisah."

Sejak dulu hingga sekarang, orang-orang tentu menyadari akan hal ini dan menyaksikannya. Jamil bin Ma'mar al-Udzri berkata dalam syaimya, "Waktu siang terus bergolak hingga malamnya Ruhku dalam haribaan yang menyatu dengan ruhnya."

Adapun yang berkata, "Orang yang tidur bisa mimpi berbincang-bincang dengan orang lain yang masih hidup, mungkin jarak antara keduanya cukup jauh. Adapun orang yang dilihat dalam mimpinya itu dalam keadaan terjaga (tidak tidur) sehingga ruhnya tidak berpisah dari jasadnya lalu bagaimana ruh keduanya bisa saling bertemu?'

Hal ini dapat dijawab, "Mungkin, ini merupakan gambaran yang diberikan malaikat berupa mimpi kepada orang yang sedang tidur atau khayalan dari orang yang mimpi itu sendiri, seperti yang dikatakan Habib bin Aus dalam syaimya, 'Waspadai kepalsuan yang mendatangimu, Karena bisikan-bisikan yang datang dari hatimu.'

Terkadang ada dua ruh yang selaras dan hubungan antara keduanya sangat erat sehingga tiap-tiap dari keduanya dapat merasakan apa yang dirasakan oleh temannya. Jika tidak bisa merasakan apa yang dirasakan oleh temannya meski ada kedekatan hubungan antara mereka berdua, sungguh orang-orang telah menyaksikan pada hal itu kejadian yang aneh.' Maksudnya, ruh orang-orang yang masih hidup dapat saling bertemu sebagaimana ruh orang yang hidup dapat bertemu dengan ruh orang yang sudah meninggal.

Sebagian ulama salaf mengatakan, "Sesungguhnya, ruh-ruh itu saling bertemu di udara lalu saling mengenal dan saling mengingat. Kemudian malaikat mimpi mendatangi ruh itu dengan membawa kabar baik atau kabar buruk. Mereka mengatakan: 'Allah 6 telah mengutus malaikat untuk membawa mimpi yang benar, mengajarkan, dan mengilhamkan kepadanya pengetahuan tentang setiap ruh, namanya, keadaannya yang berkaitan dengan agama dan dunianya, tabiat dan pengetahuannya, sehingga tidak ada yang tersamar dan tidak ada yang salah dalam hal ini.'

Malaikat itu membawa lembaran ilmu gaib Allah dari Ummul Kitab, tentang apa yang akan menimpa orang itu meliputi kebaikan dan keburukannya, baik dalam agama maupun dunianya. Orang itu diberi gambaran dan perumpamaan sesuai dengan kebiasaannya. Terkadang diberi kabar gembira dengan kebaikan yang telah dilakukannya, diberi peringatan dari kemaksiatan yang pemah dilakukannya, diberi peringatan terhadap sesuatu yang tidak disenangi, dan sebab-sebab yang bisa menghindarkan diri darinya serta hikmah atau kemaslahatan lain yang Allah jadikan di dalam mimpi, sebagai limpahan nikmat dan rahmat-Nya serta kebaikan dan kemurahan-Nya.Allah menjadikan salah satu caranya adalah melalui pertemuan ruh-ruh yang kemudian saling mengingat dan mengenali.

Berapa banyak orang yang bertobat, menjadi baik, zuhud di dunia, dan ber­ sunguh-sungguh pada akhirat hanya karena mimpi yang dialaminya dalam tidur. Berapa banyak orang yang menjadi kaya, mendapatkan harta simpanan atau harta terpendam melalui (petunjuk) mimpi."

Dalam kitab Al-Mujalasah karya Abu Bakar Ahmad bin Marwan al-Maliki disebutkan dari lbnu Qatadah, dari Abu Hatim, dari al-Ashma'i dari al-Mu'tamir bin Sulaiman, dari seseorang yang memberitahukan kepadanya, ia berkata: "Suatu ketika, kami mengadakan perjalanan jauh. Kami berjumlah tiga orang. Ketika salah seorang di antara kami tidur, kami melihat sesuatu seperti sebuah lampu keluar dari hidungnya. Selanjutnya, sesuatu yang menyerupai lampu itu masuk ke sebuah gua yang berada tidak jauh dari tempat kami lalu cahaya seperti lampu itu keluar lagi dan masuk kembali ke dalam hidung teman kami. Lalu teman kami terbangun dan mengusap-usap mukanya. Ia berkata: 'Aku baru saja mimpi yang sangat menakjubkan. Aku melihat di dalam gua itu ada ini dan ini.' Maka, kami pun masuk ke gua itu dan kami mendapatkan di dalamnya sisa-sisa harta simpanan."

Abdul Muththalib juga pemah bermimpi agar dirinya mendatangi air zamzam.

Dan ia pun mendapatkan harta terpendam di tempat itu.

Umair bin Wahb pemah bermimpi dan dalam mimpi itu ada yang berkata kepadanya, "Bangun dan pergilah ke suatu rumah pada bagian ini dan itu lalu galilah maka engkau akan mendapatkan harta peninggalan ayahmu!" Ayahnya memang pemah menimbun hartanya yang melimpah dan meninggal dunia sebelum berwasiat atas harta itu. Maka, Umair pun bangun dari tidurnya dan langsung menggali tempat-tempat yang ada di rumah tersebut seperti yang dikabarkan dalam mimpinya. Ia mendapatkan 10.000 dirham dan emas yang sangat banyak. Dengan uang itu, ia bisa melunasi utangnya. Keadaannya dan keluarganya pun menjadi lebih baik. Hal itu terjadi tidak lama setelah ia masuk Islam. Maka, putrinya yang paling kecil berkata kepadanya, "Wahai ayah, Tuhan kita yang telah mencintai kita dengan agama-Nya, lebih baik daripada Hubal dan Uzza. Kalau tidak karena ayah masuk Islam, Allah tidak akan mewariskan harta benda ini kepadamu. Ayah hanya akan menyembah Hubal dan tidak mendapatkan kebaikan."

Ali bin Abi Thalib al-Qairawani al-Abir berkata, "Apa yang terjadi pada Umair ini dan ditemukannya harta terpendam melalui petunjuk mimpi merupakan kejadian yang sangat mengagumkan bagi kami dan kami saksikan pada zaman kami di kota kami, yang dialami oleh Abu Muhammad Abdullah al-Bughanisi. Ia adalah seorang laki-laki saleh dan terkenal karena sering mimpi bertemu dengan ruh orang-orang yang sudah meninggal dan bertanya kepada mereka tentang hal-hal yang gaib. Apa yang dialaminya itu diceritakan kepada keluarga dan kerabatnya sehingga akhimya lama menjadi terkenal.

Pada suatu hari ada seseorang yang datang kepadanya lalu mengadu bahwa teman dekatnya meninggal dunia tanpa berwasiat apa pun. Padahal, teman dekatnya itu memiliki harta yang banyak, tetapi tidak diketahui di mana tempatnya. Siapa tahu hartanya itu bisa dimanfaatkan untuk kebaikan. Maka pada malam harinya Abu Muhammad berdoa kepada Allah sehingga ia mimpi bertemu dengan orang yang ciri-cirinya telah disebutkan. Lalu ia menanyakan perkara yang disampaikan kepadanya dan orang yang sudah meninggal tersebut memberitahukannya."

Di antara kelebihan yang dimiliki Abu Muhammad terkait dengan mimpi adalah sebagaiman yang dikisahkan dalam riwayat berikut. Ada seorang wanita salehah meninggal dunia. Ia mempunyai uang 7 dinar yang dititipkan. Wanita yang dititipi hartanya itu datang kepada Abu Muhammad dan mengadu tentang apa yang menimpa dirinya. Wanita itu memberitahukan namanya dan nama wanita yang telah meninggal dunia. Keesokan harinya, wanita itu datang lagi kepada Abu Muhammad dan Abu Muhammad berkata kepadanya, "Fulanah (wanita yang sudah meninggal) telah berpesan untukmu: 'Hitunglah dari atap rumahku sebanyak tujuh kayu, engkau akan mendapatkan uang dinar di dalam atap kayu yang ketujuh, yang tersimpan di dalam sobekan kain wol!' Lalu wanita itu melakukan apa yang diperintahkan kepadanya dan ia benar-benar mendapatkan uang dinar itu seperti yang dikatakan temannya yang telah meninggal dunia itu.

Al-Qairawani juga menceritakan bahwa ia diberitahu seseorang. Orang itu berkata, "Aku dibayar oleh seorang wanita kaya untuk merobohkan rumahnya. Padahal, rumahnya itu dibangun dengan biaya yang sangat mahal. Ketika aku akan merobohkan rumahnya, ia menyuruhku untuk menghentikannya, juga atas persetujuan beberapa orang yang ada di sekitamya. Aku bertanya: 'Ada apa?' Wanita pemilik rumah itu menjawab: 'Demi Allah, menurutku tidak perlu merobohkan rumah ini. Ayahku sudah meninggal dunia. Ia adalah orang yang kaya raya, tetapi kami tidak mendapatkan harta yang banyak. Suatu saat aku berpikir bahwa hartanya dipendam sehingga aku akan merobohkan rumah ini, siapa tahu aku mendapatkan harta itu di dalamnya.'

Sebagian orang yang hadir di tempat itu berkata: 'Mengapa engkau tidak menggunakan cara yang paling mudah untuk mengetahui harta itu.' Wanita itu bertanya: 'Cara apa itu?'

Mereka menjawab: 'Temuilah fulanah dan mintalah tolong kepadanya agar mencarikan jalan keluar dari kisahmu, siapa tahu ia mimpi bertemu dengan ayahmu sehingga ia bisa menunjukkan di mana harta ayahmu. Dengan begitu, engkau tidak perlu bersusah payah dan tidak repot.'

Wanita pemilik rumah itu menemui orang yang dimaksud dan kembali lagi menemui kami. Ia mengatakan bahwa ia telah menulis namanya dan nama ayahnya, yang kemudian diserahkan kepada orang tersebut.

Keesokan harinya ketika aku hendak memulai kerja, wanita pemilik rumah itu datang dari rumah orang tersebut seraya berkata: 'Sesungguhnya, orang itu telah berkata kepadaku: 'Aku mimpi bertemu ayahmu yang mengatakan bahwa harta itu tersimpan di dalam sebuah celukan tanah'.' Maka kami pun mulai menggali tanah seperti yang ditunjukkan dan aku mendapatkan sebuah bungkusan kain, temyata bungkusan itu berisikan banyak harta.

Kami pun sangat heran dengan kejadian ini. Namun, wanita pemilik rumah itu menganggap bahwa harta yang ditemukan itu masih terlalu sedikit. Lalu ia berkata: 'Harta ayahku lebih banyak dari yang kita temukan ini.Aku harus menemui orang itu lagi.' Maka wanita pemilik rumah itu mendatangi orang tersebut dan memohonnya sekali lagi.

Pada keesokan harinya perempuan pemilik rumah itu datang seraya menceritakan bahwa orang itu berkata kepadany: 'Sesungguhnya, ayahmu telah berkata kepadaku: 'Galilah di bawah kolam besar yang bentuknya empat persegi yang dijadikan tempat penyimpanan minyak'!' Aku pun menggali tempat itu dan mendapatkan wadah besar. Lalu wanita pemilik rumah itu mengambilnya. Akan tetapi, wanita itu belum juga puas dan masih ingin harta yang lain lagi dari peninggalan ayahnya. Maka ia meminta pertolongan lagi kepada orang tersebut. Namun, ketika datang dari tempatnya, ia tampak muram dan sedih seraya berkata bahwa orang itu mengatakan bahwa ia mimpi bertemu ayah dan ayah berkata kepadanya: 'Ia telah mengambil apa yang telah ditetapkan. Adapun harta lainnya diduduki ifrit dari jin, yang menjaganya dan hendak diberikan kepada siapa yang berhak'."

Kisah seperti di atas sangat banyak. Begitu juga penggunaan obat untuk meng­ obati penyakit menurut petunjuk mimpi yang dilihat ketika tidur juga sangatlah banyak.

Aku (Ibnul Qayyim) diberitahu tidak hanya oleh satu orang yang tidak condong kepada Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah bahwa ia bertemu dengan Ibnu Taimiyyah setelah beliau meninggal. Dalam mimpinya itu, ia bertanya tentang beberapa masalah farai'dh dan masalah lainnya yang dianggapnya rumit. Pertanyaannya pun dijawab dengan benar oleh Syekhul Islam. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa masalah ini bukan termasuk perkara yang diingkari, kecuali oleh orang yang tidak mengerti masalah ruh, hukum-hukum, dan keadaannya.

0 Comment